Kewenangan Mahkamah Agung dalam Pengujian Peraturan Perundang-

Pasal 24A ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang- undang.” Sementara itu Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman juga menyatakan bahwa pengujian peraturan perundang- undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang merupakan salah satu kewenangan dari Mahkamah Agung, yakni: “Mahkamah Agung berwenang: a. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain; b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan c. Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.” Setelah perubahan UUD 1945 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 direvisi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang didalamnya juga mengatur mengenai perubahan pengaturan kewenangan Mahkamah Agung dalam menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang. Pasal yang mengatur mengenai hal tersebut adalah Pasal 31 yang terdiri dari beberapa ayat sebagai berikut: Ayat 1: Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang- undang. Ayat 2: Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang- undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Ayat 3: Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung. Ayat 4: Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Ayat 5: Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari kerja sejak putusan diucapkan. Dalam perkembangan selanjutnya, peraturan mengenai pengujian peraturan perundang-undangan oleh Mahkamah Agung diperkuat dengan dibentuknya Peraturan Mahkamah Agung Perma Nomor 1 Tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil, Perma 1 tahun 2004 ini dibentuk dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 31 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan untuk menyempurnakan Perma Nomor 1 Tahun 1998. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2004 tersebut mengatur bahwa Mahkamah Agung memiliki kewenangan hak uji materiil yaitu hak Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap peraturan perundang-undangan lebih tinggi. Perma 1 tahun 2004 ini kemudian disempurnakan oleh Perma Nomor 1 Tahun 2011 yang memberikan aturan lebih lengkap tentang peniadaan tenggang waktu pengajuan perkara dalam pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang di Mahkamah Agung. Ketentuan-ketentuan tersebut menunjukkan tingkat konsistensi untuk menempatkan Mahkamah Agung sebagai pelaksana dengan diberikan kewenangan untuk melakukan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang. Dilihat dari segi objek yang diuji oleh Mahkamah Agung maka terdapat pembatasan yaitu hanya sebatas peraturan perundang- undangan yang secara hierarki derajatnya dibawah undang-undang. Dengan adanya pembatasan terhadap objek yang akan diuji oleh Mahkamah Agung, secara langsung membatasi langkah Mahkamah Agung untuk mengontrol secara normatif setiap produk hukum. 15 15 Zainal Arifin Hoesein, Judicial Review di Mahkamah Agung RI, Tiga Dekade Pengujian Peraturan Perundang-Undangan, h. 106.

C. Objek Pengujian Peraturan Perundang-Undangan di Mahkamah Agung

Objek pengujian peraturan perundang-undangan di Mahkamah Agung adalah peraturan perundang-undangan yang tingkatannya berada dibawah undang-undang, Berdasarkan definisi pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Dalam redaksi yang berbeda, Bagir Manan memberikan definisi tentang peraturan perundang-undangan yakni suatu keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat secara umum dimana aturan tingkah laku tersebut berisi ketentuan-ketentuan tentang hak, kewajiban, fungsi, status, dan suatu tatanan. 16 Peraturan perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Peraturan perundang-undangan bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas; 16 Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Jakarta: Indo Hill Co, 1992, h. 3. 2. Peraturan perundang-undangan bersifat universal, ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkretnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja; 3. Peraturan perundang-undangan memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Pencantuman klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali. 17 Kemudian, Jimly Asshidqie memberikan pengertian peraturan perundang-undangan yang dirumuskan dengan batasan yang jelas, yaitu: keseluruhan susunan hirarkis peraturan perundang-undangan yang berbentuk Undang-Undang ke bawah, yaitu semua produk hukum yang melibatkan peran lembaga perwakilan rakyat bersama-sama dengan pemerintah ataupun melibatkan peran pemerintah karena kedudukan politiknya dalam rangka melaksanakan produk legislatif yang ditetapkan oleh lembaga perwakilan rakyat bersama-sama dengan pemerintah menurut tingkatannya masing-masing. 18 Sifat umum dan abstrak menjadi ciri-ciri atau elemen dari peraturan perundang-undangan. Sifat umum dan abstrak yang dilekatkan sebagai ciri dari peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk membedakan dengan 17 Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara, Suatu Kajian Kritis Tentang Birokrasi Negara, Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010, h. 45-46. 18 Jimly Asshidqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, h. 256. keputusan tertulis pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang bersifat individual dan konkrit yakni ketetapan atau beschikking. 19 Berdasarkan penjelesan tersebut, antara perturan perundang-undangan yang bersifat mengatur regeling yang mengikat secara umum harus dapat dibedakan secara jelas dengan keputusan yang berupa ketetapan atau beschikking yang bersifat konkrit dan individual. Pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang merupakan bentuk pengujian yang objeknya adalah seluruh peraturan yang bersifat mengatur, abstrak, dan mengikat secara umum yang derajatnya dibawah undang-undang. Sehingga, objek yang diuji adalah segala peraturan dibawah undang-undang dan yang dijadikan tolok ukur pengujiannya adalah undang-undang. 20 Berdasarkan ketentuan dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka secara hierarkis objek peraturan perundang-undangan yang derajatnya ada dibawah Undang-Undang adalah Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah KabupatenKota. Selain itu, peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang juga termasuk peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, 19 Zainal Arifin Hoesein, Judicial Review di Mahkamah Agung RI, Tiga Dekade Pengujian Peraturan Perundang-Undangan, h. 44. 20 Ibid, h. 54. Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-undang, termasuk juga DPRD Provinsi dan KabupatenKota serta Gubernur dan BupatiWalikota. Adanya pengaturan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dimaksudkan sebagai kontrol normatif terhadap setiap tindakan atau produk hukum yang berbetuk peraturan dari pihak eksekutif, dalam hal ini Presiden dan lembaga negara lainnya. Hal ini disebabkan, Presiden memiliki kewenangan yang sangat besar untuk menerjemahkan materi muatan suatu undang-undang dalam bentuk peraturan pemerintah dan peraturan lainnya sebagai instrumen pelaksanaan undang-undang.

Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122