Kerangka Teori TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kerangka Teori

Untuk mencapai tujuan penelitian ini diperlukan pendekatan dan prosedur pemecahan masalah yang cukup relevan. Untuk keperluan itu, penelitian ini pada dasarnya mempergunakan teori linguistik struktural atau linguistik deskriptif. Pemakaian teori ini didasarkan anggapan bahwa teori ini bermanfaat tidak saja untuk diterapkan dalam penelitian bahasa daerah yang belum dikenal, tetapi juga untuk menganalisis data empiris tentang berbagai variasi bahasa. Setiap bahasa mempunyai ciri khas dalam unsur-unsurnya, akan tetapi untuk penelitian bahasa yang belum pernah dilakukan, dapat diterapkan dari teori bahasa yang sempurna dalam hal ini bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan kajian induktif, yaitu kajian atau analisis yang diterapkan apabila peneliti belum memiliki pemahaman yang cukup terhadap bahasa yang diteliti. Akan tetapi, kalau ada kelainan dalam bahasa ini bahasa Pakpak tidak akan ‘dipaksakan’ sama dengan unsur-unsur bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria dalam analisis bahasa yang tidak berusaha untuk memaksakan sesuatu bahasa yang diukur dari kategori-kategori bahasa Latin atau Yunani Djajasudarma, 1993:15. Kajian tentang struktur internal internal structure kata tidak muncul sebagai suatu sub-cabang linguistik yang berbeda hingga abad 19. Awal abad 19, morfologi memainkan peranan penting dalam rekonstruksi bahasa Indo-Eropa. Abad ini Universitas Sumatera Utara morfologi dianggap sebagai disiplin ilmu sinkronik, yakni, suatu ilmu berfokus pada kajian word – structure bukan evolusi kata. Aliran Linguistik Struktural, memandang bahasa bukan sebagai teori tentang sifat bahasa melainkan sebagai tubuh mengenai prosedur deskriptif dan analitik. Idealnya, analisis linguistik mulai dengan berfokus pada pilihan satu dimensi struktur bahasa. Dimensi merujuk pada tataran linguistik. Tataran disusun menurut hirarki, fonologi berada pada tataran paling bawah dan semantik tataran paling atas. Adapun tataran itu, yakni: a tataran semantik berhubungan dengan makna, b tataran sintaksis berhubungan dengan struktur kalimat, c tataran morfologi berhubungan dengan struktur kata, dan c tataran fonologifonemik berhubungan dengan sistem bunyi. Terobosan kaum struktural terhadap pemisahan tingkattataran merupakan kesalahan. Akan tetapi, banyak yang pantas dipuji dalam pendekatan morfologi struktural. Satu dari kontribusi utama strukturalis adalah pengakuan tentang fakta bahwa kata memiliki struktur internal yang rumit. Sementara itu, analisis linguistik tradisional memperlakukan kata sebagai unit dasar teori gramatikal dan leksikografi kata, kaum struktural Amerika menunjukkan bahwa kata bisa dianalisis yang ditautkan dengan morfem. Morfem adalah unit terkecil yang mengandung makna dan berfungsi gramatikal. Dahulu struktur kata diperlakukan bersama dengan struktur kalimat yang berada di bawah tata bahasa. Kaum struktural memperkenalkan morfologi sebagai subcabang linguistik yang terpisah. Tujuannya ialah mengkaji morfem dan susunannya dalam pembentukkan kata Nida, 1949:1 Universitas Sumatera Utara Matthews di dalam buku Morphology dalam Ansari 2008, An Introduction to the Theory of Word-Structure membagi morfologi menjadi dua bidang, yaitu morfologi infleksional inflectional morphology dan morfologi leksikal lexical morphology. Dalam pada itu, yang termasuk dalam lingkup pembentukan kata hanya morfologi derivasional leksikal sedangkan morfologi infleksional tidak. Bahkan menurut Beard dalam Ansari, 2008 di dalam buku Lexeme Morpheme Base Morphology dijelaskan bahwa apabila terdapat adanya pembentukan kata yang mengalami perpindahan kelas juga harus dipertimbangkan adanya relasi gramatikalnya. Karena derivasi berindikasi harus fungsional dan perubahan kelas reclassification. Derivasi dikatakan fungsional karena adanya perubahan kelas dan fungsi gramatikalnya. Sejalan dengan Matthews, Chaer 2007:175 berpendapat bahwa pembentukan kata secara derivatif atau derivasional akan terbentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya. Umpamanya, dari kata dalam bahasa Inggris sing ‘menyanyi’ terbentuk kata singer ‘penyanyi’; dari kata write ‘menulis’ terbentuk kata writer ‘penulis’; dari kata hunt ‘memburu’ terbentuk kata hunter ‘pemburu’. Jelas, diantara kata sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga tidak sama; sing berkelas verba, sedangkan singer berkelas nomina. Begitu juga antara write dengan writer dan antara hunt dengan hunter. Contoh lain, dari ajektiva slow ‘lambat’ dibentuk kata slowly ‘dengan lambat’ yang berkelas adverbia; dan dari ajektiva quick ‘cepat’ dibentuk dari adverbia quickly ‘dengan cepat’. Contoh dalam bahasa Indonesia dapat Universitas Sumatera Utara diberikan, misalnya, dari kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba; dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina. Perbedaan identitas leksikal terutama berkenaan dengan makna, sebab meskipun kelasnya sama, seperti kata makanan dan pemakan, yang sama-sama berkelas nomina, tetapi maknanya tidak sama. Begitu juga antara pelajar dan pengajar yang sama-sama berkelas nomina, tetapi bermakna tidak sama; atau antara belajar dengan mengajar yang kelasnya sama-sama verbal, tetapi mempunyai makna yang tidak sama. Verba to befriend adalah hasil derivasi dari nomina friend, bukan hasil infleksi karena kedua kata itu tidak sama kelasnya, yaitu verba dan nomina. Jika dua kata dengan dasar yang sama termasuk kelas kata yang sama, tetapi berbeda maknanya, kedua kata itu juga berbeda secara leksikal. Misalnya, friend dan friendship dalam bahasa Inggris, atau kata Indonesia pengajar dan pengajaran, yang sama-sama kelasnya dan dasarnya ajar. Eugene A.Nida 1976, seorang pakar morfologi dari Amerika, menyatakan bahwa morfologi adalah “The study of morphemes and their arrangements in forming words”, suatu kajian morfen dan susunannya dalam membentuk kata-kata. Defenisi yang senada juga diberikan Radhey L.Varshney 1993, seorang Linguis India yang menyatakan bahwa “Morphology is the science and study of the smallest grammatical units of language, and of their formation into words, including inflection, derivation and composition”, morfologi adalah suatu kajian ilmiah dari unit-unit gramatikal terkecil suatu bahasa dan pembentukannya menjadi kata-kata, termasuk infleksi, Universitas Sumatera Utara derivasi dan komposisii. Varshney memberi tambahan penjelasan bahwa proses pembentukan itu tak terlepas dari ketiga proses tersebut, khususnya proses infleksi dan derivasi. Penulis mengambil pengertian dari kedua definisi yang diberikan oleh kedua ahli di atas bahwa morfologi mengkaji bagaimana kata-kata itu dibentuk, apa bentuk asal kata yang dibentuk, apa bentuk gramatikalnya, apa fungsi afiks yang melekat pada pembentukan kata tersebut, dan setelah terjadi pembentukan, kelas kata apa yang terbentuk. Morfologi merujuk pada struktur internal kata komplek. Kata-kata dari berbagai bahasa bisa terbagi menjadi dua kategori besar, tertutup dan terbuka OGrady dan dobrovolsky, 1989. Akan tetapi, yang relevan untuk morfologi adalah kategori terbuka. Kategori tertutup adalah apa yang disebut function words, yaitu “a word which doest not carry a full lexical meaning, but rather a grammatical or functional significance” Hartmann, p.91. function words adalah kata-kata yang tidak membawa arti leksikal namun lebih kepada makna gramatikal atau perbedaan pada fungsi, yaitu seperti pronomina kita ambil contoh dalam bahasa Inggris, she atau you, konjungsi; and, but, jika, artikel; a dan the dan lain sebagainya. Di sisi lain kategori kata yang terbuka adalah apa yang disebut kategori leksikal, seperti nomina, verba, ajektiva dan adverbia. Untuk kategori ini, kata-kata baru bisa terbentuk. Karena masalah utama dalam morfologi adalah bagaimana kata itu terbentuk dari unsur dasarnya, maka materi pengkajiannya adalah pada kata terbuka atau kategori leksikal. Tiap kata yang menjadi anggota kategori leksikal disebut lexical item atau yang disebut leksem. Leksem disebut juga daftar kata dalam kamus. Daftar dari tiap Universitas Sumatera Utara leksem mencakup informasi tentang arti semantis kategori leksikal tersebut dan lingkungan sintaksisnya dimana leksem tersebut berada. Selanjutnya, apa unsur utama yang menjadi objek kajian dalam morfologi? Seperti yang disebutkan Nida 1976, morfem merupakan objek dalam kajian morfologi. Hal ini didukung oleh pernyataan OGrady dan Dobrovolsky yang menyatakan “A major problem for morfological analysis is how to identify the morphemes that make up words”. Pendapat yang agak berbeda dilontarkan oleh Harimurti Kridalaksana 1996 tentang elemen utama pembentukan kata. Beliau menyatakan bahwa “leksemlah yang merupakan bahan dasar yang setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata dalam subsistem gramatikal” Kridalaksana, 1996. Beliau menambahkan bahwa “leksem adalah satuan yang berperan sebagai input dalam proses morfologi” dan “leksem sebagai bahan baku dalam proses morfologi”. Sejalan dengan pendapat di atas, penulis lebih sependapat dengan apa yang diutarakan oleh OGrady dan Dobrovolsky dan juga beberapa ahli lain seperti Eugene A. Nida dan Katamba bahwa input pada proses morfologi adalah morfem dan kata sebagai outputnya. Penulis memiliki alasan tersendiri mengapa ia memilih morfem sebagai input dari proses morfologi, yaitu bahwa leksem itu berupa morfem bebas atau bisa juga morfem leksikal yang memiliki arti. Kata bisa terbentuk dari unsur lain, yaitu dalam kategori morfem terikat. Contoh berikut bisa memberi ilustrasi tersebut. per- dan –ceive masing-masingnya adalah morfem terikat. Bila keduanya mengalami proses morfologi, maka akan membentuk kata, yaitu perceive. Universitas Sumatera Utara Lebih lanjut, proses morfologis atau pembentukan kata dengan afiks, yakni berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. a Afiksasi Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar ata bentuk dasar. Dalam proses initerlibat unsur-unsur 1 dasar atau bentuk dasar, 2 afiks, dan 3 makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif Chaer, 2003. Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan sikat. Dapat juga berupa bentuk kompleks, seperti terbelakang pada kata keterbelakangan, berlaku pada kata memberlakukan, dan aturan pada kata beraturan. Dapat juga berupa frase, seperti ikut srta pada keikutsertaan, istri simpanan pada istri simpanannya. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. b Reduplikasi Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian parsial, maupun perubahan bunyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja dari dasar meja, Universitas Sumatera Utara reduplikasi sebagian seperti lelaki dari dasar laki, dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik dari dasar balik. Proses morfemis dengan reduplikasi dapat berupa; 1 morfem dasar seperti meja menjadi meja-meja, bentuk berimbuhan seperti pembangunan yang menjadi pembangunan-pembangunan, dan bisa juga berupa bentuk gabungan kata seperti surat kabar yang menjadi surat-surat kabar atau surat kabar-surat kabar. 2 bentuk reduplikasi yang disrtai afiks prosesnya mungkin: a proses reduplikasi dan proses afiksasi itu terjdai bersamaan seperti pada bentuk berton-ton dan bermeter-metr; b proses redupliksi terjadi lebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses afiksasi, seperti pada berlari-lari dan mengingat-ingat dasarnya lari-lari dan ingat-ingat; c proses afiksasi terjadi lebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses reduplikasi, seperti pada kesatuan-kesatuan dan memukul-memukul daranya kesatuan dan memukul. 3 pada dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin harus berupa reduplikasi penuh, tetapi mungkin juga hanya berupa reduplikasi parsial. Misalnya, contoh yang reduplikasi penuh, yakni ayam itik-ayam itik dan sawah ladang-sawah ladang dasarnya ayam itik dan sawah ladang. Contoh untuk reduplikasi parsial, yakni surt-surat kabar dan rumah-rumah sakit dasarnya surat kabar dan rumah sakit. 4 reduplikasi yang bersifat derivasional seperti pada bentuk-bentuk mereka-mereka, kita-kita, kamu-kamu, dan dia-dia. 5 reduplikasi semantis, yakni dua buah kata yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu pengetahuan, hancur luluh, dan alim ulama. 6 reduplikasi yang salah satu komponennya berupa morfem bebas dan komponen yang Universitas Sumatera Utara lainberupa morfem unik. Contoh pada bentuk mondar-mandir, tunggang-langgang, dan komat-kamit. c Komposisi Komposisi adalah hsil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Contoh: lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ciri morfologis adalah ciri yang ada dalam dan timbul akibat proses morfologis. Ciri morfologis nomina bahasa Pakpak berwujud morfem imbuhan penanda kelas nomina bahasa Pakpak. Seperti pada contoh: penjukjuk ‘penjolok’; penuan ‘penanam’; pengerana ‘pembicara’; di mana imbuhan pe- merupakan penandapembentuk nomina yang berasal dari kelas nomina jujuk ‘jolok’; suan ‘tanam’ dan dari kelas nomina rana ‘kata’. Nomina yang sering disebut kata benda berupa kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, konsep atau pengertian adalah salah satu kelas kata, di samping kelas kata nomina, adjektiva, adverbia yang dapat menduduki fungsi subjek, predikat, dan objek. Karena fungsinya di dalam kata yang sangat beragam itu, sulit diidentifikasi bentuk nomina itu dengan cepat. Hal ini berbeda dengan kelas nomina yang pada umumnya hanya menduduki fungsi predikat dalam sebuah kalimat, Alwi, 1998:213. Universitas Sumatera Utara Bentukan nomina berulang yang dimaksud dalam penelitian ini sama dengan bentukan kata ulang bahasa Indonesia yaitu bentukan nomina berulang yang pada prinsipnya terdiri dari perulangan sebagai berikut: 1 perulangan bentuk asal tunggal bebas, bentuk asal tanpa variasi fonem dan tanpa proses imbuhan seperti yang dinyatakan Ramlan dalam Rusyana dan Samsuri, 1976:33; dan Keraf dalam Rusyana dan Samsuri, 1976:66—68. Perulangan seperti itu disebut perulangan utuh. Contoh: pekpek-pekpek ‘pemukul’; jujuk- jujuk ‘penjolok’. 2 perulangan kata sempurna yang berupa variasi bunyi bentuk asal, yaitu bagian kedua mengalami perubahan fonem. Bentuk nomina majemuk adalah bentukan nomina yang terdiri dari dua komponen yang masing-masing berupa bentuk nomina sederhana simple words atau bentuk nomina asal tunggal bebas a simple free base dan juga berupa nomina majemuk yang mengalami proses afiksasi. Contoh: rambah mbeilen ‘hutan belantara’; roroh-rorohen ‘sayur-mayur’. Dengan memedomani teori-teori tersebut di atas telah dapat dianalisis nomina bahasa Pakpak, terutama kata dasar dan kata berimbuhan. Demikian juga halnya mengenai proses-proses pembentukan nomina dalam bahasa Pakpak. Dengan demikian, kerangka teori yang dipakai dalam penelitian ini bersifat gabungan, tetapi tidak bertentangan, bahkan saling melengkapi. Universitas Sumatera Utara

3.2 Kerangka Berpikir