Rukun dan Syarat Kuasa Hukum wakalah

36

B. Rukun dan Syarat Kuasa Hukum wakalah

Adapun menurut ulama Madzhab Hanafi, rukun al-wakalah adalah sighah lafal yaitu, ijab dan Kabul. Misalkan :“saya kuasakan perkara ini kepadamu” sedangkan Kabul adalah penerimaan wewenang oleh penerima kuasa misalnya : “ saya terima kuasa ini dan saya akan kerjakan menurut semistinya”. Ijab dan Kabul, menurut Imam Abu Hanifah, tidak harus berbentuk ucapan yang dilafalkan, Sedangkan tiga rukun lainnya di atas termasuk dalam syarat al- wakalah. Menurut mereka, ijab dan Kabul tidak ada, maka al-wakalah tidak sah. Ijab dinyatakan secara jelas dan tidak harus dijawab langsung dengan Kabul, tetapi boleh berselang beberapa waktu. 31 Adapun Syarat wakalah menurut Jumhur ulama ada empat, yaitu : 1. Ada yang mewakilkan, 2. Adanya Wakil 3. Adanya hal atau sesuatu yang diwakilkan 4. Dan adanya shigah lafal wakil Suatu akad al-wakalah menurut ulama fikih baru dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Orang yang mewakilkan disyaratkan telah cakap bertindak hukum, yaitu telah baligh dan berakal sehat, baik laki-laki maupun perempuan, boleh dalam keadaan gaib tidak ada di tempat maupun berada di tempat, serta boleh dalam keadaan sakit maupun sehat. Oleh sebab itu, Orang yang tidak cakap 31 Abdurrahman Al-Jaziri, h. 126 37 melakukan hukum, seperti orang gila, anak kesil dan orang dungu, tidak boleh mendelegasikan suatu hak kepada orang lain karena ia sendiri belum cakap bertindak hukum. Pemberi kuasa al-muwakkil harus terkait dengan materi yang diperkarakan, atau secara hukum berhak atas perkara yang dikuasakannya. Ibnu Qudamah mengatakan bahwa “ berakal” merupakan persyaratan dalam kepemilikan harta. Oleh karena itu ia memberi penjelasan bahwa pemberi kuasa harus orang yang bebas mengeluarkan pendapat merdeka bahkan Imam Abu Hanifah menambahkan bahwa tidak sah berwakil tanpa rida dari pihak yang berperkara. Imam Malik telah berkata bahwa syarat mutlak bagi wakil dan yang mewakilkan itu ada tiga. Pertama al-hurriyyah merdeka. Kedua, al-rasydu orang yang dapat berbuat kebenaran. Dan yang ketiga balligh. 32 2. Seorang wakil disyaratkan cakap bertindak hukum untuk dirinya dan orang lain, serta memiliki pengetahuan yang memadai tentang masalah yang diwakilkan kepadanya. Persyaratan ini diperlukan karena ia mewakili kepentingan orang yang mempunyai perkara dan ia harus ahli dalam memberikan berbagai pertimbangan. Wakil ditunjuk secara langsung oleh orang yang mewakilkan dan penunjukannya harus tegas, sehingga benar-benar tertuju kepada wakil yang dimaksud. Menurut madzhab Hanafi, wakil harus secara tegas dan serius menjalankan tugasnya. Hal ini sejalan dengan prinsip mereka bahwa seorang wakil harus tegas dan jelas mengungkapkan 32 Abd. ‘Azim bin Badawi al-khalafi, al-Wajiz, Ensiklopedi fikih Islam dalam Al-Quran dan as-Sunnah as-Shahih Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2006, cet.I Hal 1912 38 penerimaannya terhadap pendelegasian hak tersebut. Akad perwakilan ini, menurut mereka boleh dilakukan secara lisan maupun tulisan atau dengan menunjuk seseorang yang akan menyampaikan kepadanya perwakilan tersebut. 33 3. Hal atau objek yang diwakilkan disyaratkan: - Bukan sesuatu yang mubah boleh dilakukan oleh setiap orang. Dan hal- hal yang dibolehkan oleh syara’, tidak termasuk unsur penipuan atau penghalalan yang haram. - Benar-benar milik pemberi kuasa; jika tidak, ia tidak dibenarkan menguasakannya kepada orang lain. - Dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, bukan untuk tujuan penipuan dan pelanggaran. - Tidak boleh dalam bentuk penuntutan pinjaman dari pihak lain, karena hal ini biasanya dapat dilakukan dengan mengutus seseorang untuk menagihnya, dan - Dapat ditaksir dan diganti dengan uang. Karena itu, pelaksanaan ibadah seperti shalat dan puasa tidak boleh dikuasakan oleh orang lain, kecuali haji atau umrah dan muamalah. 34 Jika dilihat dari segi hukum positif untuk dapat bertindak sebagai kuasa atau wakil dari penggugatpemohon, seseorang harus memenuhi salah satu syarat berikut ini : 33 Ibid 34 Ibid 39 1. Harus mempunyai surat kuasa khusus, sesuai dengan bunyi pasal 123 ayat 1 HIR Pasal 147 ayat 1 Rbg. 2. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam catatan gugatan apabila diajukan secara lisan 3. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam surat gugat 4. Ditunjuk oleh penggugatpemohon sebagai kuasa atau wakil didalam persidangan 5. Memenuhi syarat dalam peraturan menteri kehakiman 6. Telah terdaftar sebagai advokat. 35 Dewasa ini penerima kuasa untuk beracara di muka pengadilan dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan berdasarkan kriteria pengangkatannya atau izin yang diberikan, yaitu : 1. Advokat atau procureur, yang merupakan penasihat hukum resmi. Mereka adalah sarjana hukum yang diangkat secara resmi sebagai advokat oleh pemerintah menteri kehakiman dengan persetujuan Mahkamah Agung dan bukan pegawai negeri. Seorang advokat dapat membuka kantor atas nama dirinya sendiri. 2. Pengacara praktek, yaitu penasihat resmi atau pembela umum, public defender. Mereka diangkat oleh pengadilan tingi berdasarkan Peraturan Menteri Kehakiman No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974. 35 R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata. Tatacara dan Proses Persidangan, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. h 14 40 3. Penasihat Hukum insidental. Pengacara insidental diberikan izin oleh ketua pengadilan. Mereka terdiri dari siapa saja, apakah sarjana hukum atau tidak, pegawai negeri atau bukan, yang sudah dewasa atau memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan hukum dapat menjadi seorang kuasa.

C. Berakhirnya Kuasa Wakalah