Uji Dasar Asumsi Klasik

58 tepat adalah model Fixed Effect sedangkan sebaliknya bila nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah model Random Effect.

3. Uji Dasar Asumsi Klasik

Uji dasar asumsi klasik ini dilakukan sebagai parameter untuk mengukur apakah data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat BLUE Best Linier Unbiased Estimator atau tidak.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual yang telah terstandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Tidak terpenuhinya normalitas pada umumnya disebabkan karena distribusi data tidak normal, karena terdapat nilai ekstrem pada data yang diambil Suliyanto, 2011:69. Menurut Winarno 2011:539 untuk mendeteksi normalitas data dapat dilakukan dengan melihat koefisien Jarque-Bera dan probabilitasnya. Kedua angka ini saling mendukung. Ketentuannya adalah sebagai berikut: 1. Bila nilai J-B tidak signifikan lebih kecil dari 2, maka data berdistribusi normal. 59 2. Bila probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi atau α 5, maka data berdistribusi normal hipotesis nolnya adalah data berdistribusi normal. Dalam perangkat Eviews yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, normalitas dapat diketahui dengan melihat kepada histogram dan uji Jarque-Bera JB dengan nilai X 2 tabel. Jika nilai JB X 2 tabel maka nilai residual terstandarisasi dinyatakan berdistribusi normal Suliyanto, 2011:75.

b. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas Suliyanto, 2011:82. Multikolinieritas adalah hubungan linier antar variabel independen didalam regresi berganda. Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Menurut Agus Widarjono 2010:75 jika ada multikolinieritas antar variabel independen, estimasi dengan menggunakan metode Ordinary Least Square OLS masih menghasilkan estimator yang tidak bias, linier dan mempunyai varian yang minimum BLUE karena estimator yang BLUE tidak memerlukan asumsi terbebas dari masalah multikolinieritas. Metode untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah multikolinieritas dalam penelitian ini dilakukan dengan metode 60 korelasi parsial antar variabel independen. Sebagai aturan kasar rule of thumb, jika koefisien korelasi cukup tinggi di atas 0,85 maka kita duga multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi kurang dari 0,85 maka kita duga model tidak mengandung unsur multikolinieritas. Akan tetapi perlu kehati- hatian terutama pada data time series seringkai menunjukan korelasi antara variabel independen yang cukup tinggi. Korelasi tinggi ini terjadi karena data time series seringkali menunjukan unsur trend, yaitu data bergerak naik dan turun secara bersamaan Widarjono, 2010:77.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk terjadi ketidaksamaan varian dari residual model regresi. Data yang baik adalah data yang homokedastisitas. Homokedastisitas terjadi jika varian variabel pada model regresi memiliki nilai yang sama atau konstan Suliyanto, 2011:95. Heteroskedastisitas berarti varians variabel gangguan yang tidak konstan. Masalah heteroskedastisitas dengan demikian lebih sering muncul pada cross section daripada time series. Jika varian dari residual suatu pengamatan kepengamatan lainnya tetap, maka disebut heteroskedastisitas. Metode yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah metode 61 Park. Uji park dilakukan dengan melakukan regresi fungsi-fungsi residual. Jika variabel independen tidak signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa model yang terbentuk dalam persamaan regresi tidak mengandung masalah heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar anggota serangkaian data observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang Suliyanto, 2011:125. Autokorelasi merupakan korelasi antar variabel gangguan satu observasi dengan variabel gangguan observasi lain. Autokorelasi sering muncul pada data time series. Autokorelasi muncul karena observasi yang beruntung sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Autokorelasi dapat dideteksi melalui metode Durbin-Waston DW dengan mengasumsikan bahwa variabel gangguan hanya berhubungan dengan variabel ganguan periode sebelumnya lag pertama yang dikenal dengan model autoregresif tingkat pertama dan variabel independen tidak mengandung variabel independen yang merupakan kelambanan dari variabel dependen Widarjono, 2010: 99. Menurut Danang Sunyoto 2011:134 salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi adalah dengan uji Durbin-Watson DW dengan ketentuan sebagai berikut: 62 1 Terjadi otokorelasi positif, jika nilai DW dibawah -2 DW -2 2 Tidak terjadi otokorelasi, jika nilai DW berada diantara -2 dan +2atau -2 DW +2 3 Terjadi otokorelasi negatif jika nilai DW diatas +2 atau DW +2. Pendapat lain untuk mendeteksi tentang uji autokorelasi secara umum bisa diambil patokan Singgih, 2012:243: 1 Angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif. 2 Angka D-W diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. 3 Angka D-W diatas +2, berarti ada korelasi negatif.

4. Koefisien Determinasi

Dokumen yang terkait

Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Loan to Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Return On Assets, Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Penyaluran Kredit: Studi Empiris Pada Bank BUMN dan Bank Swasta Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode

6 110 108

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, Loan To Deposit Ratio Dan Non Performing Loan Terhadap Volume Kredit Pada Bank Yang Terdapat Di BEI

1 44 94

Pengaruh Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional, Non Performing Loan, Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio, dan Net Interest Margin terhadap Return on Asset pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa di Bursa Efek Indonesia

0 62 107

Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan BI Rate, dan Nilai Tukar Rupiah (Kurs) Terhadap Profitabilitas(ROA) Bank Umum Swasta Nasional (Studi Empiris Pada 10 BankUmum Swasta Nasional Devisa Terbesar Yang Terdaftar di BEI Periode 2006-

3 17 147

Pengaruh Inflasi, BI Rate Rate, Dana Pihak ketiga (DPK), Non Performing Loan (NPL) Dan Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada 10 Bank Terbesar di Indonesia Berdasarkan Kredit)

4 68 149

Pengaruh Non Performing Loan dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada Bank Umum Swasta Nasional yang Terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan 2010-2013)

2 17 58

Pengaruh Net Interest Margin dan Non Performing Loan Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015)

0 5 1

Pengaruh Net Interest Margin dan Non Performing Loan Terhadap Laba (Studi Pada Bank Yang Terdaftar di BEI 2009-2013)

0 7 58

Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Loan to Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Return On Assets, Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Penyaluran Kredit: Studi Empiris Pada Bank BUMN dan Bank Swasta Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Loan to Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Return On Assets, Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Penyaluran Kredit: Studi Empiris Pada Bank BUMN dan Bank Swasta Yang Terdaftar di Bursa Ef

0 1 9