14
Secara singkat dapat dikatakan bahwa model pembangunan pro pertumbuhan hanya menjadikan orang kaya menjadi lebih kaya dan orang miskin
menjadi lebih miskin. Karena itu, kritik dan kecaman terhadap developmentalisme terus mengalir dari penganut paradigma kebutuhan pokok, teori ketergantungan
sampai pendekatan dan gerakan baru yang mengarah pada pemberdayaan. Gerakan pemberdayaan diawali dari munculnya paradigma pembangunan yang
berpusat pada manusia rakyat, yang konon diakui sebagai pembangunan alternatif Sutoro Eka, 1994: 1.
2.2.1. Konsep Pembangunan Berbasis Masyarakat
Model pembangunan alternatif menekankan pentingnya pembangunan berbasis masyarakat community based development, berparadigma bottom up
dan lokalitas. Munculnya model pembangunan alternatif didasari oleh sebuah motivasi untuk mengembangkan dan mendorong struktur masyarakat agar lebih
berdaya dan menentang struktur penindasan melalui pembuatan regulasi yang berpijak pada prinsip keadilan. Pendekatan yang dipakai dalam model
pembangunan alternatif adalah pembangunan tingkat lokal, menyatu dengan budaya lokal, bukan memaksakan suatu model pembangunan dari luar serta sangat
menyertakan partisipasi orang-orang lokal. Model pembangunan alternatif ini bercirikan partisipatoris dan menekankan
pemenuhan kebutuhan pokok dan hak asasi manusia dalam setiap langkah- langkahnya. Pembangunan berperspektif partisipatoris artinya menekankan
partisipasi luas, aksesibilitas, keterwakilan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang mempengaruhi nasib mereka.
Universitas Sumatera Utara
15
Dari ciri-ciri ini, bisa digaris bawahi esensi pembangunan alternatif adalah memberi peran kepada individu bukan sebagai subjek, melainkan sebagai aktor
yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Konsekuensinya, model pembangunan
alternatif memberikan nilai yang sangat tinggi pada inisiatif lokal, cenderung memandirikan masyarakat lokal, memihak kepentingan rakyat, melestarikan
lingkungan hidup, memenuhi kebutuhan pokok, dan memberdayakan masyarakat dari tekanan struktural ketimpangan sosial-ekonomi Zubaedi, 2013: 140.
2.2.2. Memerhatikan Dimensi Keberlanjutan
Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam perspektif pembangunan alternatif sangat memerhatikan prinsip keberlanjutan
sustainability. Prinsip keberlanjutan ini telah menjadi bagian integral dalam pembangunan ekonomi masyarakat dunia, yang dikenal dengan sustainable
development pembangunan berkelanjutan. Sejak awal 1980-an bertepatan dengan dikeluarkannya dokumen Strategi Konsevasi Bumi World Conservation
Strategy oleh IUCN International Union for the Conservation Of Nature, telah muncul berbagai defenisi tentang pembangunan berkelanjutan oleh para pakar
maupun organisasi keilmuan. Namun, defenisi pembangunan berkelanjutan yang secara umum diterima oleh masyarakat internasional adalah defenisi yang disusun
oleh Brundtland Commission, yang memahami pembangunan berkelanjutan sebagai praktik pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa
menurunkan atau merusak kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya United Nations World Commission on the Environment and
Universitas Sumatera Utara
16
Development 1987, dikutip oleh Hart, 1995: 4. Keberlanjutan dalam konteks ini sangat menekankan keterpaduan atau integrasi antara tiga sistem pokok:
lingkungan enviromental, ekonomi, sosial serta memusatkan perhatian pada masalah-masalah kualitas kehidupan.
Kerangka berfikir diatas memberi pemahaman bahwa keberlanjutan mencakup keberlanjutan lingkungan environmental sustainability, keberlanjutan
ekonomi Economic sustainability, dan keberlanjutan sosial social sustainability. Sementara itu, John Martinussen menjelaskan bahwa konsep
pembangunan berkelanjutan adalah proses dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya sekarang tanpa mengurangi kesempatan generasi mendatang dalam
memenuhi kebutuhannya. Dalam terminologi ekonomi, pembangunan berkelanjutan dapat diinterpretasikan sebagai suatu pembangunan yang tidak
pernah punah development the last, pearce and barbier. Secara lebih spesifik, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai suatu pembangunan yang
memaksimumkan kualitas kehidupan generasi yang akan datang. Kualitas hidup mencakup aspek kebutuhan ekonomi, kebutuhan akan lingkungan alam yang
bersih dan sehat serta tingkat kebutuhan sosial yang diinginkan Suparjan dan Hempri Suyatno: 2003 171.
Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya memerlukan tiga aspek: keseimbangan ekologis, keadilan sosial, dan aspek ekonomi. Aspek keseimbangan
ekologis berkaitan dengan upaya pengurangan dan pencegahan polusi, pengelolaan limbah serta konservasipreservasi sumber daya alam. Aspek keadilan
sosial berkaitan dengan upaya pemecahan masalah kependudukan, perbaikan
Universitas Sumatera Utara
17
pelayanan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan dan lain-lain. Aspek ekonomi berkaitan dengan upaya memerangi kemiskinan, mengubah pola
produksi dan konsumsi ke arah yang seimbang dan lain-lain. Kegiatan pembangunan dianggap berkelanjutan jika kegiatan tersebut
secara ekonomis, ekologis, dan sosial bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomis jika suatu kegiatan pembangunan dapat membuahkan pertumbuhan
ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumber daya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis jika kegiatan pembangunan tersebut
dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati.
Sementara itu, keberlanjutan secara sosial bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas
sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan Rokhmin Dahuri, 2003: 1.
2.2.3. Menekankan Partisipatori