Perumusan Masalah Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan

Ada beberapa alasan, penulis ingin meneliti manfaat reses DPRD Kota Gunungsitoli yaitu reses merupakan salah satu agenda DPRD yang menggunakan anggaran cukup besar sehingga menarik untuk dilihat tingkat keberhasilannya, kemudian sebagai daerah otonom baru, peneliti ingin melihat perkembangan kinerja pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan roda pemerintahan terutama dalam menghasilkan kebijakan-kebijakan bagi daerah yang bersumber dari masyarakat.Untuk itu, penelitian ini akan berfokus pada hasil-hasil pelaksanaan reses anggota DPRD Kota Gunungsitoli, kemudian bagaimana penggunaannya terhadap perumusan kebijakan di tingkat pemerintah daerah serta bagimana peran serta anggota DPRD tersebut dalam proses perumusan kebijakan.

1.2 Perumusan Masalah

Reses merupakan kunjungan anggota Dewan ke Dapil masing-masing bertemu dengan konstituen yang bertujuan untuk menampung aspirasi masyrakat dan bertanggungjawab menindaklanjuti aspirasi tersebut melalui kebijakan pemerintah . Akan tetapi, kegiatan yang menggunakan anggaran APBD ini kerap menjadi agenda seremonial belaka, sebab manfaatnya belum begitu dirasakan masyarakat. Di sisi lain sumber agenda kebijakan pemerintah sesungguhnya sangat variatif, akan tetapi akan menjadi seimbang jika hasil reses memberikan pengaruh besar pula terhadap kebijakan yang dihasilkan pemerintah tersebut. Oleh karena itu yang akan menjadi pertanyaan penelitian dalam skripsi ini ialah Bagaimana Penggunaa Hasil reses DPRD Kota Gunungsitoli Tahun 2013 DalamPenetapan Kebijakan di Tingkat Pemerintah Kota ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mendeskripskan profil DPRD dan Pemerintah Kota Gunungsitoli, serta

perkembangannya pasca pemekaran.

2. Untuk menganalisis penggunaan hasil reses DPRD Kota Gunungsitoli Tahun

2013 dalam pembuatan kebijakan Pemerintah Kota.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Bagi ilmu politik, penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian teoritis yang mampu memberikan kontribusi pemikiran atas gejala-gejala politik dan memberi solusi atas permasalahannya. 2. Bagi pengembangan akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam ilmu politik, khususnya dalam hal pelaksanaan reses dan Kebijakan di Tingkat pemerintah Daerah di Indonesia, serta menjadi referensikepustakaan bagi depatemen Ilmu Politik Fisip USU. 3. Bagi kalangan praktisi, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi anggota DPRD serta Pemerintah KabKota sebagai bahan evaluasi untuk menajalankan pemerintahan di Daerah.

1.5 Kerangka Teori

Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam penelitian adalah menyusun kerangka teori, karena kerangka teori berfungsi sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari segi mana menyoroti masalah yang telah dipilih. Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 16 Sedangkan menurut F.N.Karliger sebagaimana dikutip oleh Joko Subaygo pada buku Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu sama lain, satu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis dari fenomena. 17

1. Kebijakan Publik

Carl J Federick mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakankegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan kesulitan- kesulitan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena 16 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1989, hal.37 17 Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rieneka Cipta, 1997. hal.20. bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah. 18 Kemudian David Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai “ the autorative allocationof values for the whole society”. Definisi ini menegaskan bahwa hanya pemilik otoritas dalam sistem politik pemerintah yang secara syah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Hal ini disebabkan karena pemerintah termasuk ke dalam “authorities in a political system” yaitu para penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai tanggungjawab dalam suatu maslaha tertentu dimana pada suatu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di kemudian harikelak diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu. 19 Kebijakan publik dapat berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah KotaKabupaten, dan Keputusan WalikotaBupati. 20 Kebijakan dapat pula dipandang sebagai sistem. Bila kebijakan dipandang sebagai sebuah sistem, maka kebijakan memiliki elemen-elemen pembentuknya. Menurut Thomas R. Dye terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk sistem kebijakan. Dye menggambarkan ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai 18 Leo Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publik ,Bandung : Alfabeta, 2008, hal 7. 19 ibid., hal 19. 20 Subarsono, Analisis Kebijakan Publik Konsep Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal 3. kebijakan publikpublic policy, pelaku kebijakanpolicystakeholders, dan lingkungan kebijakanpolicy environment. 21 Jika kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem, maka kebijakan juga dapat dipandang sebagai proses. Dilihat dari proses kebijakan, Nugroho menyebutkan bahwa teori proses kebijakan paling klasik dikemukakan oleh David Easton. David Easton menjelaskan bahwa proses kebijakan dapat dianalogikan dengan sistem biologi. Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara mahluk hidup dan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan model sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem politik. 22 21 William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, Yogyakarta: Gajahmada University Press,2000, hal 110. 22 R Nugroho, Public Policy : TeoriKebijakan-AnalisisKebijakan-ProsesKebijakan Perumusan,Implementasi, Evaluasi,Revisi,Risk Manajement Dalam Kebijakan Publik, Kebijakan Sebagai The Fithestate, Metode Kebijakan, Jakarta : PT Alez Media Group, 2008, Hal 383 Seperti dipelajari dalam ilmu politik, sistem politik terdiri dari input, throughput, dan output, seperti digambarkan sebagai berikut: Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik Menurut Easton 23 DEMANDS DECISIONS SUPPORT OR POLICIES FEEDBACK ENVIRONMENT ENVIRONMENT 2.Tahap-Tahap Kebijakan Publik Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut : a Tahap Penyusunan Agenda agenda setting Agenda kebijakan didefenisikan sebagai tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu. 23 Loc.cit. A POLITICAL SYSTEM I N P u t o u p u t Cob dan Elder mendefenisikan agenda kebijakan sebagai “a set of political controversies that will be viewed as falling whitin range of legitimate concerns meriting attention by a decision making body”. Sementara itu, proses agenda kebijakan berlangsung ketika pejabat public belajar mengenai masalah-masalah baru, memutuskan untuk member perhatian secara personal dan memobilisasi organisasi yang mereka miliki untuk merespon masalah tersebut. Agenda setting, yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. 24 1. Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat. Suatu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut ini : 2. Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan public yang pernah dilakukan. 3. Isu tersebut mampu diakitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada. 4. Terjadinya kegagalan pasar market failure. 5. Terjadinya teknologi dan dana untuk menyelesaiakan masalah politik. b Tahap Formulasi Kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan policy alternativespolicy options yang ada. 24 Charles Lindblom , Proses Penetapan Kebijakan Publik Edis Kedua, Jakarta : Airlangga, 1986, hal 3. Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini masing-masing aktor akan bersaing danberusaha untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. 25 c Tahap Adopsi Kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh paraperumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusanperadilan. Pada tahap Adopsi kebijakanpolicy adoption yang merupakan tahap yang dikemukakan Anderson, dkk. seharusnya dilakukan analisis rekomendasi kebijakan. 26 Rekomendasi kebijakan merupakan hasil dari analisis berbagai alternatif kebijakan setelah alternatif-alternatif tersebut diestimasikan melalui peramalan. 27 Pada tahap ini, pengambil keputusan akan mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan, bagaimana dampak untung rugi sebuah alternatif kebijakan dan bagaimana cara menerapkan alternative tersebut. Dalam penyusunan kebijakan, pemerintah atau pembuat kebijakan senantiasa dihadapkan pada beberapa factor yang seringkali mengganggu atau berpengaruh. 28 25 Budi Winarno, Op Cit., hal 32 26 Ibid.,hal 33. 27 William Dunn, Op Cit., hal 27. 28 Charles Lindblom, Ibid., hal 4. Felix A. Nigro dan Liyod G Nigro, mengidentifikasikan faktor- faktor pengaruh tersebut adalah : 1. Faktor tekanan-tekanan dari luar. 2. Faktor kebiasaan lama konservatisme. 3. Faktor sifat-sifat pribadi pengambil kebijakan. 4. Faktor kelompok luar. 5. Faktor keadaan masa lalu. Pengambilan kebijakan acapkali mendapat tekanan-tekanan dari luar, baik dalam bentuk tekanan dari kelompok kepentingan, partai politik maupun dari masyarakat. Tekanan-tekanan demikian, biasanya dating secara tiba-tiba dan cukup berpengaruh. Hal ini pernah dan bahkan sering terjadi di Indonesia terutama di era reformasi. Dimana para pengambil kebijakan di gedung DPRMPR mendapat tekanan dari masyarakat melalui gerakan demonstrasi. Disamping itu, kebiasaan lama seringkali juga menjadi referensi para pengambil kebijakan manakala mereka sampai pada tahap kejenuhan dan kemandegan yang cenderung sulit dicari jalan keluarnya. 29 d Tahap Implementasi Kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasikan yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat 29 Loc.cit. dukungan para pelaksana implementors, namun beberapa yang lain munkin akan ditentang oleh para pelaksana. 30 e Tahap Evaluasi Kebijakan Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, unuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan, yaitu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu ditentukan ukuran-ukuranatau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik yang telah dilaksanakan sudah mencapai dampak atau tujuan yang diinginkan atau belum. 31 Keputusan menurut Atmosudirdjo adalah pengakhiran daripada proses pemikiran tentang apa yang dianggap sebagai masalah, sebagai suatu yang merupakan penyimpangan daripada yang dikehendaki, direncanakan atau dituju, dengan menjatuhkan pilihan pada salah satu altenatif pemecahannya. Pengambilan keputusan dalam kebijakan pemerintah tidaklah harusnya benar, tetapi juga harus baik artinya bermanfaat bagi rakyat dan Negara. 3.Teori Pengambilan Keputusan 32 30 Budi Winarno, Op Cit., hal 34 31 Loc.cit. 32 H. Soenarko, Public Policy, Surabaya: Airlangga University, 2003, hal 29. Pengambilan keputusan decision making dalam pengambilan keputusan kebijakan policy making merupakan kegiatan yang sangat penting, merupakan kegiatan yang sangat strategis, yaitu banyak menentu arah, sifat dan dampak effect daripada public policy itu. Di dalam pengambilan kebijakan, kita harus selalu memperkirakan diperolehnya hasil-hasil yang bersikap fisik physical proposition dan memperhatikan nilai-nilai dan kepentingan value interest yang terpancar dari ide pengambilan kebijakan yang merupakan “ethical proposition”. Dalam hal ini, lingkungan dan hubungan-hubungan yang terjalin akan membatasi dan menentukan pengambilan keputusan dalam pemilihan bentuk kebijakan itu. Sikap, tingkah laku tidak hanya akan menjadi contoh teladan bagi masyarakat yang banyak, akan tetapi juga akan menjadi perhatian dan penelitian dari masyarakat yang bersangkutan.Pengambilan keputusan yang baik haruslah selalu bersifat rasional, kondisional dan situasional. Adapun gambaran proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : 1. Rasional, artinya pengambilan keputusan tersebut benar-benar mempergunakan data-data dan informasi-informasi yang selengkapnya. Data diolah dengan seksama untuk menjadi informasi yang penting, sedangkan informasi dikumpulkan selengkap mungkin dari ilmu-ilmu pengetahuan dan pengalaman- pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. 33 2. Instutisional, berarti pengambilan keputusan harus senantiasa dengan mengingat tujuan organisasi serta memperhatikan pula hak-hak dan kewenangannya. 34 3. Kondisional, maksudnya harus selalu diingat bahwa suatu kejadian, masalah, peristiwa itu tidak akan lepas dari lingkungannya, baik lingkungan alam 33 TIrfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusn Kebijaksnaan Negara, Jakarta : Bumi aksara, 2001, hal 24. 34 Loc.cit. natural environment, lingkungan fisik physical environment, maupun lingkungan social social environment. 35 4. Situasional, yang berarti bahwa keputusan yang diambil itu haruslah sesuai dan dapat terselenggara dalam situasi yang hidup pada waktu itu. Suatu keputusan yang benar, namun tidak dapat dilaksanakan , maka tentulah tidak ada manfaatnya; keputusan yang demikian tentulah keputusan yang tidak baik. 36

4. Studi Terdahulu

Ada tiga penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu : Penelitian Efektifitas Reses Anggota DPRD Kab. Bengkalis Periode 2009-2014 Studi Dapil I Kecamatan Bantan, Kecamatan Bengkalis, Kecamatan Rupat,dan Kecamatan Rupat Utaraoleh Qory Kumala Putri dan M. Y. Tiyas Tinov. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatifcampuran yang menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner, wawancara, dan dokumentasi menggunakan teknik purposive sampling. Dari hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Reses anggota DPRD Kabupaten Bengkalis efektif dilakukan dalam menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihnya. Hal ini dapat diketahui dari hasil pengukuran yang penulis lakukan dengan menggunakan skala liker, dimana jumlah skor yang 35 Loc.cit. 36 Loc.cit diperoleh dari penelitian adalah 957 atau 68,36, dari yang diharapkan yaitu 100. 37 2. Tindakan-tindakan yang dilakukan anggota DPRD Kabupaten Bengkalis khususnya Daerah Pemilihan I dalam merealisasikan setiap aspirasi masyarakat, yaitu: 1 Anggota dewan akan membuat laporan hasil reses untuk disampaikan kepada Bupati Kabupaten Bengkalis dan Dinas yang berwenang sesuai dengan aspirasi masyarakat, 2 Anggota dewan mengusulkan aspirasi atau permohonan masyarakat pada sidang paripurna penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Bengkalis, dan 3 Anggota dewan melakukan lobi- lobi politik dengan anggota DPRD Kabupaten Bengkalis lainnya agar menyetujui aspirasi masyarakat yang ditampungnya saat reses. 38 Penelitian kedua yaitu “Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah dalam Sistem Pemerintahan Daerah” oleh Berny R. Mambu. Metode Perbedaan penelitian ini dengan masalah yang akan diteliti ialah penelitian ini lebih berfokus pada efektifitas reses terhadap masyarakat , sedangkan penelitian reses dan kebijakan pemerintah ini ingin melihat efektifitas reses terhadap kebijakan pemerintah.Selain itu metode penelitian dan lokasi penelitian juga berbeda, dimana pada penelitian ini metode yang digunakan yaitu kualitatif dan kuantitatif , berlokasi di kab. Bengkalis, sedangkan pada masalah yang akan diteliti menggunakan metode kualitatif dan berlokasi di Kota Gunungsitoli. 37 Qory K. Putri, M. Y. Tiyas Tinov, “Efektifitas Reses Anggota DPRD Kab. Bengkalis Periode 2009-2014 Studi Dapil I Kecamatan Bantan, Kecamatan Bengkalis, Kecamatan Rupat,dan Kecamatan Rupat Utara” Jurnal Online Mahasiswa Vol 1, No. 1 Februari 2014, hal 1. [Artikel Online], tersedia di jom.unri.ac.idindex.phpJOMFSIParticleview2183; diunduh pada 15 Desember 2014 Pukul 20.15 Wib. 38 Ibid., hal 14-15. dalam penelitian ini yaitu metode yuridis normatif. Bahan-bahan hukum primer yaitu UUD 1945, UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Bahan-bahan hukum sekunder meliputi hasil-hasil seminar, karya ilmiah, hasil penelitian, serta segala literatur yang ada kaitannya dengan objek penelitian. 39 Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara DPRD dan pemerintah daerah merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan, artinya tidak saling membawahi. Pada prinsipnya eksistensi dari Kepala Daerah telah mendapatkan pengaturan secara konstitusional dalam UUD 1945, sedangkan pengaturan secara konstitusional dalam UUD 1945., sedangkan eksistensi DPRD memperoleh pengaturan konstitusional dalam UUD 1945 pasca amandemen, khususnya amandemen kedua yang secara tegas menyebutkan adanya lembaga DPRD. 40 Penelitian ketiga yaitu “Kinerja DPRD dalam melaksanakan kekuasaan legislasi Study Di DPRD Kota Malang” oleh Sofyan Arief, SH. Metode Perbedaan penelitian ini dengan masalah yang akan diteliti yaitu penelitian tesebut dilakukan untuk melihat Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah dalam Sistem Pemerintahan Daerah berdasarkan studi pustaka terhadap Undang-Undang dan sumber lain, sedangkan dalam penelitian penulis, lebih khusus terhadap hubungan DPRD dan Pemerintah Daerah dalam Perumusan Kebijakan yang bersumber dari hasil Reses dengan metode penelitian lapangan. 39 Berny R. Mambu, “Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah dalam Sistem Pemerintahan Daerah”, Jurnal Hukum UnsratVol XX No. 3 April-Juni 2012, hal.92 40 Loc.cit. penelitian ini adalah diskriptif dengan metode pendekatan yuridis sosiologis untuk mengkaji dan membahas permasalahan-permasalahan yang dikemukakan berkaitan dengan kinerja DPRD Kota Malang dalam melaksanakan fungsi legislasi. 41 Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa pemahaman DPRD Kota Malang terhadap legislasi masih kurang meskipun sudah beberapa kali dilakukan pelatihan-pelatihan Legal Drafting baik yang dilakukan di tingkat pusat, propinsi maupun Daerah, perubahan konstitusi yang kemudian diikuti dengan perubahan beberapa peraturan perundang-undangan tidak berdampak pada peningkatan produktivitas DPRD dalam memproduk Rancangan Peraturan Daerah. 42 Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Kota Malang dalam melaksanakan kekuasaan Legislasi setelah berlakunya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak menunjukkan mempunyai semangat perubahan ke arah yang lebih baik dari masa-masa sebelumnya. DPRD Kota Malang selain tidak pernah menggunakan hak inisiatif untuk mengajukan rancangan Peraturan Daerah, juga tidak mempunyai inisiatif untuk mensosialisasikan dan melibatkan rakyat dalam proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.Dalam Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, DPRD Kota Malang lebih banyak hanya mengikuti skenario kepentingan Pemerintah Kota 41 Sofyan Arief, SH, “Kinerja DPRD Dalam Melaksanakan Kekuasaan Legislasi Study Di DPRD Kota Malang” Jurnal Legality Vol 20 No.2, hal 3, [Artikel Online], tersedia di: ejournal.umm.ac.idindex.phplegalityarticleview300313; diunduh pada 15 Desember 2014 Pukul 21.11 wib. 42 Ibid.,hal. 18. Malang yang hanya ingin mendongkrak Pendapatan Asli Daerah PAD melalui Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi. 43 Meode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Perbedaan penelitian ini dengan masalah yang akan diteliti yaitu Penelitian ini hanya membahas mengenai Kinerja DPRD dalam fungsi legislasi secara umum saja, sedangkan pada masalah yang akan diteliti lebih spesifik kepada hasil reses terhadap kaitannya dengan kebijakan pemerintah yang diusulkan oleh DPRD.

1.6 Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

44

2. Jenis Penelitian

Metode ini digunakan karena penelitian ini berupaya menggambarkan pengaruh reses terhadap kebijakan pemerintah sebgaimana penemuan fakta di lapangan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang mengacu pada identifikasi sifat-sifat yang membedakan atau karakteristik sekelompok manusia, benda atau peristiwa. Pada dasarnya, deskripsi 43 Loc.cit. 44 Nawawi Hadari, Metodologi Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987,hal. 63. kualitatif melibatkan proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukan skema-skema klasifikasi. 45

3. Lokasi Penelitian

Dimana dengan pendekatan kualitatif ini akan dapat menghasilkan data yang tertulis maupun lisan dari orang-orang yang diamati di lapangan, sehingga peneliti dapat melihat dan mengamati pengaruh reses DPRD Kota Gunungsitoli terhadap Kebijakan Pemerintah Kota. Lokasi Penelitian akan dilakukan di Kantor DPRD Jl. Gomo No. 37, dan Kantor Bappeda Jl. Pancasila-Mudik Kota Gunungsitoli.Penetapan ketiga lokasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan narasumber dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini dugunakan sumber data yang terdiri dari data primer dan data skunder. a. Data primer adalah data yang diproleh langsung dari sumbernya. Dalam pengambilan data penulis mengumpulkan data degan teknik interviewwawancara. Wawancara merupakan pengumpulan data dengan cara memberikan pertanyaan lansung kepada narasumber guna memperoleh keterangan dalam menyimpulkan data yang terkumpul. Adapun narasumber dalam penelitian ini yaitu: Ketua DPRD Kota Gunungsitoli, Wakil Ketua 45 Burhan Bangun, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya,Jakarta: Prenada Media Group, 2001, hal. 6. DPRD Anggota Komisi A dan Komisi B, DPRD Kota Gunungsitoli Periode 2009-2014, sekretaris Bappeda Kota Gunungsitoli, Bapak Yurisamn Telaumbanua dan Kassubag Program BAPPEDA Kota Gunungsitoli Bapak Mashuri Baeha. Pemilihan narasumber dimaksudkan agar kebutuhan informasi terkait dengan judul penelitian dapat terpenuhi sesuai dengan objek penelitian yaitu DPRD Kota Gunungsitoli. b. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. data tersebut dapat diperoleh memalui catatan atau dokumentasi seperti laporan reses DPRD, buku-buku yang terkait dengan kebijakan publik, dan literatur lain yang berhubungan dengan judul penelitian ini.

5. Teknik Analisa Data

Tahap selanjutnya yaitu menganalisis data yang diperoleh dari sumber- sumber yang digunakan dalam teknik pengumpulan data. Tujuannya adalah untuk membatasi penemuan hingga menjadi data yang teratur dan tersusun. Dari data tersebut kemudian dianalisis secara sistematis. Adapun teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menekankan analisis pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara induktif dan deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam penelitian kualitatif ini juga penulis tidak mencari kebenaran dan moralitas tetapi lebih kepada upaya pemahaman .

1.7 Sistematika Penulisan

Adapaun sistematika penulisan dalam penelitian ini yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi tentang latar belakang Permasalahan, perumusan masalah, pembatasan masalah, manfaat penelitian, tujuan penelitian, kerangka teori serta metodologi penelitian. BAB II : POFIL KOTA GUNUNGSITOLI, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHDAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH GUNUNGSITOLI TAHUN 2014. Dalam bab ini penulis akan menggambarkan profil dan sejarah Kota Gunugsitoli Profil DPRD dan Arah Kebiajakan Kota Gunungsitoli Tahun 2014 BAB III : PENGGUNAAN HASIL RESES DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN DI KOTA GUNUNGSITOLI Bab ini nantinya akan berisikan tentang penggunaan hasil reses 2013 DPRD Kota Gunungsitoli terhadap perumusan kebijakan oleh Pemerintah Daerah tahun 2014. BAB IV : PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya dan memberikan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB II POFIL KOTA GUNUNGSITOLI, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

DAERAHDAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH GUNUNGSITOLI TAHUN 2014 Bab dua berisi penjelasan secara umum mengenai profil Kota Gunungsiotli sebagai daerah objek penelitian, kemudian profil DPRD Kota Gunugsitoli sebagai objek penelitian. Kedua hal ini penting untuk disajikan dalam bab dua sebagai gambaran bagi pembaca mengenai dimana, bagaimana dan siapa objek penelitian. Kemudian kedua hal ini berkaitan dengan masalah penelitian yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Selain itu, pada bab ini akan dipaparkan mengenai Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Gunungsitoli Tahun 2014. Data ini penting untuk disajikan sebagai bahan yang akan dibahas nantinya pada bab III. Rencana kebijakan ini merupakan salah satu fokus penelitian yang akan dipaparkan pada bab selanjutnya.

2.1 Profil Kota Gunungsitoli

Kota Gunungsitoli merupakan sebuah daeah otonom di wilayah Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor : 47 Tahun 2008. Jauh sebelum menjadi sebuah daerah otonom, Gunungsitoli dikenal sebagai salah satu kota tertua dan representasi dari perkembangan