1.5 Kerangka Teori
Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam penelitian adalah menyusun kerangka teori, karena kerangka teori berfungsi sebagai landasan
berfikir untuk menggambarkan dari segi mana menyoroti masalah yang telah dipilih. Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep,
konstruksi, defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.
16
Sedangkan menurut F.N.Karliger sebagaimana dikutip oleh Joko Subaygo pada buku Metode
Penelitian dalam Teori dan Praktek, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu sama lain, satu set dari proporsi yang mengandung suatu
pandangan yang sistematis dari fenomena.
17
1. Kebijakan Publik
Carl J Federick mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakankegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan kesulitan- kesulitan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan
kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan
tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena
16
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1989, hal.37
17
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rieneka Cipta, 1997. hal.20.
bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.
18
Kemudian David Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai “ the autorative allocationof values for the whole society”. Definisi ini menegaskan
bahwa hanya pemilik otoritas dalam sistem politik pemerintah yang secara syah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Hal ini disebabkan karena pemerintah termasuk ke
dalam “authorities in a political system” yaitu para penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai
tanggungjawab dalam suatu maslaha tertentu dimana pada suatu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di kemudian harikelak diterima serta
mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu.
19
Kebijakan publik dapat berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah KotaKabupaten, dan Keputusan WalikotaBupati.
20
Kebijakan dapat pula dipandang sebagai sistem. Bila kebijakan dipandang sebagai sebuah sistem, maka kebijakan memiliki elemen-elemen pembentuknya.
Menurut Thomas R. Dye terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk sistem kebijakan. Dye menggambarkan ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai
18
Leo Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publik ,Bandung : Alfabeta, 2008, hal 7.
19
ibid., hal 19.
20
Subarsono, Analisis Kebijakan Publik Konsep Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal 3.
kebijakan publikpublic policy, pelaku kebijakanpolicystakeholders, dan lingkungan kebijakanpolicy environment.
21
Jika kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem, maka kebijakan juga dapat dipandang sebagai proses. Dilihat dari proses kebijakan, Nugroho
menyebutkan bahwa teori proses kebijakan paling klasik dikemukakan oleh David Easton. David Easton menjelaskan bahwa proses kebijakan dapat dianalogikan
dengan sistem biologi. Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara mahluk hidup dan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan
kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan
model sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem politik.
22
21
William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, Yogyakarta: Gajahmada University Press,2000, hal 110.
22
R Nugroho, Public Policy : TeoriKebijakan-AnalisisKebijakan-ProsesKebijakan Perumusan,Implementasi, Evaluasi,Revisi,Risk Manajement Dalam Kebijakan Publik, Kebijakan Sebagai The Fithestate, Metode
Kebijakan, Jakarta : PT Alez Media Group, 2008, Hal 383
Seperti dipelajari dalam ilmu politik, sistem politik terdiri dari input, throughput, dan output, seperti digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik Menurut Easton
23
DEMANDS DECISIONS
SUPPORT OR POLICIES
FEEDBACK ENVIRONMENT ENVIRONMENT
2.Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena
itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.
Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap
ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut :
a Tahap Penyusunan Agenda agenda setting
Agenda kebijakan didefenisikan sebagai tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu.
23
Loc.cit. A POLITICAL
SYSTEM
I N
P u
t o
u p
u t
Cob dan Elder mendefenisikan agenda kebijakan sebagai “a set of political controversies that will be viewed as falling whitin range of legitimate concerns
meriting attention by a decision making body”. Sementara itu, proses agenda kebijakan berlangsung ketika pejabat public belajar mengenai masalah-masalah
baru, memutuskan untuk member perhatian secara personal dan memobilisasi organisasi yang mereka miliki untuk merespon masalah tersebut. Agenda setting,
yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah.
24
1. Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat.
Suatu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut ini :
2. Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan public yang
pernah dilakukan. 3.
Isu tersebut mampu diakitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada.
4. Terjadinya kegagalan pasar market failure.
5. Terjadinya teknologi dan dana untuk menyelesaiakan masalah politik.
b Tahap Formulasi Kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari
pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan policy alternativespolicy options yang ada.
24
Charles Lindblom , Proses Penetapan Kebijakan Publik Edis Kedua, Jakarta : Airlangga, 1986, hal 3.
Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Dalam tahap
ini masing-masing aktor akan bersaing danberusaha untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
25
c Tahap Adopsi Kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh paraperumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi
dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusanperadilan. Pada tahap Adopsi kebijakanpolicy adoption yang
merupakan tahap yang dikemukakan Anderson, dkk. seharusnya dilakukan analisis rekomendasi kebijakan.
26
Rekomendasi kebijakan merupakan hasil dari analisis berbagai alternatif kebijakan setelah alternatif-alternatif tersebut
diestimasikan melalui peramalan.
27
Pada tahap ini, pengambil keputusan akan mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan, bagaimana dampak untung
rugi sebuah alternatif kebijakan dan bagaimana cara menerapkan alternative tersebut. Dalam penyusunan kebijakan, pemerintah atau pembuat kebijakan
senantiasa dihadapkan pada beberapa factor yang seringkali mengganggu atau berpengaruh.
28
25
Budi Winarno, Op Cit., hal 32
26
Ibid.,hal 33.
27
William Dunn, Op Cit., hal 27.
28
Charles Lindblom, Ibid., hal 4.
Felix A. Nigro dan Liyod G Nigro, mengidentifikasikan faktor- faktor pengaruh tersebut adalah :
1. Faktor tekanan-tekanan dari luar.
2. Faktor kebiasaan lama konservatisme. 3. Faktor sifat-sifat pribadi pengambil kebijakan.
4. Faktor kelompok luar. 5. Faktor keadaan masa lalu.
Pengambilan kebijakan acapkali mendapat tekanan-tekanan dari luar, baik dalam bentuk tekanan dari kelompok kepentingan, partai politik maupun dari
masyarakat. Tekanan-tekanan demikian, biasanya dating secara tiba-tiba dan cukup berpengaruh. Hal ini pernah dan bahkan sering terjadi di Indonesia
terutama di era reformasi. Dimana para pengambil kebijakan di gedung DPRMPR mendapat tekanan dari masyarakat melalui gerakan demonstrasi.
Disamping itu, kebiasaan lama seringkali juga menjadi referensi para pengambil kebijakan manakala mereka sampai pada tahap kejenuhan dan kemandegan yang
cenderung sulit dicari jalan keluarnya.
29
d Tahap Implementasi Kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan
administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasikan yang memobilisasikan
sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat
29
Loc.cit.
dukungan para pelaksana implementors, namun beberapa yang lain munkin akan ditentang oleh para pelaksana.
30
e Tahap Evaluasi Kebijakan
Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, unuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang
diinginkan, yaitu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu ditentukan ukuran-ukuranatau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk
menilai apakah kebijakan publik yang telah dilaksanakan sudah mencapai dampak atau tujuan yang diinginkan atau belum.
31
Keputusan menurut Atmosudirdjo adalah pengakhiran daripada proses pemikiran tentang apa yang dianggap sebagai masalah, sebagai suatu yang
merupakan penyimpangan daripada yang dikehendaki, direncanakan atau dituju, dengan menjatuhkan pilihan pada salah satu altenatif pemecahannya.
Pengambilan keputusan dalam kebijakan pemerintah tidaklah harusnya benar, tetapi juga harus baik artinya bermanfaat bagi rakyat dan Negara.
3.Teori Pengambilan Keputusan
32
30
Budi Winarno, Op Cit., hal 34
31
Loc.cit.
32
H. Soenarko, Public Policy, Surabaya: Airlangga University, 2003, hal 29.
Pengambilan keputusan decision making dalam pengambilan keputusan kebijakan policy
making merupakan kegiatan yang sangat penting, merupakan kegiatan yang sangat strategis, yaitu banyak menentu arah, sifat dan dampak effect daripada
public policy itu. Di dalam pengambilan kebijakan, kita harus selalu
memperkirakan diperolehnya hasil-hasil yang bersikap fisik physical proposition dan memperhatikan nilai-nilai dan kepentingan value interest
yang terpancar dari ide pengambilan kebijakan yang merupakan “ethical proposition”. Dalam hal ini, lingkungan dan hubungan-hubungan yang terjalin
akan membatasi dan menentukan pengambilan keputusan dalam pemilihan bentuk kebijakan itu.
Sikap, tingkah laku tidak hanya akan menjadi contoh teladan bagi masyarakat yang banyak, akan tetapi juga akan menjadi perhatian dan penelitian
dari masyarakat yang bersangkutan.Pengambilan keputusan yang baik haruslah selalu bersifat rasional, kondisional dan situasional. Adapun gambaran proses
pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1. Rasional, artinya pengambilan keputusan tersebut benar-benar mempergunakan
data-data dan informasi-informasi yang selengkapnya. Data diolah dengan seksama untuk menjadi informasi yang penting, sedangkan informasi
dikumpulkan selengkap mungkin dari ilmu-ilmu pengetahuan dan pengalaman- pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain.
33
2. Instutisional, berarti pengambilan keputusan harus senantiasa dengan
mengingat tujuan organisasi serta memperhatikan pula hak-hak dan kewenangannya.
34
3. Kondisional, maksudnya harus selalu diingat bahwa suatu kejadian, masalah,
peristiwa itu tidak akan lepas dari lingkungannya, baik lingkungan alam
33
TIrfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusn Kebijaksnaan Negara, Jakarta : Bumi aksara, 2001, hal 24.
34
Loc.cit.
natural environment, lingkungan fisik physical environment, maupun lingkungan social social environment.
35
4. Situasional, yang berarti bahwa keputusan yang diambil itu haruslah sesuai dan
dapat terselenggara dalam situasi yang hidup pada waktu itu. Suatu keputusan yang benar, namun tidak dapat dilaksanakan , maka tentulah tidak ada
manfaatnya; keputusan yang demikian tentulah keputusan yang tidak baik.
36
4. Studi Terdahulu