Peran Polling dalam Pengambilan Kebijakan Lembaga Studi Deskriptif Tentang Peran Polling di Harian Kompas dalam Pengambilan Kebijakan Lembaga Masyarakat Kota Medan)

(1)

PERAN POLLING DALAM PENGAMBILAN

KEBIJAKAN LEMBAGA

(Studi Deskriptif Tentang Peran Polling Harian Kompas dalam

Pengambilan Kebijakan Lembaga Swadaya Masyarakat di Kota

Medan )

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S1)

di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun Oleh:

RIRI ALHADILLA SUKMA

040904007

PROGRAM STUDI HUBUNGAN MASYARAKAT

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini didetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Riri Alhadilla Sukma

NIM : 040904007

Departemen : Depatemen lmu Komunikasi (Humas)

Judul : Peran Polling dalam Pengambilan Kebijakan Lembaga

(Studi Deskriptif Tentang Peran Polling di Harian Kompas dalam Pengambilan Kebijakan Lembaga Masyarakat Kota Medan)

Medan, September 2008 Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Mazdalifah M.Si

NIP. 131837035 NIP. 131654104

Drs. Amir Purba, M.A

Dekan FISIP USU,

NIP. 131757010


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil'alamin penulis ucapkan atas segala rahmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran Polling dalam Penentuan Kebijakan Lembaga” (Studi Deskriptif Peran Hasil Polling di Harian Kompas dalam Pengambilan Kebijakan Lembaga Swadaya Masyarakat Kota Medan)

Skripsi ini merupaka salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana S1 Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utar. Hal ini juga dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengaplikasikan secara langsung ilmu yang telah didapat selama waktu kuliah dan menambahpenngalaman, khususnya dibidang penelitian ilmiah dalam ilmu komuniaksi.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah membantu sebelum, selama, setelah penulis mengerjakan skripsi ini. Secara khusus skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Faldi Nasution yang telah memberikan doa dan kepercayaan kepada Penulis selama penulis mejalani pendidikan dan Ibunda Ernidawati atas kasih sayang , perhatian, pengorbanan dan nasihat yang selalu menemani perjalan hidup penulis sampai saat ini.Mudah-mudahan apa yang telah penulis lakukan dapat membahagiakan dan membanggakan Ayahanda dan Ibunda. Terimakasih buat Abangku M.Arivo Akbar dan Adikku M. Afdal Akbar atas semangat, dukungan dan motivasi yang kalian berikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan satu tahapan dalam kehidupan penulis.

Melaui kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba M.A., Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(4)

membimbing dan meluangkan waktu untuk berdiskusi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Safrin M.Si., selaku Dosen Wali penulis.

5. Seluruh staff pengajar FISIP USU, khususnya kepada staff pengajar Departemen Ilmu Komunikasi yang telah mengajarkan ilmu yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan penulis di FISIP USU.

6. Seluruh staff administrasi FISIP USU, khususnya staff administrasi Departemen Ilmu Komunikasi; Kak Ros, Kak Icut, , Maya, dan Rotua yang telah banyak membantu penulis.

7. Tim AROPI atas penyerahan beasiswa riset kepada penulis

8. Muhfi, terimakasih atas waktu, perhtian, motivasi dan semua kebaikan yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat sahabat-sahabatku Ferina, Yusi, Bebby, Titin, Anna, dan Sarah, terimakasih telah menjadi teman seperjuangan di bangku kuliah yang telah bersedia membantu, berbagi ilmu, dan memberi semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas hari-hari yang menyenangkan bersama kalian.

10.Teman-teman seperjuangan penulis ; Bimbi, Arifin, Doni, Rajab, Elis, Fuad, Polem, Eko, Irna, Heni, Vera, Liya, Opan, Wendy, Ari, dan Tika atas persaudaraan, dinamika, pemikiran, dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

11.Kakanda Purwanto, Didi, Rolan, Fuad, Coki, Veni, Anna, Sri dan Nanda terimakasih atas dukungan dan diskusi yang diberikan kepada penulis dalam pnyelesaian skripsi ini.

12.Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP USU Periode 2008-2009 dan seluruh keluarga besar HMI Komisariat FISIP USU atas ilmu yang bermanfaat dan telah memberikan wadah kepada penulis untuk menjalani proses pendewasaan diri selama penulis menjadi mahasiswa. Yakin Usaha Sampai.

13.Nomaden Crew; Uul, Icut, Iis, Intan, Milva, dan Ditha. Terimakasih atas dukungan dan bantuan kepada penulis selama mengerjakan skripsi. Semoga persaudaraan ini tetap terjalin tanpa batas waktu.


(5)

14.Cece, Kak Laila, Kak Vita, dan Kak Wiwid, terimakasih atas persaudaraan yang kalian berikan “teman-teman baruku”

15.Fitri, Arif, Wiwid, Tissa, dan Tia sahabat penulis yang selalu membrikan motivasi dan keyakinan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

16.Teman-teman komunikasi angkatan 2004; Agustina, Adit, Widya, Asti, Ipah, Tapi, Putri, Rudi, Selly, Rotua dan Anggi.Terimakasih bantuan kepada penulis dalam masa kuliah dan penyelesaian skripsi ini.

Medan, September 2008 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i KATA PENGANTAR ...

ii DAFTAR ISI ...

vi DAFTAR BAGAN ...

ix DAFTAR TABEL ...

x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Perumusan Masalah 5

1.3 Pembatasan Masalah 5

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1TujuanPenelitian 6

1.4.2 Manfaat Penelitian 7

1.5 Kerangka Teori 8

1.5.1 Opini Publik 8

1.5.2 Polling 10

1.5.2 Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM) 14

1.6 Kerangka Konsep 15

1.7 Model Teoritis 17

1.8 Operasional Variabel 17


(7)

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Opini Publik

2.1.1 Pengertian Opini Publik 21

2.1.2 Proses Terbentuknya Opini Publik 29

2.1.3 Kekuatan Pendapat Umum 32

2.2 Polling

2.2.1 Pengertian Polling 37

2.2.2 Karakteristik Polling 38

2.2.3 Tahap-tahap Polling 39

2.2.4 Polling dan Media 41

2.2.5 Peran Polling 45

2.3 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

2.3.1 Pengertian LSM 56

2.3.2 Peran LSM 53

2.3.3 LSM di Indonesia 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian 60

3.2 Deskripsi Lokasi Penelitian

3.2.1 Sejarah LSM Kota Medan 60 3.3 Sekilas Tentang Polling di Harian Kompas 62

3.4 Lokasi Penelitian 63

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi 63


(8)

3.6 Teknik Pengumpulan Data

3.6.1 Purposive Sampling 65

3.6 Teknik Pengumpulan Data 66

3.7 Teknik Analisa Data 67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data 69

4.2 Teknik Pengolahan Data 70

4.3 Analisa Tabel Tunggal 72

4.4 Pembahasan 110

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 113

5.2 Saran 114

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

ABSTRAKSI

Polling merupakan cara yang paling kontemporer dalam pengekspresian pendapat umum. Melalui polling pendapat umum akan diukur dengan cara yang ilmiah dan disajikan dalam bentuk data-data statisik sehingga dapa dipertanggungjawabkan. Hasil polling harus dipublikasi agar dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Harian Kompas merupakan salah satu surat kabar nasional yang secara rutin menyelenggarakan polling dan mempublikasikannya Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran yang diberikan hasil polling di Harian Kompas dalam pengambilan kebijakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Medan. Adapun teori yang digunakan adalah opini publik, polling, dan LSM.

Objek dari penelitian ini adalah LSM yang ada di Kota Medan yang diwakili oleh individu yang berkompeten dalam menjelaskan mengenai kebijakan lembaga dan proses pengambilan kebijakan tersebut. Alasan peneliti memilih lembaga ini karena LSM sebagai lembaga yang melakukan pengembangan di masyarakat, membutuhkan data mengenai pendapat dari masyarakat dalam memandang suatu permasalahan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian (individu, lembaga, masyarakat, dll) pada saat sekarang ini berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Dari hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa hasil polling di Harian Kompas berperan sebagai data awal, acuan, referensi dalam pengambilan kebijakan di LSM, baik kebijakan internal maupun kebijakan dalam penangan masyarakat dampingan. Polling juga berperan dalam menumbuhkan wacana baru dalam memandang suatu permasalahan dalam masyarakat.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Pendapat umum bukan merupakan suatu istilah baru di bidang komunikasi dan politik. Perkembangan pendapat umum mulai muncul pada abad 5 SM, pada saat diadakannya pertemuan kota (limited town meeting) yang membahas berbagai persoalan dalam masyarakat Yunani. Pendapat umum sangat diperlukan sebagai masukan dalam memandang suatu permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Proses komunikasi yang terjadi di masyarakat akan membuat penafsiran yang berbeda dalam memandang suatu isu. Suatu isu dapat dijadikan objek pendapat umum jika masalah yang dibicarakan tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak dan merupakan permasalahan yang kontradiktif dalam masyarakat.

Pendapat umum merupakan kekuatan dahsyat yang dapat mempengaruhi baik atau buruk citra suatu lembaga. Sifat dan karakteristik pendapat umum adalah selalu berlandas pada nilai “kebenaran”( Sastropoetro,1987: 15). Tumbuhnya pendapat umum lebih banyak ditentukan oleh peristiwa-peristriwa politik yang dapat menyentuh kepentingan khalayak atau rakyat banyak.

Inti dari pendapat umum adalah diakuinya pendapat masyarakat. Masyarakat mempunyai cara-cara tertentu agar pendapatnya diketahui oleh orang lain atau diterima oleh pembuat kebijakan. Di sini pendapat umum diterima dan mampu mempengaruhi kekuasaan dan kebijakan sehingga apa yang difikirkan


(11)

masyarakat menjadi penting untuk diketahui. Ekspresi untuk menyatakan pendapat umum itu berbeda-beda dari satu masa ke masa lain, bergantung pada bagaimana pendapat itu harus disuarakan. Secara umum dalam sejarah dikenal teknik ekspresi pendapat umum berturut-turut ; orator, cetakan, kerumunan, petisi, ruang diskusi, coffe house, gerakan revolusi, pemogokan, pemilihan umum, straw polls (pemungutan suara tidak resmi), surat kabar modern, surat untuk pejabat publik, perencanaan agenda media massa, dan metode yang terbaru adalah survei yang lebih dikenal sebagai polling (Eriyanto, 1999 : 4).

Polling lahir dari pemikiran untuk apa menyertakan banyak orang kalau sedikit orang sebenarnya cukup dapat mewakili suara masyarakat. Sejak diterapkan prinsip-prinsip ilmiah untuk melakukan survei membawa perkembangan baru dalam metode pengumpulan pendapat umum. Pemakaian prinsip ilmiah untuk mengukur pendapat umum berbarengan dengan perkembangan metode ilmiah. Artinya, pengukuran pendapat umum mengambil dan memanfaatkan metode penelitian ilmu pengetahuan agar secara tepat mengukur pendapat umum.

Hasil polling menjadi lebih efektif jika bisa disampaikan kepada masyarakat luas. Agar polling mempunyai daya paksa, polling mempunyai keharusan dimuat dalam media massa. Media mempunyai kebebasan untuk menyelenggrakan berbagai polling, termasuk polling mengenai tema-tema yang sensitif yang berhubungan dengan msyarakat. Penyelenggaraan dan publikasi polling dapat dilakukan oleh berbagai media massa baik itu media cetak ataupun media elektronik. Harian Kompas merupakan salah satu media yang secara rurtin menyelenggarakan jejak pendapat dengan metode polling. Untuk


(12)

mempertahankan keakuraatan hasil polling, harian Kompas selalu menyertakan metode jejak pendapat yang digunakan dalam menyelenggarakan jejak pendapat tersebut.

Hasil polling yang sudah dipublikasikan dapat dimanfaatkan oleh pemerintah, kelompok masyarakat atau LSM untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh masyarakat, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam memperbaiki kinerja organisasi. Apabila hasil polling tidak dipublikasikan nasibnya akan sama dengan hasil penelitian akademis yang tidak mempunyai pengaruh selain menambah pengetahuan terhadap suatu masalah.

Ekspresi pendapat umum tidak hanya digunakan oleh pemerintah dalam penetapan kebijakan, tapi kebijakan yang dihasilkan pemerintah juga bisa dijadikan objek dari polling yang akan diadakan. Terkadang kebijakan yang dihasilkan tidak menguntungkan semua lapisan masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai sebuah lembaga yang peduli terhadap nasib rakyat terutama rakyat yang telah dirugikan oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah membutuhkan data yang valid dan terpercaya untuk dapat terus memperjuangkan kepentingan masyarakat.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lahir untuk membantu masyarakat yang tidak tersentuh tangan pembangunan dan dirugikan oleh kebijakan pemerintah atas pembangunan. Secara sederhana, Abdul Hakim Garuda Nusantara mengatakan bahwa LSM adalah gerakan yang tumbuh berdasarkan nilai-nilai kerakyatan yang mempunyai tujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan kemandirian masyarakat, yang akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(13)

Polling mengenai potensi buruh yang dilakukan oleh harian Kompas (Kompas, 5 Mei 2008), dapat dijadikan suatu masukan bagi LSM dalam menetukan kebijakan lembaga. Data yang diperoleh menggambarkan bagaimana pandangan masyarakat mengenai sejauhmana kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah berpihak kepada kaum buruh, sehingga data tersebut dapat dijadikan masukan untuk tetap berpihak pada keinginan rakyat.

Hasil polling dapat dijadikan acuan dalam memandang suatu permasalahan, seperti dalam memandang masalah nasib kaum buruh atau pekerja di Indonesia. LSM diharapkan mampu menentukan sikap, menyatukan persepsi, dan pada akhirnya segera menetukan kebijakan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

Pada penelitian ini penulis lebih menitik beratkan pada LSM yang bersifat mobilisasi yaitu organisasi yang memusatkan kegiatannya kepada pendidikan dan mobilisasi rakyat miskin sekitar isu yang berkaitan dengan ekologi, Hak Azasi Manusia (HAM), status kaum perempuan, hak-hak hukum dalam hubungan dengan kepemilikan tanah dan penggantian (kompensasi) bagi tanah yang harus disita, menjamin hak sewa bagi pedagang kecil, scavengers (orang-orang yang tidak memiliki rumah atau tempat tinggal tetap) dan penghuni liar di kota-kota besar, karena pada LSM ini pendapat dan keadaan masyarakat sangat diperhatikan guna memberikan hak yang sepantasnya kepada mereka.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di kota Medan dengan jumlah lebih dari 100 lembaga, bergerak di berbagai bidang. Seperti bidang pendidikan, kebudayaan, ekologi, perempuan, gerakan sosial, perlindungan anak jalanan, pembelaan HAM, dan lain-lain.


(14)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang bagaimanakah peran poliing pada harian Kompas dalam penetuan kebijakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kota Medan.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengajukan perumusan masalah sebagai berikut, “Bagaimanakah peran polling pada harian Kompas dalam penentuan kebijakan lembaga di LSM Kota Medan ?”

I.3 Batasan Masalah

Perumusan masalah yang terlalu umum dapat mengakibatkan masalah yang akan dibahas tidak jelas hasilnya. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan masalah agar ruang lingkup masalah lebih jrlas dan terarah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Penelitian bersifat deskriptif yang hanya menangkap gejala dan memaparkan secara detail, tidak mencari hubungan dan menguji hipotesis.

2. Masalah yang ingin dilihat dalam penelitian ini adalah peran polling dalam penentuan kebijakan lembaga di LSM Kota Medan , seperti:

- Penentuan kebijakan internal lembaga.

- Penentuan kebijakan dalam menangani masyarakat dampingan.

3. Pada penelitian ini penulis lebih menitik beratkan pada LSM yang telah terdaftar pada Bidang Hubungan Antar Lembaga, Badan Kesbang dan


(15)

Linmas Kota Medan yang aktif dan mengambil data tambahan dari Kontras Sumatera Utara.

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

17.Mengetahui peran polling yang ada pada harian Kompas dalam penentuan kebijakan internal lembaga di LSM Kota Medan.

18.Mengetahui peran polling dalam penentuan kebijakan penanganan masyarakat dampingan di LSM kota Medan.

I.4.2 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada FISIP USU untuk menambah dan memperkaya bahan referensi dan bahan penelitian sebagai sumber bacaan.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapakan dapat menambah pengetahuan tentang media massa dan polling.

3. Secara kritis, penelitian ini diharapkan bisa mengajak khlalyak untuk lebih kritis dalam memandang efektifitas polling sebagai metode yang paling privat dan terstrutur dalam mengekspresikan pendapat masyarakat.

I.5 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun


(16)

kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian tersebut disoroti (Nawawi,1995: 40).

Menurut Kerlinger (dalam Rakhmat, 2004: 6), teori merupakan himpunan konstruk (konsep), yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.

Dengan adanya kerangka teori, akan membantu peneliti dalam menentukan tujuan dan arah penelitiannya.

Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

I.5.1 Opini Publik

Menurut Cultip dan Center (Sastropetro, 1987:41), opini merupakan suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Sementara Albig(Sunaryo, 1984:31) memaparkan bahwa opini timbul sebagai suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau isu. Subjek dari suatu opini biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini mendorong orang untuk saling mempertahankannya.

Irish dan Proto (dalam Susanto, 1985:91) menyatakan bahwa suatu pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai pendapat umum atau opini publik. Hal ini disebabkan karena sesuatu yang belum dinyatakan belum bisa disebut opini karena belum mengalami proses komunikasi,


(17)

melainkan masih merupakan sikap. Suatu pendapat akan menjadi isu apabila mengandung unsur kemungkinan pro dan kontra suatu pendapat (tentang suatu kejadian) yang telah dinyatakan dan dengan demikian ia akan menimbulkan adanya pendapat baru yang menyenangkan atau tidak baginya .

Sedangkan Clyde L. King menyatakan bahwa opini publik adalah suatu penilaian sosial mengenai suatu hal yang penting dan berarti atas dasar pertukaran fikiran yang dilakukan oleh individu-individu dengan sadar dan rasional (Sastropoetro, 1987:53). Jadi timbulnya opini publik adalah efek komunikasi dalam bentuk pernyataan yang bersifat kontroversial dari sejumlah orang sebagai pengekspresian sikap.

Menurut Elizabeth Noelle-Neumann dalam bukunya yang berjudul Return to the Concept of Powerful Mass Media, opini publik adalah sikap atau perilaku yang harus diungkapkan seseorang kepada publik jika orang tersebut tidak mengasingkan dirinya sendiri; dalam bidang yang menimbulkan pertentangan atau perubahan, opini publik adalah sikap-sikap yang diungkapkan seseorang tanpa membahayakan pengasingan dirinya sendiri. Dengan kata lain, opini publik adalah suatu pemahaman pada sebagian orang dalam komunitas yang terus menerus menaruh perhatian terhadap beberapa pengaruh atau masalah yang sarat nilai dimana baik individu maupun pemerintah harus menghargainya paling tidak berkompromi berupa perilaku terbuka berdasarkan ancaman untuk dikeluarkan atau diasingkan dari masyarakat.

Opini publik atau pendapat umum diartikan sebagai apa yang dipikirkan, sebagai pendangan dan perasaan yang sedang berkembang di kalangan


(18)

masyarakat tertentu mengenai setiap isu yang menarik perhatian rakyat (Eriyanto, 1999 : 3).

I.5.2 Polling

Polling adalah suatu kerja pengumpulan pendapat umum dengan menggunakan teknik dan prosedur ilmiah (Eriyanto,1999:75). Hal ini untuk membedakan dengan kerja pengumpulan pendapat unum lain yang tidak menggunakan penelitian ilmiah, seperti diskusi, demonstrasi, atau pengukuaran ekspresi pendapat umum lainnya. Metide yang digunakan dalam mengenali pendapat umum dalam polling adalah metode survei, yakni suatu metode dimana objek adalah orang atau individu dan menggunakan kuisioner sebagai alat untuk mendapatkan data atau informasi.

Ada beberapa defenisi kunci yang dapat menggambarkan polling secara keseluruhan. Polling adalah metode yang memakai sampel untuk menggambarkan sikap atau pendapat populasi. Meskipun memakai sampel, hasilnya dimaksudkan untuk dapat digenaralisasikan pada populasi yang luas. Karena itu dalam penerapan sampel, sangat disarankan untuk memakai prinsip probabilitas sehingga hasil sampel adalah representasi dari populasi sesungguhnya.

Polling hanya bisa digunakan untuk menggambarkan sikap atau perilaku (Eriyanto,1999:75). Ia adalah metode yang tepat untuk mengetahui apa yang publik pikirkan, apa yang publik rasakan terhadap suatu isu atau masalah. Ia dapat mengukur pendapat orang lain mengenai suatu permasalahan yang kontradikasi dalam masyarakat. Polling menggambarkan preferensi, atau intensitas terhadap


(19)

pilihan pendapat, tapi hanya berhenti sampai di sana. Ia tidak dapat menjelaskan kenapa seseorang melakukan pilihan tersebut.

Polling digunakan untuk menggambarkan secara sistematis fakta atau karakteristik secara akurat. Akumulasi data yang diperoleh semata-mata untuk deskripsi, ia tidak berusaha untuk mengkaji hipotesis atau menguji konsep tertentu. Polling digunakan untuk mendapatkan informasi tentang suatu fenomena, dalam hal ini yang ingin didapat dari polling adalah sikap, pandangan, keyakinan masyarakat terhadap isu-isu yang berkembang. Karena itu dapat juga dikatakan bahwa polling adalah penerapan praktis dari metode survei, pemakaian metode survei untuk mengukur pendapat pulik terhadap isu-isu politik. Pengertian ini untuk membandingkan dengan penerapan praktis dari metode survei untuk keperluan lain.

Dalam pelaksanaannya polling lebih sederhana dari survei akademik. Sifat kesederhanaan itu karena polling menuntut hasil yang cepat, agar hasilnya secepatnya dapat dipublikasikan. Pertanyaan yang ditanyakan kepada publik juga tidak banyak, biasanya tidak lebih dari 20 pertanyaan. Seperti yang dikatakan oleh Cellinda C. Lake (dalam Eriyanto, 1999:77) berikut ini:

“Polling adalah cara sistematis, ilmiah dan terpercaya, mengumpulkan informasi dari sampel orang yang digunakan untuk mengenaralisasikan pada kelompok atau populasi yang lebih luas darimana sampel itu diambil. Polling tidak didesain untuk menyelidiki atau mengidentifikasi individu untuk keperluan ini, lebih murah dan efisien dengan cara lain seperti penyelidikan telefon. Kesalahan menentukan tujuan polling ini dapat mengakibatkan bias informasi yang didapat. Polling juga tidak dimaksudkan untuk menggambarkan banyak individu secara mendalam. Untuk keperluan ini, studi kasus adalah cara yang lebih efisien. Polling adalah suatu pengukuran pada satu waktu untuk mengetahui sikap, perilaku, kepercayaan dan hubungan antara semua paraameter. Lewat generalisasi, hasilnya kemudian dapat diterapkan untuk masyarakat yang lebih luas.


(20)

Peran polling sebagai salah satu metode pengekspresian pendapat umum adalah:

1. Pembentukan Kepercayaan

Angka-angka statistik yang dihasilkan polling juga akan berperan dalam mempengaruhi kepercayaan khalayak terhadapa isu yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya dari hasil polling menyatakan bahwa 80% dari sampel setuju atas kenaikan BBM dan merupakan solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan sat ini. Jika hasil tersebut dimuat di seluruh media massa, maka akan mempengaruhi kepercayaan publik dalam memandang isu BBM.

Kepercayaan sering dipakai untuk pernyataan yang mempunyai komponen normatif., khususnya yang berhubungan dengan agama, perilaku moral, norma sosial, dan sebagainya. Dengan kepercayaan, seseorang dibantu untuk melihat realitas dunia, berada diantara benar dan salah. Kepercayaan sering dihubungkan dengan dunia nyata dan menyediakan pengertian tentang bagaimana nilai dipakai dalam situasi yang berbeda. Sebagai contoh, seseorang yang mempunyai sikap nilai berdiri diatas kaki sendiri akan percaya bahwa kemakmuran hanya bisa dicapai lewat kerja keras.

2. Pembentukan Sikap

Sikap masyarakat dalam merespon suatu isu, merupakan tindakan kongkrit. Sikap pada khlayak tidak muncul secara spontan. Sikap pada khlayak akan timbul dari apa yang dipersepsikan dan apa yang dipercayai khalayak. Sikap lebih mengarah kepada orientasi umum pandangan dari suatu pemikiran, seperti konservatif, liberal, atau tradisional. Sikap seseorang dipengaruhi oleh


(21)

nilai-nilai dasar yang dimiliki seseorang. Nilai-nilai dasar itu seperti kesamaan hukum, hak asasi, demokrasi, keadilan, dan sebagainya.

3. Pembentukan Pendapat

Polling mengukur apa yang difikirkan oleh masyarakat mengenai suatu isu atau masalah. Setelah data atau fakta tersebut sudah diketahui maka hasil polling tersebut akan mempengaruhi pendapat khalayak dalam memandang isu tersebut. Suatu pendapat akan menjadi isu apabila ia mengandung unsur memungkinkan pro dan kontra suatu pendapat. Disini mengacu kepada totalitas pendapat para anggota masyarakat tentang suatu isu. Hal ini berarti berbagai pendapat individu yang dibayangkan dan diukur serta dimiliki oleh masyarakat bersangkutan tentang suatu isu. Pendapat menghubungkan antara nilai yang diyakini atau kepercayaan yang dipercaya ketika menilai isu atau kejadian setiap hari. Seperti dalam contoh,

“Apakah menurut anda harga BBM harus dinaikkan?” Pendapat seseorang terhadap kasus ini tergantung kepada sikap datau kepercayaan seseorang (Eriyanto, 1999 : 214-215).

I.5.3 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Non Pemerintah (Ornop) adalah kata yang sering beredar dalam masyarakat. Peranan mereka dalam tatanan sosial kehidupan Negara sudah cukup dikenal dan memberi kontribusi yang signifikan. Pemerintah berusaha memberikan defenisi dari komunitas tersebut, seperti terlihat dalam Inmendagri no.8 thn.1990:

“... LSM adalah organisasi /lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta


(22)

bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan teraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya”. Defenisi lain juga dikembangkan oleh berbagai pihak, termasuk lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia,ADB maupun IMF.

Di Indonesia pengertian LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) memiliki ciri-ciri yang diantaranya, pertama, orientasi mereka kepada pengauatan kelompok-kelompok komunitas. Kedua, pada umumnya ada komitmen yang kuat terhadap cita-cita partisipasi rakyat. Ketiga, adanya suatu komunitas LSM di Indonesia, dengan adanya hubungan silang antar pribadi dan kelembagaan yang saling mendukung, terdapat pertukaran gagasan dan sumber daya.

Ada beberapa peranan yang dapat dilakukan LSM dalam kehidupan bernegara, pertama adalah pemunculan isu-isu, misalnya tentang lingkungan hidup, Hak Azasi Manusia (HAM). Kedua, mengartikulasikan kepentingan umu tentang HAM (Hak Azasi Manusia), Demokrasi dan sebagainya. Ketiga, dampak dari kegiatan LSM yang mempunyai nilai politis adalah pada keseluruhan keseimbangan kekuatan (balance of forces) antar kelompok-kelompok sosial dan ekonomi pemerintah Indonesia. Keempat, LSM berperan sebagai penengah (intermediary) antara perencanaan pembanguanan denganmasyarakat yang di bawah.

I. 6 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalaam memperkirakan kemungkinan hasil yang dicapai (Nawawi, 1995: 33)

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak


(23)

kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995 : 34).

Agar konsep tersebut dapat diteliti , maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Peran

Keterlibatan atau kontribusi seseorang, badan atau suatu sistem dalam memanajement (prencanaan,pengorganisasian, pelaksanaan, pengontrolan dan pengevaluasian) suatu kegiatan sehingga dengan kontribusi tersebut akan menambah keberhasilan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.

2. Polling

Polling adalah salah satu cara pengukuran ekpresi pendapat umum yang dilakukan secara tersistematis, ilmiah dan terpercaya, mengumpukan informasi dari sampel orang yang digunakan untuk mengeneralisasikan pada kelompok atau populasi yang lebih luas darimana sampel itu diambil.

3. Kebijakan

Kebijakan adalah suatu keputusan yang diambil oleh sebuah lembaga yang didasarkan atas informasi yang diperoleh dari berbagai fakta dan data yang diperoleh, yang nantinya digunakan untuk pemecahan atas masalah-masalah atau fenomena yang ditemukan di lapangan.

4. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

LSM adalah organisasi /lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan


(24)

berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya.

I. 7 Model Teoritis

Berdasarkan variabel-variabel yang telah ditetapkan diatas, maka terbentuklah model teoritis seperti bagan dibawah ini :

Skema I.1 Model Teoritis

OPINI PUBLIK

POLLING

MEDIA MASSA

KEBIJAKAN LSM

KOTA MEDAN


(25)

I. 8 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas maka dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu sebagai berikut :

Tabel I.1 Operasional Variabel

Komponen Variabel Operasional

Peran polling dalam penentuan kebijakan lembaga.

1. Pembentukan Kepercayaan

Tingkat kepercayaan lembaga terhadap hasil polling pada rubrik Jejak Pendapat pada Harian Kompas dalam mempengaruhi kebijakan lembaga.

2. Pembentukan Sikap

Sikap lembaga mengenai peran hasil polling pada rubrik Jejak Pendapat pada Harian Kompas dalam mempengaruhi kebijakan lembaga.

3.Pembentukan pendapat .

Pendapat lembaga mengenai peran hasil polling pada rubrik Jejak Pendapat pada Harian Kompas dalam mempengaruhi kebijakan lembaga.

I. 9 Definisi Operasional

Untuk menghindari pengertian yang meluas pada variabel yang telah dioperasionalkan, maka disusun definisi batasan terhadap hal-hal yang akan dijadikan pembahasan dalam penelitian, yakni :


(26)

1. Peran polling dalam penentuan kebijakan lembaga.

Untuk mengukur peran polling ada tiga kunci yakni pembentukan kepercayaan, sikap, dan pendapat.

- Pementukan Kepercayaan.

Kepercayaan merupakan komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis. Dengan kepercayaan seseorang dibantu untuk melihat realitas dunia, berada diantara benar dan salah. Kepercayaan memberikan perspektif kepada manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap objek sikap.

Menurut Salomon E. Asch, kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan.

Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang. Banyak kepercayaan kita didasarkan kepada pengetahuan yang tidak lengkap. Kita percaya bahwa seluruh pemuda di Amerika bergaul bebas, berdasarkan apa yang kita lihat dalam film atau kita baca dalam surat kabar atau majalah. Kebutuhan dan kepentingan sering mewarnai kepercayaan kita (Eriyanto, 1999 : 3).

Dalam penelitian ini akan diukur bagaimana tingkat kepercayaan Lembaga Swadaya Masyarakat Kota Medan terhadap hasil polling yang diselenggarakan oleh Harian Kompas memberi masukan dalam pengambilan kebijakan di lembaga.


(27)

- Pembentukan Sikap.

Menurut Thurstone, Sikap merupakan suatu tingkatan efek, baik itu berifat positif dan negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis. Sikap lebih mengarah kepeda orientasi umum pandangan dari suatu pemikiran, seperti konservatif, liberal, atau tradisional. Sikap seseorang dipengaruhi oleh nilai-nilai dasar yang dimiliki seseorang, seperti kesamaan hukum, hak asasi, demokrasi, keadilan, dan sebagainya.

Penelitian ini akan mencari data bagaimana sikap Lembaga Swadaya Masyarakat Kota Medan dalam memandang hasil polling pada Harian Kompas dalam memberi masukan (masalah sosial, politik, budaya) bagi pengambilan kebijakan di Lembaga.

- Pembentukan Pendapat

Baik sikap maupun kepercayaan akan dipakai untuk melihat berbagai kejadian, peristiwa atau objek khusus yang terjadi tiap hari dalam bentuk pendapat. Pendapat menghubungkan antara nilai yang diyakini atau kepercayaan yang dipercaya ketika menilai isu atau kejadian setiap hari. Pendapat seseorang tergantung kepada sikap dan kepercayaan seseorang. Suatau pernyataan dapat diartikan pendapat jika pernyataan tersebut sudah mengalami peristiwa komunikasi. Pendapat yang akn diukur pada penelitian ini adalah setuju atau tidak setujukah LSM di Kota Meadan mengenai peran Polling yang diselenggarakan oleh Harian Kompas berperan dalam pengambilan kebijakan lembaga.


(28)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Opini Publik

2.1.1 Pengertian Opini Publik

Opini atau biasa disebut dengan pendapat dapat diidentifikasi sebagai suatu pernyataan atau sikap dalam kata-kata. Suatu sikap dapat dinyatakan sebagai disposisi seseorang atau kecenderungan untuk bertindak (to act) atau membalas tindakan (react). Suatu sikap bisa tersembunyi (latent) dan tidak dinyatakan (unexpressed) pada hari ini, tetapi bisa jadi sangat aktif dan dapat diamati (observable) esok harinya, baik yang dinyatakan atau tidak.

Opini atau opinion menurut Cultip dan Center adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial (Sastropoetro, 1987:41). Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbeda-beda. Pada umumnya fakta bagi seseorang dapat juga dianggap sebagai opini bagi orang lain, kalau dalam penggunaannya tidak berhati-hati dan mengundang timbulnya kontroversi atau perbedaan pendapat dalam membicarakan masalah atau isu tersebut.

William Albig (dalam Sunarjo, 1984:31), pendapat (opini) yaitu suatu pernyataan mengenai masalah yang kontroversial atau “An opinion is some expression on controversial point.” Sarjana ini mengemukakan bahwa pendapat atau opini itu dinyatakan kepada sesuatu hal yang kontroversial atau sedikit-dikitnya terdapat pandangan yang berlainan mengenai masalah tersebut. Opini timbul sebagai suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau isu. Subjek


(29)

dari suatu opini biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini mendorong orang untuk saling mempertahankannya

Publik adalah kumpulan orang-orang yang sama minat dan kepentingannya (interest) terhadap suatu isu dan bersifat lebih stabil. Publik ditandai oleh adanya suatu isu yang dihadapi dan dibincangkan oleh kelompok kepentingan yang dimaksud, yang menghasilkan opini mengenai isu tersebut, kemudian publik bersifat kontroversial dan didalammya terdapat proses diskusi.

Sedangkan pengertian publik menurut Soekamto (dalam Sunarjo, 1984:89) adalah sekelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara langsung melalui media komunikasi misalnya pembicaraan secara pribadi, desas desus, melalui media komunikasi massa misalnya surat kabar, radio, televisi dan sebagainya.

Publik lebih khusus dan merupakan suatu gejala zaman modern yang dihasilkan oleh media massa (alat-alat komunikasi modern), tetapi publik lebih spesifik dari massa dalam arti minat ditujukan kepada persoalan-persoalan tertentu. Tetapi, adanya minat yang sama tidaklah harus melahirkan pendapat yang sama. Mereka bisa saja mempunyai pendapat yang berbeda-beda, yaitu menurut pikirannya, pengalamannya dan persepsinya masing-masing.

Penjelasan selanjutnya adalah menurut Hartono (dalam Rousdy, 1985:314). Publik merupakan kelompok yang abstrak dari orang-orang yang menaruh minat pada suatu persoalan atau kepentingan yang sama, dimana mereka


(30)

terlibat dalam suatu pertukaran pikiran melalui komunikasi tidak langsung untuk mencari penyelesaian atau kepuasan atas persoalan atau kepentingan mereka itu.

Dari definisi diatas, publik masih merupakan bentuk spontan yang tidak berbentuk dan tidak diorganisasikan. Pokok persoalan dari pembentukan publik demikian ini adalah bahwa mereka menghadapi persoalan, diikat (sementara) oleh persoalan yang meminta pemecahan. Publik menjelma bukan karena direncanakan atau dibuat tetapi terjelma secara spontan tanpa direncanakan terlebih dahulu.

Adapun yang menyebabkan terbentuknya publik menurut Wilbur Schramm (dalam Astrid, 1985:25) adalah sebagai berikut;

1. Sebagai respon terhadap suatu masalah.

2. Disebabkan adanya perhatian dan minat terhadap sesuatu hal yang umum sifatnya dan menyangkut kepentingan umum pula. Jadi publik tidak menyangkut masalah-masalah yang sifatnya khusus, pribadi dan sebagainya.

Sedangkan menurut Herbert Blumer (dalam Sastropoetro, 1990:108) mengemukakan ciri-ciri publik sebagai berikut;

1. Dikonfrontasikan atau dihadapkan pada suatu isu. 2. Terlibat dalam diskusi mengenai isu tersebut.

3. Memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatasi isu.

Irish dan Prothro (dalam Susanto, 1985:91) menyatakan bahwa suatu pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai pendapat umum atau opini publik. Hal ini disebabkan karena sesuatu yang belum dinyatakan belum bisa disebut opini karena belum mengalami proses komunikasi,


(31)

melainkan masih merupakan sikap. Suatu pendapat akan menjadi isu apabila mengandung unsur kemungkinan pro dan kontra suatu pendapat (tentang suatu kejadian) yang telah dinyatakan dan dengan demikian ia akan menimbulkan adanya pendapat baru yang menyenangkan atau tidak baginya.

Memperhatikan uraian mengenai pengertian publik sebagai suatu kelompok sosial yang tidak teratur, dan pengertian pendapat atau opini yang dihubungkan dengan fakta serta sikap atau attitude, maka kedua perkataan itu digabungkan menjadi satu dan diperoleh istilah baru yaitu ‘opini publik’ atau pendapat umum. Istilah baru ini menjadi istilah bagi salah satu efek komunikasi yang mempunyai pengertian sendiri.

Opini publik merupakan suatu kajian baru dari ahli-ahli soial dan politik, banyak ahli yang berusaha memberikan pengertian mengenai opini publik, diantaranya:

1. Adinegoro

Beliau menyebut opini publik sebagai ratu dunia. Hal tersebut memang benar akan tetapi hanya nama dan benar pula bila ditinjau dalam dukungan sosial (social support). Tapi jangan diartikan kita dapat menggerakkan opini pulik, karena opini publik tidak ada organisasinya dan tidak mempunyai pimpinan. Beberapa sarjana psikologi sosial dan sarjana sosiologi demikian sarjana komunikasi sependapat bahwa pendukung opini publik tidak saling mengenal atau anonim, opini tidak mengenal pembagian kerja dan karena itu maka opini publik tidak dapat bergerak dengan cepat (Sunarjo, 1984: 25).


(32)

2. Leonard W Doob

Ia menulis dalam buku yang berjudul Public Opinion and Propaganda ; “opini publik adalah sikap orang-orang mengenai suatu masalah, dimana mereka merupakan anggota dari sebuah masyarakat yang sama. Maka opini publik itu berhubungan erat denngan sikap manusia yaitu sikap secara pribadi maupun sebagai anggota suatu kelompok.

Komunikasi persuasi bila dihubungkan dengan opini publik Leonard W Doob mempunyai pendapat bahwa opini publik itu sifatnya akan tetap latent (terpendam) dan baru memperlihatkan sifat yang aktif apabila sasuatu issue itu timbul dalam suatu kelompok atau lingkungan. Sesuatu issue itu timbul kalau terdapat konflik, kegelisahan atau frustrasi.

Selanjutnya Leonard W. Doob memberi pegangan-pegangan dalam meneliti opini publik. Suatu opini publik dianggap kompeten atau mampu memenuhi syarat opini publik dalam arti khusus bila (Sunarjo, 1984: 26):

a. Fakta yang dipakai sebagai titik tolak dari perumusan opini publik, diberi nilai “baik” oleh masyarakat luas.

b. Dalam penggunaan fakta (keadaan dimana suatu sikap justru diambil karena tidak adanya fakta), orang sampai pada kesimpulan dan kesepakatan mengenai tindakan yang harus diambil untuk memecahkan persoalan.

3. Ferdinand Tonnies

Beliau mengatakan bahwa ada tiga tahap opini publik dalam perkembangannya yaitu die luftartige, die flussige dan die feste.

Opini publik yang luftartig adalah opini publik laksana uap dimana dalam tahap perkembangannya masih terombang ambing mencari bentuk yang


(33)

nyata. Selanjutnya opini publik yang fluusig mempunyai sifat seperti air, opini publik ini sudah mempunyai bentuk yang nyata akan tetapi masih dapat dialirkan menurut saluran yang kita hendaki, sedangkan opini publik yang festig adalah opini publik yang sudah kuat, tidak mudah berubah.

Selanjutnya Ferdinand Tonnies juga mengemukakan bahwa perkembangan opini publik dari yang bersifat embrio sampai kepada opini publik yang kuat sangat tergantung kepada besar kecilnya pendorong dari dalam yang dirangsang oleh oleh berbagai faktor dari luar seperti issue, konflik, kegelisahan, dan frustrasi dan lain-lainnya yang mengarah pada ketidakpastian (Sunarjo, 1984: 28).

4. Emil Divifat

Sarjana ini mengemukakan bahwa agar dapat disebut opini publik maka harus mempunyai syarat-syarat:

a. Harus mempunyai tujuan

b. Harus diakui dan diyakini bahwa sesuatu itu adalah benar.

c. Anggapan kebenaran itu dikembangkan ke orang banyak sedemikian rupa hingga apabila ada yang menolak kebenaran tersebut maka para pendukungnya bersedia untuk mempertahankannya.

5. Kruger Reckless

Dalam bukunya yang bejudul Social Psychology (Sunarjo, 1984:29) mengatakan opini publik itu adalah penjelmaan dari pertimbangan seseorang tentang suatu hal, kejadian, atau pikiran yang telah diterima sebagai pikiran umum.


(34)

Opini publik itu bersifat relatif artinya dapat benar dan dapat juga tidak benar. Akan tetapi oleh kebanyakan orang dianggap sebagai kebenaran. Karena itu dalam Bahasa Indonesia orang menyebut dengan berbagai istilah antara lain pendapat umum, anggapan umum, anggapan orang ramai, dan sebagainya.

Selanjutnya Kruger Recklees mengemukakan bahwa opini publik itu dapat berubah-ubah sedangkan perubahan itu dapat ditimbulkan dan disalurkan oleh seseorang atau sesuatu lembaga. Alat yang pada umumnya untuk menyalurkan opini publik biasanya adalah media massa (pers, radio, televisi, dan film) terutama sekali adalah pers (Sunarjo, 1984:29).

6. Lawrence Lowall

Sarjana ini berpendapat bahwa opini publik bukanlah suatu mayoritas pendapat yang dapat dihitung secara numeric (dihitung menurut jumlah), beberapa orang yang ada di pihak masing-masing. Menurutnya opini publik bukan suatu numerical majority melainkan suatu effective majority.

Yang perlu diterangkan adalah bahwa mayoritas pendapat tidak selalu merupakan opini publik sebabnya adalah bahwa mungkin sekali mayoritas pendapat tersebut telah dicapai dengan menggunakan sangsi atau ancaman tertentu terhadap para anggotanya, meskipun kenyataan para anggota tersebut mempunyai opini yang lain terhadap suatu masalah.

Dengan berbagai penjelasan tersebut di atas maka publik opinion atau opini publik dapat disimpulkan (Sunarjo, 1984: 32):

1. Pendapat umum merupakan persatuan pendapat (sintesa) dari pendapat-pendapat orang banyak.


(35)

2. Sedikit banyaknya mendapat dukungan dari sejumlah orang.

3. Dalam pendapat umum orang menyatakan persetujuan atau tidak setuju terhadap suatu situasi, kejadian atau peristiwa.

4. Pendapat umum merupakan kesatuan perasaan (emosi) dan akal, karenanya pendapat mudah berubah, misalnya dari setuju menjadi tidak setuju.

5. Pendapat umum dapat dibentuk dan karena pendapat atau opini itu bukan suatu fakta maka belum tentu benar.

6. Pendapat umum mungkin sekali dilakukan dengan timbulnya suatu aksi, misalnya demonstrasi atau unjuk pendapat.

7. Terbentuknya pendapat umum selalu memulai diskusi sosial.

Pendapat lain mengatakan inti dari pendapat umum adalah (Sastropoetro, 1987: 54):

a. Adanya suatu masalah atau situasi yang bersifat kontroversial.

b. Adannya puiblik yang secara spontan terpikat kepada masalah tersebut, melibatkan diri ke dalamnya, dan berusaha memberikan pendapatnya.

c. Adanya kesempatan untuk bertukar pikiran atau berdebat mengenai masalah yang kontroversial oleh suatu publik.

d. Adanya interaksi dari individu-individu dalam publik yang menghasilkan suatu pendapat yang bersifat kolektif untuk diekspresikan.

2.1.2 Proses Terbentuknya Opini Publik

Opini publik terbentuk oleh adanya aktifitas komunikasi yang bertujuan mempengaruhi orang atau pihak lain (persusasif). Dalam prosesnya


(36)

terjadi hubungan transaksional antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Proses ini tidak jarang menggunakan cara-cara penekanan (coersive,) agitasi (provokasi), maupun ancaman-ancaman (intimidasi). Konflik terjadi ketika (Panuju, 2002: 21) :

1. Kosensus tidak tercapai.

2. Proses adaptasi satu sama lain tidak terpennnuhi. 3. Modifikasi atau kombinasi sulit dilakukan.

Pada awalnya pembicaraan berjalan tenang, tetapi lambat laun tanpa disadari mereka terlibat dalam diskusi. Masing-masing mengemukakan pandangan sehingga timbul saling melemparkan argumentasi yang tujuannya ingin mengemukakan suatu penyelesaian. Pembicaraan yang tenang menjadi panas, dimana mereka berfikir dalam konteks kerangka pengetahuan dan pengalaman yang berbeda sesuai dengan apa yang mereka miliki. Pendapat– pendapat yang saling dipertukarkan akan menghasilkan masukan yang beragam dan simpang siur, yang lambat laun akan tampak jelas arah pembicaraan yang bersangkutan, dan pada tahap akhir pembicaraan meuju kepada satu pikiran yang bulat.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan terdapat tiga tahap pembicaraan sebagai berikut (Sastropoetro, 1990:109);

Tahap I Masukan yang masih semrawut.

Tahap II Tahap pembicaran mulai terarah, mulai membentuk pikiran yang jelas dan menyatu.

Tahap III Tahap dimana pendapat telah menyatu, bulat dan kuat. Pendapat yang terbentuk itu tidak ditentang lagi oleh orang-orang yang berada


(37)

dalam kelompok tersebut. Seterusnya publik itu bubar dan membicarakan masalah lain. Pendapat yang telah dinyatakan dan dipertentangkan itulah yang disebut pendapat umum atau opini publik.

Menurut Hannesy (dalam Hannesy, 1984:4-8) ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam proses pembentukan pendapat umum, yaitu :

1. Adanya isu (presence of an issue)

Yang dimaksud dengan isu adalah situasi yang kontemporer dimana mungkin terdapat ketidaksepakatan. Jadi, ada unsur kontroversial didalamnya.

2. Hakekat masyarakat (the nature of publics)

Suatu isu yang menyangkut kepentingan umum, bahwa harus ada satu kelompok orang yang dapat dikenal/dilihat dan menaruh perhatian terhadap isu tersebut.

3. Kompleks preferensi masyarakat

Hal ini menyangkut totalitas pendapat anggota publik tentang suatu isu. Termasuk didalamnya adalah setuju atau tidak setuju terhadap saran–saran bagi pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan isu tersebut.

4. Ekspresi pendapat (expression of opinion)

Ekspresi ini merupakan reaksi terhadap isu yang ada. Kata-kata yang diucapkan atau dicetak merupakan bentuk yang paling biasa dari ekspresi pendapat. Tetapi sewaktu-waktu gerak-gerik, kepalan tangan atau kerumunan orang yang berteriak-teriak juga sudah merupakan ekspresi pendapat.

5. Jumlah orang terlibat

Masalah jumlah ini dirangkum dalam ungkapan ‘sejumlah orang penting’ (a significant members of person), dengan maksud untuk mengesampingkan


(38)

isu-isu kecil dan pernyatan yang tidak perlu dari individu yang sifatnya pribadi. Jadi sekelompok manusia berkepentingan terhadap hal-hal yang sifatnya personal atau pribadi tidak dapat menjadi apa yang disebut publik dalam opini publik atau pendapat umum.

2.1.3 Kekuatan Opini Publik

Opini publik atau pendapat umum sebagai satu keatuan pernyataan tentang suatu hal yang bersifat kontroversial, merupakan suatu penilaian sosial (social judgement). Maka pada pendapat umum melekat beberapa kekuatan yang sangat perlu diperhatikan (Sastropoetro, 1987: 122):

1. Opini publik dapat menjadi suatu hukuman sosial terhadapa orang atau sekelompok orang yang terkena hukuman tersebut.

Hukuman sosial menimpa seseorang / sekelompok dalam bentuk rasa malu, rasa dikucilkan, rasa dijauhi, rasa rendah diri, rasa tak berarti lagi dalam masyrakat, menimbulakan frustrasi sehingga putus asa, dan bahkan ada yang karena itu lalu bunuh diri dari jabatannya.

2. Opini publik sebagai pendukung bagi kelangsungan berlakunya norma sopan santun dan susila, baik antara yang muda dengan yang lebih tua maupun antara yang muda dengan sesamanya.

3. Opini publik dapat mempertahankan eksistensi suatu lembaga atau bahkan bisa juga menghancurkan suatu lembaga.

4. Opini Publik dapat mempertahankan atau mengahancurkan suatu kebudayaan. 5. Opini Publik dapat pula melestarikan norma sosial.


(39)

2.1.4 Ekspresi Opini Publik

Masyarakat mempunyai cara-cara tertentu agar pendapatnya diketahui orang lain atau diterima oleh pengambil kebijakan. Dengan demikian pendapat umum umrnya amat tua, meskipun baru abad 18, pendapat umum mendapat tempat penting dalam kekuasaan. Di sini diterima dan mampu mempengaruhi kebijakan dan kekuasaan sehingga apa yang difikirkan masyarakat menjadi penting untuk diketahui. Ekspresi untuk menyatakan pendapat umum itu berbeda-beda dari satu masa ke masa lain, bergantung pada bagaimana paham demokrasi yang muncul, kemajuan teknologi yang menentukan bagaimana pendapat itu disuarakan. Berikut digambarkan berbagai teknik dalam mengekspresikan pendapat umum (Eriyanto, 1999: 6-13):

1. Orator

Orator merupakan teknik ekspresi pendapat umum tertua. Ini terjadi ketika jumlah orang sedikit dan mempunyai pemerintahan sendiri sehingga pendapat semua anggota masyarakat dapat diketahui. Di era ini hadir pertemuan kota (limitred town meeting) yang membahas bebagai persoalan di dalam masyarakat. Demokrasi bersifat langsung, dimana mereka yang hadir mewakili diri mereka masing-masing. Retorika atau pidato adalah teknik yang paling uatama untuk menyampaikan gagasan atau pendapat. Penadapat seseorang kemudian ditanggapi bersama-sama. Orator dan retorika adalah kekuatan untuk memobilisasi massa untuk berkumpul dalam satu tempat. Kemenangan suatu gagasan sering kali diukur dari kepandaian orang untuk berbicara, menyampaikan gagasan dan membujuk orang lain.


(40)

Teknik retorika semacam ini runtuh oleh sebuah perkembangan yang dramatis. Seiring perkembangan transportasi orang semakin terbuka dengan dunia luar, sehingga pengetahuan semakin berkembang.

2. Kerumunan Massa

Meskipun lahirnya cetakan membawa perubahan besar, tapi masalahnya adalah belum semua orang dapat membaca dan mempunyai akses untuk koran dan buku. Maka di akhir abad 17-an kerumunan massa masih merupakan suatu metode yang dominan. Di sini aktor-aktor politik masih menggunakan kerumunan massa sebagai suatu metode untuk mengetahui apa yang diinginkan publik.

Para aktor politik menggunakan kerumunan itu, dengan alasan:

a. mereka mendapatkan dukungan dari perorangan dan dari khalayak ramai,

b. mereka mengharapkan efek berantai dimana seseorang dari khalayak mengajak pemilih lainnya untuk juga memberikan suaranya. Mereka juga ingin membuat kesan tampak populer bagi mereka yang berada di luar khalayak tersebut, c. khalayak ramai memberikan umpan balik, memberikan mereka kesempatan

untuk mengerti bagaimana seharusnya mereka bertindak.

d. suatu khalayak ramai “menciptakan” peristiwa politis sehingga koran akan suka meliputnya secara lengkap dan melaporkan tanggapan-tanggapan yang menguntungkan.

3. Ruang Diskusi

Meskipun pendapat umum dapat dikenal sejak pertemuan kota, tetapi revolusi pendapat umum dalam pengertian modern baru dikenal pada abad 18. Karena pada era ini suara rakyat mulai dipandang sebagai bagian yang penting


(41)

dari pengambilan publik yang diwarisi hingga kini. Cukup jelas hal ini karena gagasan pemikir pada periode 1650-1800 yang mengajukan gagasan pembatasan kekuasaan. Sebelum periode tersebut apa yang difikirkan masyarakat tidak banyak digubris, masyarakat mempunyai cara untuk membuat pendapatnya diketaui atau diterima dalam menentukan kebijakan. Dalam abad ke 18 inilah muncul ide mengenai suara rakyat untuk memegang kekuasaan, dimana pemerintah didukung oleh suara rakyat, dan rakyatlah yang memegang kekuasaan.

Dalam abad 18, pendapat umum didiskusikan dalam berbagai ruang diskusi dan pertemuan. Di Prancis tempat itu disebut salon. Sedangkan di Inggris disebut cofeehouse. Berbagai ide tentang agama, politik, sosial, dan berbagai isu yang dibicarakan masyarakat di sini. Pendapat umum dapat diketahui lewat tempat-tempat tersebut, sebagai arena dari diskursus publik. Ruang diskusi itu terutama adalah tempat pertemuan yang mengajukan gagasan-gagasan kritis dari para elite intelektual. Banyak ilmuwan, pemikir, penulis membentuk perkumpulan semacam mendiskusikan berbagai ide.

4. Gerakan Massa

Apa yang dibicarakan dalam coffehouse atau salon mengkristalkan dan mengilhami lahirnya revolusi menentang kekuasaan monarki. Pendapat umum diekspresikan lewat parade anti pemerintahan, gambar kartu politik, demonstrasi yang menyuarakan pembatasan kekuasaan. Sejarawan Keith Baker dengan bagus menulis tentang pentingnya pendapat umum adalah kekuatan politik yang melahirkan revolusi Prancis dan menumbangkan era rezim lama. Kesadaran ini merembet ke Eropa, dan negara lain yang menghendaki kekuasaan di tangan rakyat. Dapat dikatakan pada akhir abad ke 18 adalah era yang penuh dengan


(42)

gerakan revolusi, di mana ekspresi pendapat umum diekspresikan lewat berbagai aksi perlawanan terhadap pemerintah. Pada awal abad ke 19 ide pembangkangan ini juga melahirkan berbagai pemogokan. Kaum buruh melakukan pemogokan sebagai ekspresi dan bentuk perlawanan mereka terhadap para majikan. Hal ini didukung dengan lahirnya media massa, sebagai alat yang otonom untuk mengekspresikan pendapat umum.

5. Pemilu

Pada awal abad ke-19 muncul pemikiran untuk memasukkan suara rakyat dalam menjalankan pemerintah. Teknik yang tertua adalah pemilihan umum. Pemilihan umum adalah puncak ekspresi pendapat umum karena pemilu pada dasarnya adalah menghargai pendapat pribadi, suara setiap orang diperhatikan dan mempunyai arti secara politik. Perkembangan ini beriringan degan perkembangan rasionalitas, suatu ide yang mengiginkan agar setiap fenomena yang abstrak dirubah menjadi yang kongkrit. Pendapat adalah suatu yang abstrak dan imajine, lewat pemilu pendapat menjadi terstruktur, bisa dikenali, bisa didefenisikan dan yang lebih penting bisa disistematiskan dalam bentuk pilihan kepada kandidat pimpinan politik.

6. Polling

Para peneliti kemudian menggunakan prinsip probabilitas. Pemakaian prinsip ilmiah untuk mengukur pendapat umum berbarengan dengan perkembangan metode ilmiah. Artinya, pengukuran pendapat umum mengambil dan memanfaatkan ilmu pengetahuan agar dapat secara tepat mengukur pendapat umum.


(43)

2.2 Polling

2.2.1 Pengertian Polling

Polling adalah suatu kerja pengumpulan pendapat umum dengan menggunakan teknik dan prosedur ilmiah (Eriyanto, 1999: 75). Hal ini untuk membedakan dengan kerja pengumpulan pendapat umum lain yang tidak menggunakan penelitian ilmiah. Seperti dkatakan oleh Cellinda C. Lake (dalam Eriyanto, 1999:77) berikut ini:

“Polling adalah cara sistematis, ilmiah dan terpercaya, mengumpulkan informasi dari sampel orang yang digunakan untuk mengenaralisasikan pada kelompok atau populasi yang lebih luas darimana sampel itu diambil. Polling tidak didesain untuk menyelidiki atau mengidentifikasi individu untuk keperluan ini, lebih murah dan efisien dengan cara lain seperti penyelidikan telefon. Kesalahan menentukan tujuan polling ini dapat mengakibatkan bias informasi yang didapat. Polling juga tidak dimaksudkan untuk menggambarkan banyak individu secara mendalam. Untuk keperluan ini, studi kasus adalah cara yang lebih efisien. Polling adalah suatu pengukuran pada satu waktu untuk mengetahui sikap, perilaku, kepercayaan dan hubungan antara semua parameter. Lewat generalisasi, hasilnya kemudian dapat diterapkan untuk masyarakat yang lebih luas

2.2.2 Karakteristik Polling

Ada beberapa defenisi kunci yang dapat dicatat dalam karakteristik polling (Eriyanto, 1999: 75):

1. Polling adalah metode dengan memakai sampel untuk menggambarkan sikap/populasi populasi. Meskipun memakai sampel, hasilnya dimaksudakan untuk dapat digeralisir pada populasi yang luas. Karena itu dalam penerapan


(44)

sampel, sangat disarankan untuk memakai prinsip probabilitas sehingga hasil sampel adalah representasi dari populasi sesungguhnya.

2. Polling hanya bisa digunakan untuk menggambarkan sikap/perilaku.

Ia adalah metode yang tepat untuk mengetahui apa yang publik fikirkan, apa yang publik rasakan terhadap suatu masalah atau isu. Polling tidak bisa menjelaskan kenapa suatu permasalahan tersebut terjadi atau apa yang menyebabkan isu itu muncul di ruang publik.

3. Polling digunakan untuk menggambarkan secara sistematis fakta atau karakteristik secara akurat.

Akumulasi data yang diperoleh semata-mata untuk deskripsi, ia tidak berusaha untuk menguji hipotesis atau menguji suatu konsep tertentu. Polling digunakan untuk mendapatkan informasi tentang suatu fenomena, dalam hal ini yang ingin didapat dari polling adalah bagaimana sikap, pandangan, keyakinan masyarakat terhadap isu-isu yang berkembang. Sehingga bisa dikatakan polling adalah penerapan praktis dari metode survei, pemakaian metode survei untuk mengukur pendapat publik terhadap isu-isu sosial politik.

Karakteristik polling dalam hal publikasi adalah (Eriyanto,1999: 77) a. Waktu penyelenggeraan dan publikasi polling terbatas/pendek.

Jawaban seseorang adalah pada saat wawancara dilakukan. Kalau waktu wawancara tidak cepat, maka isu akan hilang.

b. Polling hanya menangkap fakta.

Polling seperti seorang kamaerawan yang menangkap gambar-gambar snapshot. Menurut Burns W. Rooper, polling mempunyai sifat khusus karena ia hanya mampu menangkap fakta pendapat orang pada saat polling


(45)

dilakukan. Ropper menyebut polling sebagai “snapshot in time” untuk menggambarkan polling hanya menunjukkan pendapat masyarakat pada saat polling dilakukan. Karena itu yang menjadi kunci dari polling adalah gambar dan bukan detail.

2.2.3 Tahap-Tahap Polling

Untuk membuat sebuah polling ada tahapan-tahapan yang harus dilalui agar menjaga keakuratan hasil polling tersebut.

1. Mengidentifikasi tujuan polling.

Masalah penting dalam polling adalah merumuskan dengan tepat tujuan polling yang akan dibuat. Tujuan polling harus dirumuskan sebelum polling dijalankan. Tujuan polling pada akhirnya akan menetukan semua instrumen polling yang digunakan, seperti target populasi. Tipe informasi, dan metode wawancara yang akan dipakai.

2. Populasi Polling

Populasi polling ditentukan oleh topik dan tujuan polling yang akan dibuat.peneliti perlu memutuskan apakah tema polling dan pertanyaan akan dibuat relevan untuk setiap orang. Peneliti perlu menyadari bahwa tidak semua isupenting bagi semua orang. Relevansi suatu temadengan responden itu berhubungan dengan sejauh mana tingkat pengetahuan responden mengenai suatu isu.


(46)

Teknik penarikan sampel apa yang akan dipakai ditentukan sebelum polling dikerjakan. Pertimbangan yang dipakai untuk menentukan teknik penarikan sampel diantaranya ada atau tidak tersedianya kerangka sampel.

4. Menentukan tipe informasi.

Dalam polling, cara untuk mengetahui pendapat/perilaku adalah dengan bertanya, data tidak diperoleh dengan observasi atau partisipasi tetapi dengan bertanya langsung kepada responden. Dengan suatu daftar (kuisioner) peneliti bertanya apa yang mereka rasakan atau fikirkan terhadap isu-isu tertentu yang muncul. Ada dua fungsi kuisioner:

a. sebagai alat di mana data itu diperoleh b. alat untuk mengukur pendapat seseorang. 5. Waktu wawancara

Desain polling juga harus mempertimbangkan apakah polling dibuat untuk sekali waktu (survey cross sectional) atau rangkai waktu (survei longitudinal). Polling dapat sebagai pendapat yang disampaikan seseorang waktu wawancara dilakukan. Perbedaan utama desain polling cross sectional atau longitudinal adalah pada suvei longitudinal harus menanyakan pertanyaan yang sama setiap waktu. Pertanyaan baru dan variabel dapat dimasukkan tetapi kesimpulan tentang bagaimana pendapat atau perubahan karakteristik dari tiap waktu hanya dimungkinkan untuk item yang ditanyakan dari satu polling ke polling lain

6. Metode wawancara

Metode wawancara ditentukan sebelum polling dijalankan, apakah memakai metode wawancara langsung, lewat surat atau lewat telefon. Dalam


(47)

tahap perencanaan, hal yang harus diperhitungkan disntaranya topik dari polling. Apakah polling membutuhkan kecepatan untuk dipublikasikan.

2.2.4 Polling dan Media a. Publik Media

Perbedaan yang paling mendasar di antara polling dengan pengekspresian pendapat umum lainnya adalah polling mensyaratkan publik harus tahu mengenai peristiwa atau isu yang akan ditanyakan dalam polling. Hal ini karena polling menyatakan apa yang difikirkan publik terhadap isu-isu sosial politik yang berkembang dalam masyarakat. Polling membutuhkan publik yang mempunyai intensitas tinggi untuk mengikuti berbagai isu. Media memainkan peran penting karena lewat media publik mengikuti isu-isu yang berkembang dalam masyrakat.

Polling mengukur apa yang publik fikirkan, dan dalam banyak hal bergantung pada apakah seseorang mengikuti pemberitaan di media. Hal ini digambarkan dalam bagan berikut (Eriyanto, 1999:47) :

Skema 2.1

Hubungan antara publik, media, dan polling

PUBLIK


(48)

Sumber: Sheldon R. Gawiser and G. Evans Witt, A Journalist Guide to Public Opinion Polls,

Westport, Connecticut, Praeger, 1995, hlm.3.

Publik dalam pengertian pendapat umum adalah suatu abstraksi, bukan seperti yang kita sebut sebagai penduduk. Anggota publik berubah sesuai dengan isu atau peritiwa. Setiap isu menciptakan masyarakatnya sendiri, dan setiap masyarkat biasanya terdiri dari individu-individu yang mungkin pada waktu tertentu merupakan anggota dari masyarakat lainnya.

b. Keterbukaan informasi

Pendapat umum merupakan simbol legitimasi rakyat terhadap pemerintahnya. Dalam sistem demokrasi, pemerintahan dibangun di atas dasar opini publik sebaagai wujud kesepakatan rakyat. Sebaliknta dalam sistem otoriter, opini publik diperlakukan sebagai ketaatan rakyat yang tidak dapat ditawar-tawar lagi terhadap pemerintahannya.

Polling membutuhkan suatu keterbukaan untuk membicarakan masalah-masalah atau isu sosial. Masyarakat bebas untuk menyuarakan pendapatnya, sementara pemerintah dapat menerima apa yang dikritik oleh rakyat. Keterbukaan itu menyangkut dua hal:

• Keterbukaan untuk menyuarakan pendapat. Dalam suasana keterbukaan baik rakyat atau pemerintah membicarakan masalah secara bersama-sama, tidak ada yang ditutup-tutupi.

• Keterbukaan untuk membicarakan semua masalah penting termasuk masalah yang sensitif, tidak ada previlese untuk membicarakan masalah tertentu.


(49)

Polling dapat mengukur demokrasi. Fungsi ini dapat dibentuk hanya jika hasil polling secara mendalam tersebar dan tidak menjadi informasi di antara elite politik yang mempunyai akses terhadap inforamsi tersebut. Dalam hal ini media mempunyai peranan penting yakni membuka saluran debat publik dimana semua orang dapat berbicara secara terbuka.

Polling pendapat umum terhadap suatu isu hanya dapat dilakukan jika masyarakat mempunyai akses yang sama terhadap isu tersebut. Polling tidak dapat dilakukan jika ada informasi yang ditutup-tutupi mengenai isu itu.

c. Media sebagai penekan

George Gallup pernah mengatakan bahwa polling hanya berguna jika ia didengar. Polling adalah alat yang baik untuk mengekspresikan pendapat, dan hal itu terjadi jika hasilnya diperhatikan dan didengar. Agar hasil polling bisa efektif, diperlukan kondisi sistem politik yang mampu memaksa para elit politik mendengar suara khalayak. Polling mempunyai keharusan dimuat di media massa agar mempunyai daya paksa. Hasil polling yang dimuat di media massa akan menimbulkan diskusi publik yang akhirnya berwujud pada sikap masyarakat dalam menanggapi isu tersebut. Hasil polling yang dimuat di media massa mempunyai kekuatan dalam mengontrol pemerintah, memaksa pemerintah untuk memperhatikan hasil polling.

Pendapat ini akan lebih terbukti, jika media mempunyai posisi otonom. Posisi media yang otonom penting untuk dua hal:

• Media mempunyai kebebasan untuk menyelenggarakan polling, termasuk polling mengenai tema-tema yang sensitif yang berhubungan dengan


(50)

politik. Media otonom dalam menetukan tema apa yang akan dipollingkan, siapa yang menjadi sasaran polling dan sebagainya.

• Media yang otonom penting agar hasil polling mempunyai pengaruh terhadap pembuatan kebijakan yang dilakuakn oleh pemerintah.

Media mempunyai kekuatan dalam mengontrol jalannya kehidupan bernegara seperti mempunyai otonomi, mengawasi pemerintah (watchdog), menyikapi penyelewengan, menggerakkan dan mewakili masyarakat, melayani hak masyarakat untuk mengetahui, mengkritik pemerintah dan menjadi komunikator masyarakat terhadap apa yang dikerjakan pemerintah.

2.2.5 Peran Polling

Polling merupakan sumber informasi data yang dapat dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan publik mengenai isu. Polling yang yang dipublikasikan di media akan mempengaruhi persepsi publik tentang peristiwa yang dianggap penting (Eriyanto, 1999: 55). Berikut akan dijabarkan peran polling bagi khalayak:

1. Pembentukan Kepercayaan

Rakhmat (dalam Rakhmat,:2004:42) menjelaskan bahwa kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan dapat bersifat rasional dan irrasional. Kepercayaan memberikan persperktif pada manusia dalam mempersepsikan kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menetukan sikap terhadap objek sikap.

Menurut Salomon E. Asch (dalam Eriyanto, 1999:3), kepercayaan dibentuk oleh, kebutuhan ,kepentingan, dan pengetahuan.


(51)

Kebutuhan dan kepentingan dari seorang individu yang nantinya akan mendorong individu tersebut untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya. Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang. Banyak kepercayaan kita didasarkan kepada pengetahuan yang tidak lengkap. Kita percaya bahwa seluruh pemuda di Amerika bergaul bebas, berdasarkan apa yang kita lihat dalam film atau kita baca dalam surat kabar atau majalah. Kebutuhan dan kepentingan sering mewarnai kepercayaan kita (Eriyanto, 1999 :3).

Kebutuhan dan kepentingan sering mewarnai kepercayaan kita. Polling sebagai salah satu sumber informasi dalam masyarakat, akan mendapat kepercayaan, jika masyarakat membutuhkan data mengenal permasalahan yang diangkat dalam polling tersebut.

Angka-angka statistik yang dihasilkan polling juga akan berperan dalam mempenguruhi kepercayaan khalayak terhadap isu yang berkembang dalam masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai suatu organisasi yang peduli dengan permasalahan rakyat, akan selalu membutuhkan data yang dijamin keakuratannya menganai apa yang difikirkan oleh rakyat. Salah satu sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan data tersebut adalah hasil polling. Hasil polling yang diselenggarakan Harian Kompas melalui rubrik Jejak Pendapat akan dapat mempengaruhi kepercayaan dari LSM dalam menghadapi permasalahan masyarakat. Seperti dalam hasil jejak pendapat (Kompas, 5 Mei 2008) dengan tema “ Elite Politik Belum Lirik Potensi Buruh”, dipaparkan bahwa menuurt responden, partai yang dianggap lebih baik dalam memperjuangkan kesejateraan buruh adalah Partai Kesejateran Soial (PKS). Selanjutnya pada hasil


(52)

jejak pendapat (Kompas, 19 Mei 2008) dinyatakan dari tujuh partai besar (PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PAN, PPP, Demokrat, PKS), PKS mendapat posisi teratas dalam kategori solidaritas keanggotaan paling kuat, idiologi paling kuat, dan kesetian pemilih pada partai yang dipilihnya.

Dari data tersebut akan mampu mmpengaruhi kepercayaan LSM terhadap partai partai yang dianggap paling peduli terhadap rakyat.

2. Pembentukan Sikap

Menurut Thurstone (dalam Sastropoetro,1987: 44), Sikap merupakan suatu tingkatan efek, baik itu berifat positif dan negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis.

Sementara Cultip dan Center (dalam Sastropoetro, 1987: 41) menjelaskan opini atau pendapat sebagai suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang kontroversial

Sikap adalah konsep yang paling penting dan paling banyak didefenisikan.Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan (Rakhmat,2004: 39):

1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpresepsi, berfikir dan merasa dalam mengahadapi objek, situasi, atau nilai. Jadi sikap adalah kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap.

2. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, teapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menetukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan. Jika seseorang bersikap positif terhadap polling, maka ia kan


(53)

menggunakan data yang dihasilkan polling semaksimal mungkin dan menjadikan polling sebagai sumber data utama dalam setiap permasalahan.

3. Sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan.

4. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.

5. Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.

Beberapa orang ilmuwan menganggap sikap terdiri dari komponen kognitif, afektif, dan behavioral.

Sikap lebih mengarah kepeda orientasi umum pandangan dari suatu pemikiran, seperti konservatif, liberal, atau tradisional. Sikap seseorang dipengaruhi oleh nilai-nilai dasar yang dimiliki seseorang, seperti kesamaan hukum, hak asasi, demokrasi, keadilan, dan sebagainya.

Sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Sastropoetro, 1987: 45):

• Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu, dalam hubungan-hubungan dengan objeknya.

• Sikap itu dapat berubah-ubah. Oleh karena itu sikap dapat dipelajari orang. Sikap dapat berubah jika terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah perubahan sikap.


(54)

• Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek.

• Objek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga kumpulan dari hal-hal tersebut.

• Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dengan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

Pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya atau dengan sembarang saja. Pembentukan senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan objek tertentu. Interaksi kelompok baik di dalam maupun di luar kelompok dapat mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru. Yang dimaksud interaksi di luar kelompok ialah interaksi dengan hasil kebudayaan dan penelitian manusia atau sekelompok orang yang sampai kepadanya melalui berbagai media.

Polling merupakan suatu data ilmiah yang disampaikan kepada khlayak melalui media, baik itu media massa atau media cetak. Hasil dari polling akan ikut mempengaruhi sikap khalayak dalam menanggapi permasalahan yang berkembang dalam masyarakat yang dianggap penting. Ini terbukti dari ramainya dukungan LSM di sumatera utara kepada partai Keadilan Sejatera (PKS), di Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Sumut 2008. Sikap ini sesuai dengan hasil jejak pendapat yang dilakukan Harian Kompas (5 & 19 Mei 2005).

3. Pembentukan Pendapat

Pendapat menurut Cultip dan Center adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial (Sastropoetro,


(55)

1987:41). Pendapat timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbeda-beda. Pada umumnya fakta bagi seseorang dapat juga dianggap sebagai opini bagi orang lain, kalau dalam penggunaannya tidak berhati-hati dan mengundang timbulnya kontroversi atau perbedaan pendapat dalam membicarakan masalah atau isu tersebut.

William Albig (dalam Sunarjo, 1984:31), pendapat (opini) yaitu suatu pernyataan mengenai masalah yang kontroversial atau “An opinion is some expression on controversial point.” Sarjana ini mengemukakan bahwa pendapat atau opini itu dinyatakan kepada sesuatu hal yang kontroversial atau sedikit-dikitnya terdapat pandangan yang berlainan mengenai masalah tersebut. Opini timbul sebagai suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau isu. Subjek dari suatu opini biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini mendorong orang untuk saling mempertahankannya

Baik sikap maupun kepercayaan akan dipakai untuk melihat berbagai kejadian, peristiwa atau objek khusus yang terjadi tiap hari dalam bentuk pendapat. Pendapat menghubungkan antara nilai yang diyakini atau kepercayaan yang dipercaya ketika menilai isu atau kejadian setiap hari. Pendapat seseorang tergantung kepada sikap dan kepercayaan seseorang.

Polling mengukur apa yang difikirkan oleh masyarakat mengenai suatu isu atau masalah. Setelah data atau fakta tersebut sudah diketahui maka hasil polling tersebut akan mempengaruhi pendapat khalayak dalam memandang isu tersebut. Opini atau pernyataan dukungan yang disampaikan oleh beberapa LSM


(56)

kepada PKS pada Pilgubsu 2008, merupakan salah satu peran polling (Jejak Pendapat Kompas, 5 & 19 Mei 2008).

2.3 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

2.3.1 Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat Masyarakat (LSM)

Di Indonesia pengertian LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Budairi, 2002:4) :

4. Orientasi mereka kepada penguatan kelompok-kelompok komunitas.

5. Pada umumnya ada komitmen yang kuat terhadap cita-cita partisipasi rakyat.

6. Adanya satu komunitas LSM di Indonesia, dengan banyak hubungan silang antar pribadi dan kelembagaan yang saling mendukung, terdapat pertukaran gagasan dan sumber daya.

Pemerintah berusaha memberikan defenisi dari LSM yang termaktub dalam Inmendagri no.8 thn.1990, (dalam Budairi, 2002: 5):

“...LSM adalah organisasi atau lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi atau lembaga, sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya”.

Sementara Zald, McCarthy (1987) dan Tarrow (1991) (dalam Fakih, 2004:58) mendefenisikan LSM sebagai salah satu gerakan sosial sebagai berikut:

“LSM adalah kelompok yang memiliki kesadaran diri yang bertindak in concerto untuk mengungkapkan apa yang dilihatnya sebagai klaim-klaim penantang dengan menantang kelompok elite, penguasa, atau kelompok-kelompok lain dengan klaim-klaim tersebut.


(57)

Menurut Peter Hannan (dalam Budairi, 2002:82), seorang pakar ilmu-ilmu sosial dari Australia yang pernah melakukan penelitian tentang LSM di Indonesia pada tahun 1986, menyebutkan baahwa LSM adalah organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan pembangunan di tingkat grassroots, biasanya melalui penciptaan dan dukungan terhadaap kelompok-kelompok swadaya lokal. Kelompok-kelompok ini biasanya mempunyai 20 sampai 50 anggota. Sasaran LSM adalah untuk menjadikan kelompok ini berswadaya setelah proyeknya berakhir.

2.3.2 Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Ralston mencatat bahwa LSM dapat memainkan beberapa peranan dalam mendukung kelompok swadaya yaang dikembangkan, termasuk diantaranya adalah (Budairi, 2002: 83):

19.Mengidentifikasi kebutuhan kelompok lokal daan taktik-taktik untuk memenuhi kebutuhan.

20.Melakukan mobilisasi dan agitasi untuk usaha aktif mengejar kebutuhan yang telah diidentifikasi.

21.Merumuskan kegiatan jangka panjang untuk mengejar sasaran-sasaran pembangunan lebih umum.

22.Menghasilkan dan memobilisasi sumber daya lokal atau eksternal untuk kegiatan pembangunan pedesaan.

23.Pengaturan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan ini.

Pendapat lain mengemukakan peran LSM secara teknis operasional sebagai berikut:


(58)

• LSM selalu dikonotasikan sebagai lembaga yang independen dari pemerintah, terutama dalam hal dana. Independen bidang ini akan berimplikasi pada independensi bidang-bidang lainnya.

• LSM merupakan bentuk pelembagaan dari pemikiran alternatif pembangunan di luar yang dilaksanakan pemerintah. Dalam konteks ini mereka mencoba menjadi antitesis terhadap model-model pembangunan yang dianut dan dikembangkan oleh pemerintah. Teori-teori modernisasi yang mengutamakan pertumbuhan dan pemerataan dianggap akan terjadi dengan prinsip trickle down effect, tidak popular di kalangan LSM karena dinilai sangat elitis dan tidak memihak kaum bawah.

• LSM bertindak mewakili masyarakat khususnya masyarakat kelas bawah. Ciri seperti ini sangat menonjol dilaksanakan LSM-LSM yang mengutamakan pendekatan advokasi dalam melaksanakan kiprahnya.

• LSM bergerak untuk mengembangkan partisipasi dan swadaya masyarakat. Consern mareka tidak semata-mata pada keinginan untuk memeratakan hasil-hasil pembangunan, tapi juga untuk pemerataan terhadap proses dan pengambilan keputusan dalam pembangunan itu sendiri.

2.3.3 Lembaga Swadaya Sosial (LSM) di Indonesia

Memasuki perubahan politik Indonesia pada 1998 yang disebut era Reformasi, LSM sebagai sebuah lembaga yang sering diposisikan oposannya pemerintahan mulai dianggap sebagai salah satu bagian kelembagaan politik yang penting dan diakui yang berkembang sangat pesat (Kompas Online, 17 April 2004). Negara pada era Reformasi ini tampaknya membuka ruang jauh lebih luas


(59)

untuk “menampung” kehadiran aktor-aktor demokrasi ketimbang negara pada era sebelumnya. Berdasarkan data BPS tahun 2000, LSM di Indonesia mencapai 70.000 organisasi. Di tengah berlangsungnya proses demokratisasi, penyebaran gerakan tersebut tidak lagi terbatas pada komponen elit, mahasiswa dan aktivis LSM, tetapi sudah merambah hingga grassroots seperti gerakan buruh, kaum tani, pedagang dan kaum marjinal lainnya. Kehadirannya tidak hanya berhubungan dengan gerakan-gerakan perlawanan selama masa transisi politik dari era Orde Baru ke era Reformasi.(Parera & Koekerits , 1999:25)

Pertumbuhan jumlah organisasi gerakan sosial di Dunia Ketiga khusus LSM di Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan sejarah diskursus pembangunan. Munculnya organisasi-organisasi sosial baik itu LSM, ormas, dan lain-lain disebabkan oleh persoalan-persoalan dari proses pembangunan yang menyimpang. Sehingga, di banyak negara Dunia Ketiga istilah LSM/NGO selalu berkonotasi organisasi pembangunan nonpemerintah (Fakih, 2004:39).

Perkembangan LSM yang sangat pesat ini di Indonesia sebagai gerakan sosial yang terorganisir telah dimulai sejak 1970. Di mana di akhir tahun 1960an dan awal 1970an hanya ada sedikit sekali gerakan sosial dan kelompok nonpemerintah yang secara aktif memiliki kepedulian dan kemampuan untuk menangani masalah-masalah pembangunan (Fakih, 2004:39). Jika dalam masa 1970an kebanyakan kegiatan LSM lebih difokuskan bagaimana bekerja dengan rakyat di tingkat akar rumput dengan melakukan kerja pengembangan masyarakat (community development), maka dalam tahun 1980an bentuk perjuangannya menjadi lebih beragam, dari perjuangan lokal hingga jenis advokasi baik tingkat


(1)

sudah diakui secara keilmuan. Namun penetuan sampel yang mungkin tidak representatif dalam mewakili populasi dapat menyebabkan hasil polling tidak sesuai dengan realitas sebenarnya.

Dalam pengangkatan isu, polling di Harian Komaps selalu mengangkat isu yang popular dan kontroversial di masyarakat. Hal ini didukung oleh posisi Harian Kompas yang merupakan salah satu Surat Kabar nasional yang cukup baik dalam pemilihan berita yang diterbitakan. Dengan diadakannya polling mengenai masalah yang popular saat ini diharapkan mampu menambah wacana pembaca mengenai isu tersebut.

Setelah melakukan penyebaran kuisioner kepada 29 orang responden yang mewakili masing-masing LSM yang menjadi sampel dalam penelitian ini, untuk menganalisis peran polling yang diselenggarakan Harian Kompas dalam pengambilam kebijakan lembaga, peneliti menganalisis jawaban responden menggunakan tabel tunggal. Dari keseluruhan tabel tunggal yang dianalisia peneliti menyimpulkan bahwa LSM di kota medan berpendapat bahwa hasil polling di Harian Kompas dapat dijadikan data awal atau salah satu referensi dalam pengambilan kebijakan di lembaga. Polling juga merupakan salah satu rubrik yang mampu menambah wacana pemikiran responden yang nantinya akan dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakn

Dalam penelitian ini kebijakan di lembaga dibagi menjadi dua yaitu kebijakan internal lembaga dan kebijakan dalam penanganan masyarakat dampingan. Hasil polling di Harian Kompas hanya berperan jika isu yang diangkat relevan dengan kondisi yang dihadapi masyarakat di lapangan. Dalam


(2)

penangan mesyarakat dampingan polling memiliki peranan yang kecil, karena keadaan masyarakat dampingan yang masih bertolak belakang dengan sampel yang dipakai dalam polling di Harian Kompas. Lembaga membutuhkan data yang lebih bersifat lokal karena sekup kerja dari LSM-LSM di medan masih bersifat lokal dan sangat berhubungan dengan masyarakat kecil.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang peran polling di Harian Kompas dalam pengambilan kebijakan Lembaga Swadaya Masyarakat di Kota Medan, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:

24.Polling yang diselenggarakan Harian Kompas dalam suatu rubrik “jajak pendapat” berperan dalam memberikan data awal dan acuan kepada lembaga dalam mengambil kebijakan internal. Polling juga dijadikan sebagai referansi dalam pegembangan wacana baik itu isu sosial, isu politik dan isu budaya.yang nantinya diaplikasikan dalam sebuah kebijakan di lembaga.

25.Hasil polling memiliki peran yang kecil dalam pengambilan kebijakan menangani masyarakat dampingan. Hal ini dikarenakan polling yang diselenggarakan Kompas sangat bersifat umum, sehingga sangat sulit jika diterapkan dalam menangani masyarakat dampingan. Hasil polling di Harian Kompas hanya digunakan dalam memperkaya wacana masyarakat dampingan mengenai isu sosial, isu politik, dan isu budaya, sehingga masyarakt dampingan dapat mengikuti isu yang sedang berkembang di masyarakat luas.


(4)

7. Saran

Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh beberapa saran tentang polling yang diselenggarakan oleh Harian Kompas agar dapat mempunyai peran yang lebih basar bagi Lembaga Swadaya Masyarakat khususnya dan bagi masyarakt umum.

• Harian kompas dalam menyelenggarakan polling seharusnya dilengkapi oleh analisis yang kuat dengan memperhatikan kecenderungan dan trend yang mempengaruhi polling.

• Kompas sebagai penyelenggara polling dapat melakukan wawancara dengan tatp muka, tidak lagi dengan menggunakan telefon sehingga data yang didapatkan lebih lengkat dan menyeluruh.

• Agar isu-isu yang diangkat tidak selalu isu nasional tapi juga isu lokal yang mungkin lebih dibutuhkan khalayak.

• Metode sampling yang digunakan seharusnya mendekati keterwakilam publik secara luas, tidak terbatas pada kalangan tertentu.

• Tema yang diangkat agar lebih mengarah kepada masyarakat kelas bawah dan disajikan dalam bentuk sederhana agar dapat dimengerti oleh masyarakat dari semua golongan.

• Agar Harian Kompas tetap mempertahankan indepensi dan keobjektifan dalam menyelenggarakan setiap polling.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdiyana., 2004, Komunikasi Massa; Suatu Pengantar, Simbios Rekatama, Bandung.

Bungin, Burhan., 2005, Metode Penelitian Kuantitati, Kencana, Jakarta.

Budairi, Muhammad., 2002, Masyarakat Sipil dan Demokraasi; Dialektika Negara dan LSM Ditinjau dari Perspektif Politik Hukum, E-law Indonesia, Jakarta.

Bulaeng, Suryanto., 2005, Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer, Andi, Jogjakarta.

Dunn, William N., 2001, Analisis Kebijakan Publik, PT Hadinata Graha Widya, Jokjakarta.

Effendi, Onong Uchana., 2003, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, Remaja Rosada Karya, Bandung.

Eriyanto., 1999, Metodologi Polling; Memberdayakan Suara Rakyat, Remaja Rosda Karya, Bandung.

Fakih, Mansour., 2004, Masyarakat Sipil untuk Transformasi Sosial; Pergolakan Ideologi di Dunia LSM Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.


(6)

Lippmann, Walter., 1998, Opini Umum; Antara Rekayasa dan Realitas, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Mulyana, Dedy., 2005, Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar, PT Remaja Rosda Karya, Bandung.

Nawawi, Hadari., 1995, Metode Penelitian Sosial, UGM Press, Yogyakarta.

Rakhmat, Jalaludin., 2004, Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Rosada Karya, Bandung.

Sastropoetro, Santoso R.A., 1990, Komunikasi Sosial, Remaja Rosda Karya, Bandung.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi., 1995, Metode Penelitian Survey, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.

Susanto, Astrid., 1985, Pendapat Umum, Binacipta, Bandung. Sunaryo, Djoenarsih., 1984, Opini Publik, Liberty, Yogyakarta.