Perjanjian Jual Beli Tanah Dengan Hak Membeli Kembali Dan

lima tahun diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali, maka resiko berada pada pihak si penjual walaupun barang yang menjadi objek perjanjian itu telah diserahkan atau sudah berada di tangan si pembeli. Hal ini disebabkan karena di dalam perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali, si pembeli selama dalam jangka waktu lima tahun belum menjadi pemilik tetap. Lain halnya apabila si penjual tidak membeli kembali dalam jangka waktu yang telah diperjanjikan, yaitu dengan lewatnya jangka waktu lima tahun. Hal ini berarti bahwa barang yang menjadi objek perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali tersebut secara otomatis akan menjadi milik si pembeli, maka di sini resiko secara otomatis pula beralih kepada pihak si pembeli. Akan tetapi apabila belum melewati jangka waktunya, maka resiko atas barang tersebut tetap berada di tangan si penjual semula debitur.

C. Perjanjian Jual Beli Tanah Dengan Hak Membeli Kembali Dan

Perkembangannya Di Dalam Praktek Studi di : Kantor Pertanahan Kota Medan. Apabila ditinjau kembali perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali yang diatur dalam pasal 1519-1532 KUHPerdata, jelas terlihat bahwa undang- undang telah menetapkan bahwa para pihak penjual maupun pembeli membuat suatu syarat dalam perjanjian jual beli. Yakni, penjual berhak membeli kembali Universitas Sumatera Utara barang yang telah dijualnya dengan jalan mengembalikan harga penjualan semula dalam jangka waktu tertentu maksimum 5 tahun kepada pembeli. Objek perjanjian yang terjadi dalam hal ini adalah menyangkut tanah sehingga sejak dikeluarkannya Undang-Undang Pokok Agraria No.51960 UUPA, maka segala transaksi yang menyangkut peralihan hak atas tanah harus menurut ketentuan UUPA. Sesuai dengan pasal 26 UUPA jo pasal 19 PP No.101961, terhadap jual beli tanah harus dilakukan dihadapan PPAT dan kemudian didaftarkan di Kantor Pertanahan Nasional pasal 23 UUPA, maka sahlah peralihan hak atas tanah tersebut. Perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali yang terjadi di dalam praktek kehidupan bermasyarakat berbeda dengan ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya. Antara kreditur dan debitur membuat perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali dihadapan PPAT, akan tetapi perjanjian tersebut tidak didaftarkan ke Kantor Pertanahan Nasional dan tanah yang dijual tetap dikuasai debitur. Jadi pada perjanjian itu belum terjadi levering baik secara nyata maupun juridis. Selain itu harga pembelian tanah yang tercantum dalam perjanjian itu bukan merupakan harga yang sebenarnya melainkan sebesar jumlah pinjaman debitur, sehinnga inconcreto bagi hukum yang terjadi bukanlah jual beli melainkan pinjam meminjam uang dengan tanah sebagai jaminannya. 59 59 Wawancara dengan Syafruddin Chandra, SH., SpN., MKn., Koordinator Loket Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 31 Oktober 2007. Universitas Sumatera Utara Di masyarakat biasanya perjanjian itu ditentukan oleh kreditur dengan tujuan bahwa untuk memperkuat kedudukannya terhadap debitur juga terhadap pihak ke III, sebab pada perjanjian tersebut hak untuk membeli kembali otomatis mengikat pihak ke III pasal 1523 KUHPerdata. Jadi dengan adanya akta jual beli sekalipun dengan syarat hak membeli kembali, kreditur sudah terjamin kepentingannya atas pemenuhan hutang debitur. Berarti apabila tanah tersebut dipindahkan atau dibebani hak-hak dengan pihak ke III oleh debitur, maka kreditur dapat melakukan perlawanan atau verset atas dasar hak milik yang dilandasi dengan titel jual beli sebelumnya. Praktek yang berlangsung di Kantor Pertanahan Kota Medan tidak mengenal adanya perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali. Hal ini dikarenakan UUPA tidak mengenal lembaga jual beli dengan hak membeli kembali sebab UUPA berdasarkan Hukum Adat, sedangkan jual beli dengan hak membeli kembali adalah lembaga Hukum Barat. Jual beli tanah itu dikuasai oleh Hukum Adat pasal 5 UUPA sehingga jual beli dengan hak membeli kembali tidak dapat diterapkan terhadap tanah, melainkan bentuknya dalam Hukum Adat adalah gadai. Oleh karena itu, berdasarkan UUPA itu sendiri maka jual beli tanah dengan hak membeli kembali adalah batal demi hukum. Dengan demikian jika ada sengketa mengenai perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali, maka perjanjian tersebut dianggap sebagai hutang piutang dengan jaminan berupa tanah. Universitas Sumatera Utara

D. Wawancara dan Tanggapan