Arti Perjanjian Jual Beli Dengan Hak Membeli Kembali

A. Arti Perjanjian Jual Beli Dengan Hak Membeli Kembali

Lembaga jual beli dengan hak kembali vekoop met recht van mederinkoop diatur dalam Bagian Keempat Buku III pasal 1519-1532 KUHPerdata. Dalam pasal 1519 KUHPerdata disebutkan : “Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual diterbitkan dari suatu janji dimana si penjual diberikan hak untuk mengambil kembali barangnya yang dijual dengan mengembalikan harga pembelian asal dengan disertai penggantian yang disebutkan dengan pasal 1532”. Menurut ketentuan pasal 1519 KUHPerdata ini bahwa si penjual dalam perjanjian jual beli dapat menjanjikan bahwa ia berhak membeli kembali barang yang ia jual. Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali ini sebenarnya merupakan suatu perjanjian jual beli yang sering dilakukan dalam masyarakat, hanya saja si penjual mempunyai atau diberikan hak dengan suatu perjanjian untuk mengambil kembali barangnya yang telah dijual. Dalam suatu perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali sudah merupakan barang tentu dikandung maksud bahwa si pembeli selama jangka waktu yang diperjanjikan tidak akan menjual lagi barangnya kepada orang lain, karena ia setiap waktu dapat diminta menyerahkan kembali barang itu kepada si penjual. Janji membeli kembali ini harus sejak semula diletakkan pada perjanjian jual beli. Kalau janji ini baru kemudian diadakan antara si penjual dan si pembeli, maka si pembeli juga terikat tetapi janji ini tidak dapat dilaksanakan terhadap pihak ketiga yang kemudian membeli kembali barang itu dari pembeli pertama. Universitas Sumatera Utara Sebaliknya kalau janji ini diletakkan pada perjanjian jual beli seperti yang dimaksudkan oleh pasal 1519 KUHPerdata, maka menurut pasal 1523 KUHPerdata janji ini mempunyai zakelijke werking daya kekuatan kebendaan, yaitu si penjual masih dapat menuntut kembali barangnya, meskipun sudah dijual terus kepada pihak ketiga. Pasal 1523 KUHPerdata berbunyi : “Si penjual suatu benda tak bergerak yang telah meminta diperjanjikan kekuasaan untuk membeli kembali barang yang dijual, boleh menggunakan haknya terhadap seorang pembeli kedua, meskipun dalam perjanjian kedua itu tidak disebutkan tentang janji tersebut”. Jadi dari ketentuan pasal 1523 KUHPerdata di atas, dapat dilihat bahwa jangkauan hak membeli kembali tidak terbatas hanya pada pembeli semula, tetapi juga menjangkau pembeli-pembeli selanjutnya sekalipun syarat demikian tidak dicantumkan dalam perjanjian jual beli tetapi sepanjang hak itu mengenai jual beli atas benda-benda tak bergerak. Hal ini berarti bahwa jika yang diperjual belikan itu adalah benda tak bergerak, maka janji untuk membeli kembali yang telah diadakan untuk kepentingan si penjual itu otomatis harus ditaati oleh pihak ketiga, baik dia tahu, diberitahu, ataupun sama sekali tidak tahu akan adanya syarat membeli kembali. Namun dalam hal terhadap benda bergerak, jika pembeli pertama menjual barangnya kepada orang lain, maka pembeli kedua ini adalah aman. Artinya tidak dapat dituntut untuk menyerahkan barangnya kepada penjual pertama. Sebab terhadap barang-barang yang bergerak pihak ketiga sebagai pembeli yang Universitas Sumatera Utara beritikad baik harus dilindungi sesuai dengan ketentuan pasal 1977 KUHPerdata yang menganut prinsip bezit atas barang-barang yang bergerak merupakan hal yang sempurna. Dengan demikian ketentuan pasal 1523 KUHPerdata sepanjang jual beli atas benda bergerak terbentur dengan ketentuan pasal 1977 KUHPerdata yang dianggap sebagai peraturan khusus atas penguasaan dan jual beli benda-benda bergerak. Pada umumnya jual beli dengan hak membeli kembali ditetapkan dengan suatu jangka waktu tertentu. Penentuan jangka waktu sangat penting untuk pembeli dan melindungi pembeli, jadi setiap adanya janji untuk membeli kembali harus dicantumkan di dalam perjanjian yang dituangkan secara tertulis berapa lama kesempatan ataupun hak yang dipunya si penjual untuk membeli kembali barangnya itu. Menurut pasal 1520 ayat 1 KUHPerdata menetapkan bahwa : “Hak membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu yang lebih lama dari lima tahun”. Dalam batas itu kedua belah pihak yang membuat perjanjian bebas untuk menetapkan jangka waktu pembelian kembali itu. Tapi seandainya dalam perjanjian ditentukan jangka waktu yang lebih panjang dari 5 tahun, maka jangka waktu demikian harus tetap dihitung tidak lebih dari 5 tahun pasal 1520 ayat 2 KUHPerdata. Apabila tuntutan untuk membeli kembali ini diajukan melalui pengadilan maka Hakim harus mempunyai pendirian bahwa 5 tahun sudah menjadi ketetapan yang tidak dapat dirobah, biarpun di dalam perjanjian tenggang waktunya melebihi 5 tahun. Universitas Sumatera Utara Dengan dibatasi waktu setinggi-tingginya 5 tahun, undang-undang memberikan hak kepada si penjual untuk membeli kembali benda-benda yang telah dijualnya. Hak membeli kembali tersebut telah disetujui oleh kedua belah pihak yang menciptakan perjanjian jual beli. Pihak penjual menyetujui harga benda yang telah dijualnya, pihak pembeli berkewajiban mengembalikan atau merelakan hak milik atas benda tersebut berpindah kembali kepada penjual semula sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati bersama. Selanjutnya pasal 1532 KUHPerdata menyebutkan bahwa : “Si penjual yang menggunakan janji membeli kembali tidak saja diwajibkan mengembalikan seluruh harga pembelian asal, tetapi juga diwajibkan mengganti semua biaya menurut hukum yang telah dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembelian serta penyerahannya, begitu pula biaya yang perlu untuk pembetulan-pembetulan dan biaya lain yang menyebabkan barangnya dijual bertambah harganya, sejumlah tambahannya ini”. Apabila hak membeli kembali tidak dipergunakan dalam jangka waktu yang telah diperjanjikan, maka hilanglah hak tersebut. Si pembeli tetap sebagai pemilik barang yang telah dibelinya itu. 37 “Jangka waktu yang ditentukan harus diartikan secara mutlak, ia tidak boleh diperpanjang oleh hakim, dan apabila si penjual lalai memajukan tuntutannya untuk membeli kembali dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan, maka tetaplah si pembeli sebagai pemilik barang yang dibeli”. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1521 KUHPerdata yang menyatakan : Bahkan dalam pasal 1521 KUHPerdata tersebut ditentukan bahwa jangka waktu yang disetujui tidak dapat diperpanjang baik oleh penjual maupun 37 Prof. R.Subekti, S.H., 1995, Aneka Perjanjian, Cetakan X, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.28. Universitas Sumatera Utara oleh pembeli secara sepihak, bahkan juga oleh hakim. Batas waktu yang ditentukan di dalam pasal 1520 KUHPerdata menetapkan adanya suatu kepastian hukum, karena jika tidak ditetapkan batas waktu itu maka hak pembeli tetap dalam keadaan terikat kepada janji yang telah disetujui antara pembeli dan penjual dalam waktu yang tidak ditentukan. 38 Janji semacam ini menurut Wirjono Prodjodikoro akan memperkosa kepastian hukum, kalau hak membeli kembali ini akan hidup terus, barangnya akan selalu sukar untuk dijual terus, sebab si pembeli baru tentunya agak segan untuk membeli barang itu, kalau barang itu selalu dapat dibeli kembali oleh penjual pertama. 39 “Jadi jika ditinjau dari waktu dapat dikatakan bahwa hak membeli kembali itu merupakan perikatan embel-embel assesoort : Jadi pasal 1520 dan pasal 1521 KUHPerdata adalah bertujuan untuk melindungi si pembeli dalam hal menikmati apa yang sudah dibelinya. 1. Dengan syarat tangguh, yaitu hak membeli kembali bagi pihak penjual baru dapat dipergunakan atau pelaksanaan ditangguhkan sampai dengan jangka waktu yang diperjanjikan. 2. Dengan syarat membatalkan, yaitu hak membeli kembali bagi pihak penjual batal, jika dilampaui batas waktu yang diperjanjikan”. 40 38 H. Ny.Basrah, S.H., 1981, Buku Ke III KUHPerdata Tentang Perikatan Jual Beli dan Pembahasan Kasus, FH.USU Medan. hal.53. 39 Prof. DR. Wirjono Projodikoro, S.H., 1991, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Cetakan IX, Sumur Bandung, hal.41. 40 H. Ny.Basrah, S.H., op.cit. hal.54. Universitas Sumatera Utara Jika diperhatikan ketentuan pasal 1519 KUHPerdata tersebut, sedikit banyaknya menyinggung tentang adanya suatu kepastian hukum tentang pemilikan suatu benda yang telah diperjual belikan. Sebab sebagaimana diketahui bahwa dengan beralihnya barang yang telah dijual kepada pembeli, maka hak milik atas barang itu pun juga beralih dan pembeli sudah berkedudukan sebagai pemilik yang sempurna. Kemudian menurut pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria UUPA No.5 Tahun 1960 bahwa hak milik itu adalah merupakan hak yang terkuat dan terpenuhi, sehingga pemilik dapat berbuat bebas atas barang yang menjadi miliknya tersebut. 41 Dalam jual beli dengan hak membeli kembali, sifat bebas atas barang yang telah menjadi milik si pembeli semakin terkurangi. Si pembeli yang membeli suatu barang dengan janji membeli kembali itu memperoleh hak milik atas barang yang dibelinya itu, tetapi memikul kewajiban untuk sewaktu-waktu dalam jangka waktu yang diperjanjikan menyerahkan barangnya kepada si penjual. Baru setelah lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan itu, si pembeli akan menjadi pemilik tetap mutlak. Tetapi selama si penjual tidak menggunakan hak membeli kembali barangnya, maka si pembeli oleh hukum diperlakukan seperti pemilik sejati. Artinya ia dapat menyewakan dan meminjamkan barang itu, bahkan ia dapat menjual lagi barangnya. Akan tetapi masih tetaplah adanya hak si penjual 41 Dr. A.P. Parlindungan, SH., 1984, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, hal. 65. Universitas Sumatera Utara pertama untuk membeli kembali barangnya tersirat dalam pasal 1524 dan pasal 1525 KUHPerdata. 42 Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali ini bersifat dapat dibagi bagi, dalam hal barang dimiliki oleh beberapa orang. Hal ini dapat terjadi karena : 1. hukum warisan, dimana ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari beberapa orang. 2. beberapa orang bersama-sama mempunyai suatu benda, kemudian menjualnya hanya dengan satu surat perjanjian jual beli yang dibebani dengan syarat hak membeli kembali terbatas hanya sekedar apa yang menjadi bagian masing-masing, tidak lebih dari itu. Pasal 1527 KUHPerdata mengatakan : “Jika berbagai orang bersama-sama dan dalam satu perjanjian telah menjual suatu benda yang menjadi hak mereka bersama, maka masing-masing diantara mereka hanyalah dapat menggunakan haknya membeli kembali sekedar untuk mengenai suatu jumlah sebesar bagiannya”. Selanjutnya dalam pasal 1528 KUHPerdata mengatakan : “Hal yang sama terjadi apabila seorang yang sendirian telah menjual suatu benda, meninggalkan berbagai orang ahli waris. Masing-masing diantara para ahli waris ini hanyalah boleh menggunakan hak membeli kembali untuk suatu jumlah sebesar bagiannya”. Pasal 1528 KUHPerdata sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal 1318 KUHPerdata bahwa janji yang dibuat berlaku juga untuk ahli waris, 42 Lihat pasal 1524 dan 1525 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Universitas Sumatera Utara maka hak membeli kembali terbagi atas setiap bagian ahli-ahli waris sebanding dengan haknya di dalam harta warisan. Terhadap orang-orang yang disebutkan dalam pasal 1527 dan pasal 1528 KUHPerdata apabila ia hendak menggunakan haknya membeli kembali, si pembeli berhak menuntut agar semua penjual atau semua ahli waris itu serentak menggunakan haknya membeli kembali barangnya. Artinya bahwa kalau mereka tidak mau, pembelian kembali tidak dapat terjadi pasal 1529 KUHPerdata. Akan tetapi apabila sejak semula masing-masing pemilik barang menjual bagiannya saja kepada pembeli, maka si pembeli tidak dapat menghalangi pembelian kembali dari bagian masing-masing. Dengan kata lain bahwa si pembeli tidak boleh memaksa siapa yang menggunakan haknya secara demikian untuk mengoper barangnya seluruhnya pasal 1530 KUHPerdata. Dalam hal pembeli meninggalkan beberapa orang ahli waris, maka hak membeli kembali tidak dapat dipergunakan terhadap masing-masing diri mereka selain untuk sejumlah sebesar bagiannya, baik dalam halnya harta peninggalan yang belum dibagi maupun dalam halnya harta peninggalan itu sudah dibagi diantara para ahli waris. 43 Tetapi jika harta peninggalan telah dibagi dan barang yang dijual itu jatuh pada salah seorang, maka tuntutan untuk membeli kembali dapat ditujukan untuk seluruhnya pada orang ini pasal 1531 KUHPerdata. 44 43 H. Ny.Basrah, S.H., op.cit. hal.60. 44 Ibid. hal.41. Universitas Sumatera Utara Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya jual beli dengan hak membeli kembali ini adalah merupakan suatu perjanjian dimana pihak penjual diberikan kekuasaan untuk secara sepihak diluar hakim membatalkan perjanjiannya dan menuntut kembali barangnya sebagai miliknya. Dalam lingkungan Hukum Adat tidak dikenal adanya lembaga jual beli dengan hak membeli kembali ini. Apabila suatu perjanjian disebutkan dengan hak membeli kembali, maka perjanjian ini dianggap sebagai suatu gadai belaka saja. 45 Secara praktis memang hampir tidak ada perbedaan antara gadai dengan jual beli dengan hak membeli kembali. Akan tetapi secara teori terdapat perbedaannya, yaitu selama penjual belum membeli kembali barangnya maka si pembeli resmi adalah pemilik, sedangkan pada gadai selama barang gadai belum ditebus maka seorang penggadai bukanlah pemilik barangnya akan tetapi sebagai seorang pemegang gadai dan ia juga dapat memperlakukan barang gadainya itu seperti seorang pemilik resmi. 46 Pada kenyataannya dalam lingkungan Hukum Adat sudah mulai banyak dipakai perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali untuk menyelubungi suatu gadai tanah guna menghindari larangan yang berlaku dalam gadai tanah menurut Hukum Adat itu. Untuk memperjanjikan bahwa kalau tanah tidak ditebus 45 Prof. DR. Wirjono Projodikoro, S.H., op.cit, hal.42. 46 Ibid. hal.43 . Universitas Sumatera Utara dalam suatu waktu tertentu, tanah itu akan menjadi milik mutlak dari si pengambil gadai. Sebagaimana diketahui bahwa dalam gadai tanah menurut Hukum Adat, tidak bisa secara otomatis tanah yang digadaikan itu menjadi milik si pengambil gadai setelah lewat jangka waktunya untuk menebus. Meskipun itu diperjanjikan, tetapi selalu diperlukan suatu transaksi lagi untuk mengalihkan hak milik itu, misalnya dengan memberikan tambahan uang gadai kepada pemilik tanah. Menurut Prof. R.Subekti, SH, bahwa “Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali dalam praktek sering menyelubungi suatu perjanjian pinjam uang dengan pemberian jaminan kebendaan yang seharusnya dibuat dalam bentuk hipotik”. 47 Dengan perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali ini dapat sekaligus diseludupi larangan untuk memiliki jaminan dalam bentuk gadai atau hipotik. Suatu perkara mengenai hal ini di muka hakim, beban untuk membuktikan bahwa perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali ini kasus yang sebenarnya adalah merupakan suatu perjanjian pinjam uang dengan adanya jaminan atau agunan yang diletakkan pada pundak si pihak penjual. Jadi dalam prakteknya sehari-hari ada suatu kecenderungan dalam kesadaran di masyarakat untuk memanfaatkan lembaga jual beli dengan hak membeli kembali ini. Yaitu sebagai suatu hubungan hukum yang mengatur 47 Prof. R.Subekti, S.H., op.cit. hal.28 Universitas Sumatera Utara perjanjian pinjaman uang dengan memberi agunan atau jaminan kepada pihak kreditur dalam bentuk perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali, guna menjamin kepentingan kreditur serta sekaligus untuk menghindari larangan pemilikan bersyarat.

B. Objek Perjanjian Jual Beli Dengan Hak Membeli Kembali