A. Pembebanan Hak Tanggungan Atas Perjanjian Jual Beli Tanah Dengan
Hak Membeli Kembali
Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang sudah ada atau akan ada yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. Hal ini sesuai yang terdapat dalam pasal 4 ayat 4 Undang-Undang Hak Tanggungan.
Jual beli dengan hak membeli kembali merupakan bentuk perjanjian yang ada di KUHPerdata, dimana para pihak dapat membuat suatu syarat
dalam perjanjian jual beli bahwa penjual dapat membeli kembali barang yang telah dijualnya tadi kepada pembeli dalam jangka waktu tertentu.
Jadi hak untuk membeli kembali itu timbul didahului dengan suatu perjanjian jual beli, yang mana objek dari perjanjian tersebut adalah benda bergerak
maupun benda tidak bergerak. Akan tetapi, dalam masyarakat pada umumnya terjadi terhadap tanah.
Pembeli dalam jual beli dengan hak membeli kembali adalah pemilik dari benda yang dibelinya selama barang tersebut belum dibeli kembali oleh
penjual. Jadi ia dapat menguasai benda itu, sedangkan pada hak tanggungan kreditur tidak dapat menguasai benda yang ditanggungkan karena benda
tersebut tetap ditangan debitur. Jadi debitur dalam hal ini tidak kehilangan kewenangannya terhadap benda tersebut.
Dalam masyarakat, jual beli dengan hak membeli kembali cenderung dimanfaatkan untuk menyembunyikan suatu perjanjian pinjam meminjam uang
Universitas Sumatera Utara
dengan jaminan tanah. Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali sekalipun berbentuk jual beli, akan tetapi pada hakekatnya adalah merupakan
hutang piutang dengan suatu jaminan tertentu dan biasanya pada perjanjian tersebut belum terjadi levering atau penyerahan, baik secara nyata maupun
secara juridis. Terbukti dengan tetap dikuasainya tanah tersebut oleh penjual. Hal ini berarti bahwa status pemilikan atas benda tersebut tetap berada
ditangan penjual. Tetapi kenyataannya lembaga jual beli dengan hak membeli kembali
terutama mengenai tanah tidak sama seperti apa yang diatur dalam KUHPerdata. Karena menurut KUHPerdata, hak atas tanah belum beralih sebelum adanya
penyerahan secara juridis. Lembaga ini sekalipun berbentuk sebagai perjanjian jual beli, yang dimaksud oleh para pihak sebenarnya adalah suatu jaminan
atas tanah. Jika dianalisa secara juridis bentuk jaminan dengan konstruksi jual
beli dengan hak membeli kembali ini bertentangan dengan undang-undang, karena tidak sepenuhnya memenuhi prosedur perjanjian penjaminan secara
lengkap. Jelas ditentukan bahwa pada setiap perjanjian penjaminan yang berhubungan dengan tanah harus menempuh prosedur tertentu, baik dari
segi perjanjian obligatoirnya, pembebanannya specialitetit, maupun dari segi pemasanganpendaftarannya publisiteit, yang kesemuanya itu menjamin
keampuhan lembaga jaminan, kepastian hukum dan kepastian hak. Akibatnya perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali tersebut
kurang menjamin kepastian hukum dan mengandung kemungkinan kerugian
Universitas Sumatera Utara
yang sangat besar bagi debitur, jika kreditur tidak dapat membeli kembali tanah tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan. Kreditur dapat memiliki
tanah tersebut sebagai pembeli dan kemudian lalu didaftarkan sungguh-sungguh ke Kantor Pertanahan Nasional.
Hak tanggungan hanya dibebankan oleh pemilik yang berwenang menguasai benda jaminan. Kewenangan seseorang untuk mengambil tindakan
dalam pembebanan hak tanggungan itu berkaitan erat dengan kapan seseorang menjadi pemilik benda tersebut atau kapan hak milik atas benda
tersebut berpindah. Sedangkan dalam perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali seperti
yang diatur dalam KUHPerdata, sejak barang itu dibeli, pembeli oleh undang- undang sudah dianggap sebagai pemilik yang sempurna. Akan tetapi dalam
penguasaan dan pemilikannya, pembeli masih tergantung syarat yang berupa hak orang lain penjual untuk membeli kembali barang tersebut. Sehingga
pembeli dalam perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali hanya mempunyai kekuasaan yang terbatas atas benda yang dibelinya. Jika penjual
tidak mempergunakan haknya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, barulah pembeli akan menjadi pemilik mutlak atas barang yang dibelinya
tersebut. Pembebanan suatu hak tanggungan harus diawali dengan perjanjian
hutang piutang sebagai perjanjian pokoknya. Dimana kreditur menjanjikan sejumlah uang pinjaman dan debitur menjanjikan jaminan atas hutangnya
tersebut. Perjanjian hutang piutang ini dapat dilakukan dihadapan notaris atau
Universitas Sumatera Utara
dibawah tangan. Akan tetapi perjanjian pembebanan hak tanggungannya harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang di
wilayah tanah tersebut terletak, dan kemudian akta ini ditanda tangani oleh para pihak, saksi-saksi, dan juga PPAT.
Kemudian setelah akta hak tanggungan ditanda tangani oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT, akta hak tanggungan dan
salinannya beserta hak atas tanah yang bersangkutan dikirim ke Kantor Pertanahan setempat untuk didaftarkan.
54
Di masyarakat yang terjadi adalah para pihak tidak mengadakan perjanjian peminjaman uang dengan jaminan hak atas tanah tertentu, melainkan
melakukan perjanjian jual beli dihadapan NotarisPPAT. Sesuai dengan ketentuan dari Undang-Undang Pokok Agraria yang menentukan bahwa
setiap perbuatan hukum yang bertalian dengan tanah harus didaftarkan. Namun pada perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali, kegiatan
tersebut terhindar dari kewajiban pendaftaran. Yakni, perjanjian tersebut tidak langsung didaftarkan ke Kantor Pertanahan. Disamping itu juga, dibuat suatu
perjanjian tersendiri dengan kesepakatan bahwa debitur berhak untuk membeli kembali tanah jaminan tersebut dari tangan kreditur dalam jangka waktu
yang telah ditentukan sebelumnya.
55
Dalam lingkungan Hukum Adat tidak dikenal adanya lembaga jual beli dengan hak membeli kembali ini. Apabila suatu perjanjian disebutkan dengan
54
Wawancara dengan Mangasi Tambunan, SH., Kepala Seksi Sengketa Konflik dan Perkara Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 30 Oktober 2007.
55
Wawancara dengan Emri, SH., MKn., Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 29 Oktober 2007.
Universitas Sumatera Utara
hak membeli kembali, maka perjanjian ini dianggap sebagai suatu gadai belaka saja.
Oleh sebab itu, debitur atau pihak penjual tidak dapat membebankan hak tanggungan atas tanah sebagai objek jual beli dengan hak membeli kembali,
karena jual beli tanah dengan hak membeli kembali itu tidak ada pengaturannya di dalam UUPA. Seiring dengan keadaan tersebut, fakta kenyataan yang
terdapat di Kantor Pertanahan pun demikian. Kantor Pertanahan Nasional dengan berlandaskan pasal 5 UUPA bahwa
lembaga jual beli dengan hak membeli kembali tidak dapat diterapkan terhadap tanah, tetapi jual beli dengan hak membeli kembali dianggap sebagai hutang
piutang sebagai hutang piutang dengan jaminannya adalah tanah. Hal ini dikarenakan UUPA tidak mengenal adanya lembaga jual beli dengan hak
membeli kembali dan UUPA berdasarkan Hukum Adat, sedangkan jual beli dengan hak membeli kembali merupakan lembaga hukum Barat.
Mengingat segala transaksi mengenai tanah harus berdasarkan UUPA, sedangkan UUPA tidak mengenal Lembaga jual beli dengan hak membeli
kembali, maka berdasarkan hal tersebut jual beli dengan hak membeli kembali terhadap tanah adalah batal demi hukum. Disamping itu juga di negeri Belanda
sendiri, perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali mengenai benda tak bergerak telah dihapuskan dan tidak diatur lagi dalam Kitab Undang-Undang
Perdata yang baru. Dengan demikian jika ada sengketa tentang perjanjian jual beli dengan hak
membeli kembali, maka dianggap sebagai hutang piutang dengan jaminan tanah.
Universitas Sumatera Utara
Adapun lembaga jaminan tanah yang dikenal UUPA adalah hipotik dan credietverband, tetapi setelah terbentuknya Undang-Undang Hak Tanggungan
Nomor 4 Tahun 1996 ketentuan tersebut dicabut. Maka, hak tanggungan ditunjuk sebagai lembaga jaminan atas tanah pasal 51 jo pasal 57 UUPA.
56
B. Resiko Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah Dengan Hak