Uji Daya Terima Tempe Biji Kecipir Beras Merah Dan Kandungan Gizinya

(1)

SKRIPSI

UJI DAYA TERIMA TEMPE BIJI KECIPIR BERAS MERAH DAN KANDUNGAN GIZINYA

Oleh:

081000163 Fera Erika Nababan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UJI DAYA TERIMA TEMPE BIJI KECIPIR BERAS MERAH DAN KANDUNGAN GIZINYA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 081000163 FERA ERIKA NABABAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judu l :

UJI DAYA TERIMA TEMPE BIJI KECIPIR BERAS MERAH DAN KANDUNGAN GIZINYA

Yang Dipersiapkan Dan Dipertahankan Oleh :

NIM. 081000163 FERA ERIKA NABABAN

Telah Diuji Dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 11 Agustus 2012

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Ernawati Nasution, SKM, MKes

NIP. 197002121995012001 NIP. 198207292008122002 Fitri Ardiani, SKM, MPH

Penguji II Penguji III

dr. Mhd. Arifin Siregar, MS

NIP. 195811111987031004 NIP. 196706131993031004 Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, MSi Medan, Agustus 2012

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan

NIP. 196108311989031001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

ABSTRAK

Tempe merupakan salah satu jenis makanan hasil fermentasi yang kaya protein. Tempe yang kita kenal selama ini adalah tempe yang terbuat dari kacang kedelai. Untuk mendukung program diversifikasi pangan, perlu dikenalkan produk-produk olahan pembuatan tempe yang citranya baik dan relatif sederhana teknologi pengolahannya, agar dapat diadopsi dan dikembangkan, baik oleh industri skala rumah tangga/kecil, menengah, maupun besar. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan dasar pembuatan tempe yaitu biji kecipir, karena biji kecipir memiliki kadar protein yang setara dengan kacang kedelai.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui daya terima tempe biji kecipir beras merah berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik dan untuk mengetahui kandungan protein pada tempe biji kecipir beras merah. Pengujian daya terima tempe biji kecipir beras merah diterapkan dengan menggunakan panelis sebanyak 30 orang. Metode analisis data menggunakan uji Barlett dan uji Analisa Sidik Ragam.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan organoleptik terhadap rasa dan tekstur, tempe biji kecipir dengan penambahan beras merah 30% lebih disukai oleh panelis. Sedangkan tempe biji kecipir dengan penambahan dengan penambahan beras merah 20% lebih disukai oleh panelis dari segi aroma. Dan tempe dengan penambahan beras merah 20% dan 30% lebih dusukai penelis dari segi warna. Dari hasil uji laboratorik, diketahui bahwa kandungan protein pada tempe biji kecipir dengan penambahan beras merah 10%, 20% dan 30% mengalami penurunan masing-masing 2,39 gr, 2,07 gr dan 2,28 gr. Berdasarkan analisis sidik ragam, penambahan beras merah dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa, aroma, warna dan tekstur.

Saran dalam penelitian ini yaitu agar masyarakat memanfaatkan biji kecipir sebagai bahan dasar alternatif dalam pembuatan tempe, karena mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, perlu penelitian lebih lanjut untuk menghilangkan bau langu pada tempe biji kecipir beras merah, dan tempe biji kecipir beras merah dapat dijadikan sebagai sumber protein dan juga karbohidrat.


(5)

ABSTRACT

Tempe is one of fermented food product which rich in protein. Tempe that we know so far is tempe made from soybeans. To support food diversification program, it is required to introduce the manufacture of processed products of tempe is good and relatively simple image processing technology to be adopted and developed by both the household scale industries / small, medium, or large. One of ingredient that can be used as an alternative ingredient in tempe production is winged bean, it contains protein which is equal to soybeans.

The type of this research is experiments. The purpose of this research is to know acceptable the winged bean tempe with the addition of red rice based on taste, flavor, color, and texture are tested through a hedonic test and to know protein content in winged bean tempe with the addition of red rice. Acceptability test of winged bean tempe with the addition of red rice is implemented by using the panelists as much as 30 people. Methods of data analysis used barlett test and analysis of variance test.

These results of this research showed that by organoleptic test of taste and texture, winged bean tempe with addition 30% red rice is the most favorite by the panelist . While winged bean tempe with addition 20% red rice is the most favorite with flavor category. And winged bean tempe with addition 20% and 30% red rice is the most favorite with color category. The result from laboratoric test showed that protein content in winged bean tempe with addition red rice respectively decreased 2.39 g, 2.07 g and 2.28 g. Based on the analysis of variance, the addition of red rice with a variety of different influences that have real impact on taste, flavor, color and texture.

Suggestion in this research that people use winged bean to make tempe, caused contains nutrition that body needed, for next research to eliminate unpleasant odors in the red rice winged bean tempe, and winged bean tempe with addition of red rice can be used as a source of protein and carbohydrates.

Keywords: winged bean tempe, red rice, organoleptic attribute, acceptability test


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fera Erika Nababan

Tempat / Tanggal Lahir : Batang Serangan/ 10 Februari 1991 Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 4 (empat) bersaudara

Alamat rumah : Jl. Flamboyan, Blok M.3, Perumahan Kwala Damai, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat

Riwayat Pendidikan

Tahun 1998 – 2003 : SD N 053970 Perdamaian

Tahun 2003 – 2005 : SMP N 1 Binjai, Kabupaten Langkat Tahun 2005 - 2008 : SMA N 2 Binjai


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Uji Daya Terima Tempe Biji Kecipir Beras Merah dan Kandungan Gizinya”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku dosen pembimbing I dan ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku dosen pembimbing II, yang telah meluangkan banyak waktu dan pikiran dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis, baik secara moril maupun materil.

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dr. Taufik Ashar, MKM selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Bang Marihot Samosir, ST selaku staf Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat. 5. Seluruh Dosen dan staf di Fakultas Kesahatan Masyarakat Universitas Sumatera


(8)

6. Terkhusus buat ayahanda DTP. Nababan dan ibunda L. br. Tambunan tercinta atas kasih sayang, doa dan motivasi yang terbaik yang telah diberikan kepada penulis. 7. Kepada abangku Octo. S. Nababan, adik – adikku tersayang Dini. K. Nababan dan

Frida . Y. Nababan, buat doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.

8. Teman dekat dan terbaikku Rudi. S. Silitonga yang memberikan doa dan motivasi serta meluangkan waktunya untuk membantu penulis selama proses penelitian. 9. Bapak Drs. Syafruddin selaku Kepala Sekolah SMA N 1 Stabat dan Bapak Herbin

Sagala serta adik – adik SMA N 1 Stabat yang telah membantu saya dalam pelaksanaan penelitian.

10. Bapak Alhamra selaku Ka. Lab MMH di Laboratorim BARISTAND, Medan yang telah membantu saya melaksanakan uji laboratorium dan juga meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama saya.

11. Kakak Litha Sinuhaji, Agustina, Natalia, Dicha, Imes, tante Nora, Friska Silitonga dan teman- temanku Mei, Arietha,Vesta, Octa, Nursiani, Ririn, mbak Lela, dll. 12. Teman – teman seperjuangan di Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Ervina,

Diza, Uci, Dina, Tami, Riska, Riama, Dewi, Oza, Purna, Kak Yusi, Kak Jana, dll. 13. Bapak Torang Naiborhu selaku Pembina UKM Paduan Suara Mahasiswa USU

dan seluruh teman – teman di UKM Paduan Suara Mahasiswa USU, yang juga telah telah memberikan semangat dan doa kepada penulis.

14. Ibu Suparti dan Bapak Suparno (pengrajin tempe), yang telah menyediakan waktu dan memberikan pengalaman berharga untuk saya tentang pembuatan tempe.


(9)

Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas semua kebaikan bapak, ibu dan teman – teman sekalian.

Penulis menyadari bahwa penulis memiliki keterbatasan kemampuan dalam membuat skripisi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2012 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan……….. i

Abstrak………. ii

Abstract Daftar Riwayat Hidup………. iii

Kata Pengantar……… iv

Daftar Isi………... vii

Daftar Tabel……… x

Daftar Gambar……… xi

Daftar Lampiran………. xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang……….. 1

1.2.Perumusan Masalah……….. 4

1.3.Tujuan Penelitian……….. 4

1.3.1. Tujuan Umum……….. 4

1.3.2. Tujuan Khusus………. 4

1.4. Manfaat Penelitian………. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe……… 5

2.1.1. Syarat Mutu Tempe………. 8

2.1.2. Komposisi Kimia Tempe………. 9

2.1.3. Tahap Pembuatan Tempe………. 10

2.1.4. Manfaat Tempe……… 11

2.2. Kecipir………... 12

2.2.1. Akar dan Umbi Kecipir……… 14

2.2.2. Batang dan Daun Kecipir………. 15

2.2.3. Bunga Kecipir……….. 15

2.2.4. Buah dan Biji Kecipir……….. 16

2.2.5. Nilai Gizi Kecipir………. 17

2.3. Beras Merah………... 20

2.4. Tempe Kecipir………... 21

2.4.1. Kebutuhan Bahan dalam Pembuatan Tempe Kecipir……….. 21

2.4.2. Kandungan Gizi Tempe Kecipir……….. 22

2.5. Langkah – langkah Pembuatan Tempe Biji Kecipir Beras Merah... 22

2.6. Daya Terima Makanan………... 25


(11)

2.8. Metode Analisa Protein………..28

2.8.1. Tahap Destruksi………... 28

2.8.2. Tahap Destilasi……….29

2.8.3. Tahap Titrasi……… 29

2.9. Kerangka Konsep Penelitian……….. 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian………...31

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian……… 31

3.2.1. Waktu Penelitian……….. 31

3.2.2. Tempat Penelitian……… 32

3.3. Objek Penelitian………. 32

3.4. Alat dan Bahan………... 32

3.4.1. Alat………... 32

3.4.2. Bahan………... 32

3.5. Tahap – tahap Pembuatan Tempe Biji Kecipir Beras Merah……… 33

3.6. Definisi Operasional……….. 36

3.7. Tahap Penelitian……….36

3.7.1. Pengamatan Subjektif……….. 36

3.7.2. Pengamatan Objektif……… 39

3.8. Metode Analisa Data………..39

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah Yang Dihasilkan………..44

4.2. Deskriptif Panelis………. 45

4.3. Analisa Organoleptik Rasa Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah………. 45

4.4. Analisa Organoleptik Aroma Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah………. 48

4.5. Analisa Organoleptik Warna Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah………. 50

4.6. Analisa Organoleptik Tekstur Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah………. 52

4.7. Analisa Kandungan Gizi Dalam Bahan Kering Tempe Biji Kecipir Tanpa Penambahan Beras Merah dan Tempe Biji Kecipir dengan Variasi Penambahan Beras Merah………..55

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Analisa Organoleptik Rasa Tempe Biji Kecipir Tanpa Penambahan Beras Merah dan Tempe Biji Kecipir dengan Variasi Penambahan Beras Merah Yang Telah Digoreng…………....57

5.2. Analisa Organoleptik Aroma Tempe Biji Kecipir Tanpa Penambahan Beras Merah dan Tempe Biji Kecipir dengan Variasi Penambahan Beras Merah………....59


(12)

5.3. Analisa Organoleptik Warna Tempe Biji Kecipir Tanpa Penambahan Beras Merah dan Tempe Biji Kecipir dengan

Variasi Penambahan Beras Merah………....60 5.4. Analisa Organoleptik Tekstur Tempe Biji Kecipir Tanpa

Penambahan Beras Merah dan Tempe Biji Kecipir dengan

Variasi Penambahan Beras Merah………....61 5.5. Pengaruh Penambahan Beras Merah Terhadap Kandungan

Protein Pada Tempe Biji Kecipir………..62 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan………...66 6.2. Saran……….66 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Syarat Mutu Tempe Menurut SNI-03144-2009……… 8

Tabel 2.2. Komposisi Kimia dalam 100gr Tempe Kedelai……… 9

Tabel 2.3. Kandungan Asam Amino Esensial Pada Tempe Kedelai……….…… 9

Tabel 2.4. Perbandingan Nilai Gizi Biji Kecipir dengan Kacang Kedelai……… 14

Tabel 2.5. Kandungan Gizi dalam 100gr Bahan Segar Kecipir………. 17

Tabel 2.6. Kandungan Asam Amino Pada Biji Kecipir………. 18

Tabel 2.7. Kandungan Zat Gizi dalam 100gr Beras Merah……… 20

Tabel 2.8. Kandungan Gizi dalam 100gr Tempe Kecipir……….. 22

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan……… 31

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan……… 33

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Konsumen……… 37

Tabel 3.4. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan……… 40

Tabel 3.5. Analisa Sidik Ragam……… 42

Tabel 4.1. Perbandingan Karakteristik Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah……… 45

Tabel 4.2. Hasil Analisa Organoleptik Rasa Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah……… 46

Tabel 4.3. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Rasa……… 46

Tabel 4.4. Nilai Kritis Berdasarkan Uji Kurun Ganda Duncan……… 47

Tabel 4.5. Kodifikasi Perlakuan Terhadap Nilai Rata – rata……… 47

Tabel 4.6. Hasil Analisa Organoleptik Aroma Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah……… 48

Tabel 4.7. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Aroma……… 49

Tabel 4.8. Nilai Kritis Berdasarkan Uji Kurun Ganda Duncan……… 49

Tabel 4.9. Kodifikasi Perlakuan Terhadap Nilai Rata – rata……… 50

Tabel 4.10. Hasil Analisa Organoleptik Warna Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah……… 50

Tabel 4.11. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Warna………51

Tabel 4.12. Nilai Kritis Berdasarkan Uji Kurun Ganda Duncan……… 51

Tabel 4.13. Kodifikasi Perlakuan Terhadap Nilai Rata – rata……… 52

Tabel 4.14. Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah……… 53

Tabel 4.15. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Tekstur……… 53

Tabel 4.16. Nilai Kritis Berdasarkan Uji Kurun Ganda Duncan……… 54

Tabel 4.17. Kodifikasi Perlakuan Terhadap Nilai Rata – rata……… 54

Tabel 4.18. Perbandingan Kandungan Nilai Gizi Bahan Kering Tempe Biji Kecipir Beras Merah per 100gr Berdasarkan DKBM……… 55

Tabel 4.19. Hasil Analisa Kandungan Protein Tempe Biji Kecipir Beras Merah per 100gr……… 56


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian………. 30 Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Tempe Biji Kecipir Beras Merah…………. 35 Gambar 4.1. Perbandingan Karakteristik Tempe Biji Kecipir dan Tempe


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Uji Daya Terima

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SMA N 1 Stabat Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Uji Laboratorik di Laboratorium

BARISTAND Medan

Lampiran 4. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Rasa Tempe Biji Kecipir Tanpa Penambahan Beras Merah Dan Dengan Penambahan Beras Merah

Lampiran 5. Uji Barlet Data Organoleptik Rasa Pada Tempe Biji Kecipir

Lampiran 6. Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Rasa Tempe Biji Kecipir

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Warna Tempe Biji Kecipir Tanpa Penambahan Beras Merah Dan Dengan Penambahan Beras Merah

Lampiran 8. Uji Barlet Data Organoleptik Warna Pada Tempe Biji Kecipir

Lampiran 9. Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Warna Tempe Biji Kecipir

Lampiran 10. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Aroma Tempe Biji Kecipir Tanpa Penambahan Beras Merah Dan Dengan Penambahan Beras Merah

Lampiran 11. Uji Barlet Data Organoleptik aroma Pada Tempe Biji Kecipir

Lampiran 12. Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Aroma Tempe Biji Kecipir

Lampiran 13. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Tekstur Tempe Biji Kecipir Tanpa Penambahan Beras Merah Dan Dengan Penambahan Beras Merah

Lampiran 14. Uji Barlet Data Organoleptik Tekstur Pada Tempe Biji Kecipir

Lampiran 15. Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Tekstur Tempe Biji Kecipir

Lampiran 16. Analisis Kandungan Gizi Tempe Biji Kecipir Tanpa Penambahan Beras Merah dan Dengan Penambahan Berbagai Variasi Beras Merah Yang Dihitung Berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)


(16)

ABSTRAK

Tempe merupakan salah satu jenis makanan hasil fermentasi yang kaya protein. Tempe yang kita kenal selama ini adalah tempe yang terbuat dari kacang kedelai. Untuk mendukung program diversifikasi pangan, perlu dikenalkan produk-produk olahan pembuatan tempe yang citranya baik dan relatif sederhana teknologi pengolahannya, agar dapat diadopsi dan dikembangkan, baik oleh industri skala rumah tangga/kecil, menengah, maupun besar. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan dasar pembuatan tempe yaitu biji kecipir, karena biji kecipir memiliki kadar protein yang setara dengan kacang kedelai.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Tujuan penilitian ini adalah untuk mengetahui daya terima tempe biji kecipir beras merah berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik dan untuk mengetahui kandungan protein pada tempe biji kecipir beras merah. Pengujian daya terima tempe biji kecipir beras merah diterapkan dengan menggunakan panelis sebanyak 30 orang. Metode analisis data menggunakan uji Barlett dan uji Analisa Sidik Ragam.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan organoleptik terhadap rasa dan tekstur, tempe biji kecipir dengan penambahan beras merah 30% lebih disukai oleh panelis. Sedangkan tempe biji kecipir dengan penambahan dengan penambahan beras merah 20% lebih disukai oleh panelis dari segi aroma. Dan tempe dengan penambahan beras merah 20% dan 30% lebih dusukai penelis dari segi warna. Dari hasil uji laboratorik, diketahui bahwa kandungan protein pada tempe biji kecipir dengan penambahan beras merah 10%, 20% dan 30% mengalami penurunan masing-masing 2,39 gr, 2,07 gr dan 2,28 gr. Berdasarkan analisis sidik ragam, penambahan beras merah dengan berbagai variasi memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa, aroma, warna dan tekstur.

Saran dalam penelitian ini yaitu agar masyarakat memanfaatkan biji kecipir sebagai bahan dasar alternatif dalam pembuatan tempe, karena mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, perlu penelitian lebih lanjut untuk menghilangkan bau langu pada tempe biji kecipir beras merah, dan tempe biji kecipir beras merah dapat dijadikan sebagai sumber protein dan juga karbohidrat.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tempe merupakan salah satu makanan khas penduduk Indonesia. Tempe terbuat dari hasil fermentasi, yang banyak dan mudah didapatkan oleh siapa saja dan juga dapat dikonsumsi oleh semua jenis umur. Di Indonesia pembuatan tempe sudah menjadi industri rakyat (Francis F. J., 2000 dalam Suharyono A. S. dan Susilowati, 2006). Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990). Selain sebagai sumber protein, tempe juga memiliki manfaat fungsional yang menjadikan produk ini bernilai tambah tinggi. Tempe mengandung isoflavon yang merupakan antioksidan yang sangat diperlukan tubuh dalam menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas (Suwarto, 2011).

Selain kedelai, masyarakat Indonesia juga membuat tempe dengan bahan baku lain, seperti kara benguk (tempe benguk), biji kecipir (tempe kecipir), biji lamtara (tempe lamtara), ampas tahu(tempe gembus), ampas kacang tanah (tempe bungkil), ampas kelapa (tempe bongkrek), dan biji karet (tempe kaloko) (Sarwono, 2002).

Tanaman kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) dikenal masyarakat, umumnya karena buah mudanya sering dibuat sayur dan bahan pecel. Padahal bukan sekadar itu, bijinya yang sudah tua dapat diolah menjadi tempe. Selama ini tanaman


(18)

kecipir kurang dimanfaatkan oleh masyarakat, bahkan ada yang hanya menjadikannya sebagai pagar tanaman saja. Thompson dan Sri Kuntjiati Haryono (1980) menyebutkan rata – rata produksi biji kecipir di Indonesia ialah 2.282 kg/ha. Biji kecipir mengandung vitamin dan mineral yang sangat berguna bagi tubuh seperti betacaroten, tokoferol, thiamin, riboflavin, niacin, asam askorbat, kalsium, magnesium, kalium, natrium, ferum dan fosfor. Kandungan protein tempe kecipir adalah 14,5-17,5 gr /100 gr (Haryoto, 2001).

Beras (Oryza sativa) merupakan makanan pokok hampir 90% penduduk Indonesia. Beras merah sebagai salah satu makanan pokok yang sedikit terlupakan, ternyata mempunyai kandungan yang sangat luar biasa, yang kandungannya ternyata melebihi dari beras putih yang biasa kita konsumsi. Suardi (2005) menyebutkan bahwa beras merah mengandung protein, asam lemak tidak jenuh, beta-sterol, camsterol, stigma- sterol, isovlavones, sapoin, Zn, Fe, lovastin, dan mevinolin-HMG-CoA (Suardi, 2005).

Menurut hasil analisis di Departemen Kesehatan RI, beras merah tumbuk mengandung protein 7, 3%, besi 4, 2%, dan vitamin B 10,34%. Beras merah adalah sumber protein dan mineral seperti selenium yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh, serta sumber vitamin B yang dapat menyehatkan sel – sel syaraf dan sistem pencernaan. Beras merah juga memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga dapat mencegah konstipasi (Fitriani 2006).

Penelitian tentang tempe dan kombinasinya telah banyak dilakukan seperti yang dilakukan oleh Then,K (1992) melakukan penelitian tentang Komplementasi Kedelai dengan Beras untuk Pembuatan Tempe yang menunjukkan adanya kenaikan


(19)

kandungan asan amino dan skor kimia tempe kedelai beras yang dihasilkan. Menurut Mulyani (2006), penambahan tepung beras pada biji polong-polongan meningkatkan kandungan protein pada pembuatan tempe dengan biji polong-polongan. Ayu, E. D (2010) melakukan penelitian tentang Karakteristik Kimia Dan Sensori Tempe dengan Variasi Bahan Baku Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak dengan perlakuan konsentrasi kedelai/beras 100/0% , 60/40, 50/50, dan 40/60% serta Variasi Lama Fermentasi yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan tempe kedelai/beras dengan penambahan angkak yang paling disukai yaitu pada konsentrasi kedelai/beras 60/40%. Astuti, D, dkk (2000) melakukan penelitian tentang Kombinasi Kecipir dan Beras untuk meningkatkan mutu tempe kecipir, yang menunjukkan adanya perbedaan nyata antarperlakuan tempe kecipir – beras dari segi warna dan aroma. Penambahan beras 30% dari total campuran lebih disukai panelis dari segi warna. Sedangkan dari segi aroma panelis lebih menyukai penambahan sebesar 10% beras dari total campuran. Kemudian dari segi tekstur dan rasa tidak ada perbedaan nyata antarperlakuan. Penambahan beras sebanyak 30% dari total campuran tempe kecipir-beras adalah yang paling baik, dimana nilai asam aminonya mencapai 100% dan tingkat kesukaan panelis lebih baik dari segi warna. Beberapa jenis protein mengandung semua macam asam amino esensial, namun masing-masing dalam jumlah terbatas. Dengan kombinasi kecipir dan beras pada pembuatan tempe, dapat saling melengkapi asam amino esensial pada produk tersebut terutama metionin dan sistein (Almatsier, 2002).

Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti uji daya terima tempe biji kecipir beras merah dengan penambahan beras merah sebanyak 10%, 20%,


(20)

dan 30% dari bahan utama. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan apabila persentase penambahan beras merah terlalu besar akan menghasilkan rasa dan tekstur tempe yang kurang baik, yaitu rasanya agak pahit, aroma tidak sedap dan teksturnya keras.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana hasil uji daya terima tempe biji kecipir yang ditambahkan beras merah kedalamnya.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hasil uji daya terima tempe biji kecipir dengan penambahan beras merah kedalamnya.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk membuat tempe dari biji kecipir dengan penambahan beras merah sebanyak 10%, 20%, dan 30% dari bahan utama.

2. Mengetahui daya terima tempe yang terbuat dari biji kecipir dengan penambahan beras merah sebanyak 10%, 20%, dan 30% dari bahan utama. 3. Mengetahui kadar protein tempe biji kecipir yang ditambahkan beras merah

sebanyak 10%, 20%, dan 30% dari bahan utama. 1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam pemanfaatan produk lokal dan penganekaragaman produk pangan.

b. Sebagai salah satu alternatif dari kacang kedelai dalam pembuatan tempe dengan menggunakan bahan baku lain.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe

Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Tempe yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan bahan baku kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar tidak dapat disimpan lama, karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya tempe cepat busuk ( Sarwono, 2005).

Pada awalnya tempe hanya terkenal di pulau Jawa dan merupakan makanan yang biasa dimakan dan dihidangkan setiap hari. Seiring dengan berjalannya waktu, tempe tidak hanya dikenal dipulau Jawa, melainkan hampir seluruh pelosok Indonesia dan biasa disebut sebagai makan Nasional (Wirakusuma, 2005). Hingga saat ini kedelai masih merupakan bahan utama untuk pembuatan tempe. Meskipun belum sepopuler tempe dengan bahan dasar kedelai, salah satu ragam tempe yang ada di Indonesia adalah tempe kecipir yang mulai dikenal di Indonesia pada awal tahun 1980-an.

Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang disebabkan oleh enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase. Bahan pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme (Buckle, 2007). Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai


(22)

menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Jamur yang berperanan dalam proses fermentasi tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora, dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai (Kasmidjo, 1990).

Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 – 48 jam. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya, tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat (Winarno, 1980). Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia (Astawan, 2004).

Menurut Hidayat (2008), selain jenis tempe kedelai ada jenis tempe yang lain, yakni tempe leguminosa non kedelai dan tempe non leguminosa. Tempe leguminosa non kedelai diantaranya adalah tempe benguk, tempe kecipir, tempe kedelai hitam, tempe lamtoro, tempe kacang hijau, tempe kacang merah, dan lain-lain. Sedangkan


(23)

jenis tempe non leguminosa diantaranya tempe gandum, tempe sorghum, tempe campuran beras dan kedelai, tempe ampas tahu, tempe bongkrek, tempe ampas kacang, tempe tela, dan lain-lain.

Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :

a. Warna Putih

Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji kedelai.

b. Tekstur Tempe Kompak

Tempe yang baik mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh miselium sehingga terlihat berwarna putih dan bila diiris terlihat keeping kedelainya (Lestari, 2005).

c. Aroma dan rasa khas tempe

Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponen – komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.

Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang merata pada permukaannya memiliki struktur yang homogen dan kompak serta berasa berbau dan beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang basah struktur tidak kompak adanya bercak bercak hitam, adanya bau amoniak dan alcohol serta beracun (Astawan 2004).


(24)

2.1.1. Syarat Mutu Tempe

Syarat mutu tempe yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3144-2009), seperti tercantum pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1. Syarat Mutu Tempe menurut SNI 01-3144-2009

Parameter Syarat Mutu

Bau, warna, rasa Normal (khas tempe)

Kadar air , b/b Maks. 65 %

Kadar abu, b/b Maks. 1,5 %

Kadar protein (N x 6.25), b/b Min. 16 %

Kadar lemak, b/b Min. 10 %

Serat kasar, b/b Maks. 2,5 %

Cemaran mikroba :

Escherichia coli Maksimum 10 %

Salmonella Maks. Negatif (per 25 g) Cemaran logam :

Cadmium Maks. 0,2 mg/kg

Timbal (Pb) Maks. 2 mg/kg

Timah (Sn) Maks. 40 mg/kg

Merkuri (Hg) Maks. 0.03 mg/kg

Cemaran Arsen Maks. 0,25 mg/kg

Sumber : Bandan Standardisasi Nasional (2009)

Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat bahwa persyaratan untuk bau, warna, dan rasa adalah normal. Besarnya kadar air, abu dan protein secara berturut-turut yaitu maksimal 65% (b/b), maksimal 1,5% (b/b), dan minimal 16% (b/b). Sedangkan untuk cemaran mikroba E.coli maksimal 10.


(25)

2.1.2. Komposisi Kimia tempe

Tabel 2.2. Komposisi Kimia dalam 100 gr Tempe Kedelai

Komposisi Jumlah

Kaloro (kal) 149,00

Air (gr) 64,00 Protein kasar (gr) 18,30

Lemak (gr) 4,00

Vitamin A (SI) 50,00

Karbohidrat (gr) 12,70

Kalsium (gr) 129,00

Fosfor (mg) 154,00 Vitamin B1 (mg) 0,17

Besi (mg) 10,00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes.RI (1992)

Sedangkan perubahan kandungan asam amino selama proses pembuatan tempe dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.3. Kandungan Asam Amino Esensial (mg/g Nitrogen)

As. Amino Kedelai Tempe

Metionin - sistein 165 171

Treonin 247 267

Valin 291 349

Lisin 391 404

Leusin 494 538

Fenilalanin - tirosin 506 475

Isoleusin 290 340

Triptofan 76 84

Sumber : Hidayat (2008)

Tabel diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan asam amino selama pembuatan tempe. Hal ini juga ditegaskan dalam Astuti dkk (2000) bahwa kandungan protein tempe menurun tetapi kandungan asam amino meningkat. Kedelai merupakan bahan pangan nabati yang mempunyai nilai protein yang tinggi, namun protein kedelai mempunyai faktor pembatas yaitu asam amino metionin dan sistein, sehingga pemanfaatan protein kedelai oleh tubuh tidaklah efisien. Salah satu cara


(26)

untuk menghilangkan faktor pembatas yang ada pada protein kedelai adalah dengan mengkombinasikannya dengan beras yang memiliki kandungan asam amino metionin dan sistein yang cukup besar, sedangkan kekurangan asam amino lisin pada beras dapat dilengkapi oleh kelebihan lisin dari kedelai (Then, 1992).

2.1.3. Tahap Pembuatan Tempe

Dalam proses pembuatan tempe pada umumnya meliputi 2 tahap yaitu, tahap perlakuan pendahuluan dan tahap fermentasi. Perlakuan pendahuluan adalah menyiapkan biji mentah menjadi biji matang tanpa kulit dan cocok untuk pertumbuhan kapang (Susanto, 1996). Pada tahap fermentasi hal yang perlu diperhatikan yaitu, pengaturan suhu ruang fermentasi agar mencapai suhu ideal fermentasi 30º C (Suprapti, 2003).

Tahap pembuatan tempe diatas secara lebih jelasnya sebagai berikut (Cahyadi, 2006):

a. Biji yang dipilih atau dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air bersih.

b. Masukkan biji kedelai ke dalam panci berisi air, kemudian rebus selama 30 menit. c. Biji yang direbus kemudian direndam selama ± 24 jam dengan air rebusan tadi. d. Kedelai ditiriskan dan dicuci dengan air untuk mengupas kulitnya dengan cara di

remas - remas hingga akhirnya didapatkan keping - keping kedelai. e. Kemudian biji kedelai dicuci kembali, lalu direbus lagi selama 20 menit. f. Biji kedelai rebus ini lalu ditiriskan.

g. Proses selanjutnya pencampuran biji dengan penambahan ragi . Setelah itu bungkus kedelai yang sudah bercampur rata dengan ragi menggunakan daun


(27)

pisang atau plastik yang sebelumnya plastik dilubangi dengan jarak 1-2 cm, untuk memberikan udara supaya jamur yang tumbuh berwarna putih.

h. Lakukan pemeraman selama 2 hari.

Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen, maka pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak berjalan lancar. Oleh karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan penusukan dengan lidi yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan tempe. Sebaliknya, jika dalam proses fermentasinya kelebihan oksigen, dapat menyebabkan proses metabolismenya terlalu cepat, sehingga suhu naik dan pertumbuhan kapang terhambat (Kusharyanto dan Budiyanto, 1995).

2.1.4. Manfaat Tempe

Tempe memiliki banyak manfaat. Selain memiliki kandungan serat tidak larut yang tinggi dan protein, tempe juga mengandung zat antioksidan berupa karoten, vitamin E, dan isoflavon. Itulah sebabnya tempe sering disebut-sebut sebagai bahan makanan yang dapat mencegah kanker (Wardlaw, 1999).

Adanya kandungan vitamin B12 pada tempe, dipandang sebagai sesuatu yang

unik oleh para ahli. Sampai saat ini penyebab atau asal vitamin itu belum diketahui dengan pasti. Ada yang menduga vitamin B12 itu berasal dari kapang yang tumbuh

pada tempe, tetapi ada pula yang mengatakan berasal dari unsur lain. Bakteri ini sebenarnya merupakan mikroba kontaminasi. Vitamin B12 sangat berguna untuk


(28)

penyakit anemia (kurang darah). Selain itu, tempe juga banyak mengandung mineral, kalsium dan fosfor (Supriyono, 2003).

Tempe juga mengandung superoksida desmutase yang dapat menghambat kerusakan sel dan proses penuaan. Dalam sepotong tempe, terkandung berbagai unsur yang bermanfaat, seperti protein, lemak, hidrat arang, serat, vitamin, enzim, daidzein, genestein serta komponen antibakteri dan zat antioksidan yang berkhasiat sebagai obat, diantaranya genestein, daidzein, fitosterol, asam fitat, asam fenolat, lesitin dan inhibitor protease (Cahyadi, 2006).

2.2. Kecipir

Kecipir merupakan tanaman setahun yang berbentuk perdu dan bersifat membelit kekiri. Buahnya panjang (± 20 cm), persegi empat dan bergerigi, warna buahnya hijau dan rasanya enak serta lunak. Bijinya bulat, berwarna kuning pada saat muda, dan berwarna coklat pada saat tua dengan rasanya yang getir.

Di Indonesia, kecipir dikenal dengan beberapa nama, yaitu kacang botol atau kacang belimbing (Sumatera) , jaat (bahasa Sunda) , kelongkang (bahasa Bali), dan biraro (Ternate). Di beberapa negara, kecipir dikenal dengan nama goa bean, winged bean, four angled bean (Inggris), dambala (bahasa Sinhala, Sri Lanka), kacang botol (Malaysia), sigarillas (bahasa Tagalog, Filipina), sirahu avarai (bahasa Tamil), dan tua phoo (Thailand) (Burkill 1935). Dibanding dengan hasil produksi kacang tanah, produksi kecipir cukup menjanjikan. NAS (1981) melaporkan bahwa produksi tertinggi polong muda kecipir berkisar dari 34700 kg/Ha hingga 35500 kg/Ha. Heyneker (1982) melaporkan bahwa di Indonesia biji kecipir sering digunakan untuk membuat minyak goreng, tepung biji kecipir, susu, tempe, tahu, kecap dan kopi


(29)

bubuk. Kecipir yang dibudidayakan di Indonesia terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu kecipir berbunga ungu yang polongnya berukuran pendek (15-20 cm) dan kecipir berbunga putih dengan ukuran polong yang panjang (30-40 cm) dan biji yang relatif kecil. Kecipir yang banyak ditanam di Indonesia adalah kecipir berpolong pendek dengan jumlah buah yang banyak (Susanto et.al, 2003).

Selain di Indonesia, kecipir juga dikenal di luar negeri yang disebut wing bean. Mengingat bahwa tanaman ini tidak membutuhkan tempat yang subur dan buahnya (terutama bijinya) merupakan sumber protein dan banyak mengandung vitamin A, vitamin B dan vitamin C, maka dari itu tanaman ini dianjurkan untuk ditanam dipekarangan rumah atau disepanjang pagar-pagar (Sunaryono, 1994:142). Potensi hasil kecipir di Malaysia, Filipina, Myanmar dan Negeria berkisar antara 35,5 ton – 40,0 ton polong muda/ hektar, 4,50 ton biji kering/hektar dan 4,0 ton umbi basah/hektar (Rukmana, 2000).

Tanaman ini banyak mengandung protein yang baik bagi tubuh, terutama pada bagian bijinya yang tua kecipir banyak mengandung protein : 29,8 – 37,4 %, lemak : 15 – 20,4 %, kabohidrat : 21,6 – 28,0 % berat segar (Gandjar, 1978).

Kecipir termasuk dalam ordo Leguminales yang mempunyai ciri khas yaitu terdapat buah yang disebut buah polong, yaitu buah yang berasal dari 1 daun dengan atau tanpa sekat semu. Bila masak dan kering buah akan pecah, sehingga biji terlontar keluar atau buah terputus-putus menjadi beberapa bagian menurut sekat-sekat semunya. Diantara anggota-anggotanya yang lain, kecipir ini banyak mengandung nilai gizi yang tinggi karena kandungannya akan protein, lemak vitamin dalam bijinya (Gembong, 1988: 206-207).


(30)

Keistimewaan kecipir dibanding tanaman sayuran lainnya adalah seluruh bagian tanaman dapat dikonsumsi dan kaya akan protein sehingga kecipir mendapat julukan tanaman multifungsi. Menurut hasil penelitian para pakar, tanaman kecipir mempunyai keunggulan dalam kandungan nutrisi gizi, sehingga amat baik untuk program perbaikan gizi masyarakat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998:272).

Tabel 2.4. Perbandingan Nilai Gizi Biji Kecipir dengan Kacang Kedelai Zat Gizi Biji Kecipir Kacang Kedelai Protein (gr) 29,4 – 37,4 35,1 Energi (kka l) 375,0 – 410,0 400,0 Karbohidrat (gr) 25,2 – 38,4 32,0 Lemak (gr) 15,0 – 18,3 17,7 Serat (gr) 3,7 – 9,4 4,2 Abu(gr) 3,3 – 4,3 5,0 Air (gr) 8,7 – 24,6 4,0

Sumber. Haryoto (1996)

Jika kita lihat dari kandungan gizinya, biji kecipir tidak kalah dengan kacang kedelai. Kandungan itu dapat disempurnakan apabila ditambah beras dalam pembuatan tempe. Beras menambah kandungan asam amino esensial yang tidak dimiliki oleh kecipir. Beras memiliki nilai gizi yang cukup memadai, dimana asam amino pembatas pada kacang kecipir dapat saling mengisi dengan asam amino beras (Nurmala, 1997).

2.2.1. Akar dan Umbi Kecipir

Akar tanaman kecipir tumbuh sedalam 30 cm dan menyebar kesemua arah. Karakteristik akar, seperti halnya tanaman kedelai atau kacang – kacangan lainnya, mampu membentuk bintil – bintil atau nodula – nodula akar, hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium sp.


(31)

Bakteri Rhizobium mengikat nitrogen bebas dari udara, sehingga 30 unsur nitrogen tersedia dalam bintil akar. Dengan demikian, akar kecipir bermanfaat sebagai pupuk untuk pertumbuhan tanaman.

Umbi kecipir mengandung gizi cukup tinggi. Komposisi gizi dalam umbi kecipir terdiri atas 54% - 65% air, 12% - 15% protein , 0,5% - 1,1% lemak, dan 27,2% karbohidrat. Produksi umbi kecipir berkisar antara 5500 – 11700 kg/Ha (Khan et.al, ,1977).

2.2.2. Batang dan Daun Kecipir

Batang tanaman kecipir merambat dengan membelit kekiri, beruas – ruas serta berbulu, berwarna hijau atau hijau kemerah – merahan sampai kecoklat – coklatan. Apabila ujung batang dipangkas, akan bertunas dan membentuk percabangan.

Daun kecipir berbentuk seperti ujung tombak. Daun kecipir banyak mengandung protein, khususnya yang berwarna hijau gelap kaya akan provitamin A. Proteinnya (5,0-7,6 g) lebih tinggi dari daun singkong (6,9 g), bayam (3,6 g), daun talas (4,1 g) per 100 gramnya. Kandungan protein kasar daun kecipir sebesar 27,94 % – 35,07 % (Okizie dan Martin, 1980). Daun kecipir dapat dimanfaatkan sebagai lalap, disayur, juga untuk maknaan ternak.

2.2.3. Bunga Kecipir

Bunga kecipir berwarna putih, biru atau lembayung, berbentuk seperti kupu – kupu, dan bermekaran pada pagi hari. Kelopak bunga biasanya berwarna biru pucat, dapat dipakai sebagai pewarna makanan. Seperti bunga gambas, bunga kecipir juga enak dimakan mentah sebagai salad atau lalap, direbus, maupun digoreng. Rasanya


(32)

enak seperti jamur. Bunganya dapat diolah menjadi bumbu, rempah-rempah, permen, dan bahan pewarna alami. Bunga kecipir mengandung 84,2% air, 5,5% protein, dan 0,9% lemak.

2.2.4. Buah dan Biji kecipir

Buah kecipir berbentuk polong persegi empat dengan panjang 15−40 cm. Setiap segi bersayap dan di bagian pinggirnya berombak, bergerigi atau berlekuk. Oleh karena itu, kecipir disebut “kacang bersayap” atau winged bean. Letak buah menggantung pada tangkainya. Buah muda bewarna hijau dan setelah matang dipohon berubah menjadi coklat sampai hitam. Buah kecipir membentuk empat sayap membujur, diantaranya biji – bijinya bersekat, tiap polongnya mengandung 5 sampai 10 butir dan panjang polongnya sekitar 6 – 36 cm (NAS, 1981).

Biji kecipir yang tua jika hanya direbus kurang enak rasanya dan baunya tidak sedap, oleh karena itu, biji kecipir perlu diolah menjadi bentuk pangan yang lain, sehingga daya gunanya dapat ditingkatkan. Bentuk pangan yang telah diolah dari biji kecipir antara lain adalah kecap, tempe, tahu dan tauco (Wawo & Wirdateti,1993 dalam Sutarno et al.,1993). Biji kecipir mengandung protein sangat baik. Asam aminonya hampir sama dengan kedelai, sumber protein nabati paling baik.

Biji kecipir dapat direbus atau digoreng sebagai kudapan, diolah menjadi minyak, tepung, pencampur kopi, susu, kecap, tahu dan tempe. Karena sifat-sifatnya yang mirip kedelai, teknologi pengolahan kedelai juga dapat diterapkan pada pengolahan biji kecipir. Biji kecipir mengandung anti gizi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan seperti tannin, saponin, inhibitor himotripsin dan inhibitor tripsin (National Research Council, 1982; Purnomo, 1984). Ada banyak cara yang sudah


(33)

dilakukan untuk mengurangi kandungan anti gizi dalam kecipir, antara lain : pemanasan, perendaman, perebusan. Cara lain untuk mengurangi anti gizi yang terdapat dalam biji kecipir adalah fermentasi, dimana terdapat proses inokulasi dengan metode pembuatan tempe biji kecipir.

Biji kecipir menghasilkan bau langu sehingga kurang diterima dimasyarakat. Bau langu tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim lipoksigenase yang secara alami terdapat dalam kacang – kacangan. Perendaman biji selama 4 jam diikuti dengan pengukusan pada suhu 100° C selama 10 menit dapat menginaktifkan enzim lipoksigenase dan menghilangkan bau langu pada biji kecipir.

2.2.5. Nilai Gizi Kecipir

Menurut hasil penelitian para pakar, tanaman kecipir mempunyai keunggulan mempunyai keunggulan dalam kandungan nutrisi (gizi). Kandungan gizi kecipir tersebut dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel. 2.5. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Bahan Segar Kecipir No Kandungan Gizi Proporsi nutrisi dalam:

Biji Polong muda Daun 1 Kalori (kal) 405,00 35,00 35,00 2 Protein (g) 32,80 2,90 5,00 3 Lemak (g) 17,00 0,20 0,50 4 Karbohidrat (g) 36,50 5,80 8,50 5 Kalsium (mg) 80,00 63,00 134,00

6 Fosfor (mg) 200,00 37,00 81,00

7 Zat besi (mg) 2,00 0,30 6,20 8 Vitamin A (SI) 0,00 595,00 5.240,00 9 Vitamin B1 (mg) 0,03 0,24 0,28

10 Vitamin C (mg) 0,00 19,00 29,00

11 Air (g) 9,70 90,40 85,00

12 Bagian yang dapat dimakan (%)

100,00 96,00 70,00


(34)

a. Protein

Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh kita, karena protein berfungsi sebagai salah satu sumber energi yang dibutuhkan tubuh, selain itu protein juga berperan dalam sintesis hormon dan pembentukan enzim serta antibodi (Barri, dkk 2010). Di samping itu juga sebagai zat pengatur dan zat penambah tenaga. Zat protein sebagai pembangun yang berfungsi untuk: membentuk sel jaringan tubuh, mengganti sel-sel tubuh yang rusak, memberi tenaga jika jumlah hidrat arang dan lemak tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Yang memerlukan banyak zat pembangun antara lain : anak yang dalam masa pertumbuhan, orang yang baru sembuh dari sakit, untuk mengganti jaringan tubuh yang rusak, ibu yang sedang hamil, untuk membentuk jaringan tubuh baru yang ada di dalam kandungannya.

Tabel 2.6. Kandungan asam amino pada biji kecipir

Komponen Asam amino Jumlahnya mg / g N

Isoleusin 242 – 350

Leusin 453 – 564

Lisin 413 – 600

Metionin 38 – 87

Sistein 73 – 162

Fenilalanin 214 – 419

Tirosin 195 – 431

Treonin 256 – 300

Triptopan 47 – 69

Valin 242 – 344

Arginin 400 – 469

Histidin 169 – 183

Sumber : National Academy of Science (1981)

Protein kacang kecipir mengandung jenis asam amino esensial yang hampir sejajar dengan biji kedelai, sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein nabati.


(35)

b. Kalsium

Kalsium berguna untuk pembentukan tulang dan gigi, membantu proses pembekuan darah, dan mencegah penyakit rachitis.

c. Fosfor

Fosfor terdapat pada semua sel tubuh, terutama pada tulang dan gigi. Garam besi atau besi diperlukan untuk membuat zat warna dalam butir-butir darah merah. Orang yang kekurangan garam besi akan menderita penyakit kurang darah atau anemia.

d. Vitamin

Vitamin adalah zat makanan yang diperlukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Kekurangan akan salah satu vitamin dapat menimbulkan penyakit.Vitamin A akan membantu pada proses pertumbuhan tubuh.Vitamin B akan membantu penggunaan makanan oleh tubuh dan Vitamin C akan membantu pembentukan jaringan-jaringan tertentu dan daya tahan tubuh terhadap penyakit.

e. Lemak

Zat lemak akan memberikan tenaga serta rasa kenyang. Lemak sangat mempengaruhi terhadap berat badan seseorang. Disamping itu lemak akan melarutkan vitamin A, D, E, K, sehingga dapat diserap oleh dinding usus halus. Guna lemak yang lain adalah melindungi alat-alat tubuh yang halus.

f. Karbohidrat

Karbohidrat atau Hidrat Arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori. Di dalam tubuh karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian dari


(36)

gliserol lemak. Akan tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari - hari, terutama sumber bahan makan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

2.3. Beras Merah

Beras yang menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia adalah jenis beras putih. Sehingga sebagian besar petani Indonesia menanam beras putih. Padahal jenis beras merah dan hitam memiliki manfaat yang lebih banyak bila dibanding dengan beras putih. Menurut Frei (2004) dalam Suardi (2005), beras, terutama beras merah, disamping sebagai sumber utama karbohidrat, juga mengandung protein, beta karoten, antioksidan, dan zat besi. Serat beras merah relatif mudah diserap usus dibanding gandum, sehingga dapat meringankan beban usus dalam melakukan gerakan peristaltik (Indrasari 2006) dan melancarkan sistem saluran pencernaan.

.Konsumsi beras merah juga dapat mengurangi pekembangan atherosklerosis yang dirangsang oleh penahan kolesterol. Beras merah mempengaruhi peningkatan serum HDL dan meningkatkan antioksidan serta menurunkan status mekanisme oksidatif dari antiaterogenik ( Ling et.al, 2001).

Tabel 2.7. Kandungan Zat Gizi dalam 100 gr Beras Merah

No Zat Gizi Jumlah

1 Energi (kka l) 359

2 Karbohidrat 77,6

3 Protein 7,5

4 Vitamin B 0,21

5 Kalsium 16

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (2005)

Beras merah juga mengandung beberapa mineral utama seperti fosfor, kalsium, magnesium, dan besi. Kandungan mineral besi ini penting bagi kesehatan


(37)

tubuh manusia. Zat besi (Fe) penting bagi tubuh untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia gizi besi pada tubuh. Anemia gizi besi ini dampaknya akan tampak terutama pada balita hingga remaja, yaitu menurunnya daya tahan tubuh dan kemampuan belajar, serta mengganggu pertumbuhan. Ibu hamil yang mengalami anemia gizi besi dapat menyebabkan anak yang dilahirkan memiliki berat badan rendah.

Unsur gizi lain yang terdapat pada beras merah adalah selenium. Selenium merupakan elemen kelumit (trace element) yang merupakan bagian esensial dari enzim glutation peroksidase. Enzim ini berperan sebagai katalisator dalam pemecahan peroksida menjadi ikatan yang tidak bersifat toksik. Peroksida dalam ikatan toksik dapat berubah menjadi radikal bebas, yang mampu mengoksidasi asam lemak tidak jenuh dalam membran sel sehingga merusak membran tersebut. Kerusakan ini menyebabkan kanker, dan penyakit degeneratif lainnya. Oleh karena itu, banyak pakar mengatakan selenium mempunyai potensi untuk mencegah penyakit kanker dan penyakit degeneratif lain (Fanny, 2009).

2.4. Tempe Kecipir

2.4.1. Kebutuhan Bahan Dalam Pembuatan Tempe Kecipir

Dalam pembuatan tempe kecipir, kebutuhan bahan dibagi menjadi dua, yakni: a) bahan baku yang berupa biji kecipir tua dan kering, b) bahan pembantu berupa ragi, pembungkus (daun pisang / plastik), dan air.

a. Bahan Baku

Bahan baku tempe kecipir adalah biji kecipir. Syarat mutu biji kecipir yang baik untuk di jadikan tempe adalah sebagai berikut:


(38)

- Biji kecipir tidak rusak

- Butiran biji kecipir tidak kerdil - Kulit biji tidak keriput

b. Bahan Pembantu

Ragi tempe merupakan bahan pembantu utama dalam proses pembuatan tempe, yakni pada saat melakukan peragian.

2.4.2. Kandungan Gizi Tempe Kecipir

Adapun kandungan gizi dalam tiap 100 gram tempe kecipir dapat dilihat pada tabel 2.8.

Tabel. 2.8. Kandungan gizi dalam100 gram Tempe Kecipir

Zat Gizi Jumlah

Air (gr) 58,2

Abu (gr) 1,4

Serat (gr) 1,9

Kalori (kal) 221,6

Protein (gr) 14,5 – 18,0

Karbohidrat (gr) 12,9 – 17,9

Besi ( mg) 2,2

Fosfor ( gr) 177,2

Kalsium ( mg) 186,0

Sumber : Haryoto 1995

2.5. Langkah – langkah Pembuatan Tempe Biji Kecipir Beras Merah

Proses yang dilakukan dalam pembuatan tempe biji kecipir beras merah melalui beberapa tahap, yaitu tahap penyortiran, pencucian I, perebusan I, perendaman, pengukusan, pengupasan kulit, pencucian II, perebusan II, penirisan dan pendinginan, penambahan beras merah, peragian dan pembungkusan, serta pemeraman.


(39)

a. Penyortiran dan Pencucian I

Proses penyortiran bertujuan untuk memilih biji kecipir yang bagus dan padat berisi. Caranya, letakkan biji kecipir pada tampah kemudian pilih biji yang baik.

Pencucian I bertujuan untuk membersihkan biji kecipir dari kotoran yang melekat.

b. Perebusan I dan Perendaman

Perebusan I dilakukan selama 2 jam dengan tujuan untuk melunakkan biji kecipir dan memudahkan dalam pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada dalam biji kecipir.

Perendaman dilakukan selama 24 - 48 jam ( tiap 6 – 8 jam airnya diganti) dengan tujuan untuk melunakkan biji dan mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Ketika perendaman, pada kulit biji kedelai telah berlangsung proses fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air terutama oleh bakteri asam laktat. Perendaman juga bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada keping-keping kecipir menyerap air sehingga menjamin pertumbuhan kapang menjadi optimum (Ali, 2008).

c. Pengukusan

Pengukusan dilakukan selama 10 menit dengan tujuan untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase dan menghilangkan bau langu.

d. Pengupasan Kulit

Pengupasan kulit dilakukan dengan cara meremas – remas biji kecipir didalam air, kemudian dikuliti dan akan didapatkan keping – keping kecipir.


(40)

Pencucian II dilakukan untuk membersihkan sisa kulit yang masih melekat pada biji kecipir.

Perebusan II dilakukan selama 45 menit dengan tujuan untuk memperoleh kacang yang lebih empuk dan untuk membunuh bakteri yang kemungkinan tumbuh selama perendaman.

f. Penyaringan dan Peragian

Penyaringan dilakukan untuk meniriskan kacang, kemudian didinginkan diatas talam dan meratakannya.

Peragian dilakukan dengan cara ragi diusap - usapkan atau dicampur dan diaduk bersama kacang kecipir hingga merata benar. Setelah itu, diangin - anginkan sebentar. Proses peragian merupakan kunci keberhasilan dalam pembuatan tempe. Fermentasi ini mengubah kacang kecipir menjadi tempe dengan perantaraan jamur jenis Rhizopus oligosprorus yang diperoleh dari laru. Jika masih dalam kondisi cukup panas dan peragian dipaksakan, maka tempe yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan ada kemungkinan peragian gagal total (Haryoto, 1995).

g. Penambahan beras merah

Sebelum dilakukan peragian, beras merah terlebih dahulu dicuci, kemudian direndam selama 12 jam. Menurut Tisnadjaya (2006), beras yang akan digunakan sebaiknya direndam dahulu untuk meningkatkan kadar air yang dibutuhkan sel kapang selama proses fermentasi. Setelah itu beras merah dikukus selama 30 menit.


(41)

h. Pembungkusan dan Pemeraman

Pembungkusan dilakukan dengan cara kecipir yang sudah bercampur merata dengan larutan ragi kemudian dibungkus dengan daun pisang yang ditusuk dengan lidi atau menggunakan plastik sebagai pembungkus.

Pemeraman dilakukan selama 2 hari dan jadilah tempe yang siap untuk dikonsumsi.

2.6. Daya Terima Makanan

Daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan (Rudatin, 1997). Daya terima makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu. Sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo, 1989).

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Mulyaningrum (2007) kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higieneatau kebersihan makanan tersebut.


(42)

1. Penampilan dan cita rasa makanan

Menurut Moehyi (1992) cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar betul-betul dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pengecap. Walaupun demikian, faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karenanya penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen. Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain .

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Oleh sebab itu, dalam penyeleggaraan makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk mempertahankan warna makanan yang alami, baik dalam bentuk teknik memasak maupun dalam penanganan makanan yang dapat mempengaruhi makan.

2. Konsistensi atau tekstur makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam


(43)

penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi tidak akan berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu.

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap, yang didapat sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

2.7. Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan penilaian secra indrawi dengan mempergunakan pancaindra, yakni: a) penglihatan, b) penciuman, c) perabaan, d) pendengaran, e) pengecap (taste) dan bersifat subjektif terhadap karakteristik suatu sampel. Penilaian subjektif merupakan cara penilaian terhadapa mutu atau sifat – sifat suatu komoditi dengan menggunakan panelis sebagai instrument atau alat ( Soekarto, 1985).

Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisis


(44)

data. Tidak ada keharusan menggunakan panelis terlatih untuk mengevaluasi daya terima suatu sampel, sebab masalah daya terima bersifat subjektif saja (Rahayu, 2001).

2.8. Metode Analisis Protein (Metode Semimikro Kjeldahl)

Metode Semimikro Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Menurut SNI 01 – 2891 – 1992 ada 3 tahap analisa kadar protein menggunakan metode Kjedahl, yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu.

Uji protein dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar protein mana yang lebih tinggi antara tempe biji kecipir dengan penambahan beras merah 10%, 20% atau 30 %. Uji protein tersebut menggunakan metode semimikro kjedhal untuk mengetahui kadar protein dari masing – masing tempe biji kecipir beras merah.

2.8.1. Tahap Destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur - unsurnya. Elemen karbon dan hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Nitrogen yang ada dalam bahan pangan tersebut akan menjadi


(45)

2.8.2. Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)

dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam borat 2%. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam.

2.8.3.Tahap Titrasi

Tahap titrasi dilakukan dengan menggunakan larutan HCl 0,01 N. Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut: ( V1– V2 ) x N x 0,014 x fk x fp

Kadar protein = w

Keterangan :

V1 = volume HCl 0,01 N yang digunakan untuk penitaran sampel

V2 = volume HCl 0,01 N yang digunakan untuk penitaran blanko

N = normalitas HCl

fk = faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum : 6,25 fp = faktor pengencer

w = bobot cuplikan

Nilai faktor konversi berbeda tergantung sampel ( SNI 01 – 2891 – 1992 ) : 1. Sereal 5,7

2. Roti 5,7 3. Sirup 6,25 4. Biji-bijian 6,25 5. Buah 6,25 6. Beras 5,95 7. Susu 6,38 8. Kelapa 5,20 9. Kacang Tanah 5,46


(46)

2.9. Kerangka Konsep Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh penambahan beras merah terhadap daya terima dan kandungan protein pada tempe biji kecipir, disajikan dalam kerangka konsep dibawah ini :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pembuatan tempe biji kecipir dilakukan dengan perbandingan variasi penambahan beras merah masing – masing 10%, 20% dan 30%. Dengan adanya penambahan beras merah, diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein di dalam tempe biji kecipir. Penilaian organoleptik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma dan tekstur. Penilaian terhadap rasa dilakukan untuk tempe yang sudah digoreng.

Biji Kecipir

Beras merah 10%, 20%, 30%

Tempe Biji Kecipir Beras Merah - Kandungan protein

- Daya terima : rasa, aroma, warna dan tekstur


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan rancangan penelitian acak lengkap, yang terdiri atas dua faktor yaitu tempe biji kecipir dan tempe biji kecipir beras merah dengan 3 perlakuan penambahan beras merah 10%, 20%, dan 30% (t = 3) dengan simbol F1, F2 dan F3

yang semuanya diulang sebanyak 2 kali (i = 1, 2). Tabel 3.1. Rincian Perlakuan

Perlakuan Ulangan (U)

U 1 U 2

F0 F10 F20

F1 F11 F21

F2 F12 F22

F3 F13 F23

Keterangan:

F0 : Tanpa Penambahan beras merah F1 : Penambahan beras merah 10% F2 : Penambahan beras merah 20% F3 : Penambahan beras merah 30% F10 : Perlakuan F0 pada ulangan ke-1 F20 : Perlakuan F0 pada ulangan ke-2 F11: Perlakuan F1 pada ulangan ke-1 F21 : Perlakuan F1 pada ulangan ke-2

F12 : Perlakuan F2 pada ulangan ke-1 F22 : Perlakuan F2 pada ulangan ke-2 F13 : Perlakuan F3 pada ulangan ke-1 F23 : Perlakuan F3 pada ulangan ke-2 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1. Waktu Penelitian


(48)

3.2.2. Tempat Penelitian

Pembuatan tempe biji kecipir beras merah dilakukan di Jl. Flamboyan Blok M No.3, Perumnas Kw. Damai, Kec. Binjai, Kab. Langkat. Penelitian uji kadar protein dilakukan di Badan Riset dan Standardisasi Industri, Medan. Sedangkan pelaksanaan uji organoleptik dilakukan di SMA N I Stabat.

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah tempe biji kecipir dengan penambahan beras merah 10%, 20%, dan 30%.

3.4. Alat dan Bahan 3.4.1. Alat

Alat – alat yang digunakan dalam pembuatan tempe biji kecipir beras merah antara lain : ember, panci, mangkuk penyaring, talam, sedok kayu/ plastik, kompor,timbangan, daun pisang/ pelastik, dan pisau.

3.4.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tempe biji kecipir beras merah terdiri dari dua jenis bahan, yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Yang menjadi bahan utamanya adalah biji kecipir, dan bahan tambahannya adalah beras merah dan ragi.

Adapun perbandingan ukuran bahan yang digunakan dalam pembuatan tempe kecipir beras merah dapat dilihat pada tabel 3.1.


(49)

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan

Bahan Kelompok Eksperimen

F0 F1 F2 F3

Biji Kecipir 300gr 300gr 300gr 300gr

Beras Merah - 30gr 60gr 90gr

Ragi 2,8 gr 2,8gr 2,8gr 2,8gr

Air secukupn

ya

secukupnya secukupnya secukupnya Keterangan:

F0 : tanpa penambhan beras merah F1: penambahan beras merah 10 % F2: penambahan beras merah 20 % F3: penambahan beras merah 30 %

Pada penelitian pendahuluan, ragi yang digunakan sebanyak 0,6 gr, namun pada saat penelitian, jumlah ragi yang digunakan sebanyak 2,8 gr. Hal ini terjadi karena, pada proses fermentasi pembuatan tempe juga dipengaruhi oleh cuaca. Ketika cuaca panas, ragi yang dibutuhkan cukup dalam jumlah sedikit, sedangkan jika dalam cuaca dingin (musim hujan), maka jumlah ragi yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak, karena proses fermentasi membutuhkan panas.

3.5. Tahap – tahap Pembuatan Tempe Kecipir Beras Merah

Proses pembuatan tempe biji kecipir beras merah berlangsung selama ± 4 – 6 hari. Adapun tahap pembuatan tempe biji kecipir beras merah , sebagai berikut (Ali,2008 ; Cahyadi, 2006) :

a. Siapkan biji kecipir yang bijinya besar dan tidak kisut/ layu. b. Cuci semua biji kecipir sampai bersih.

c. Rebus biji kecipir selama ±2 jam , kemudian rendam biji kecipir tersebut selama 48 jam (tiap 6 – 8 jam airnya diganti).


(50)

e. Kupas kulit ari yang terdapat pada biji kecipir. f. Tiriskan biji kecipir yang telah terkelupas kulit arinya.

g. Rebus biji kecipir hingga teksturnya empuk selama ± 45 menit dengan menggunakan air rebusan 1.

h. Tiriskan dan dinginkan biji kecipir yang telah dimasak ke dalam wadah yang memudahkan kacang menjadi dingin dan meratakannya.

i. Sebelum diinokuolasi, biji kecipir akan dicampurkan dengan beras merah yang sebelumnya telah mengalami perlakuan pendahuluan seperti pencucian, kemudian direndam selama ± 12 jam, dan ditiriskan. Setelah itu, beras merah dikukus ± 30 menit dan kemudian didinginkan.

j. Setelah biji kecipir dan beras merah dicampurkan, taburi dengan ragi secara merata. j. Kemudian bungkus dengan daun pisang.

k. Lakukan pemeraman tempe dengan memasukkannya kedalam goni plastik agar tempe mendapatkan suhu yang cukup panas dalam proses fermentasi. Setelah tempe terasa hangat, keluarkan tempe tersebut dari goni. Setelah ± 2 hari maka akan didapatkan tempe yang sudah siap untuk dikonsumsi.

Untuk lebih jelasnya, tahap pembuatan tempe biji kecipir beras merah dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut:


(51)

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Tempe Biji Kecipir Beras Merah

Penyortiran

Pencucian I

Perebusan I (2jam)

Pengupasan kulit ari

Perebusan II (45 menit)

Penirisan dan pendinginan

Tempe Biji Kecipir Beras Merah

Perendaman dengan air rebusan ( 48 jam), kemudian kukus 10 menit

Pencucian II Biji Kecipir (300 gr)

Peragian ( 2 hari )

Air bersih

Air bersih

Beras merah (10%, 20%, 30%)

Pencucian

Pendinginan Pengukusan 20 menit

Penirisan Perendaman (12 jam)

Air bersih

Tempe Biji Kecipir + Beras Merah (10%, 20%, 30%)

Pembungkusan Daun pisang

Ragi tempe


(52)

3.6. Definisi Operasional

a. Tempe biji kecipir beras merah adalah tempe yang terbuat dari biji kecipir yang ditambahkan beras merah.

b. Beras merah adalah beras yang berwarna merah.

c. Penambahan beras merah 10% adalah pemakaian beras merah dalam pembuatan tempe biji kecipir beras merah dengan perbandingan 10% beras merah dan 300 gr biji kecipir.

d. Penambahan beras merah 20% adalah pemakaian beras merah dalam pembuatan tempe biji kecipir beras merah dengan perbandingan 20% beras merah dan 300 gr biji kecipir.

e. Penambahan beras merah 30% adalah pemakaian beras merah dalam pembuatan tempe biji kecipir beras merah dengan perbandingan 30% beras merah dan 300 gr biji kecipir.

f. Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur.

g. Panelis adalah mahasiswa yang diminta untuk menguji tingkat kesukaan terhadap tempe biji kecipir beras merah yaitu sebanyak 30 orang.

h. Kandungan protein adalah penetapan kadar protein dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan dan metode Semimikro Kjeldahl.

3.7. Tahapan Penelitian 3.7.1. Pengamatan Subjektif

Pengamatan subjektif dilakukan melalui uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan


(53)

adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 2001).

Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paing tinggi adalah 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan table 3.2. berikut :

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Aroma Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Rasa Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Tekstur Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1 1. Panelis

Untuk penilaian kesukaan diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis.

Jenis panelis yang digunakan adalah anak SMA N 1 Stabat, yaitu sebanyak 30 orang.


(54)

Cara Organoleptik terhadap tempe kecipir beras merah adalah sebagi berikut:

1. Setiap sampel tempe kecipir beras merah diberi kode masing masing dalam wadah yang bersih agar sampel mudah diamati oleh panelis.

2. Pada panelis disajikan sampel dan formulir uji organoleptik yang telah disediakan sebagai alat penilaian untuk diisi sesuai pendapat masing – masing panelis.

Syarat – syarat seorang panelis adalah :

1. Sehat lahir dan batin ( terutama organ/ indera untuk menguji). 2. Tidak dalam kondisi sakit.

3. Tidak lelah, lapar, kenyang 4. Tidak perokok.

5. Mau bekerja sama.

2. Langkah-langkah Pada Uji Daya Terima

a. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.

b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam kemasan, formulir penilaian dan alat tulis. Sampel yang diberikan yaitu tempe yang dipotong dadu dan telah digoreng dengan menggunakan minyak kemasan untuk uji organoleptik rasa, dan tempe yang mentah untuk organoleptik warna, aroma dan tekstur.

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.


(55)

f. Kemudian formulir penilaian dianalisis dengan menggunakan analisa sidik ragam. 3.7.2. Pengamatan Objektif

Pengamatan secara objektif dalam menentukan kadar protein dilakukan dengan Metode Semimikro Kjeldahl. Adapun prosedur kerjanya adalah sebagai berikut :

1. Sampel dari masing-masing kelompok dihaluskan sebanyak 1 gr

2. Kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam labu Kjedahl 100 ml dengan ditambah dengan 2 gr campuran selen ( 2,5 gr serbuk SeO2, 100 gr K2SO4, dan 20

gr CuSO4 5H2O) dan 25 ml H2SO4 pekat. Sampel yang digunakan yaitu tempe biji

kecipir tanpa penambahan beras merah untuk kelompok F0, tempe biji kecipir yang

ditambahkan beras merah 10 %, untuk kelompok F1, tempe biji kecipir yang

ditambahkan beras merah 20 %, untuk kelompok F2, tempe biji kecipir yang

ditambahkan beras merah 30 %, untuk kelompok F3.

3. Kemudian larutan tersebut dipanaskan di atas pemanas listrik ( scrubber) hingga mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau – hijauan (sekitar 2 jam). Setelah larutan itu jernih, larutan tersebut didinginkan, kemudian encerkan dengan aquades dan masukkan ke dalam labu ukur 250 ml, tepatkan sampai tanda garis. Pipet 25 ml larutan indikator campuran dan masukkan kedalam alat penyuling, tambahkan 80 ml NaOH 30%. Suling selama ± 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator. Kemudian bilas ujung pendingin dengan air suling. Titar dengan larutan HCl 0,01 N.


(56)

3.8. Metode Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan diolah secara manual, kemudian di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada masing – masing perlakuan maka di gunakan analisis sidik ragam. Skor nilai untuk mendapatkan persentase di rumuskan sebagai berikut :

n

% = x 100 N

Keterangan :

% = skor persentase

n = jumlah skor yang di peroleh

N = skor ideal ( skor tertinggi x jumlah panelis)

Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisisnya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut : Nilai tertinggi = 3

Nilai terendah = 1

Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria

Jumlah panelis = 30

a. Skor maksimum = jumlah panelis x nilai tertinggi = 30 x 3 = 90

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah = 30 x 1 = 30

c. Persentase maksimum = (skor maksimum : skor maksimum) x 100% = (90 : 90) x 100% = 100%

d. Persentase minimum = ( skor minimum : skor maksimum ) x 100% = (30 : 90 ) x 100% = 33,3 %

e. Rentangan = persentase maksimum – persentase minimum = 100 % – 33,3 % = 66,7%

f. Interval persentase = rentangan : jumlah kriteria = 66,7 % : 3 = 22,2 % ~ 22%


(57)

Berdasarkan hasil perhitungna tersebut, maka dapat di buat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut :

Tabel 3. 4. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan

Persentase ( % ) Kriteria Kesukaan

78 – 100 Suka

56 – 77,99 Kurang suka

34 – 55,99 Tidak suka

Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap tempe biji kecipir dan tempe biji kecipir beras merah yang dihasilkan, langkah selanjutnya adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada organoleptik tempe biji kecipir dan tempe biji kecipir beras merah dengan perbandingan beras merah 10%, 20% dan 30%, maka dapat dilakukan beberapa tahapan uji, yaitu :

1. Uji Barletts, dilakukan untuk menguji kesamaan varians populasi.

2. Uji Anova, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah sama (homogen).

3. Uji Kruskal Wallis, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah tidak sama

Uji Barlet: [( 2

1

S )n1-1 . ( 2 2

S )n2-1 ...( 2

k

S ) nk-1 ] ∑nj−k

1

bh =

= k

j j

S

1 2

bc = [n1bk(α ; n1) + (n2bk (α ;n2) + ....+ nkbk(α ;nk) ]

=

k

j j

n

1

Daerah kritis : tolak Ho, jika bh < bc

Kesimpulan :

a. Jika hasil analisis statistik menunjukkan Ho diterima, artinya varians data populasi darimana data sampel ditarik seragam (homogen).


(58)

b. Jika hasil analisis statistik menunjukkan Ho ditolak, artinya data populasi dari mana data sampel ditarik tidak seragam (tidak homogen).

Apabila kesimpulan menunjukkan Ho diterima maka dapat dilanjutkan ke analisa sidik ragam.

Tabel 3.4. Analisa Keragaman Sumber

Keragaman

db JK KT F.Hitung F.Tabel

Perlakuan Galat

t- 1 t(r- 1)

JKP JKG

KTP KTG

KTP/KTG F.Tabel Total (t x r) - 1 JKT

Keterangan :

db : derajat bebas JK : jumlah kuadrat KT : kuadrat total F : uji –F

t : jumlah perlakuan r : jumlah panelis P : perlakuan G : galat Rumus :

1. Derajat bebas (db)

a. db perlakuan = jumlah perlakuan – 1

b. db galat = jumlah perlakuan x (jumlah unit percobaan – 1) c. db jumlah = (jumlah perlakuan x jumlah unit percobaan) – 1 2. Faktor koreksi (FK)

(Total seluruh perlakuan )2

faktor koreksi =

∑seluruh unit percobaan

3. Jumlah kuadrat (JK)

a. jumlah kuadrat total = ∑Yij2 – FK (∑ perlakuan)2

b. jumlah kuadrat perlakuan = - faktor koreksi


(59)

KT Galat

Jumlah Kelompok

c. jumlah kuadrat galat = jumlah kuadrat total – jumlah kuadrat perlakuan 4. Kuadrat total (KT)

JK perlakuan

a. KT perlakuan =

db perlakuan

JK galat

b. KT galat =

db galat

5. F – Hitung

KT perlakuan

F – Hitung =

KT galat

Bandingkan F – hitung dengan F – tabel Lihat tabel anova, dimana :

Pembilang = db perlakuan

Penyebut = db galat

Bila ; F-hitung < F-tabel = tidak berbeda nyata F-hitung > F-tabel = berbeda nyata

Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test. Dengan uji ganda Duncan maka dapat diketahui perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.

Sy =

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana akan diperoleh :


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah Yang Dihasilkan

Berdasarkan hasil penelitian, tempe biji kecipir dan tempe biji kecipir beras merah yang dihasilkan memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaannya dapat dilihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.1 berikut ini :

Tempe Biji Kecipir Tanpa Tempe Biji Kecipir Dengan Penambahan Beras Merah Penambahan Beras Merah 10%

Tempe Biji Kecipir Dengan Tempe Biji Kecipir Dengan Penambahan Beras Merah 20% Penambahan Beras Merah 30%


(61)

Tabel 4.1. Perbandingan Karakteristik Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah

Karakteristik Tempe Biji Kecipir Tempe Biji Kecipir Beras Merah

10% 20% 30%

Rasa Khas tempe (agak langu)

Khas tempe Khas tempe (renyah), rasa beras merah terasa

Khas tempe (renyah),

rasa beras merah terasa

Warna Putih Putih Putih agak

kemerah - merahan

Putih

kemerah - merahan Aroma Khas tempe

(agak langu)

Khas tempe (agak langu)

Khas tempe Kurang khas tempe

(aroma tape terasa

Tekstur Kompak dan lembut Kompak dan lembut

Kompak dan lembut

Kompak dan agak keras 4.2. Deskriptif Panelis

Panelis adalah 30 orang siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Stabat, yang terdiri dari 8 orang laki – laki dan 22 orang perempuan. Umur panelis berkisar antara 15 – 16 tahun. Pada saat diminta tanggapan/ penilaiannya, panelis tidak dalam keadaan sakit, karena jika dalam keadaan sakit umumnya indera perasa pada panelis berkurang kemampuannya.

4.3. Analisa Organoleptik Rasa Tempe Biji Kecipir dan Tempe Biji Kecipir Beras Merah

Hasil analisa organoleptik rasa dari tempe biji kecipir tanpa penambahan beras merah dan tempe biji kecipir dengan variasi penambahan beras merah dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini :


(1)

6. Perhitungan Kalsium Tempe Biji Kecipir

Cara perhitungan Kalsium tempe biji kecipir tanpa penambahan beras merah dan tempe biji kecipir dengan penambahan beras merah sebesar 10%, 20% dan 30% :

Tanpa Penambahan Beras Merah Penambahan Beras Merah 10%

Bahan Jumlah Bahan Jumlah

300 gr biji kecipir 2,8 gr ragi

300/100 x 80 = 240 2,8/100x140= 3,92

300 gr biji kecipir 2,8 gr ragi

30 gr beras merah

300/100 x 80 = 240 2,8/100 x140= 3,9 30/100 x 16 = 4,8

Total Kalsium 243,92 Total Kalsium 248,72

Penambahan Beras Merah 20% Penambahan Beras Merah 30%

Bahan Jumlah Bahan Jumlah

300 gr biji kecipir 2,8 gr ragi

60 gr beras merah

300/100 x 80 = 240 2,8/100x140= 3,92 60/100 x 16 = 9,6

300 gr biji kecipir 2,8 gr ragi

90 gr beras merah

300/100 x 80 = 240 2,8/100x140= 3,92 90/100 x 16 = 14,4


(2)

Lampiran 17

Gambar 1. Menyortir biji kecipir Gambar 2. Menimbang biji kecipir

Gambar 3. Pencucian 1 biji kecipir Gambar 4. Perebusan I biji kecipir


(3)

Gambar 7. Pengupasan kulit biji kecipir Gambar 8. Pencucian II biji kecipir

Gambar 9. Perebusan II biji kecipir Gambar 10. Penirisan keping biji kecipir


(4)

Gambar 13. Pengukusan beras merah Gambar 14. Pendinginan keping biji kecipir, pencampuran beras merah dan penaburan ragi

Gambar 15. Pembungkusan tempe Gambar 16. Pemeraman tempe dalam goni


(5)

Gambar 18 . Tempe biji kecipir tanpa penambahan Gambar 19. Tempe biji kecipir dengan

beras merah yang telah digoreng penambahan beras merah 10% yang telah digoreng

Gambar 20 . Tempe biji kecipir dengan penambahan Gambar 21 . Tempe biji kecipir dengan penambahan

beras merah 20% yang telah digoreng beras merah 30% yang telah digoreng

Gambar 22 . Tempe biji kecipir tanpa penambahan Gambar 23 . Tempe biji kecipir dengan penambahan


(6)

Gambar 24 . Tempe biji kecipir dengan penambahan Gambar 25. Tempe biji kecipir dengan penambahan beras merah 20 % beras merah 20 %

Gambar 26 . Pelaksanaan Uji Daya Terima

Gambar 27. Bunga dan Daun Tanaman Kecipir Gambar 28. Buah Kecipir yang tua