meningkat tetapi akan mengalami penurunan pada jumlah tertentu. Hal ini berhubungan dengan kadar air dimana dengan adanya kadar air yang tinggi maka
kelenturan teksturnya akan menurun. Hal ini terjadi karena biji kecipir memiliki kandungan air yang tinggi sehingga mempengaruhi kadar air tempe yang dihasilkan,
dimana biji kecipir kering mengandung 9,70 gr air dalam 100 gr bahan Direktorat Gizi Depkes RI, 1981. Proses perebusan juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keadaan tekstur. Selama proses perebusan, maka kadar air yang ada pada biji kecipir akan meningkat, sehingga akan mempengaruhi tekstur tempe yang
akan dihasilkan. Menurut Moehyi 1992, konsistensi atau tekstur makanan merupakan
komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitivitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau
kental akan memberikan rangsang yang lebih lambat terhadap indera kita.
5.5. Pengaruh Penambahan Beras Merah Terhadap Kandungan Protein Pada Tempe Biji Kecipir
Berdasarkan DKBM 2005, setiap 100 gram bahan kering biji kecipir mengandung 32,8 gr protein, ragi mengandung 43 gr protein dan beras merah
mengandung 7,5 gr protein. Dari hasil analisis kandungan protein berdasarkan DKBM 2005 pada tempe
biji kecipir dan tempe biji kecipir dengan berbagai variasi penambahan beras merah menunjukkan peningkatan kandungan protein dari keempat perlakuan. Pada tempe
biji kecipir dengan penambahan beras merah 30 memiliki kandungan protein yang tertinggi yaitu sebesar 106,354 gr dari perlakuan lainnya, tempe biji kecipir dengan
Universitas Sumatera Utara
penambahan beras merah 20 yaitu sebesar 104,104 gr, tempe biji kecipir dengan penambahan beras merah 10 yaitu sebesar 101,854 gr, dan tempe biji kecipir tanpa
penambahan beras merah yaitu sebesar 99,604 gr. Sedangkan hasil analisa laboratorium Badan Riset dan Standardisasi Industri BARISTAND Medan,
diperoleh kandungan protein untuk setiap 100 gram tempe yang dihasilkan, yaitu kandungan protein tempe biji kecipir sebesar 20,64 gr, tempe biji kecipir dengan
penambahan beras merah 10 sebesar 18,25 gr, tempe biji kecipir dengan penambahan beras merah 20 sebesar 16,18 gr dan tempe biji kecipir dengan
penambahan beras merah 30 sebesar 13,90 gr. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa tempe biji kecipir
tanpa penambahan beras merah memiliki kandungan protein yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tempe biji kecipir dengan variasi penambahan beras merah.
Adanya penurunan kandungan protein pada tempe biji kecipir yang dihasilkan, disebabkan karena adanya peningkatan kadar air yang terjadi selama proses
pembuatan tempe dan selama proses peragian. Penurunan kadar protein juga dipengaruhi oleh konsentrasi penambahan beras merah, dimana semakin banyak
beras merah yang digunakan dalam pembuatan tempe, maka kadar protein tempe pun semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena kadar protein biji kecipir
32,8 bk lebih besar daripada kadar protein beras merah 7,5 bk. Sehingga bila biji kecipir dan beras merah dicampurkan dalam pembuatan tempe, maka
tempe yang lebih banyak jumlah biji kecipirnya akan mengandung kadar protein yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Shurtleff dan Aoyagi
1979, bahwa jumlah total protein pada tempe dan kedelai yang siap diinokulasi
Universitas Sumatera Utara
peragian adalah sama, dengan total nitrogen tetap pada kisaran 7.5 selama fermentasi. Jadi kadar protein tempe sangat tergantung pada jumlah kandungan
protein pada bahan asal. Penelitian Then 1992 tentang Komplementasi Kedelai dengan Beras
menunjukkan bahwa semakin banyak beras yang digunakan dalam pembuatan tempe maka kadar protein makanan semakin menurun, tetapi daya cerna protein tempe yang
diuji secara in vitro semakin meningkat. Hal ini kerena penambahan beras pada
pembuatan tempe dapat meningkatkan jumlah asam amino yang diserap oleh tubuh. Hal ini penting sekali, karena dengan semakin banyaknya asam amino suatu protein
yang dapat diserap oleh tubuh, maka pemanfaatan asam-asam amino pada protein tersebut juga semakin maksimal. Daya cerna protein sendiri diartikan sebagai
kemampuan suatu protein untuk dihidrolisa menjadi asam-asam amino oleh enzim- enzim pencernaan. Suatu protein yang mudah dicerna berarti jumlah asam-asam
amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh relatif tinggi. Sebaliknya, suatu protein yang sukar dicerna berarti jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan
digunakan oleh tubuh rendah Muchtadi, 1989. Menurut ilmuwan Jepang, Liem 2007 yang dikutip oleh Nasution 2012,
makanan fungsional memiliki tiga fungsi dasar, yaitu warna dan penampilan yang menarik serta cita rasa yang enak, nutritional bernilai gizi tinggi, dan physiological
memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh.
Universitas Sumatera Utara
5.6. Analisa Ekonomi Dari Tempe Biji Kecipir Beras Merah