yang diperoleh dari penerima bantuan hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditanganinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang
dan; menberikan bantuan hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali
ada alasan yang sah secara hukum. Hak dan kewajiban penerima bantuan hukum terdapat dalam pasal
12, adapun hak peneriama bantuan hukum, mendapatkan bantuan hukum hingga masalahnya selesai danatau perkaranya telah mempunyai hukum
tetap, selama beneriama bantuan hukum yang bersangkutan tidak mencabut serat kuasa, mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan standar bantuan
hukum danatau kode etik advokat, dan mendapatkan informasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan pelaksanaan bantuan hukum sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penerima bantuan hukum berkewajiban pasal 13 sebagai berikut:
menyampaikan bukti, informasi, danatau keterangan perkara secara benar kepada penerima bantuan hukum, membantu kelancaran pemberian bantuan
hukum. Adapun syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum pasal 14
sebagai pemohon bantuan hukum harus memenuhi syarat-syarat: a.
Mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang- kurangnya identitas permohonan dan uraian singkat mengnai
pokok persoalan yang dimohonkan bantuan hukum
b. Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara, dan
c. Melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau
pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon bantuan hukum. Jika pemohon bantuan hukum tidak mampu menyusun permohonan
secara tertulis, pemohon secara tertulis, pemohon dapat diajukan secara lisan. Tata cara pemberian bantuan hukum terdapat dalam pasal 15, yakni
pemohon bantuan hukum permohonan bantuan hukum kepada pemberi bantuan hukum, maka dalam waktu paling lama 3 hari kerja setelah
permohonan bantuan hukum dinyatakan lengkap harus memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan tersebut, dalam hal
permohonan diterima, pemberi bantuan hukum memberikan bantuan hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari penerima bntuan hukum, dalam hal
permohonan ditolak, pemberi bantuan hukum mencantumkan alasan penolakan.
Peranan bantuan
hukum diperlukan
dan digunakan
untuk penyelenggaraan bantuan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang
Bantuan Hukum ini yakni dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan
pemerintah wajib
mengalokasikan dana
penyelenggaraan bantuan hukum tersebut pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi
manusia pasal 16 dan 17.
Undang-Undang No. 16 tahun 2011 adalah Undang-Undang Bantuan Hukum yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum
yang telah diseleksi, verifikasi, dan akreditasi, yakni lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan hukum
berdasarkan undang-undang ini.
40
BAB III POS BANTUAN HUKUM DI PENGADILAN AGAMA
A. Awal Mula Posbakum dan Perkembangannya
Persoalan bantuan hukum di Indonesia merupakan salah satu persoalan yang hingga saat ini masih cukup memprihatinkan dan belum
dapat terpecahkan secara memuaskan. Masih banyak para pencari keadilan yang tidak mampu secara ekonomi tidak dapat menikmati haknya untuk
dapat memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma.
1
Dalam tatanan normatif, tentunya pemerintah mempunyai kebijakan hukum untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi para
pencari keadilan yang tidak mampu, Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28 D 1, pasal 56 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekeuasaan
Kehakiman, pasal 68 B dan 68 C UU No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum, pasal 60 B dan 60 C UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan
Agama dan pasal 144 C dan 144 D UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang tersebut menunjukan bahwa setiap orang yang bersangkutan perkara berhak memperoleh bantuan hukum serta negara
1
Didi Kusnadi, Rahmat Ari Jaya, Perana Peradilan Agama Dalam Pengembangan Access To Justice di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal Peradilan Agama Republic
Indonesia, 2012, h. 16.
dalam hal ini menanggung biaya perkaranya bagi pencari keadilan yang tidak mampu.
Pada tahun 2011, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang Bantuan Hukum yakni Undang-Undang No. 16 Tahun 2011, dalam upaya
memenuhi access to justice, dalam rangka mengatasi persoalan hukum dan pemberian bantuan hukum secara optimal bagi pencari keadilan.
Salah satu bentuk respon positif dari lahirnya Undang-Undang tersebut adalah Mahkamah Agung Republik Indonesia merumuskan tiga
kebijakan penting yang berkaitan dengan access to justice, yakni pembebasan biaya perkara, sidang keliling, dan Pos Bantuan Hukum
Posbakum. Sebelumnya, pada Agustus 2010 Mahkamah Agung telah mengambil
langkah signifikan dalam mendorong upaya agar akses masyarakat miskin dan marginal dapat ditingkatkan. Langkah strategis yang ditempuh
Mahkamah Agung adalah menyempurnakan mekanisme bantuan hukum pada pengadilan.
2
Langkah tersebut antara lain adalah dikeluarkannya Surat Edar Mahkamah Agung SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan. Pembebasan biaya perkara, sidang di luar gedung pengadilan, dan
2
Direktorat Jenderal Peradilan Agama Republik Indonesia, Peringatan 130 tahun Peradilan Agama 1882-2012 Bukan Sekedar Perayaan, T.tp: Direktorat jenderal Peradilan
Agama Republik Indonesia, 2013, h. 236-237.
pembentukan Posbakum menurut ketentuan SEMA No. 10 Tahun 2010 adalah tiga bentuk bemberian layanan hukum bagi masyarakat yang tidak
mampu di pengadilan. Posbakum di pengadilan adalah layanan yang dibentuk oleh dan ada
pada setiap Pengadilan tingkat pertama untuk memberikan layanan hukum berupa informasi, konsultasi, dan advis hukum, serta perbuatan dokumen
hukum yang dibutuhkan sesuai dengan Peraturan Undang-Undang yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Umum, Peradilan
Agama, Peradilan Tata Usaha Negara.
3
Posbakum ternyata sudah lama eksis keberadaannya. Yakni pada awal tahun 1976, Yan Apul sebagai Sekretaris Peradin pada waktu itu, adalah
orang yang menggagas perlu adanya advokat pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma di pengadilan.
Gagasan Yan Apul, bermula dari kepusingan menyalurkan anak didiknya di sekolah kursus advokat. Hingga suatu waktu, Apul pergi ke PN
Jakatra Barat, bersama dengan adanya kunjungan Ketua Asosiasi Advokat dari Jepang.
4
Siang itu ketika melihat sejumlah tahanan di giring ke Pengadilan, advokat dari Jepang menanyai Apul tentang ketidak didampingi
sejumlah tahanan tersebut oleh pengacara, dengan berdiskusi bersama Jaksa
3
PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan.
4
Hukumonline.com, “Pos Bantuan Hukum Perlu di Tata Ulang”, artikel ini diakses
pada 19 Januari 2008 dari http:www.hukumonline.comberitabacahol18378pos-bantuan-
hukum-perlu-ditata-ulang .
Agung, hingga akhirnya Yan Apul mendirikan Pos-Pos Bantuan Hukum di pengadilan. Maka lahirlah Posbakum, dengan nama yang dipakai hingga
kini. Adapun dana Posbakum saat itu, dibantu oleh Departemen
Kehakiman, sebagian lagi di dapat dari klien, dan dalam perkembangannya, Posbakum tersebut tidak hanya menangani perkara pidana saja, Posbakum
juga menyediakan layanan konsultasi dan penangan perkara perdata, dari penanganan perkara perdata tersebut ternyata, advokat yang bertugas di
Posbakum pengadilan negeri dapat menghidupi diri. Berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan bahwa ternyata Pos
Bantuan Hukum cuma-cuma tersebut tidak geratis yang dibanyangkan, sehubungan sejak lembaga peradilan di dalam administrasi keuangannya di
satu atapkan ke Mahkamah Agung. Posbakum
merupakan pranata
baru di
pengadilan agama.
Keberadaanya merupakan implementasi dari amanat pasal 60 C ayat 1 Undang-Undang No. 50 Tahun 2009, yang mewajibkan pembentukan
Posbakum pada setiap Peradilan Agama Mahkamah syar’Iyah untuk pencari
keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.
5
Pada tahun 2010, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung
Republik Indonesia melakukan persiapan dan perencanaan untuk pendirian
5
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, Peran Peradilan Agama dalam Pengembangan Access to justice di Indonesia, T,tp:
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2012, h. 86.