Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
menimbulkan perdebatan. Norma hukumnya merujuk pada kualifikasi “Penerima Bantuan Hukum” menurut UU No. 16 Tahun 2011 Tentang
Bantuan Hukum.
12
Ketika UU No. 16 Tahun 2011 memutuskan sentralisasi pemberian bantuan hukum, nasib Pos-Pos Bantuan Hukum yang sudah ada di
pengadilan menjadi tidak jelas, Peraturan Perundang-Undangan bidang Kekuasaan Kehakiman mengharuskan pembentukan Pos Bantuan Hukum di
semua pengadilan untuk semua tingkatan. Mahkamah Agung sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Bantuan Hukum.
13
Setelah itu pada tahun 2014, Mahkamah Agung menerbitkan peraturan MA PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan
Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan. Secara prodeo cuma-cuma. Dengan terbitnya PERMA No. 1 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan, maka SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian
Bantuan tidak berlaku lagi.
14
Ruang lingkup layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan yang diatur di PERMA No. 1 Tahun 2014 terdiri dari layanan
12
Msy, “Pemerintah Diingatkan Tentang Pasal 56 KUHP”, artikel ini diakses pada 30 April 2012 dari
http:m.hukumonline.comberitabacalt4f9e125114dd95pemerintah- diingatkan-tentang-pasal-56-kuhap
.
13
Ibid.
14
Ash, “MA Terbitkan Perma Bantuan Hukum Prodeo”, artikel ini diakses pada 22 Januari 2014 dari
http:m.hukumonline.comberitabacalt52df6d97d3cma-terbitkan- perma-bantuan-hukum-prodeo
pembebasan perkara, penyelenggaraan sidang di luar gedung pengadilan dan penyediaan Posbakum pengadilan. Meskipun dari ruang lingkup bantuan
hukum tidak berbeda jauh, dua produk hukum MA itu memiliki sejumlah perbedaan.
15
Sama pentingnya, sebagaimana pemerintah membantu masyarakat tidak mampu dalam memperoleh akses peradilan agama karena, keberadaan
mereka di daerah yang terpencil dengan adanya sidang keliling, perkara yang diajukan secara prodeo atau cuma-cuma bagi masyarakat yang tidak
mampu, dengan adanya Pos Bantuan Hukum yang merupakan bantuan hukum resmi yang didirikan oleh MA, yang akan ada nantinya di setiap
pengadilan, dan hal-hal tersebut telah diatur dengan salah satu peraturan yakni PERMA No. 1 Tahun 2014.
Keberadaan Pos Bantuan Hukum yang telah direncanakan akan berada di setiap pengadilan belum terlaksana, menarik bagi peneliti membahas dan
mengetahui lebih mendalam tentang bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu di pengadilan agama yang nantinya akan tersebar di seluruh
pengadilan agama di Indonesia, serta sangatlah penting adanya bantuan hukum bagi masyarakat untuk memperoleh informasi, kosultasi, pembuatan
surat gugatan dan lain-lain, yang tidak mudah didapatkan, apalagi bagi masyarakat yang kurang mampu. Berbeda jika mereka pergi ke kantor-
kantor pengacara yang tentunya memerlukan biaya.
15
PERMA NO 1 Tahun 2004 Tentang pedoman pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di Pengadilan.
Seperti yang telah dipaparkan di atas Pos Bantuan Hukum diberikan kepada orang yang tidak mampu secara ekonomis dan atau tidak memiliki
akses informasi dan konsultasi, dalam pasal 22 PERMA No. 1 Tahun 2014, dibuktikan dengan melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu, Surat
Keterangan Tunjangan Sosial, surat sejenis lainnya, atau surat pernyataan tidak mampu membayar jasa advokat.
Hasil penelitian dan analisis yang dilakukan oleh AIPJ Austalia Indonesia Patnership for Justice dalam rumah tangga 30 termiskin di
Indonesia menunjukan bahwa:
16
55 pasangan tidak memiliki aktebuku nikah 75 anak-anak mereka tidak punya akte kelahiran.
Aktebuku nikah orang tua diperlukan sebagai syarat untuk mendapatkan akte kelahiran anak yang mencantumkan nama ayah dan nama
ibu. Alasan orang tidak memiliki identitas hukum:
17
Terlalu mahal 41 Lokasi layanan terlalu jauh 15
Tidak tahu caranya memperoleh identitas hukum 12 Proses terlalu rumit 9
16
Australia Indonesia Partnership For Justice, Studi Dasar AIPJ Tentang Identitas Hukum Jutaan Orang Tanpa Indentitas Hukum Di Indonesia, h. 61
17
Ibid., h. 77
Adapun dampak dari masyarakat yang tidak memilik identitas hukum, maka masyarakat akan sulit untuk mendapatkan akses pada pendidikan,
kesehatan, bantuan sosial, dan perlindungan hukum, dari hasil penelitian tesebut menunjukan yang ternyata masih banyak orang yang belum
memiliki identitas hukum. Dengan banyak permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat,
selain itu seperti percerain, waris, hadhonah, dan lain sebagainya yang menjadi kewenangan absolut peradilan agama, baik masyarakat mampu atau
tidak mampu, belum tentu mengetahui bagaimana proses beracara di pengadilan, dan memperoleh haknya tersebut, disini bagaimana peradilan
agama memberikan bantuan hukum, khususnya bagi masyarakat yang tidak mampu dalam menyelesaikan perkara atau permasalahannya dan hal-hal
yang dibutuhkan untuk mendukung penyelesaian perkara tersebut. Karena pentingnya masalah ini dan untuk wawasan, kemudian dari
latarbelakang di atas, penulis tertarik untuk membahas masalah lebih jauh dan mendalam terkait tentang layanan bantuan hukum bagi masyarakat tidak
mampu di pengadilan agama khususnya penerapan di Pengadilan Agama Depok, maka penulis merumuskannya dalam bentuk skripsi dengan judul
“BANTUAN HUKUM ADMINISTRATIF BAGI MASYARAKAT TIDAK MAMPU DI PENGADILAN AGAMA”