sebelumnya di kota Semarang. perpaduan antara unsur-unsur seni Cina dan Jawa dalam Gambang Semarang merupakan salah satu
gambaran bahwa masyarakat Cina di Semarang senang mengambil unsur-unsur budaya pribumi untuk dipadukan dengan
kebudayaannya. Terlepas dari kontroversi mengenai asal-usul Gambang
Semarang, tidak dapat dipungkiri kesenian itu lahir atas prakarsa masyarakat Semarang sendiri dan sampai kini juga masih
dibutuhkan serta diperhatikan oleh kalangan tertentu di Semarang. Lagi pula, Gambang Semarang terus mengalami pengembangan
sesuai dengan selera masyarakat Semarang.
2. Karakteristik Gambang Semarang
Gambang Semarang adalah seni pertujukan yang merupakan perpaduan antara seni musik, sei tari, seni suara dan lawak.
Sebagai seni tradisional kerakyatan, Gambang Semarang memiliki konsep estetis. Konsep estetis adalah konsep yang berkenaan
dengan keindahan , baik sebagai obyek yang dapat di simak dari karya seni, maupun subjeknya atau penciptanya yang berkaitan
dengan proses kreatif dan filosofinya.
160
Konsep estetis dalam Gambang Semarang meliputi unsur musik, nyanyian, tarian, lawak dan sastra pantun. Dengan kata
lain, Gambang Semarang tidak hanya merupakan pertunjukan
160
Agus Sachari, Estetika Terapan: Spirit-spirit yang Menikam Desain, Nova, Bandung,
1990,hal 2
musik karena didalamnya juga terdapat unsur nyanyian, tarian, lawak dan pantun yang dinyanyika secara bergantian berbalas
pantun.
161
Selain memiliki konsep estetis, Gambang Semarang juga memiliki urutan penyajian tertentu dalam pertunjukanya yaitu :
1. Instrumentalia, sebagai pembuka pertunjukan 2. Lagu Gambang Semarang sebagai tanda perkenalan
3. Lagu vokal instrumentalia sebagai pengiring tarian 4. Lawak
5. Lagu vokal instrumentalia untuk pengiring tarian 6. Lagu-lagu penutup
Urutan pengadegan seni pertunjukan Gambang Semarang diatas menunjukkan adanya perpaduan antara musik, tari,
nyanyian, dan lawak. Urutan instrumentalia, lagu Gambang Semarang, diikuti dengan nyanyian dan tarian, kemudian lawak
kembali ke lagu untuk mengiringi tarian dan diiringi dengan lagu penutup, merupakan urutan khas Gambang Semarang.
162
Urutan penyajian dan konsep estetis yang berlaku pada pertunjukan
Gambang Semarang tersebut dijadikan sebagai pijakan dalam penataan kesenian Gambang Semarang sebagai identitas budaya
Semarang.
161
Hasil wawancara dengan Dhanang Respati, dosen Fakultas Sejarah Jurusan Sejarah UNDIP, Semarang tanggal 16 Desember 2008
162
Hasil wawancara dengan Agus Supriyanto, pencipta tari Gado-gado Semarangan karya cipta yang terinspirasi oleh Gambang Semarang, Semarang tanggal 28 Januari 2009
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas, berikut ini diuraikan instrumen yang digunakan dalam penataan kesenian
Gambang Semarang sebagai identitas budaya Semarang. a Gambang
Kesenian Gambang Semarang ini menggunakan instrumen gambang dengan susunan nada 1 do, 2 re, 3 mi, 5 sol,
dan 6 la sebanyak 18 bilah atau sepanjang 3,5 oktaf. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, penataannya menggunakan
dua buah gambang, yaitu gambang melodi dangambang kontra bas dengan susunan nada yang lebih lengkap. Gambang
melodi terdiri atas 20 bilah bernada dasar D = Do dengan susunan : 1 do,2 re, 3 mi, 4 fa atas 20 bilah bernada
dasar D = Do dengan susunan : 1do, 2 re, 3 mi, 4 fa, 5 sol, 6 la, 7 si sepanjang 3 oktaf, dengan penambahan satu
nada kromatis 6 le yang peletakkannya di atas rancakan bergantian dengan nada 7 si dan disesuaikan dengan
kebutuhan. Gambang kontra bas terdiri atas 17 bilah. Instrume ini
memiliki susunan nada yag berbeda dengan gambang melodi, karena berfungsi membawakan accord, yaitu: 7 si atau 6 le,
1 do, 2 re, 3 mi, 4 fa, atau 4 fi, 5 sol, 6 la, 7 si, 1 do, 1 di, 2 re, 2 ri, 3 mi, 4 fi, 5 sol.
b Bonang
Terdiri atas lima buah nada, yaitu 1 do, 2 re, 3 mi, 5 sol dan 6 la sepanjang dua oktaf.
c Kendhang membraphone Alat
musik pukul
terbuat dari kayu berbentuk silinder
berongga dan kembung di tengah. Pada lubang dikedua sisiya ditutup dengan kulit yang tidak sama besarnya. Pada Gambang
Semarang menggunakan satu buah kendhang dan dua buah ketipung yang biasanya disebut dengan tepak dan kulanter.
Untuk memainkannya, kulit yang menjadi sumber bunyi ditepak dengan kedua tangan.
d Kempul dan Gong Gambang Semarang menggunakan satu buah kempul dan
gong suwukan. e SulingFlute
Dalam Gambang Semarang pada umumnya, alat tiup yang digunakan adalah suling. Dalam penataan ini meggunakan flute,
karena selain menghasilkan kualitas suara yang lebih bagus, juga memiliki fasilitas nada yang lebih lengkap daripada suling.
f Kecrek Alat musik berupa tiga atau empat keeping logam besi,
kuningan, atau perunggu yang disusun di atas kayu. Instrumen ini mengeluarkan bunyi “crek” bila di tabuh dengan
menggunakan alat pemukul.
g Demung Demung adalah salah satu instrument musik pukul dalam
karawitan Jawa. Berbeda dari demung dalam karawitan yang ber-laras pelog dan slendro, demung dalam Gambang
Semarang bernada diatonis, yang terdiri atas 8 bilah nada dalam oktaf rendah, yaitu 1 do, 2 re, 3 mi, 4 fa, 5 sol, 6
la, 7 si, 1 do. h Saron
Saron adalah satu instrumen yang bernada diatonis yang berfungsi sebagai pembawa melodi, yang terdiri atas 13 buah
dalam oktaf sedang dengan susunan nada : 5 sol,6 la, 7 si, 1 do, 2 re, 3 mi, 4 fa, 5 sol, 6 la, 7si, 1 do, 2 re, 3
mi i
Kongahyan Kongahyan
adalah sebuah
instrumen gesek
yang berasal
dari Cina. Instrumen ini mempunyai dawai sebanyak dua buah yang direntangkan pada sebuah wadah gema terbuat dari
tempurung berlapis kulit tipis dan berleher kayu panjang. Untuk memainkannya, alat itu harus digesek dengan sebuah tongkat
penggesek yang terselip diantara kedua dawainya. Dalam Gambang Semarang, kedua dawai itu di-stem nada 5 sol dan
2 re.
j Seni SuaraLagu
Lagu-lagu dalam Gambang Semarang Tabel 1
No Nama Lagu Pencipta
Makna
1 Gambang SemarangEmpat
Penari Oey Yok
Siang Kelincahan dan gerak-gerik penari
Gambang Semarang 2
Gado-gado Semarang Kelly Puspito Sejarah, kondisi geografi,etnis dan
budya kota Semarangs 3
Simpang Lima Kho Tjai Hian Keindahan sebuah kawasan di kota
Semarang yang sangat terkenal yaitu Simpang Lima
4 Semarang Tempo Doeloe
Jayadi Ekspresi keprihatinan dan sindiran
dari penciptanya terhadap kondisi bangunan kuno cagar budaya di
kota Semarang yang semakin lama kondisinya semakin memprihatikan,
bahkan sebagian diantaranya telah hilang
5 Semarang Kota Atlas
Kelly Puspito bertutur tentang
kondisi kota
Semarang sebagai kota yag aman, tertib,lancer dan asri sesuai dengan
semboyan kota itu ATLAS 6
Tanjung Emas Kelly Puspito
Kemegahan mercusuar
dan berbagai kegiatan di pelabuhan
Semarang dengan kapal-kapal tang sedang berlabuh dan aktivitas
bongkar muat barang, yang menegaskan bahwa kota Semarang
sebagai kota Bandar.
7 Makanan Khas
Semarang Kelly
Puspito Tentang makanan khas kota Semarang yang beraneka macam
dan salah satu yang istimewa dan dikenal dimana-mana adalah lunpia
Sumber: Laporan Terpadu Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi “Penataan Kesenian Gambang Semarang Sebagai Identitas Budaya Semarang”,
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Diponegoro, Semarang,2000
k Seni Tari Tari ini berpijak pada gerak dasar tari Gambang Semarang
yaitu ngondhek, ngeyek, dan genjot, dipadu dengan unsure dan ragam gerak tari putri Jawa klasik gaya Surakarta yang sudah
memasyarakat di kota Semarang.
l Lawak Ada tiga jenis lawakan yang terdapat dalam pertunjukan
lawak Gambang Semarang. Ketiga jenis lawakan itu adalah: a Lawakan verbal yaitu lawakan dengan menggunakan monolog
atau dialog; b lawakan non-verbal yaitu lawakan dengan menggunakan gerak-gerik yang menimbulkan kelucuan atau
comedy of manners; dan c lawakan musikal yaitu lawakan yang memanfaatkan instrumen musik sebagai pengiring dan
pendukung suasana kocak. Disamping itu, dalam pertunjukan lawak Gambang Semarang juga terdapat judul lawak yang
menggambarkan materi lawakan dan merupakan jalan cerita, seperti Dhadhung Kepuntir dan Tukang Potong.
163
Gambang Semarang dalam perkembangannya memang tidak seberuntung dengan seni pertunjukan rebana yang merupakan
folklor akulturasi dengan dengan Timur Tengah dibaca arab hal ini disebabkan karena Gamabang Semarang merupakan folklor
akulturasi dengan negara Cina. Secara umum, pada saat itu
163
Wawancara dengan Dhanang Respati, dosen Fakultas Sastra Jurusan Sejarah, Semarang tanggal 16 Desember 2008
masyarakat Jawa telah terbangun sebuah citra khusus tentang komunitas Cina yang melekat dengan kegiatan ekonomi dan
aliansinya baik dengan penguasa politik lokal maupun kolonial yang merugikan rakyat. Sebuah proses pengasingan komunitas Cina
dari masyarakat Jawa secara menyeluruh mulai berlangsung, yang salah satu titik puncaknya terbentuk sepanjang Perang Diponegoro.
Dalam perkembangan selanjutnya, komunitas Cina terus menjadi sasaran utama berbagai aksi dari sentimen sosial yang
berkembang di dalam masyarakat Jawa kolonial.
164
Begitu juga dalam konteks keindonesiaan, Jawa danCina adalah dua entitas yang berbeda dan terpisah. Atau dalam bahasa
resmi penguasa politik, Jawa berhak menjadi salah satu eleme dalam identitas keindonesiaan melalui statusnya sebagai pribumi
atau orang Indonesia asli. Sementara itu Cina hanya merepresentasi sesuatu yang ada di luar keindonesiaan melalui
status yang dipaksakan sebagai non-pribumi. Walaupun dalam kenyataan historisnya orang Cina bukan satu-satunya kelompok
etnik atau bangsa “pendatang” di Pulau Jawa dan di Indonesia secara umum, label non-pribumi hanya melekat pada komunitas
Cina. Kenyataan itu semakin diperkuat oleh tradisi pemikiran
historiografis yang berkembang di Indonesia selama ini, yang
164
Bambang Purwanto dalam Rustopo, Menjadi Jawa Orang-Orang Cina dan Kebudyan Jawa di Surakarta, 1895-1998, Yayasan Nabil, Jakarta, 2007.hal XVII
memberi kesan adanya pengingkaran sistematis dalam menempatkan Cina dalam sejarah Indonesia umumnya dan sejarah
Jawa khususnya. Keberadaan masa lalu yang berkaitan dengan Cina, unsur penting dari entitas komunitas Cina di Jawa, tidak
hanya dipahami sebagai sabrang yang datang dari luar melainkan juga sekaligus sebagai alien yang tidak mungkin dapat bercampur
baik dengan Indonesia secara umum maupun Jawa secara khusus. Semua realitas masa lalu yang berhubungan dengan Cina sulit
diterima sebagai satu kesatuan dengan masa lalu Jawa ketika sejarah dikonstruksikan. Jarang sekali ditemukan adanya upaya
untuk melihat masa lalu Cina di Jawa secara sosio-kultural, yaitu sebagai salah satu bagian yang secara integratif membentuk
identitas Jawa. Oleh karena itu tidak mengherankan jika selalu muncul penolakan keras terhadap semua konstruksi dan
eksplanasi sejarah yang mengkaitkan identitas kejawaan dengan unsur-unsur kecinaan.
165
Hal inilah yang menjadi salah satu kendala mengapa Gambang Semarang kurang begitu berkembang
di Semarang pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu perlu pemahaman paradigma pada setiap masyarakat
bahwa Cina dan Jawa adalah dua hal yang tidak bisa dibedakan dan dipisahkan sebagai sebuah identitas.
165
Hasil wawancara dengan Danang Respati Puguh, dosen Fakultas Sastra Jurusan Sejarah UNDIP, Semarang tanggl 16 Desember 2008
3. Bentuk Pengakuan Masyarakat Terhadap Eksistensi