Ruang LingkupTindak Pidana UU No 32 tahun 2004

enam ratus ribu rupiah atau paling banyak Rp. 6000.000,00 enam juta rupiah.

4. UU No 32 tahun 2004

UU NO 32 tahun 2004 juga merupakan hukum administrasi menganai Pemerintah Daerah. Pada bagian kedelapan paragrap ketujuh terdapat 5 Pasal ketentuan pidana mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, yaitu Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118 dan Pasal 119. Tindak pidana terhadap konstitusi dan ideologi negara di atur dalam pasal 116 ayat 2 jo Pasal 81 ayat 1 jo Pasal 78 huruf a. Pasal 78 berisi tentang larangan dalam kampanye, yang pada huruf a menyatakan bahwa dalam kampanye dilarang mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang- undang dasar 1945. Pasal 81 ayat 1 menyatakan bahwa pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 116 ayat 2 yang merupakan ketentuan pidananya menyatakan bahwa Seiap orang yang dengan sengajaketentuan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf fdiancam dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga bulanatau paling lama 18 delapan belas bulan danatau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 enam ratus ribu rupiah atau paling banyak Rp. 6000.000,00 enam juta rupiah.

b. Ruang LingkupTindak Pidana

Dalam empat serangkai undang-undang di atas terdapat tiga macam tindak pidana, yaitu menganut, menyebarkan dan mengembangkan ajaran KomunismeMarxisme-Leninisme, dan Mempersoalkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945Pembukaan UUD 1945. Aturan pidana dalam keempat undang-undang khusus tersebut tidak ada penjelasan mengenai kategori perbuatan yang dikriminalisasikan apakah termasuk kejahatan atau pelanggaran. Karena walaupun pemilahan itu sudah ditinggalkan, namun KUHP yang merupakan induk perundang-undangan pidana masih menganutnya. Buku kedua berisi kejahatan, sedangkan buku ketiga berisi pelanggaran. 1. Menganut, Menyebarkan dan Mengembangkan Ajaran KomunismeMarxisme-Leninisme Larangan ini terdapat dalam UU No 31 Tahun 2002 yang ditujukan kepada partai politik. Parpol yang menganut paham KomunismeMarxisme-Lninisme berarti menjadikan paham itu sebagai dasar, asas dan rujukan dalam pendirian maupun operasionalnya.”Menganut” lebih cenderung pada persoalan internal partai. Sedangkan kata “menyebarkan” dan “mengembangkan” lebih bersifat eksternal partai, karena sasarannya bukan partai melainkan eksternal partai, baik anggota atau masyarakat luas. Pasal 28 ayat 6 yang merupakan aturan pidananya menyatakan bahwa “pengurus partai politik yang menggunakan partainya untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 6 dipidana….”. Kata “menggunakan” berarti memanfaatkan untuk kepentingan tertentu, dalam hal ini untuk “menganut, menyebarkan danatau mengembangkan ajaran KomunismeMarxisme-Leninisme”. Di sini nampak adanya kerancuan ketika kata “menggunakan” dirangkai dengan kata “menganut”. Kiranya sulit untuk memahami kalimat “Menggunakan partai politik untuk menganut……”. Kata “menganut” tidak membutuhkan alat. Berbeda dengan kata “menyebarkan” dan “mengembangkan” yang memang membutuhkan alat. 2. Mempersoalkan Pancasila Dan Pembukaan Undang-undang dasar 1945 Ada persamaan obyek antara UU No. 12 Tahun 2003 dan UU No. 23 Tahun 2003 maupun dalam UU No 23 tahun 2003. Dalam UU No. 12 Tahun 2003 dabn UU No 32 tahun 2004 obyeknya adalah Pancasila dan Pembukaan Undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945. demikian juga dalam UU No. 32 Tahun 2004 obyeknya adalah Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Persoalannya adalah tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud mempersoalkan. Dalam penjelasan hanya dikatakan “cukup jelas”. Padahal kata “mempersoalkan” memiliki arti dan jangkauan yang luas. Mempersoalkan sesuatu berarti menganggap dan mengungkapkan adanya persoalan pada sesuatu itu. Dalam hal ini obyek yang dipersoalkan adalah Pancasila dan UUD 1945 Pembukaan UUD 1945. Masalah yang bisa dipersoalkan tentu banyak. Orang dapat mempersoalkan dari berbagai sudut pandang. Misalnya mempermasalahkan kedudukan keduanya dalam kehidupan kenegaraan, mempersoalkan kandungannya, mempersoalkan sejarahnya dan sebagainya. Jadi kata mempersoalkan merupakan istilah yang multiinterpretasi, sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian dan pada gilirannya membuka pintu bagi penguasa untuk sewenang-wenang. 227 Perbuatan mempersoalkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dibatasi oleh tempus delicti yang sama, yaitu pada waktu kampanye. Jadi tidak berlaku di luar kampanye. Kampanye itu sendiri dalam UU No 12 tahun 2003 dirumuskan sebagai kegiatan peserta pemilu danatau calon anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi maupun DPRD kabupatenkota untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan program-programnya. Sedangkan dalam UU No 32 Tahun 2004 kampanye diberi pengertian sebagai kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi dan program-program calon. Dalam UU No 23 Tahun 2003 juga sama. Jadi pengertian kampanye dalam ketiga undang-undang tersebut pada prinsipnya sama. sama. Kampanye lebih sempit dari pada “di muka umum” karena dimuka umum tidak hanya kampanye saja. Mengenai sifat melawan hukum dalam keempat undang- undang di atas tidak dirumuskan secara eksplisit. Hal itu berarti bahwa unsur obyektif tersebut tidak perlu dibuktikan di depan pengadilan, karena ia dianggap ada kecuali terbukti sebaliknya. 228

c. Pertanggungjawaban Pidana