C. KEBIJAKAN LEGISLATIF DALAM RANGKA PERLINDUNGAN IDEOLOGI DAN KONSTITUSI NEGARA Di MASA MENDATANG
1. Kebijakan Formulasi kriminalisasi Perbuatan Yang Membahayakan Ideologi dan Konstitusi negara
a. FormulasiKriminalisasi perbuatan yang membahayakan Ideologi Negara
Dalam kaitannya dengan ruang lingkup tindak pidana di masa mendatang setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh pembuat
undang-undang. Ketiga hal tersebut adalah perluasan tindak pidana terhadap ideologi dan konstitusi negara, rumusan tindak pidana terhadap
konstitusi negara dalam KUHP, dan perubahan serta sinkronisasi pasal.
1. Perluasan Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara
Dalam hukum positip yang sekarang paham yang dilarang hanya Komunismarxisme saja. Padahal masih ada paham lainnya
yang membahayakan negara, misalnya paham agama tertentu. Oleh sebab itu tindak piddana terhadap ideologi negara perlu diperluas
tidak hanya menyangkut paham KomunismeMarxisme-Leninisme saja. Ada dua alternatif, yaitu dengan mencantumkan asas legalitas
dan menambah objek yang dilarang, tidak hanya komunismeMarxisme-Leninsme saja tetapi juga paham lain yang
bertentangan dengan ideologi negara. Mengenai asas legalitas dalam fungsinya untuk melindungi
mengharuskan adanya peraturan perundang-undangan terlebih dahulu untuk dapat dituntutnya suatu perbuatan secara pidana, sehingga tidak
ada perbuatan yang dapat dituntut secara pidana kecuali berdasarkan
undang-undang.
233
Dengan ketentuan demikian maka perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terbatas pada perbuatan
yang oleh undang-undang memang ditetapkan sebagai tindak pidana. Sedangkan perbuatan di luar yang telah ditentukan tidak dapat dituntut
secara pidana meskipun akibat yang ditimbulkannya sangat merugikan atau membahayakan.
Persoalannya adalah apakah yang merugikan atau berbahaya akan dibiarkan begitu saja hanya karena belum atau tidak diatur dalam
undang-undang? Di satu sisi, membiarkan perbuatan yang membahayakanmerugikan merupakan bentuk perlindungan terhadap
individu, namun perlindungan terhadap masyarakat terabaikan. Padahal hukum pidana tidak hanya melindungi individu, melainkan
juga masyarakat. Kedua perlindungan tersebut harus seimbang. Menyeimbangkan perlindungan individu dan masyarakat
antara lain adalah dengan membuka kemungkinan dituntutnya secara pidana suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat, meskipun belum diatur dalam undang-undang. Kemungkinan demikian tidak berarti bertentangan dengan asas
legalitas, namun justru merupakan pengembangannya. Jika asas legalitas dalam pengertian Nullum delictum Noella poena praevia lege
poenali tiada suatu perbuatan dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undnangan yang telah ada disebut sebagai
asas legalitas formal, maka asas legalitas dalam pengertian dapat dituntutnya suatu perbuatan secara pidana berdasarkan hukum yang
hidup dalam masyarakat disebut asas legalitas materiil.
233
Schaffmeister , Op. Cit, hal. 6
Kehadiran asas legalitas materiil sebagai penyeimbang bagi asas legalitas formal justru menopang keadilan, karena dapat
menampung perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki masyarakat . Jika tidak dipidana maka akan melukai perasaan keadilan. Perbuatan-
perbuatan demikian tidak selalu tertampung oleh undang-undang, karena seringkali berkembang lebih cepat dari pada perkembangan
hukum. Dalam kaitannya dengan perlindangan hukum pidana
terhadap ideologi dan konstitusi negara kehadiran asas legalitas dapat menampung perbuatan-perbuatan yang dapat mengancam keduanya,
mengingat ancaman terhadap ideologi tidak hanya dari KomunismeMarxisme-Leninisme saja, namun dapat berasal dari
ideologi-ideologi lain yang tidak sejalan dengan Pancasila. Pengaturan dalam hukum positip sekarang yang seolah-olah hanya
KomunisMarxisme-Leninisme saja yang bertentangan dengan Pancasila, nampaknya tidak dapat dilepaskan dari sejarah pahit
pemberontakan PKI pada tahun 1948 dan 1965. Asas legalitas sendiri sebenarnya juga mengalami pergeseran
serta perluasan, antara lain sebagai berikut : a. Bentuk pelemahanpenghalusan terdapat dalam KUHP sendiri,
yaitu yang ada dalam Pasal 2 ayat 1 tentang Aturan Peralihan. b. Dalam praktek Yurisprudensi dan perkembangan teori dikenal
adanya sifat melawan hukum yang materiil; c. Dalam hukum positip dan perkembangannya selanjutnya di
Indonesia asas legalitas tidak semata-mata diartikan sebagai
“Nullum Delictum sine lege” tetapi juga diartikan sebgai nullum delictum sine ius.
234
Di sisi lain memang tidak mudah untuk menerima gagasan legalitas dari yang bersifat formal ke arah legalitas yang bersifat
materiril, karena gagasan demikian masih relatif baru. Oleh sebab itu alternatif kedua adalah menambah obyek yang dilarang, dengan
menambah kalimat “dan paham lainnya yang bertentangan dengan Pancasila” pada setiap pasal yang mencantumkan paham
“KomunismeMarxisme-Leninisme.
2. Perubahan dan Penjelasan Rumusan serta Sinkronisasi Pasal