14
5. Evaluasi Menurut Iskandarwassid dan Sunendar 2011: 179 evaluasi pengajaran
dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari hasil pengajaran atau dari sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia
pendidikan. Sementara itu, Nurgiyantoro 2012: 5 menganggap bahwa evaluasi memiliki persamaan kata dengan penilaian, yaitu sebagai suatu proses untuk
mengukur kadar pencapaian tujuan. Lebih lanjut Tuckman melalui Nurgiyantoro, 2012: 6 mengartikan
penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria
yang telah ditentukan. Tujuan dan fungsi penilaian dirumuskan oleh Nurgiyantoro 2012: 30-33,
di antaranya: a untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan yang berupa berbagai kompetensi yang telah ditetapkan dapat dicapai lewat kegiatan
pembelajaran yang dilakukan, b untuk memberikan objektivitas pengamatan kita terhadap tingkah laku hasil belajar peserta didik, c untuk mengetahui
kemampuan peserta didik dalam kompetensi, pengetahuan, keterampilan, atau bidang-bidang tertentu, d untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dan
memonitor kemajuan belajar peserta didik, dan sekaligus menentukan keefektifan pelaksanaan pembelajaran, e untuk menentukan layak tidaknya seorang peserta
didik dinaikkan ke tingkat di atasnya atau dinyatakan lulus dari tingkat pendidikan yang ditempuhnya, f untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan.
15
C. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah meliputi keterampilan berbahasa dan kemampuan bersastra. Keterampilan berbahasa
menuntut adanya pengetahuan dan pengalaman dalam berbahasa maupun nonkebahasaan. Demikian pula pengetahuan berbahasa belum dianggap lengkap
kalau belum dibarengi dengan dengan pengalaman berbahasa. Pengalaman berbahasa hanya didapat melalui latihan yang intensif yang dapat
mengembangkan potensi yang ada pada diri seseorang Sutari, dkk, 1997: 4. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat keterampilan berbahasa, yaitu
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Kegiatan menyimak dan berbicara merupakan proses alamiah, sedangkan kegiatan membaca dan menulis merupakan
keterampilan yang didapat melalui proses pendidikan. Keempat keterampilan berbahasa tersebut saling berkaitan satu sam lain, sedangkan kemampuan
bersastra terintegrasi dalam keterampilan berbahasa. Empat keterampilan berbahasa dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Keterampilan Menyimak Menyimak merupakan suatu keterampilan berbahasa yang tidak dapat
dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari baik di lingkungan formal maupun informal. Menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang paling mendasar di
antara empat keterampilan berbahasa lainnya. Menyimak sangat dekat maknanya dengan mendengar dan mendengarkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
melalui Sutari, dkk, 1997: 16 mendengar mempunyai makna dapat menangkap
16
bunyi dengan telinga. Alat pendengar manusia pasti akan menangkap bunyi tanpa ada unsur kesengajaan.
Kegiatan menyimak merupakan proses alamiah yang dilalui oleh seseorang melalui alat pendengaran, yaitu telinga. Pada dasarnya menyimak
sangat erat hubungannya dengan berbicara, dapat kita lihat bahwa keberhasilan proses menyimak informasi juga tidak lepas dari kelihaian pembicara
menyampaikan informasi. 2. Keterampilan Berbicara
Iskandarwassid dan Sunendar 2011: 286 menyatakan bahwa ada beberapa konsep dasar yang harus dipahami oleh pengajar sebelum mengajarkan
bahasa kedua dengan model pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu: a berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal, b berbicara adalah
proses berkomunikasi individu, c berbicara adalah ekspresi kreatif, d berbicara adalah tingkah laku, d berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman, e
berbicara merupakan sarana memperluas cakrawala, f berbicara adalah pancaran pribadi.
3. Keterampilan Membaca Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah
kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata-mata. Membaca sering kali dianggap sebagai kegiatan yang pasif. Sebenarnya pada peringkat yang lebih
tinggi, membaca bukan sekedar memahami lambang-lambang tertulis, melainkan berarti pula memahami, menerima, menolak, membandingkan, dan meyakini
pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh pengarang Harjasujana, 1996: 5.
17
Iskandarwassid dan Sunendar 2011: 246 menyatakan bahwa membaca merupakan kegiatan untuk mendapatkan makna dari apa yang tertulis dalam teks.
Untuk keperluan tersebut, selain perlu menguasai bahasa yang dipergunakan, seorang pembaca perlu juga mengaktifkan berbagai proses mental dalam sistem
kognisinya. Kemampuan membaca dan menyimak sama-sama tergolong ke dalam
kemampuan aktif-reseptif, tetapi berbeda cara penyampaiannya. Kemampuan menyimak dipergunakan untuk mengukur kemampuan memahami bahasa lisan,
sedangkan kemampuan membaca untuk bahasa tulis. 4. Keterampilan Menulis
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang berada pada tataran paling tinggi. Menulis merupakan menurunkan atau melaukiskan lambang-
lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan
gambaran grafik itu Tarigan, 2008: 21. Sementara itu, Gie 2002: 3 mengungkapkan bahwa menulis merupakan
kata sepadan yang mempunyai arti yang sama dengan mengarang. Mengarang adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan
menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hairston 1996: 3 yang menyatakan bahwa menulis adalah salah satu sarana untuk menemukan sesuatu. Dalam hal ini,
dengan menulis kita dapat merangsang pemikiran kita, dan kalau itu dilakukan
18
dengan intensif maka akan dapat membuka penyumbat otak kita dalam rangka mengangkat ide dan informasi yang ada di alam bawah sadar pemikiran kita.
Selain itu kegiatan menulis juga dapat memunculkan ide baru. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah
kegiatan mengungkapkan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan yang runtut dan sistematis agar bisa dipahami oleh pembaca.
D. Pendidikan Inklusif
Ilahi 2013: 24 mengemukakan bahwa konsep pendidikan inklusif merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang
berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Pendidikan inklusif
didefinisikan sebagai sebuah konsep yang menampung semua anak yang berkebutuhan khusus ataupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan
menulis. Menurut Pemendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif
bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan atau Bakat Istimewa, Pasal 1 melalui Kustawan, 2012: 8 bahwa pendidikan
inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik pada umumnya.