Pengaruh Karakteristik dan Alat Pelindung Diri (APD) yang Digunakan para Pekerja Penambang Emas terhadap Kejadian Dermatitis Kontak di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal
PENGARUH KARAKTERISTIK PEKERJA PENAMBANG EMAS DAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) YANG DIGUNAKAN TERHADAP KEJADIAN
DERMATITIS KONTAK DI DESA TAMIANG KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
TESIS Oleh
HALIMAH FITRIANI PANE 117032165/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
THE INFLUENCE OF CHARACTERISTICS GOLD MINING WORKERS AND PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT (PPE) USED IN THE INCIDENCE
OF CONTACT DERMATITIS AT TAMIANG VILLAGE KOTANOPAN SUBDISTRICT MANDAILING NATAL DISTRICT
THESIS By
HALIMAH FITRIANI PANE 117032165/IKM
MAGISTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
ABSTRAK
Pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan biji emas dilakukan dengan proses amalgamasi dimana Merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Merkuri merupakan salah satu logam berat, oleh karena itu sering mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik dan Alat Pelindung Diri yang digunakan dengan kejadian Dermatitis Kontak pada pekerja penambang emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
Metode Penelitian ini adalah penelitian survey dengan disain cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja penambang emas dengan jumlah sampel 50 orang, yang diambil secara total sampling. Analisis data menggunakan uji chi square dan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95 %.
Hasil uji chi square menunjukkan variabel lama kontak (p = 0,037), frekuensi hari kerja (p = 0,005), dan Alat Pelindung Diri yang digunakan (p = 0,043) berpengaruh terhadap kejadian Dermatitis Kontak, sedangkan berdasarkan uji t-independen variabel umur (p = 0,422) dan masa kerja (p = 0,830) menunjukkan tidak ada perbedaan antara responden yang menderita Dermatitis Kontak dengan responden yang tidak menderita Dermatitis Kontak.
Hasil uji regresi logistik berganda diketahui variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian Dermatitis Kontak adalah variabel Alat Pelindung Diri yang digunakan dengan nilai koefisien Exp (B) 7,280.
Kata kunci : Pertambangan Emas, Merkuri, Dermatitis Kontak, Alat Pelindung Diri
(4)
ABSTRACT
In the activity of small scale gold mining business, the processing of gold ores is done by processing amalgamation in which mercury (Hg) is used as a media for mounting gold. Mercury is one of heavy metal; therefore, its usually contaminate environment and it is detrimental to healthty.
The objective of the research was to know the correlation of the characteristics and the used Personal Protective Equipment (PPE) with Contact Dermatitis in gold miners at Tamiang village Kotanopan Subdistrict, Mandailing Natal District.
The research used a survey method with a crosssectional study. The population was all 50 gold miners, and all them were used as the sampling, using total sampling technique. The data were analyzed by using chi square test and multiple logistic regression at the reliability level of 95 %.
The results of chi square test showed that the variables of the length of contact (p = 0,037), the frequency of work day (p = 0,005), and the used Personal Protection
Equipment (p = 0,043) influence the incident of Contact Dermatitis, while the variable of age (p = 0,422) and the lenght of service (p = 0,830) there is no difference between respondents who suffer from Contact Dermatitis with respondents who did not suffer from Contant Dermatitis.
The results of multiple logistic regression tests showed that the variable which had the most dominant influence on the incident of Contact Dermatitis was the variable of Personal Protective Equipment with coefficient value Exp (B) 7,280.
Keywords : Gold Mining, Mercury, Contact Dermatitis, Personal Protective
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis ini dengan judul “ Pengaruh Karakteristik dan Alat Pelindung Diri yang digunakan para Pekerja Penambang Emas terhadap Kejadian Dermatitis Kontak di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan.
Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan moril maupun materil. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia, selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak membantu, mengarahkan, serta meluangkan waktu dan memberikan masukan dalam bimbingan kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat selesai.
5. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan masukan,memberikan bimbingan serta arahan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
(6)
6. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes dan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku komisi penguji tesis yang telah memberikan banyak masukan, saran, arahan demi kesempurnaan tesis ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf di lingkungan program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Kepada Bapak Lurah Tamiang dan seluruh staf di kantor kelurahan Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang ikut membantu penulis dalam penelitian.
9. Kepada orang – orang yang kucintai dan kusayang, mama, Suami, Abang, Kakak, Adik, dan seluruh ponakan yang telah memberikan doa, semangat, dorongan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan
10. Kepada seluruh teman – teman yang di S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya kepada teman yang peminatan Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri tahun 2011 Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis meminta saran, kritik, yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan semoga tesis ini dapat bermamfaat bagi para pembaca dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Oktober 2013 Penulis
Halimah Fitriani Pane 117032165 / IKM
(7)
RIWAYAT HIDUP
Halimah Fitriani Pane dilahirkan di Palia G. Melayu pada tanggal 5 Nopember 1972, anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan ayahanda Almarhum Sulaiman Pane dan Ibunda Faridah Hasibuan. Menikah dengan Basyaruddin Situmorang, S.P pada tanggal 1 April 2011.
Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 116257 Kampung Lalang dari tahun 1980 – 1986, melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 di Gunting Saga pada tahun 1986 – 1989. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 di Aek Kanopan pada tahun 1989 – 1992. Kemudian masuk di perguruan tinggi Diploma III Akademi Analis Kesehatan Depkes Medan tahun 1992 – 1996 dengan memperoleh gelar Ahli Madya Analis Kesehatan.
Pada tahun 1996 pernah bekerja di Laboratorium Rumah Sakit Umum Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu. Pada tahun 1997 diangkat menjadi PNS dan di tempatkan di Makasar sebagai pengajar di Akademi Analis Kesehatan Makasar.
Pada tahun 2003 pindah tugas ke Poltekkes Depkes Medan dan di tempatkan di Jurusan Akademi Analis Kesehatan sebagai tenaga pengajar. Kemudian pada tahun 2004 melanjutkan pendidikan S1 di USU Medan di Fakultas Kesehatan masyarakat peminatan kesehatan lingkungan. Pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan S2 di Fakultas Kesehatan Masyarakat peminatan Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB 1. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... . 1
1.2 Perumusan Masalah... 4
1.3 Tujuan Penelitian... . 5
1.4 Hipotesis... . 5
1.5 Manfaat Penelitian... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 7
2.1 Pencemaran Lingkungan... 7
2.1.1 Pencemaran Air... 7
2.1.2 Komponen Pencemar Air... 8
2.1.3 Pencemaran Logam Berat... 10
2.2 Jalur Pemaparan... .. 11
2.2.1 Jalur Pemaparan Dermal... .. 12
2.3 Anatomi Kulit... .. 14
2.3.1 Fisiologi Kulit... ... 15
2.3.2 Penyakit Kulit Akibat Kerja... 16
2.4 Merkuri... .. 19
2.4.1 Sifat - Sifat Merkuri... .. 19
2.4.2 Kegunaan Merkuri... .. 20
2.4.3 Bahaya Utama Merkuri terhadap Kesehatan... 22
2.4.4 Efek Toksik Merkuri... .. 23
2.5 Dermatitis Kontak... .. 24
2.5.1 Defenisi Dermatitis Kontak ... .. 24
2.5.2 Klasifikasi Dermatitis Kontak... .. 24
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis kontak... 27
2.7 Hubungan antara Merkuri dengan Dermatitis Kontak... 29
2.8 Landasan Teori... .. 30
2.9 Kerangka Konsep Penelitian... .. 31
(9)
2.10.1 Geografi Desa Tamiang... .. 32
2.10.2 Profil Penambangan Emas... 32
BAB 3. METODE PENELITIAN... 34
3.1 Jenis Penelitian... .. 34
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... .. 34
3.3 Populasi dan Sampel... .. 34
3.3.1 Populasi... .. 34
3.3.2 Sampel... .. 35
3.4 Metode Pengumpulan Data... .. 35
3.4.1 Jenis Data... .. 35
3.5 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional... .. 36
3.5.1 Defenisi Operasional... .. 36
3.5.2 Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran... 37
3.6 Metode Analisis Data... .. 37
BAB 4. HASIL PENELITIAN... .. 41
4.1 Hasil Analisis Univariat... 41
4.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 41
4.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja... 42
4.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kontak... 43
4.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Hari Kerja.... 44
4.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan APD yang Digunakan... 44
4.1.6 Distribusi Responden Dermatitis Kontak... 45
4.2 Hasil Analisis Bivariat... 46
4.2.1 Hubungan Umur Responden dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 46
4.2.2 Hubungan Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak... 47
4.2.3 Hubungan Lama Kontak, Frekuensi Hari Kerja, APD yang Digunakan dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 48
4.3 Hasil Analisis Multivariat... 50
BAB 5. PEMBAHASAN... 54
5.1 Hubungan Umur Responden dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 54
5.2 Hubungan Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak... 55
5.3 Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 56
5.4 Hubungan Frekuensi Hari Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 57
5.5 Hubungan APD yang Digunakan dengan Kejadian Dermatitis Kontak... 58
(10)
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 60
6.1 Kesimpulan... 60
6.2 Saran... 60
DAFTAR PUSTAKA... 61 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1 Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran... 37 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur pada Pekerja
Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten
Mandailing Natal... 41 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja pada Pekerja
Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten
Mandailing Natal... ... 42 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kontak pada Pekerja
Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten
Mandailing Natal... . 43 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Hari Kerja pada
Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan
Kabupaten Mandailing Natal... . 44 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan APD yang Digunakan pada
Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan
Kabupaten Mandailing Natal... 45 4.6 Distribusi Frekuensi Dermatitis Kontak pada Pekerja Penambang Emas
di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing
Natal... . 45 4.7 Hubungan Umur Responden dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada
Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan
Kabupaten Mandailing Natal... 47 4.8 Hubungan Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Penambang
Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing
(12)
4.9 Hubungan Lama Kontak, Frekuensi Hari Kerja,dan APD yang Digunakan dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Penambang Emas di Desa
Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal... 49 4.10 Seleksi Variabel yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak
(13)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Sarung Tangan... 29 2.2 Landasan Teori... 31 2.3 Kerangka Konsep Penelitian... 31
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Izin Survei Pendahuluan dari USU... 65
2. Izin Survei Pendahuluan dari Kelurahan Tamiang... 66
3. Izin Penelitian dari USU... ... 67
4. Izin Penelitian dari Kelurahan Tamiang... 68
5. Daftar Pertanyaan/ Kuesioner... 69
6. Hasil Uji Statistik... ... 71
7. Master Data Tesis... ... 77
8. Hasil Pemeriksaan Konsentrasi Merkuri... 79
9. Nilai Ambang Batas Air Raksa (Hg)... 80
10. Hasil diagnosa Dokter terhadap Dermatitis Kontak... 81
11. Peta Lokasi Penelitian... ... 83
(15)
ABSTRAK
Pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan biji emas dilakukan dengan proses amalgamasi dimana Merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Merkuri merupakan salah satu logam berat, oleh karena itu sering mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik dan Alat Pelindung Diri yang digunakan dengan kejadian Dermatitis Kontak pada pekerja penambang emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
Metode Penelitian ini adalah penelitian survey dengan disain cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja penambang emas dengan jumlah sampel 50 orang, yang diambil secara total sampling. Analisis data menggunakan uji chi square dan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95 %.
Hasil uji chi square menunjukkan variabel lama kontak (p = 0,037), frekuensi hari kerja (p = 0,005), dan Alat Pelindung Diri yang digunakan (p = 0,043) berpengaruh terhadap kejadian Dermatitis Kontak, sedangkan berdasarkan uji t-independen variabel umur (p = 0,422) dan masa kerja (p = 0,830) menunjukkan tidak ada perbedaan antara responden yang menderita Dermatitis Kontak dengan responden yang tidak menderita Dermatitis Kontak.
Hasil uji regresi logistik berganda diketahui variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian Dermatitis Kontak adalah variabel Alat Pelindung Diri yang digunakan dengan nilai koefisien Exp (B) 7,280.
Kata kunci : Pertambangan Emas, Merkuri, Dermatitis Kontak, Alat Pelindung Diri
(16)
ABSTRACT
In the activity of small scale gold mining business, the processing of gold ores is done by processing amalgamation in which mercury (Hg) is used as a media for mounting gold. Mercury is one of heavy metal; therefore, its usually contaminate environment and it is detrimental to healthty.
The objective of the research was to know the correlation of the characteristics and the used Personal Protective Equipment (PPE) with Contact Dermatitis in gold miners at Tamiang village Kotanopan Subdistrict, Mandailing Natal District.
The research used a survey method with a crosssectional study. The population was all 50 gold miners, and all them were used as the sampling, using total sampling technique. The data were analyzed by using chi square test and multiple logistic regression at the reliability level of 95 %.
The results of chi square test showed that the variables of the length of contact (p = 0,037), the frequency of work day (p = 0,005), and the used Personal Protection
Equipment (p = 0,043) influence the incident of Contact Dermatitis, while the variable of age (p = 0,422) and the lenght of service (p = 0,830) there is no difference between respondents who suffer from Contact Dermatitis with respondents who did not suffer from Contant Dermatitis.
The results of multiple logistic regression tests showed that the variable which had the most dominant influence on the incident of Contact Dermatitis was the variable of Personal Protective Equipment with coefficient value Exp (B) 7,280.
Keywords : Gold Mining, Mercury, Contact Dermatitis, Personal Protective
(17)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai banyak kekayaan alam baik yang dapat diperbaharui (renewable) maupun yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable). Jenis kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui contohnya adalah sumber daya alam berupa tambang. Banyak sekali jenis bahan tambang yang ada di Indonesia, antara lain emas. Tidak semua daerah mempunyai potensi tambang emas. Salah satu yang mempunyai tambang emas adalah pertambangan secara tradisional yang berada di Desa Tamiang Natal Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Tambang emas yang terdapat di kecamatan ini tidak saja terdapat di daerah daratan tetapi juga di Daerah aliran Sungai Batang gadis.
Ditinjau dari segi administrasi ternyata para penambang emas tersebut tidak memiliki izin dari pemerintah setempat. Padahal dalam ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2001, tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Pokok Pertambangan telah ditentukan tentang izin usaha Pertambangan Daerah ditentukan bahwa setiap kegiatan Pertambangan Daerah dapat dilaksanakan setelah mendapat izin usaha Pertambangan.
Pada umumnya di Indonesia, para pengusaha pertambangan rakyat masih menggunakan cara penambangan dan pengelolaan secara tradisional, namun perhatian dalam melestarikan lingkungan serta penanganan limbahnya masih sangat rendah.
(18)
Pertambangan secara tradisional memainkan peranan ekonomi yang penting di banyak negara berkembang. Tambang skala kecil dapat membahayakan lingkungan dan seringkali menghasilkan dampak kesehatan dan resiko keselamatan yang serius bagi pekerja dan masyarakat di sekitarnya. Pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan biji emas dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas.
Hasil penelitian Petasule (2012), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan merkuri pada pekerja penambang emas di Desa Hulawa Kecamatan Sumalata Timur Kabupaten Gorontalo Utara, berdasarkan hasil pemeriksaan darah pekerja penambang emas dari 29 orang terdapat 24 orang (82,8%) keracunan merkuri, dimana pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) pada saat pekerja melakukan penambangan emas.
Menurut Fregert (1988), bahwa bahan kimia merkuri dapat menyebabkan alergi. Air raksa atau merkuri bisa menimbulkan dermatitis alergika pada industri yang menggunakan merkuri seperti pembuatan amalgam untuk bahan penambal gigi. Logam air merkuri atau air raksa yang menembus kulit bisa menyebabkan granuloma.
Menurut Suma’mur (1995), bahan kimia dapat menyebabkan dermatitis dengan jalan perangsangan atau iritasi serta jalan sensitisasi, dengan mengambil air dari lapisan kulit, secara oksidasi atau reduksi, sehingga keseimbangan kulit terganggu dan timbullah dermatitis.
Menurut Harahap (1998), Dermatitis kontak adalah suatu peradangan kulit yang disertai dengan adanya spongiosis/edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bahan - bahan kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit.
(19)
Bahan–bahan tersebut dapat bersifat toksik atau alergik. Pembagian dermatitis kontak yaitu : Dermatitis kontak iritan (akut dan kronik atau kumulatif), Dermatitis kontak alergik, Dermatitis fotokontak (fotokontak toksik dan fotokontak alergik). Dermatitis kontak iritan merupakan 80 % dari seluruh dermatitis kontak.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Rusli (2005), bahwa Sungai Batang Gadis yang terletak di Desa Muara Botung Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, sudah tercemar limbah logam berat dengan kandungan merkuri di antara 0,0001 mg/l sampai dengan 0,1176 mg/l.
Pada penelitian Hartini (2007), ditemukan 44,4 % pekerja tambang emas Di Desa Rengas Tujuh Kecamatan Tumbang titi Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat terdapat kadar merkuri dalam urinenya rata-rata 7,6 g/l . Umur pekerja tambang emas 19-43 tahun, jam kerja seluruh pekerja > 40 jam perminggu, masa kerja 1 - 15 tahun. Untuk penggunaan APD, 3 orang selalu menggunakan APD, 3 orang tidak pernah menggunakan APD, dan 12 orang kadang - kadang menggunakan APD.
Berdasarkan survey awal yang penulis lakukan bulan Maret 2013, Sungai Batang Gadis merupakan sumber penghasilan emas. Di sepanjang sungai batang gadis tersebut pekerja melakukan penambangan secara tradisional, mulai dari hulu hingga hilir. Pekerja penambang menggunakan alat yang sangat sederhana seperti: dulang. Di mana dulang ini adalah berupa piringan yang terbuat dari kayu yang digunakan untuk memisahkan pasir, batuan,dengan emas. Tetapi seiring dengan perkembangan tekhnologi sekarang mereka sudah menggunakan alat berupa penyedotan ke dalam dasar sungai dengan cara memasukkan pipa ke dalam dasar sungai dengan kedalaman tertentu. Kemudian, pasir yang di dalam sungai di sedot ke atas dan di saring dengan ijuk. Alat tersebut di
(20)
namakan Dompeng. Pekerja penambang emas kemudian melakukan pemisahan antara pasir, batuan dengan emas yaitu dengan cara menambahkan merkuri ke dalam dulang dengan memegang langsung merkuri dengan tangan sambil menggesekkan telapak tangan dan jari agar merkuri mengikat emas, merkuri yang digunakan adalah merkuri yang pekat dengan konsentrasi 99,9 %. Setelah memakai merkuri dalam bekerja, selanjutnya merkuri tersebut dibuang ke sungai.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, dari sampel air sungai yang penulis ambil di tiga titik maka diketahui bahwa di hulu sungai terdapat 0,215 mg/l, tengah sungai terdapat 0,072 mg/l, di hilir sungai terdapat 0,008 mg/l. Hal tersebut telah melampaui ambang batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yaitu 0,001 mg/l untuk parameter air raksa.
Saat menggunakan merkuri sebagian penambang tidak menggunakan APD sehingga tangan pekerja kontak langsung dengan merkuri. Adapun kontak langsung antara penambang emas dengan merkuri dalam melakukan pekerjaan dikhawatirkan terjadinya dermatitis kontak. Berdasarkan survey pendahuluan, para pekerja penambang emas mengalami keluhan seperti adanya gatal-gatal, kemerahan pada kulit tangan dan kaki, perih, kulit menipis. Data yang penulis ambil dari puskesmas kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, bahwa dari 10 penyakit terbesar dermatitis kontak merupakan urutan ke empat di daerah tersebut.
Oleh karena itu, penulis ingin meneliti tentang pengaruh karakteristik dan penggunaan APD pada pekerja penambang emas terhadap kejadian dermatitis kontak di desa Tamiang kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
(21)
1.2 Perumusan Masalah
Adanya Penambangan emas tradisional yang menggunakan merkuri untuk memisahkan batuan pasir dengan emas, di mana pekerja memegang langsung merkuri tersebut dengan tangan sehingga dikhawatirkan terjadi penyakit dermatitis kontak.
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh karakteristik pekerja penambang emas dan alat pelindung diri (APD) yang digunakan terhadap kejadian dermatitis kontak di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
1.4 Hipotesis
Adanya pengaruh karakteristik pekerja penambang emas dan alat pelindung diri (APD) yang digunakan terhadap kejadian dermatitis kontak di desa Tamiang kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi dan menambah pengetahuan tentang bahaya dermatitis kontak yang ditimbulkan akibat penggunaan merkuri dan tanpa menggunakan APD (sarung tangan) bagi pekerja penambang emas.
2. Memberikan informasi bagi pemerintah setempat agar hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan dalam melakukan evaluasi terhadap penambangan emas secara tradisional di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
(22)
3. Memberikan informasi kepada Dinas Kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan yang berdasar pada prinsip promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. 4. Memberikan manfaat bagi para peneliti sebagai dasar dalam melakukan penelitian
(23)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Lingkungan
Menurut Chandra (2006), Pencemaran lingkungan adalah Masuk atau di masukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan akibat kegiatan manusia atau akibat proses alam sehingga kualitas lingkungan menurun sampai ke tingkatan tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Contoh, pembuangan limbah industri ke sungai dan laut akan menyebabkan perubahan ekosistem pada perairan.
2.1.1 Pencemaran Air
Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain. (Effendi, 2003). Adapun sumber dan bahan pencemaran air adalah:
1. Industri
Jenis polutan yang di hasilkan oleh industri sangat tergantung pada jenis industrinya sendiri, sehingga jenis polutan yang dapat mencemari air tergantung pada bahan baku, proses industri, bahan bakar dan sistem pengelolaan limbah cair yang digunakan dalam industri tersebut. Bahan pencemar di air, yaitu: fisik berupa pasir atau lumpur. Kimia berupa bahan pencemar yang berbahaya, misalnya merkuri (Hg), parasit
(24)
dan lainnya. Mikrobiologi berupa berbagai macam bakteri, virus, parasit dan lain-lainnya. Misalnya yang berasal dari pabrik yang mengolah hasil ternak, rumah potong dan tempat pemerahan susu sapi. Radioaktif berupa beberapa bahan radioaktif yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (Mukono, 2008).
2. Domestik
Limbah domestik adalah semua buangan yang berasal dari kamar mandi, kakus, dapur, tempat cuci pakaian, cuci peralatan rumah tangga, apotik, rumah sakit, rumah makan, dan sebagainya yang secara kuantitatif limbah tadi terdiri atas zat organik baik berupa padat atau cair, bahan berbahaya, dan beracun (B3), garam terlarut, lemah dan bakteri terutama golongan fecal coli, jasad patogen, dan parasit (Sastrawijaya, 2008). 3. Pertanian dan Perkebunan
Polutan air dari pertanian/perkebunan dapat berupa zat kimia, misalnya berasal dari penggunaan pupuk, pestisida seperti (DDT, Dieldrin dan lain-lain). Mikrobiologi, misalnya: virus, bakteri, parasit yang berasal dari kotoran ternak dan cacing tambang di lokasi perkebunan. Zat radioaktif, berasal dari penggunaan zat radioaktif yang dipakai dalam proses pematangan buah, mendapatkan bibit unggul, dan mempercepat pertumbuhan tanaman (Mukono, 2008).
2.1.2 Komponen Pencemar Air
Menurut Wardhana (2004), Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini apabila tidak disertai dengan program pengelolaan limbah yang baik akan memungkinkan terjadinya pencemaran air, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Bahan buangan dan air limbah industri yang berasal dari kegiatan industri adalah penyebab terjadinya pencemaran air. Pencemaran air terjadi akibat
(25)
berbagai komponen pencemarnya. Adapun komponen-komponen pencemar air dikelompokkan sebagai berikut :
a. Bahan Buangan Padat
Bahan buangan padat adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar (butiran besar) maupun yang halus (butiran kecil). Bahan buangan padat mencemari air menyebabkan adanya pelarutan bahan buangan padat oleh air, terjadinya pengendapan bahan buangan padat di dasar air, serta terjadinya pembentukan koloidal yang melayang dalam air.
b. Bahan Buangan Organik
Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau tergradasi oleh mikroorganisme. Akibatnya populasi mikroorganisme di dalam air akan bertambah, hal ini tidak menutup kemungkinan bakteri patogen berkembang di air sehingga menyebabkan dampak penyakit bagi manusia.
c. Bahan Buangan Anorganik
Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit tergradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan ini masuk ke dalam air maka akan terjadi peningkatan jumlah ion di dalam air. Bahan anorganik biasanya berasal dari industri yang melibatkan penggunaan unsur-unsur logam seperti Timbal (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), Air raksa (Hg), Krom (Cr), Nikel (Ni), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kobal (Co) dan lain-lain. Apabila ion ion logam yang terjadi di dalam air berasal dari logam berat maupun logam bersifat racun, maka air yang mengandung ion - ion logam tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Air tersebut tidak dapat digunakan sebagai air minum.
(26)
d. Bahan Buangan Olahan Bahan Makanan
Air lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan akan banyak mengandung mikroorganisme, termasuk di dalamnya bakteri patogen. Pembuangan limbah yang berasal dari industri pengolahan bahan makanan perlu mendapat pengawasan yang seksama agar bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia tidak berkembang biak di dalam air lingkungan.
e. Bahan Buangan Cairan Berminyak
Bahan buangan cairan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Apabila bahan buangan cairan berminyak mengandung senyawa yang volatil maka akan terjadi penguapan dan luasan permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut. Air yang telah tercemar oleh minyak tidak dapat dikonsumsi oleh manusia karena seringkali dalam cairan berminyak terdapat zat-zat beracun, seperti senyawa benzen, senyawa toluen dan lain sebagainya. f. Bahan Buangan Zat Kimia
Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tapi yang dimaksud disini berupa: sabun, bahan pemberantas hama (insektisida), zat warna kimia, larutan penyamak kulit, dan radioaktif. Keberadaan bahan buangan zat kimia tersebut di dalam air lingkungan merupakan racun yang mengganggu dan dapat mematikan hewan air, tanaman air, bahkan manusia (Wardhana, 2004).
2.1.3 Pencemaran Logam Berat
Menurut Widowati (2008), Penggunaan logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri untuk memenuhi kebutuhan manusia akan mempengaruhi kesehatan manusia melalui dua jalur yaitu :
(27)
a. Kegiatan industri akan menambah polutan logam dalam lingkungan udara, air, tanah, dan makanan.
b. Perubahan biokimia logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri bisa mempengaruhi kesehatan manusia.
Air sering tercemar oleh komponen - komponen anorganik, diantaranya berbagai logam berat yang berbahaya. Beberapa logam berat tersebut dapat digunakan dalam berbagai keperluan, oleh karena itu diproduksi secara rutin dalam skala industri. Industri - industri logam berat tersebut seharusnya mendapat pengawasan yang ketat sehingga tidak membahayakan bagi pekerja pekerjanya maupun lingkungan sekitarnya. Penggunaan penggunaan logam berat tersebut dalam berbagai keperluan sehari - hari berarti telah secara langsung maupun tidak langsung, atau sengaja maupun tidak sengaja, telah mencemari lingkungan. Beberapa logam berat tersebut ternyata telah mencemari lingkungan melebihi batas yang berbahaya bagi kehidupan lingkungan. Logam logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan terutama adalah Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Cadmium (Cd), Khromium (Cr), dan Nikel (Ni). Logam - logam tersebut diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz, 1992).
2.2 Jalur Pemaparan
Jalur pemaparan adalah alur masuknya zat kimia ke dalam tubuh. Jika tidak mengadakan kontak dengan suatu zat, bagaimanapun toksiknya, zat kimia itu tidak akan membahayakan manusia. Jalur pemaparan ada berbagai jenis dan tipe pemaparan itu
(28)
dapat mempengaruhi toksisitas zat kimia. Ada tiga jalur pokok pemaparan : penetrasi melalui kulit (absorbsi kulit/dermal), absorbsi melalui paru-paru (inhalasi), absorbsi melalui saluran pencernaan (ingesti). Bentuk pemaparan yang paling lazim adalah melalui inhalasi dan dermal, sementara keracunan yang disengaja maupun tidak, paling sering terjadi melalui pemaparan oral (Widyastuti, 2002).
2.2.1 Jalur Pemaparan Dermal
Kulit merupakan jalur pemaparan yang paling umum dari suatu zat, tetapi untungnya, kulit merupakan barier yang efektif terhadap berbagai jenis zat kimia. Jika zat kimia tidak dapat menembus kulit, toksisitasnya akan bergantung pada derajat absorbsi yang berlangsung. Semakin besar absorbsinya, semakin besar kemungkinan zat tersebut untuk mengeluarkan efek toksiknya. Zat kimia lebih banyak diabsorbsi melalui kulit yang rusak atau tergores daripada melalui kulit yang utuh. Begitu menembus kulit, zat tersebut akan memasuki aliran darah dan terbawa ke seluruh bagian tubuh. Kemampuan suatu zat untuk menembus kulit bergantung pada dapat larut atau tidaknya zat tersebut dalam lemak (fat soluble).
Zat kimia yang dapat larut dalam lemak, kemungkinannya untuk menembus kulit lebih besar daripada zat yang dapat larut dalam air. Iritasi kulit dan alergi kulit merupakan kondisi yang paling lazim ditemui akibat paparan terhadap kulit yang terjadi di tempat kerja dalam indus tri kimia.
Iritasi adalah suatu kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Setelah beberapa waktu, kulit akan mengering, terasa nyeri, mengalami pendarahan, dan pecah-pecah. Kondisi ini diakibatkan oleh alkali (basa), asam, solven, deterjen dan lain lain. Begitu kontak
(29)
dengan zat kimia yang menyebabkan kondisi tersebut dihentikan, kulit akan pulih seperti sedia kala. Umumnya proses penyembuhan akan memakan waktu sampai beberapa bulan. Selama waktu pemulihan itu, kulit menjadi lebih rentan terhadap kerusakan daripada yang biasanya sehingga harus dilindungi.
Dermatitis kontak alergi merupakan satu tipe tunda penyakit kulit akibat sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar yang rendah yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan pada kulit akibat meningkatnya sensitivitas. Gejalanya antara lain ruam kulit, bengkak, gatal-gatal, dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan lenyap begitu kontak penyebab akan dihentikan, tetapi akan muncul lagi jika kulit akan kembali terpapar. Dermatitis alergik terjadi akibat kontak berulang dengan substansi seperti kromium (terkandung dalam semen, kulit, agens pembuat atap/genteng, dan sebagainya), kobalt (terkandung dalam deterjen, pigmen pewarna) dan nikel (benda berlapis nikel seperti anting, kunci, koin, peralatan). Karet dan beberapa jenis plastik serta zat adhesif juga dapat menimbulkan efek tersebut.
Kontak zat kimia dengan mata dapat menyebabkan kerusakan kulit mulai dari tipe ketidaknyamanan ringan dan sementara sampai kerusakan permanen. Contoh substansi penyebab kerusakan pada mata antara lain asam, alkali, dan solven.
Walaupun iritasi kulit umumnya terjadi setelah pemaparan dermal terhadap suatu zat kimia, efek yang paling dikhawatirkan adalah efek sistemik. Setelah terabsorbsi melalui kulit dan memasuki sirkulasi sistemik, zat kimia dapat menjalar kemana saja di dalam tubuh dan merusak organ serta sistem tubuh (Widyastuti, 2005).
(30)
2.3 Anatomi Kulit
Menurut Perdanakusuma (1998), kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 - 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 - 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Pembagian kulit secara histopatologik (Arkans, 1987) 1. Epidermis yang terdiri dari 5 lapisan;
a. Stratum corneum, merupakan lapisan paling luar. Padat terdiri dari kumpulan sel sel yang telah mati, dan terus menerus diganti oleh sel yang baru. Lapisan ini menebal di telapak tangan dan kaki sedangkan dikelopak mata menipis.
b. Stratum lucidum, terdiri dari protein dan lemak, berwarna transparan, jelas terlihat di bawah stratum corneum yang tebal seperti di telapak kaki dan tangan.
c. Stratum granulosum (keratohyalin), terdiri dari sel sel yang memipih dengan sitoplasma berwarna gelap karena keratohyalin. Adanya granula ini menunjukkan bahwa sel - sel mulai mati.
d. Stratum spinosum / squamosum, terdiri dari lapisan sel sel polygonal, makin ke atas makin pipih.
(31)
e. Stratum basale, terdiri dari satu lapis sel silindris dengan sumbu panjang tegak lurus dan selalu membelah diri. Lapisan ini merupakan impermeable membran terhadap bahan kimia yang larut dalam air. Lapisan ini mengandung sel - sel melanosit. Pada orang normal perjalanan sel dari stratum basale sampai ke stratum corneum lamanya 40 sampai 56 hari.
2. Cutis (Dermis / Corium)
Cutis terletak di bawah epidermis, yang membuat kulit menjadi kuat dan elastis karena terdiri dari kumpulan jaringan fibrous dan elastis. Lapisan ini terdiri dari 2 lapisan yaitu :
a. Stratum papilare yang menonjol masuk ke dalam lapisan bawah epidermis, mengandung kapiler dan ujung- ujung syaraf sensoris.
b. Stratum retikulare yang berhubungan dengan subkutis mengandung kelenjar keringat dan sebasea. Kelenjar sebasea seluruhnya bermuara pada folikel rambut, tidak dijumpai pada telapak tangan dan kaki. Sedangkan pada hidung, areola mammae dan scrotum kelenjar kelenjarnya berbentuk lebih besar dari ukuran normal.
3. Subcutis
Terdiri dari jaringan yang longgar dan mengandung banyak kelenjar dan sel sel lemak. Kelenjar keringat terbanyak dijumpai pada telapak tangan dan kaki, tidak terdapat pada gland penis dan kaku sedangkan pada ketiak daerah genitalia kelenjar peluhnya besar.
2.3.1 Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier
(32)
infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme (Harahap,1998).
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru - paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Apabila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas (Arkans, 1987).
2.3.2 Penyakit Kulit Akibat Kerja
Menurut Harrianto (2009), penyakit kulit akibat kerja adalah penyakit kulit yang diakibatkan oleh pajanan substansi kimiawi di lingkungan tempat kerja. Misalnya, dermatitis kontak yang seringkali terjadi pada operator mesin yang banyak menggunakan minyak pelumas, operator di industri elektronik yang terpajan oleh resin, pekerja bangunan oleh semen, penyepuh logam oleh nikel dan krom. Minyak pelumas dapat menyumbat duktus kelenjar sebasea sehingga menimbulkan akne. Garam-garam arsen, merkuri, dan krom memiliki kapasitas untuk mengikat protein kulit sehingga
(33)
dapat menimbulkan terjadinya ulserasi pada kulit. Sedangkan petani dan tukang kebun mudah terjangkit infeksi kulit.
Menurut Harahap (1998), Penyakit kulit akibat kerja atau Occupational Dermatitis adalah segala kelainan pada kulit yang diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini merupakan 50 - 60% dari seluruh penyakit akibat kerja, sebagian besar disebabkan karena pekerja kontak dengan bahan - bahan yang dipergunakan, diolah atau dihasilkan oleh pekerjaan itu.
Penyebabnya dapat digolongkan atas :
1. Faktor mekanik Gesekan, tekanan trauma, menyebabkan hilangnya barrier sehingga memudahkan terjadinya sekunder infeksi. Penekanan khronis menimbulkan penebalan kulit seperti pada kuli - kuli bangunan dan pelabuhan
2. Faktor fisik
a. Suhu tinggi ditempat kerja dapat menimbulkan miliara, combustion b. Suhu rendah menyebabkan chilblans, trench foot, frostbite.
c. Kelembaban terlalu rendah menyebabkan kulit dan selaput lendir saluran pernafasan menjadi kering dan pecah - pecah sehingga dapat terjadi pendarahan pada kulit dan selaput lendir.
d. Radiasi elektromagnetik non ionisasi seperti ultraviolet dan infra merah.
e. Kelembaban yang menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat menyebabkan malerasi, paronychia dan penyakit jamur.
f. Penerangan yang kurang baik dapat menyebabkan terganggunya indra penglihatan sehingga cenderung terjadi kecelakaan kerja.
(34)
g. Kecepatan aliran udara yang lambat menyebabkan kemungkinan kontak dengan bahan kimia dalam bentuk gas, uap, asap, kabut menjadi lebih besar.
3. Faktor biologis seperti bakteri, virus, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit pada karyawan perkebunan, rumah potong, pertambangan, peternakan, tukang cuci, dan lain-lain.
4. Tanaman dan bahan - bahan yang berasal dari padanya dijumpai pada pekerja - pekerja pengolahan karet, damar dan tembakau, pekerja perkayuan dan perusahaan meubel.
5. Mental psikologis seperti hubungan kerja yang kurang baik, pekerjaan - pekerjaan yang monoton dan faktor - faktor psikis lainnya.
6. Faktor kimia merupakan penyebab terbesar, hal ini terjadi apabila kulit terpapar dengan bahan kimia dapat terjadi kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritasi, atau dermatitis kontak alergik.
Faktor penyebab terbanyak adalah agen kimia yang terdiri dari 4 kategori :
1. Iritan primer asam, basa, pelarut lemak, deterjen, garam - garam logam (Merkuri, Arsen, dan lain - lain).
2. Sensitizer, logam dan garam - garamnya (Kromium, Nikel, Cobalt, dan lain - lain). Bahan - bahan kimia karet, obat - obatan dan antibiotik, kosmetik, dan lain - lain. 3. Agen - agen aknegenik - naftalen dan bifenil khlor, minyak mineral dan lain - lain. 4. Photosensitizer - antrasen, pitch, derivate asam benzoat, hidrokarbon aromatik,
(35)
2.4 Merkuri
Merkuri (Hg) adalah Logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak, serta mudah menguap pada suhu ruangan. Hg akan memadat pada tekanan 7.640 atmosfir. Merkuri (Hg) dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrat, tetapi tahan terhadap basa. Hg memiliki nomor atom 80, berat atom 200,59 gr/mol, titik lebur 356,6 0 C (Widowati, 2008).
Merkuri masuk ke lingkungan melalui banyak sumber merupakan salah satu dari bahan pencemar logam berat yang sangat penting untuk diperhatikan. Selain dapat masuk secara langsung ke dalam perairan alami dari buangan limbah industri yang diakibatkan oleh aktivitas manusia juga dapat masuk melalui air hujan dan pencucian tanah (Achmad, 2004).
2.4.1 Sifat - Sifat Merkuri
Menurut Fardiaz (1992), bahwa merkuri merupakan salah satu logam berat, oleh karena itu sering mencemari lingkungan. Kebanyakan merkuri yang ditemukan di alam terdapat dalam bentuk gabungan dengan elemen lainnya, dan jarang ditemukan dalam bentuk elemen terpisah. Komponen merkuri banyak tersebar di karang- karang, tanah, udara, air dan organisme hidup melalui proses - proses fisik, kimia dan biologi yang kompleks. Merkuri dan komponen - komponen merkuri banyak digunakan oleh manusia untuk berbagai keperluan. Sifat - sifat kimia dan fisik merkuri membuat logam tersebut banyak digunakan untuk keperluan ilmiah dan industri. Beberapa sifat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Merkuri merupakan satu - satunya logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (250c) dan mempunyai titik beku terendah dari semua logam yaitu - 390c.
(36)
2. Kisaran suhu dimana merkuri terdapat bentuk cair sangat lebar yaitu 3960c, dan pada kisaran suhu ini merkuri mengembang secara merata.
3. Merkuri mempunyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam.
4. Ketahanan listrik merkuri sangat rendah sehingga merupakan konduktor yang terbaik dari semua logam.
5. Banyak logam yang dapat larut dalam merkuri membentuk komponen yang disebut amalgam (alloy).
6. Merkuri dan komponen - komponennya bersifat racun terhadap semua makhluk hidup.
Merkuri di alam terdapat dalam berbagai bentuk sebagai berikut :
1. Merkuri anorganik termasuk logam merkuri (Hg++) dan garam garamnya seperti merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri oksida (HgO).
2. Komponen merkuri organik atau organo merkuri, terdiri dari :
a. Aril merkuri, mengandung hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri asetat.
b. Alkil merkuri, mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang paling beracun, misalnya metil merkuri, etil merkuri dan sebagainya.
c. Alkoksialkil merkuri (R – O – Hg). 2.4.2 Kegunaan Merkuri
Merkuri digunakan dalam berbagai bentuk dan untuk berbagai keperluan misalnya industri khlor-alkali, alat - alat listrik, cat, instrumen, sebagai katalis, kedokteran gigi, pertanian, alat - alat laboratorium, obat obatan, industri kertas, amalgam, dan sebagainya. Hg digunakan dalam kegiatan penambangan emas, produksi gas khlor dan soda kaustik, serta dalam industri pulp, kertas, dan baterai. Penggunaan
(37)
merkuri yang terbesar adalah khlor-alkali, dimana diproduksi khlorin (Cl2) dan soda kaostik (NaOH) dengan cara elektrolisis larutan garam natrium klorida (NaCl). Kedua bahan kimia tersebut sangat banyak kegunaannya, oleh karena itu diproduksi dalam jumlah tinggi setiap tahun (Fardiaz, 1992).
Merkuri dengan khlor, belerang, atau oksigen akan membentuk garam yang digunakan dalam pembuatan krim pemutih dan krim antiseptik. Logam tersebut digunakan secara luas untuk mengekstrak emas (Au) dari bijinya. Ketika Hg dicampur dengan biji emas, Hg akan membentuk amalgam dengan emas (Au) dan perak (Ag). Amalgam tersebut harus di bakar untuk menguapkan merkuri guna menangkap dan memisahkan butir - butir emas dari butir - butir batuan. Hg bersifat sangat toksik sehingga penggunaan Hg dalam berbagai industri sebaiknya dikurangi, termasuk dalam industri farmasi, kedokteran gigi, industri pertanian, industri batere, dan lampu fluorescence (Widowati, 2008).
Fungsi merkuri dalam proses ini adalah sebagai katoda dari sel elektrolisis. Merkuri dalam bentuk film bergerak membentuk amalgam dengan natrium yang dilepaskan dari larutan garam pada katoda selama elektrolisis. Amalgam kemudian dipisahkan dari sel elektrolisis dan bereaksi dengan air dan membentuk larutan NaOH, dan merkuri dilepaskan dapat digunakan kembali untuk produksi berikutnya. Kegunaan merkuri dalam proses ini adalah didasarkan pada sifatnya yang berbentuk cair, konduktifitas listriknya, dan kemampuannya untuk membentuk amalgam dengan logam natrium (Palar, 1994).
(38)
2.4.3 Bahaya Utama Merkuri terhadap Kesehatan
Merkuri elemental (Hg) paling sering menyebabkan keracunan melalui rute inhalasi, bila tertelan ternyata tidak menyebabkan efek toksik karena absorpsinya yang rendah kecuali jika ada fistula atau penyakit inflamasi gastrointestinal atau jika merkuri tersimpan untuk waktu lama di saluran gastro-intestinal. Pemaparan secara intravena dapat menyebabkan emboli paru. Karena bersifat larut dalam lemak, bentuk Merkuri elemental mudah melalui sawar otak dan plasenta. Di otak ia akan terakumulasi di korteks cerebrum dan cerebellum dimana ia akan teroksidasi menjadi bentuk merkuri (Hg++), ion merkuri ini akan berikatan dengan sulfhidril dari protein enzim dan protein seluler sehingga mengganggu fungsi enzim dan transport sel. Pemanasan logam merkuri membentuk uap merkuri oksida yang bersifat korosif pada kulit, selaput mukosa mata, mulut, dan saluran pernafasan. Merkuri inorganik kering diabsorpsi melalui gastro-intestinal, paru-paru dan kulit. Pemaparan akut dan kadar tinggi merkuri inorganik dapat menyebabkan gagal ginjal sedangkan pada pemaparan kronis dengan dosis rendah dapat menyebabkan proteinuri, sindroma nefrotik dan nefropati yang berhubungan dengan gangguan imunologis. Merkuri organik, terutama bentuk rantai pendek alkil (metil merkuri) dapat menimbulkan degenerasi neuron di korteks cerebru dan cerebellum serta mengakibatkan parestesi distal, ataksia, disartria, tuli dan penyempitan lapang pandang. Metil merkuri mudah pula melalui plasenta dan berakumulasi dalam fetus yang mengakibatkan kematian dalam kandungan dan cerebral palsy (POM, 2004).
Cara masuk dari merkuri ke dalam tubuh turut mempengaruhi bentuk gangguan yang ditimbulkan, penderita yang terpapar dari uap merkuri dapat mengalami gangguan pada saluran pernafasan atau paru-paru dan gangguan berupa kemunduran pada fungsi
(39)
otak. Kemunduran tersebut disebabkan terjadinya gangguan pada korteks. Garam-garam merkuri yang masuk dalam tubuh, baik karena terhisap ataupun tertelan, akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran pencernaan, hati dan ginjal. Dan kontak langsung dengan merkuri melalui kulit akan menimbulkan dermatitis lokal, tetapi dapat pula meluas secara umum bila terserap oleh tubuh dalam jumlah yang cukup banyak karena kontak yang berulang-ulang (Adiwisastra, 1985).
2.4.4 Efek Toksik Merkuri
Logam berat bersifat toksik karena tidak bisa dihancurkan(non degradable) oleh organisme hidup yang ada dilingkungan sehingga logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan membentuk senyawa komplek bersama bahan organik dan anorganik. Absorbsi etil merkuri di tubuh mencapai 95%, kontaminasi Hg pada manusia bisa terjadi melalui makanan, minuman, dan pernafasan, serta kontak kulit. Paparan jalur kulit biasanya berupa senyawa HgCl2. Jumlah Hg yang diabsorbsi tergantung pada jalur masuknya, lama paparan, dan bentuk senyawa merkuri (Palar, 1994).
Keracunan kronis bisa menyerang pekerja yang langsung kontak dengan Hg dan orang yang tinggal di sekitar kawasan industri yang menggunakan bahan Hg. Toksisitas kronis berupa gangguan sistem pencernaan dan sistem syaraf. Gangguan sistem syaraf berupa tremor, parkinson, gangguan lensa mata berwarna abu-abu sampai abu-abu kemerahan, serta anemia ringan (Widowati, 2008).
(40)
2.5 Dermatitis Kontak
2.5.1 Defenisi Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan serta merupakan kelainan kulit yang paling sering terjadi pada pekerja ( Michael, 2005).
Menurut Djuanda (2007), dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Sedangkan menurut Firdaus (2002), dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Menurut Hayakawa (2000), dermatitis kontak merupakan inflamasi non-alergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut. Menurut Hudyono (2002), dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi, maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan).
Menurut Fregert (1988), Dermatitis kontak akibat pekerjaan (occupational cantact dermatitis) secara medis dapat diartikan sebagai dermatitis kontak di mana pekerjaan merupakan penyebab utama atau salah satu diantara faktor - faktor yang menyebabkan dermatitis kontak tersebut.
2.5.2 Klasifikasi Dermatitis Kontak A.Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotoksik lokal langsung dari bahan kimia iritan pada sel - sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Mekanisme dari dermatitis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada
(41)
membrane lipid keratinosit. Dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan - bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen komponen inti sel. Dengan rusaknya membrane lipid keratinosit maka fospolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam Arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratinosit dan keluarnya mediator - mediator (Matthew GF, Wilma FB, 1990).
Taylor (2003) mengatakan bahwa dari segi pandangan praktis dikenal dua tipe utama dermatitis kontak iritan yaitu :
1. Dermatitis kontak iritan tipe akut, reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosif) hingga keadaan yang tidak lebih dari pada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan reaksi tergantung pada kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekwensi kontak. Zat – zat kimia memiliki kemampuan yang berlainan untuk menimbulkan reaksi iritan. Sebagian di antaranya akan menyebabkan kerusakan sekalipun dengan konsentrasi yang rendah, sementara lainnya mungkin memerlukan konsentrasi yang tinggi atau oklusi (penyerapan dalam jumlah yang besar) untuk mencetuskan suatu respon. Iritan yang kuat akan menimbulkan dermatitis hampir pada semua individu jika terjadi kontak yang kuat.
2. Dermatitis kontak iritan kumulatif tipe kronis, merupakan tipe yang umum. Dermatitis berkembang lambat setelah terjadi pemaparan yang berulang oleh zat
(42)
iritan didukung oleh berbagai kondisi. Dermatitis biasanya di telapak tangan, sela jari, tetapi lambat laun tersebar sampai ke samping kemudian tersebar semakin nyata sampai ke pergelangan tangan. Tandanya berupa vesikel, kekeringan dan merekah. B.Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu proses peradangan kulit akibat kontak dengan substansi eksternal, tetapi berbeda dengan dermatitis kontak akibat iritasi, kelainan kulit ini diakibatkan oleh suatu proses immunologis. Tidak seperti dermatitis kontak akibat iritasi, kelainan kulit ini tidak menyebabkan kerusakan langsung pada lapisan korneom kulit. Sebelum individu menjadi sensitif pada suatu alergen, ia harus mengalami kontak dengan substansi alergen tersebut terlebih dahulu. Dengan demikian, reaksi alergi biasanya timbul setelah 36-48 jam kontak dengan alergen. Manifestasinya mungkin akut, sub akut, atau kronik tergantung sensitifitas individu.
Kapasitas masing-masing alergen berbeda untuk setiap individu. Beberapa bahan kimia dapat lebih sensitif terhadap individu tertentu tetapi mungkin sama sekali tidak sensitif terhadap individu lain. Usaha pencegahannya sangat sulit karena gejala akan timbul pada pekerja yang sensitif walaupun hanya kontak dengan alergen dalam jumlah yang lebih kecil, dibandingkan dengan kuantitas iritan yang dibutuhkan untuk timbulnya gejala dermatitis kontak iritan. Oleh karena itu, berbeda dengan dermatitis kontak iritasi, biasanya pekerja dengan dermatitis kontak alergi harus pindah bagian atau pindah kerja karena tidak boleh kontak sama sekali dengan alergen yang bersangkutan (POM, 2004).
(43)
2.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi terjadinya Dermatitis Kontak
Beberapa faktor resiko yang dapat menimbulkan dermatits kontak antara lain : 1. Umur
Umur yang semakin bertambah membuat kulit manusia mengalami degenerasi, sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis (Koh dan Jeyaratman, 2010).
Pada dunia industri umur pekerja yang lebih tua menjadi rentan terhadap bahan iritan, seringkali pada umur lanjut terjadi kegagalan pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul dermatitis kronik (Cronin, 1980). Menurut Djuanda (2007) anak dibawah 8 tahun dan umur lebih lanjut lebih mudah teriritasi. Namun pada beberapa penelitian terdahulu pekerja dengan umur yang lebih muda justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak.
Pekerja yang lebih muda biasanya ditempatkan pada area yang langsung berhubungan dengan bahan kimia dibandingkan dengan pekerja yang tua. Pekerja muda memiliki kecenderungan untuk menghargai keselamatan dan kebersihan, sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia (HSE, 2000).
Menurut Djuanda (2007), lama kontak merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak. Selain itu, faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak, misalnya umur (anak dibawah 8 tahun dan umur lanjut lebih mudah teriritasi). Jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun) misalnya dermatitis atopik.
(44)
Menurut Freedberg (2003), kelainan kulit akibat dermatitis ditentukan oleh konsentrasi bahan iritan, lama kontak, serta kekerapan (terus-menerus atau berselang) ketika kontak dengan bahan iritan.
2. Lama Kontak
Masa kerja penting diketahui untuk mengetahui merupakan jangka waktu pekerja mulai terpajan dengan bahan kimia. Lama bekerja sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap pekerjaan dan lingkungannya bekerja.
Menurut Sumakmur (1996), semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan kontak dengan bahan kimia, semakin besar kemungkinan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.
Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja kontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Lama kontak antar pekerja berbeda-beda, sesuai dengan proses pekerjaannya. Lama kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Fatma, 2007).
3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaannya yang mengisolasi tenaga kerja dari bahaya tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa dan cara kerja yang aman APD yang dipakai memenuhi syarat enak dipakai, tidak mengganggu kerja memberikan perlindungan efektif terhadap bahaya (Sartika,2005).
(45)
Menurut Sumakmur (1992) persyaratan yang harus dipenuhi alat pelindung diri adalah nyaman dipakai, tidak mengganggu kerja, dan memberikan perlindungan yang efektif terhadap jenis bahaya.
Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak, karena dengan menggunakan APD dapat terhindar dari kontak langsung dengan bahan kimia. Menurut Nedved (1991) dalam Wibowo (2010), Alat pelindung diri yang diperlukan pada pekerja penambang emas salah satunya adalah alat pelindung tangan/jari-jari tangan berupa sarung tangan. Sarung tangan atau kaos tangan berfungsi untuk melindungi tangan dari bahaya tajam, panas, kasar, berduri, dingin, radiasi, arus listrik, bahan- bahan kimia dan elektromagnetik serta menjaga kebersihan tangan. Sarung tangan yang digunakan dapat terbuat dari karet, kulit, atau kain katun. Selain itu dapat terbuat dari vinyl dan neoprene serta bentuknya menutupi lengan.
Gambar 2.1 Sarung Tangan
2.7 Hubungan antara Merkuri dengan Dermatitis Kontak
Menurut Fregert (1988), bahwa bahan kimia merkuri dapat menyebabkan alergi. Air raksa atau merkuri bisa menimbulkan dermatitis alergika pada industri yang menggunakan merkuri seperti pembuatan amalgam untuk bahan penambal gigi. Logam air merkuri atau air raksa yang menembus kulit bisa menyebabkan granuloma.
(46)
Menurut Bindslev (1999), semua bahan yang mengandung Hg mampu mengiritasi kulit dan menyebabkan kemerahan, rasa terbakar, bengkak dan melepuh. Derajat iritasinya bergantung kepada konsentrasi dan lama kontaknya. Ambang batas konsentrasinya untuk fenil Hg adalah 0,1 %. Kontak dengan bahan-bahan yang mengandung Hg juga dapat menyebabkan sensitisasi kulit yang tidak terbatas pada tempat diaplikasikannya bahan tersebut atau bentuk-bentuk tertentu bahan yang mengandung Hg tersebut. Suatu reaksi alergi dapat terpresipitasi oleh konsentrasi yang tidak mengiritasi atau oleh cara pemajanan yang lain. Sensitisasi dapat dikonfirmasi dengan patch test. Inflamasi kulit yang alergis yang disebabkan oleh pemakaian salep Hg yang mengandung amonia akan timbul lagi (flare up) beberapa tahun kemudian oleh masuknya calomel ke dalam tubuh. Sensitisasi pada pasien yang telah menjadi sensitif dapat terpresipitasi oleh Hg yang keluar dari amalgam, walaupun dalam jumlah yang sedikit.
2.8 Landasan Teori
Berdasar tinjauan kepustakaan yang sudah dibahas dalam bab sebelumnya, dapat disusun suatu landasan teori yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja penambang emas dipadukan dengan teori Gordon (2000), tentang konsep segitiga epidemiologi. Suatu penyakit disebabkan oleh 3 faktor yaitu host (manusia), agent (penyebab : kimia, biologis, dan fisik), dan environment (lingkungan).
(47)
Gambar 2.2 Landasan teori
2.9 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik
- Umur Pekerja - Masa Kerja
- Lama Kontak dengan Merkuri - Frekuensi Hari Kerja
Penggunaan APD - Sarung Tangan
Dermatitis Kontak Dermatitis Kontak
Agent penyebab kimia (Merkuri)
Host (Pekerja Environment
(lingkungan) - Bahan Buangan
(48)
2.10 Deskripsi Lokasi Penelitian 2.10.1 Geografi Desa Tamiang
Desa Tamiang merupakan daerah penambangan emas tradisional yang terletak di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Berdasarkan letak geografis, Desa Tamiang memiliki batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara Simandolam. b. Sebelah Timur Huta Sartolang. c. Sebelah Barat Huta Dangka. d. Sebelah Selatan Huta Pungkut. 2.10.2 Profil Penambangan Emas
Kegiatan para pekerja penambang emas berpangkal di sebuah gunung yang bernama Gunung Kulabu yang terletak di Kecamatan Pakantan Kabupaten Mandailing Natal. Bebatuan Gunung Kulabu memiliki Sumber Daya Alam berupa emas, gunung tersebut juga menjadi hulu dari sungai Batang Gadis. Sekitar gunung tersebut terdapat kegiatan penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Desa Tamiang merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
Pekerja penambang emas melakukan aktifitas menambang mulai dari daerah hulu sampai hilir di sepanjang sungai Batang Gadis. Daerah penambangan emas tersebut mulai dari Gunung Kulabu, Desa Pakantan, Desa Muara Sipongi, Desa Muara Botung, Desa Sartolang, Desa Tamiang. Penambangan emas dilakukan dengan menggunakan galundung untuk memecah batu hingga terbentuk ukuran kecil – kecil. Kemudian merkuri digunakan untuk memisahkan emas dari bebatuan tersebut, sisa limbahnya
(49)
dibuang dan mengalir ke sungai Batang Gadis tanpa diolah terlebih dahulu. Selain di Gunung Kulabu penambangan emas dilakukan juga disepanjang sungai Batang Gadis hingga ke Desa Tamiang.
Kegiatan penambangan emas di Desa Tamiang dilakukan dengan cara mendulang emas dengan menggunakan dompeng, yang tujuannya untuk menyedot pasir dari dasar sungai. Pasir yang sudah bercampur dengan emas dipisahkan dengan menggunakan merkuri, sehingga merkuri tersebut mengikat emas membentuk amalgam. Merkuri yang digunakan berbentuk cairan dengan konsentrasi pekat yaitu 99,9 %.
(50)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan disain cross sectional study untuk menganalisis pengaruh karakteristik pekerja penambang emas dan alat pelindung diri yang digunakan terhadap kejadian dermatitis kontak di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang merupakan salah satu daerah penambang emas tradisional yang menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dengan batuan dan pasir, dengan pertimbangan bahwa pada survey awal pada pengamatan beberapa pekerja penambang emas mengalami gatal – gatal, kemerahan, pada telapak tangan yang diduga merupakan gejala dermatitis kontak. Penelitian ini direncanakan terhitung mulai bulan April - Juni 2013.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja penambangan emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang berjumlah 50 0rang.
(51)
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi yaitu seluruh pekerja penambang emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang berjumlah 50 orang.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data - data yang diperoleh atau dikumpulkan dari pekerja penambang emas tradisional di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dengan cara :
a. Diagnosis langsung oleh Dokter Spesialis Kulit.
b. Wawancara langsung dan mengisi kuesioner yang dilakukan oleh peneliti terhadap pekerja penambang emas tradisional di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
c. Observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti pada saat penambang emas tradisional di Desa Tamiang melakukan pekerjaan.
2. Data Sekunder
Data sekunder diambil berdasarkan catatan atau dokumen di Dinas Kesehatan Kotanopan berupa data geografis serta data dari puskesmas.
(52)
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Defenisi Operasional
a. Umur adalah lamanya hidup pekerja yang dihitung sejak lahir sampai penelitian dilakukan ( tahun ).
b. Masa kerja adalah lamanya waktu responden bekerja di tambang emas dimulai saat pertama bekerja sampai penelitian dilakukan ( tahun ).
c. Lama kontak adalah waktu yang digunakan pekerja ketika kontak secara langsung dengan bahan merkuri saat melakukan penambangan emas dalam sehari ( jam ). d. Frekuensi hari kerja adalah banyaknya hari dalam satu minggu di mana responden
melakukan penambangan emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
e. APD yang digunakan adalah kebiasaan pekerja menggunakan sarung tangan yang terbuat dari bahan karet sintetik atau bahan kulit.
f. Dermatitis kontak adalah suatu penyakit kulit yang ditandai dengan adanya peradangan, gatal - gatal dan bercak merah serta nyeri pada kulit telapak tangan yang terjadi setelah kontak dengan merkuri. Jika positip maka hasilnya dinyatakan pekerja mengalami penyakit dermatitis kontak dan jika negatif maka hasilnya dinyatakan pekerja tidak mengalami penyakit dermatitis kontak.
(53)
3.5.2 Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran No Variabel Cara Ukur dan Skala Kategori
Alat Ukur
Variabel independen 1. Umur Pekerja Wawancara Rasio -
(Kuesioner)
2. Masa Kerja Wawancara Rasio - (Kuesioner)
3. Lama Kontak Wawancara Ordinal 3 Jam (0)
(Kuesioner) 2 Jam (1)
4. Frekuensi Wawancara Ordinal 6 Hari (0)
Hari (Kuesioner) 5 Hari (1)
Kerja
5. APD yang Observasi Ordinal Tidak pakai (0) Digunakan (Lembar Observasi) Pakai (1)
Variabel dependen
6. Dermatitis Diagnosa oleh Ordinal Positif jika
Kontak Dokter Dermatitis kontak (0) Spesialis Negatif jika tidak Penyakit Kulit Dermatitis kontak (1)
3.6 Metode Analisis Data a. Pengolahan Data
Menurut Sugiono (2002) pengolahan data - data dalam penelitian dilakukan dengan tahapan - tahapan sebagai berikut :
1. Editing (Memeriksa data) Untuk melakukan pengecekan isi kuisioner apakah kuesioner sudah diisi dengan lengkap, jelas jawaban dari responden, relevan jawaban dengan pertanyaan dan konsisten.
(54)
2. Coding (Memberi kode) Merupakan kegiatan merubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. gunanya untuk mempermuda h pada saat analisis data dan juga entry data.
3. Tabulating adalah penyusunan data agar dengan mudah untuk dijumlahkan, disusun, ditata dan dianalisis.
b. Analisa Data
Metode analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut :
1. Analisa Univariat yaitu suatu analisa untuk melihat distribusi frekwensi setiap variabel penelitian. Dalam menganalisa data, uji normalitas dilakukan pada variabel yang memiliki data numerik. Pada variabel yang memiliki data kategorik dilakukan dengan menyajikan distribusi frekuensi variabel independen dan dependen.
2. Analisa Bivariat yaitu suatu analisa untuk melihat ada atau tidak hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dalam analisa ini variabel yang memiliki data numerik dilakukan dengan cara pengujian yaitu pada variabel yang datanya berdistribusi normal dilakukan dengan uji t independen, sedangkan variabel datanya berdistribusi tidak normal dilakukan dengan uji mann-whitney. Pada data kategorik dilakukan tabulasi silang dengan uji Chi Square, yang terdiri atas variabel independen dan data variabel dependen. Uji Chi Square menggunakan derajat kepercayaan 95%. Jika P value < 0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika P value > 0,05, maka perhitungan secara statistik
(55)
menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen.
3. Analisa Multivariat yaitu suatu analisa yang dilakukan untuk mengetahui variabel lebih dominan yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak, dengan menggunakan uji regresi logistik berganda. Uji statistik tersebut dilakukan dengan memasukkan secara serentak variabel independen menurut kritera pemaknaan statistik tertentu (p < 0,25) dengan menggunakan metode enter. Nilai Exp(B) yang paling besar menunjukkan variabel bebas yang dominan pengaruhnya terhadap kejadian dermatitis kontak.
Adapun rumus yang digunakan adalah : 1
P =
1+ e - y Keterangan :
P = Probabilitas terjadinya dermatitis kontak pada penambang emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
e = bilangan natural = 2,7
y = – α + a1x1 + a2x2 +...+ aixi
α = nilai konstanta
a = nilai koefisien tiap variabel x = nilai variabel independen (Dahlan, 2011).
(56)
Berdasarkan hasil analisis multivariat dapat menentukan variabel mana yang mempunyai pengaruh lebih dominan terhadap dermatitis kontak pada pekerja penambangan emas tradisional di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
(57)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Analisis Univariat
Pada analisis univariat dalam penelitian ini distribusi pada data numerik dilakukan uji normalitas ini yang terdiri dari variabel umur dan variabel masa kerja. Pada variabel yang memiliki data kategorik dilakukan dengan menyajikan distribusi frekuensi variabel yang diteliti yaitu variabel independen dan variabel dependen yang meliputi variabel lama kontak, frekuensi hari kerja, dan APD yang digunakan serta dermatitis kontak. Berikut dijelaskan distribusi frekuensi masing–masing variabel.
4.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Berdasarkan umur responden, hasil uji normalitas data numerik menunjukkan variabel terdiri atas kondisi responden, yang menderita dermatitis kontak (DK) dan tidak menderita dermatitis kontak. Selanjutnya, hasil uji tersebut dijelaskan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Para Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal
No Variabel DK Mean Median Min-Maks S.D p-value 1. Umur Positif 32,29 32 23-45 6,14 0,200
Negatif 30,73 30 20-48 6,64 0,008
Ket : p –value merupakan p-value pada uji normalitas Kolmogorof-Smirnof Dari tabel 4.1 tersebut diketahui bahwa pada hasil uji Kolmogorof-Smirnof yang dilakukan terhadap variabel umur responden yang menderita dermatitis kontak terdapat
(58)
mean 32,29 tahun, dan median 32 tahun. Usia terendah 23 tahun dan usia tertinggi mencapai 45 tahun, simpangan baku 6,14 tahun, serta nilai p sebesar 0,200 (>0,05). Nilai p tersebut menunjukkan bahwa distribusi data normal, sehingga yang dijadikan nilai tengah adalah mean (32,29 tahun).
Pada hasil uji Kolmogorof-Smirnof yang dilakukan terhadap variabel umur responden yang tidak menderita dermatitis kontak terdapat mean 30,73 dan median 30. Usia terendah 20 tahun dan usia tertinggi mencapai 48 tahun, simpangan baku 6,64, serta nilai p sebesar 0,008 (<0,05). Nilai p tersebut menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal, sehingga yang dijadikan nilai tengah adalah median (30 tahun).
4.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja
Berdasarkan masa kerja, diketahui bahwa hasil uji normalitas pada data numerik menunjukkan variabel terdiri atas kondisi responden, yang menderita dermatitis kontak (DK) dan tidak menderita dermatitis kontak. Selanjutnya, hasil uji tersebut dijelaskan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja Para Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal
No Variabel DK Mean Median Min-Maks S.D p-value 1. Masa Kerja Positif 4,94 4 2-8 1,85 0,024 Negatif 4,82 4 1-8 1,94 0,000
Ket : p –value merupakan p-value pada uji normalitas Kolmogorof-Smirnof Uji Kolmogorof-Smirnof untuk variabel masa kerja yang menderita dermatitis kontak sebesar 0,024 (>0,05), hal tersebut menunjukkan bahwa distribusi data normal, sehingga yang dijadikan nilai tengah adalah mean. Rata-rata (mean) masa kerja adalah
(59)
4,94 tahun (dibulatkan menjadi 5 tahun), dengan simpangan baku 1.85 tahun. Masa kerja terendah 2 tahun dan masa kerja paling lama 8 tahun.
Sedangkan nilai p pada uji Kolmogorof-Smirnof untuk variabel masa kerja yang tidak menderita dermatitis kontak sebesar 0,000 (<0,05), hal tersebut menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal, sehingga yang dijadikan nilai tengah adalah median. Rata-rata (mean) masa kerja adalah 4 tahun, dengan simpangan baku 1,94 tahun. Masa kerja terendah 1 tahun dan masa kerja paling lama 8 tahun.
4.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kontak
Distribusi lama kontak responden yang dimaksudkan sebagai variabel dalam uji ini yaitu lama pekerja melakukan aktifitas dimana tangan pekerja bersentuhan secara langsung dengan bahan merkuri selama sehari yang berdasarkan lama waktunya, yaitu 2 jam dan 3 jam. Selanjutnya, hal tersebut dijelaskan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kontak Para Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal
Lama Kontak Jumlah (Orang) %
3 Jam/hari 25 50
2 Jam/hari 25 50
Jumlah 50 100
Berdasarkan tabel 4.3 tersebut diketahui bahwa pekerja penambang tersebut terdapat pekerja yang kontak dengan bahan merkuri selama 3 jam dalam sehari yaitu berjumlah 25 orang (50 %), dan yang kontak selama 2 jam dalam sehari berjumlah yang sama yaitu 25 orang (50 %) pekerja.
(60)
4.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Hari Kerja
Distribusi responden berdasarkan frekuensi hari kerja yang dimaksudkan adalah jumlah hari kerja dalam seminggu yang digunakan pekerja dalam menambang emas, hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Hari Kerja para Pekerja Penambang Emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal
Frekuensi Hari Kerja Jumlah (Orang) %
6 Hari/minggu 19 38
5 Hari/minggu 31 62
Jumlah 50 100
Berdasarkan tabel 4.4 tersebut diketahui bahwa jumlah pekerja penambang emas lebih banyak yang bekerja selama 6 hari dalam seminggu yaitu sebanyak 19 orang (38 %), sedangkan yang bekerja selama 5 hari dalam seminggu berjumlah 31 orang pekerja (62 %).
4.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan APD yang Digunakan
Distribusi responden berdasarkan alat pelindung diri yang digunakan oleh pekerja penambang emas dibagi dalam 2 kategori yaitu pekerja yang memakai APD (sarung tangan) dalam bekerja, dan pekerja yang tidak menggunakan APD (sarung tangan) dalam bekerja, hal tersebut dijelaskan dalam tabel berikut :
(1)
penambang emas yang tidak menderita dermatitis kontak lebih sering mengoleskan salap untuk menghilangkan rasa gatal yang dilakukan pada saat sebelum dan sesudah bekerja.
Jenis sarung tangan yang digunakan pekerja tersebut ada yang menggunakan sarung tangan yang terbuat dari karet. Menurut Widyastuti (2006) benda yang terbuat dari karet dan beberapa jenis plastik serta zat adhesif juga dapat menimbulkan efek dermatitis kontak. Oleh karena itu, terdapat diantara pekerja tersebut meskipun memakai sarung tangan tetapi tetap saja menderita dermatits kontak.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Lestari (2007), bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggunakan APD dengan kasus dermatitis kontak dimana semakin sering menggunakan APD semakin jarang terjadi dermatitis kontak.
(2)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Ada hubungan lama kontak (p = 0,037), frekuensi hari kerja (p = 0,005), dan APD yang digunakan (p = 0,043) dengan kejadian dermatitis kontak.
2. Variabel APD merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak, dengan nilai koefisien Exp (B) 7,280.
3. Terdapat 34 % dari pekerja penambang emas di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang menderita dermatitis kontak.
6.2 SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka disarankan :
1. Bagi para pekerja agar menggunakan sarung tangan pada saat melakukan penambangan emas.
2. Bagi aparat pemerintah agar memberikan penyuluhan kepada pekerja tentang dampak penggunaan merkuri.
3. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan pemeriksaan biomarker (darah dan rambut) pada pekerja penambang emas.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R., 2004. Kimia Lingkungan, Yogyakarta : Penerbit : C.V Andi Offset. Adiwisastra., 1985. Keracunan, Sumber, Bahaya, serta Penanggulangannya. Bandung :
C.V Angkasa
Afifah, A., 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Karyawan Binatu. Jurnal MediaMedikaMuda.com, Diakses tanggal 28 Maret 2013
Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta Rineka Cipta. Arkans, D., 1987. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta : FK Universitas Indonesia. Arndt, M.D., Kenneth, A., 1984. Pedoman Terapi Dermatologis, Yogyakarta : Yayasan
Essentia Medica.
Bustan, N., 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta.
Chandra, B., 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cohen, D., 1999. Occupational Dermatosis, Handbook of Occupational Safety and Health, Second Editition, Canada.
Cronin, E., 1980. Contact Dermatitis. New York : Churchill Livingstone.
Dahlan, M, S., 2011. Statistik Untuk Kedokteran & Kesehatan, Jakarta : Penerbit Salemba medika.
Darmono., 2001. Lingkungan Hidup Dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam, Jakarta : Penerbit UI Press.
Djuanda, A., 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Yogyakarta : Kanisius.
Erliana., 2008. Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Paving Block CV. F Lhoksumawe 2013, Medan : Tesis Fakultas Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
(4)
Fardiaz, S., 1992. Polusi Air Dan Udara, Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Freedberg, I, M., 2003. Fitpatrick’s Dermatology In General Medicine. New York : McGraw-Hill Professional.
Fregert, S., 1988. Kontak Dermatitis (Manual of Contack Dermatitis), Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Graham, R., Burns, T, B., 2005. Dermatologi, Jakarta : P.T Erlangga. Harahap, M., 1998. Ilmu Penyakit kulit, Jakarta : Penerbit Hipokrates.
Harrianto, R., 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hartini, E., 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Merkuri Dalam Urine pada Pekerja Tambang Emas Di Desa Rengas Tujuh Kecamatan Tumbang Titi Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Jurnal Wordpress.com diakses 28 Maret 2013; https://ekohartini.wordpress.com.
Hudyono, J., 2002. Dermatosis Akibat Kerja. Jakarta : Majalah Kedokteran Indonesia, November 2002.
HSE, 2000. The Prevalenci Occupational Dermatitis Among Work In The Printing Industry and Your Skin dalam hsebook.co.uk. Diakses tgl 27 maret 2013.
Koh, D., Jeyaratman, J., 2010. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lestari, F., 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja di PT Inti Panja Press Industri. Skripsi Universitas Indonesia.
Lu, F. C., 1995. Toksikologi Dasar Asas,Organ Sasaran, Dan Penilaian Resiko, Jakarta : Penerbit UI Press.
Matthew, G, F., Wilma, F, B., 1990. The Etiology of Irritant Contact Dermatitis. In : Edward, M, J & Ronald, Goldner, editors Irritant Contact Dermatitis, New York : Chairman, Departement of Dermatology SUNY Downstate Medical Centre Brooklyn.
Mukono, H.J., 2008. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan Edisi Kedua, Surabaya : Airlangga University Press.
P. Horsted Bindslev, 1999. Tambalan Amalgam Berbahaya Untuk Kesehatan?. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
(5)
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka Cipta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2001, pasal 1 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Pokok Pertambangan telah ditentukan tentang izin usaha Pertambangan Daerah.
Perdanakusuma, DS., 1998. Skin Grafting, Surabaya: Airlangga University Press.
Petasule, S., 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Keracunan Merkuri pada Pemijar dan Pengolah Emas di Tambang Emas Desa Hulawa Kecamatan Sumalata Timur Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2012. eJurnal FIKK Universitas Negeri Gorontalo, diakses 28 Maret 2013 ; http://ejurnal.fikk.ung.ac.id/index.php/index
POM., 2004. Merkuri dan Bahayanya bagi Kesehatan. InfoPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Rusli, M., 2005. Analisa Merkuri Hg Air Sungai Muara Botung Oleh Limbah Merkuri Akibat Penambangan Emas Tradisional di Desa Muara Botung Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, Medan : Tesis Universitas Sumatera Utara.
Sartika., 2005. Gambaran Pelaksanaan Penggunaan Alat Pelindung Diri di Bagian Produksi Non Penecilin di PT. Alphafarma. Depok : Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Sastrawijaya, A, Tresna., 2009. Pencemaran Lingkungan, Jakarta : Rineka Cipta
Soemirat, J., 2009. Toksikologi Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sugiyono, 2004. Metode Penelitian. Bandung : C.V Alfabeta.
Sugiyono, 2005. Statistika Untuk Penelitian, Bandung : C.V Alfabeta. Suma’mur, 1995, Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : P.T Gunung Agung.
_________, 1996. Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : P.T Gunung Agung.
Suryani, F., 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling P.T Cosmar Indonesia Tangerang Selatan Tahun 2011. Jakarta : Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
(6)
Suryani, M, F, S., 2008. Analisa Dermatitis Kontak Pada Perkerja Pencuci Botol di PT X Medan Tahun 2008. Medan ; Tesis Fakultas Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Suryanto, R.D., 2006. Faktor-Faktor Risiko Pemaparan Merkuri (Hg) Terhadap Penambang Emas Tradisional di Desa Kalirejo Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo, Semarang : Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP.
Taylor, S., 2003. A Occupational Skin Deseases In : Fitzpatricks et al, editors Dermatology in General Medicine 6 th ed New York : Mc Graw Hill Book Co: 2003.
Wardhana, W, A., 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan, Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Wibowo, A., 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri di Areal Pertambangan Emas PT. Antam Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor, Jakarta : Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Syarif Hidayatullah
.
Widowati, W., Sastiono, A., Jusuf, R, R., 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran, Yogyakarta: C.V. Andi Offset.
Widyastuti, P., 2006. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.