tablet didalam rongga mulut Mishra, et al., 2006. Hasil uji waktu pembasahan tablet ODT4 dapat dilihat pada lampiran 36 yang menunjukkan bahwa semua
formula memenuhi kriteria yang diharapkan sebagai ODT pada penelitian ini, karena waktu pembasahan rata-rata tablet yang diperoleh sekitar 42,095 ± 1,1995
detik 60 detik. Waktu pembasahan berkaitan dengan waktu hancur. Menurut Khinchi, et al. 2010, cepat hancurnya tablet dirongga mulut merupakan
kontribusi dari penggunaan disintegrant dan pembentuk pori-pori. Porositas ini dapat membuat air liur untuk menembus kedalam tablet yang selanjutnya
menyebabkan meningkatnya waktu hancur. Maltodekstrin merupakan modifikasi pati yang digunakan sebagai disintegrant dengan aksi swelling, apabila terkena air
maka akan mengembang akibatnya partikel penyusun tablet akan terdesak dan pecah Bagul, 2006. Dalam penelitian ini digunakan manittol sebagai bahan
pengisi, manittol mempunyai sifat pembentuk pori yang tinggi yang sering digunakan dalam ODT. Sifat ini memudahkan penetrasi air yang cepat melalui
celah-celahpori-pori tablet ke disintegrant, sehingga partikel-partikel disintegrant bekerja dan dengan cepat tercapai waktu hancur yang optimal Khinci, 2010;
Popescu, et al., 2010.
4.3.6 Hasil Uji Waktu Hancur In Vivo
Waktu hancur in vivo merupakan waktu yang dibutuhkan untuk hancur didalam mulut. Titik akhir untuk waktu hancur dimulut adalah waktu dimana
tablet yang diletakkan di lidah, hancur sampai tidak ada gumpalan utuh Park, et al., 2007. Hasil uji waktu hancur in vivo ODT4 dapat dilihat pada lampiran 38
yang menunjukkan bahwa semua formula memenuhi kriteria yang diharapkan
Universitas Sumatera Utara
sebagai ODT pada penelitian ini, karena waktu hancur in vivo rata-rata tablet yang diperoleh sekitar 55.38 ± 0,296 detik sampai 75.72 ± 1,5856 detik 60 detik.
Didalam mulut, waktu hancur in vivo rata-rata yang paling cepat sekitar 55,38 ± 0,296 detik, yang ditunjjukkan oleh sukarelawan kelima, ini sesuai
dengan kriteria ODT yang diharapkan yaitu 60 detik. Hal ini menunjukkan bahwa tablet akan hancur ketika kontak dengan air liur didalam mulut. Jumlah air
liur yang rendah sekitar 2 ml didalam mulut Popescu, et al., 2010 menyebabkan waktu hancur in vivo lebih lama dibandingkan waktu pembasahan.
4.3.7 Hasil Uji Disolusi
Profil pelepasan obat dapat ditunjukkan dengan uji disolusi. Uji disolusi merupakan metode in vitro yang digunakan untuk mengetahui kecepatan
pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya dan mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam suatu medium. Kecepatan pelepasan zat aktif kecepatan disolusi
adalah kecepatan perubahan bentuk padat menjadi bentuk larut dalam suatu pelarut pada setiap waktu tertentu. Tahap pertama untuk tablet agar dapat
terdisolusi adalah tablet harus hancur terdisintegrasi. Disolusi akan meningkat bila tablet dapat segera hancur menjadi partikel-partikel penyusunnya Sulaiman,
2007. Hasil uji waktu hancur in vitro terhadap ODT4 dan tablet metoklopramida
menunjukkan bahwa ODT4 memberikan waktu hancur in vitro yang lebih cepat 2,22 detik ± 1,07 dibandingkan dengan waktu hancur in vitro tablet
metoklopramida 4 menit 43,1 detik ± 0,06 lampiran 41. Perbedaan waktu hancur in vitro antar ODT4 dan tablet metoklopramida, disebabkan perbedaan
Universitas Sumatera Utara
bahan-bahan yang digunakan. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Parrot 1971, faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur tablet antara lain bahan-
bahan tambahan yang digunakan, metode pembuatan tablet, jenis dan konsentrasi pelicin, tekanan mesin pada saat pentabletan, sifat fisika dan kimia meliputi
ukuran partikel dan struktur molekul yang juga menentukan kontak antara tablet dengan pelarutnya.
Hasil uji waktu hancur yang baik tidak menjamin bahwa disolusi tablet juga akan baik Sulaiman, 2007. Dengan kata lain, waktu hancur tidak memberi
jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepaskan bahan obat dalam larutan dengan kecepatan seharusnya. Oleh karena itu, untuk menentukan ketersediaan
hayati suatu obat, terlebih dahulu harus diketahui profil pelepasan bahan obatdisolusi obat tersebut Shargel, et al., 2005.
Menurut Ditjen POM 1994, bahwa uji disolusi metoklopramida dilakukan dengan menggunakan metode dayung dengan kecepatan 50 rpm,
menggunakan media air suling, dimana dalam waktu 30 menit metoklopramida terlarut tidak kurang dari 75 dari jumlah yang tertera pada etiket.
Pada penelitian ini diharapkan kriteria disolusi dari ODT metoklopramida memberikan pelepasan zat aktif tidak lebih dari 30 pada menit ke-1 dan tidak
kurang dari 85 pada menit ke-15. Uji disolusi dilakukan terhadap ODT4 dan tablet metoklopramida. Hasil kumulatif rata-rata uji disolusi dapat dilihat pada
Tabel 4.6.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Hasil kumulatif rata-rata uji disolusi sediaan ODT4 dan tablet
metoklopramida Nama tablet
Waktu menit
Kumulatif Rata-rata
Standard deviasi 1 53,1722
6,2626 2,5 57,6299
7,8990 5 73,4161
10,589 10 88,7379
5,5794 15 94,6993
6,5228 20 101,599
4,2240 25 103,489
3,6289 ODT4
30 103,635 2,5148
1 12,4042 0,6071
2,5 17,9895 2,9031
5 24,851 4,6533
10 33,4791 6,2200
15 46,3697 4,8675
20 59,06 6,1405
25 69,4786 6,7129
Tablet metoklopramida
30 81,6883 6,0193
Keterangan : = perlakuan 6 kali pengulangan
Gambar grafik kumulatif rata-rata dari hasil uji disolusi sediaan ODT4 dan tablet metoklopramida dapat dilihat pada Gambar 4.6:
20 40
60 80
100 120
1 2.5
5 10
15 20
25 30
w a ktu m e nit
ku m
u la
tif r
a ta
-r a
ta
ODT4 Primperan
Gambar 4.6 Grafik kumulatif rata-rata hasil uji disolusi sediaan ODT4 dan
tablet metoklopramida dalam medium disolusi air suling
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 4.6 dan Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa persen kumulatif yang terlarut pada menit ke-1, menit ke-15, dan menit ke-30 untuk
ODT4 sebesar 53,17, 94,70, dan 103,64 sedangkan untuk tablet metoklopramida sebesar 12,40, 46,37, dan 81,69. Pelepasan obat dari ODT4
tidak memenuhi kriteria yang diharapkan, meskipun demikian ODT4 memberikan pelepasan obat sekitar 2 sampai 4 kali lebih cepat dibandingkan tablet
metoklopramida. Hal ini menunjukkan bahwa maltodekstrin sebagai disintegrant dapat meningkatkan laju pelepasan obat. Laju pelepasan obat merupakan tahap
yang paling menentukan kecepatan bioavailabilitas obat Shargel, et al., 2005. Berdasarkan uji statistik t-test ternyata kumulatif rata-rata antara ODT4
dan tablet metoklopramida lampiran 43 menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan nilai signifikansi 0,05. ODT4 memiliki daya kelarutan zat aktif yang
lebih besar daripada tablet metoklopramida. Namun disolusi dari tablet metoklopramida tetap memenuhi persyaratanstandar sesuai Farmakope Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dan pembahasan dapat diambil kesimpulan:
a. maltodekstrin yang berasal dari proses hidrolisis pati pisang dengan
enzim α-amilase dapat digunakan sebagai disintegrant pada pembuatan
ODT. Ditinjau dari waktu pembasahan, waktu hancur, dan profil pelepasan obatnya yang memenuhi kriteria ODT.
b. variasi jumlah maltodekstrin mempengaruhi karakteristik ODT. ODT
dengan 15 maltodekstrin memberikan waktu hancur in vitro yang lebih cepat dibandingkan dengan 5 maltodekstrin dan 10
maltodekstrin. c.
Disolusi Orally Disintegrating Tablet lebih baik daripada disolusi tablet metoklopramida, karena ODT4 memberikan pelepasan bahan obat yang
lebih cepat daripada tablet metoklopramida dan menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik p 0,05.
5.2 Saran
Disarankan untuk selanjutnya dilakukan penelitian menggunakan pati termodifikasi lainnya dalam pengembangan sediaan ODT.
Universitas Sumatera Utara