Adapun kegunaan jaminan adalah: 1.
Memberikan hak dan kuasa pada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan menguangkan barang jaminan tersebut bila nasabah melakukan cidera janji,
yaitu membayar kembali hutangnya pokok maupun bagi hasil pada waktu yang tidak ditetapkan dalam perjanjian kredit
2. Memberikan jaminan agar nasabah berperan dan turut serta dalam transaksi
yang dibiayai dengan kredit bank sehingga dengan demikian kemungkinan nasabah untuk meninggalkan usaha atau proyek yang akan merugikan nasaha
itu sendiri dapat dicegah dan diperkecil 3.
Memberi dorongan pada debitur untuk memenuhi syarat-syarat di dalam perjanjian kredit khususnya mengenai pembayaran kembali yang telah
disetujui agar debitur tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.
147
C. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah
1. Pilihan forum dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah sebelum
keluarnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
Untuk mengantisipasi persengketaan ekonomi syari’ah yang terjadi di Lembaga Keuangan Syari’ah, baik masyarakat, Lembaga Keuangan Syari’ah baik
Bank maupun non Bank, serta para pengguna jasanya menyadari bahwa mereka tidak dapat mengandalkan instansi peradilan umum apabila benar-benar mau menegakkan
147
Budi Tri Santoso, Mengenal Dunia Perbankan, Yogyakarta: Andi, 1997, hal. 113.
Universitas Sumatera Utara
prinsip syari’ah. Karena dasar-dasar hukum penyelesaian perkara berbeda. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama,
sengketa ekonomi syari’ah tersebut diselesaikan oleh Badan Arbitrase Muamalat Indonesia BAMUI yang kini namanya Badan Arbitrase Syari’ah Nasional
BASYARNAS yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
148
Pada tahun 1993 Badan Arbitrase Muamalat Indonesia BAMUI yang sekarang BASYARNAS dibentuk sebagai salah satu upaya untuk melakukan
penryelesaian sengketa di bidang mu’amalat khususnya perekonomin syari’ah. Berdirinya BAMUI ini dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap permasalahan
hukum yang mungkin timbul akibat penerapa hukum mu’amalah oleh Lembaga Keuangan Syari’ah yang pada waktu itu telah berdiri.
149
Meskipun telah ada lembaga peradilan, sering kali lembaga arbitrase menjadi alternatif untuk menyelesaikan suatu sengketa. Terdapat alasan-alasan yang
dikemukakan oleh Wahyu Wiryono dan Mariam Darus Badrulzaman yaitu sebagai berikut:
150
148
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hal. 214.
149
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, sedangkan perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah terjadi sengketa.
150
Mariam Darus Badrulzaman, Peranan BAMUI dalam Pembangunan Hukum Nasional, dalam Abdul Rahman Saleh, et. al. Arbitrase Islam Indonesia, Jakarta: BAMUI bekerjasama dengan
Bank Muamalat Indonesia, 1994, hal. 58-60.
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan arbitrase: 1.
Prosedur tidak berbelit dan keputusan dicapai dalam waktu relatif singkat 2.
Biaya lebih murah 3.
Dapat dihindari ekspose dari keputusan di didepan umum 4.
Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih kekeluargaan 5.
Para pihak dapat memilih hukum mana yang akan diberlakukan oleh arbitrase 6.
Para pihak dapat memilih sendiri para arbiter 7.
Dapat dipilih para arbiter dari kalangan ahli dalam bidangnya 8.
Keputusan dapat lebih terkait dengan situasi dan kondisi 9.
Keputusan arbitrase umumnya final binding tanpa harus naik banding atau kasasi
10. Keputusan arbitrase umumnya dapat diberlakukan dan dieksekusi oleh
pengadilan 11.
Prosesprosedur arbitrase lebih mudah dimengerti oleh masyarakat luas. Adapun kekurangan arbitrase adalah sebagai berikut:
1. Kemungkinan hanya baik dan tersedia dengan baik terhadap perusahaan-
perusahaan bonafide 2.
Kurangnya unsur finality 3.
Kurangnya power untuk menghadirkan barang bukti, saksi, dan lainlain 4.
Kurangnya power untuk law enforcement dan eksekusi keputusan 5.
Tidak dapat menghasilkan solusi yang bersifat prefentif 6.
Kemungkinan timbulnya keputusan yang saling bertentangan satu sama lain karena tidak ada sistem “precedent” terhadap keputusan sebelumnya, dan juga
karena unsure fleksibilitas dari arbiter. Karena itu keputusan arbitrase tidak predektif
7. Kualitas keputusannya sangat bergantung pada kualitas para arbiter itu
sendiri, tanpa ada norma yang cukup untuk menjaga standar mutu keputusan arbitrase.
2. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah Pasca Undang-Undang