Proses Pembentukan Peraturan Daerah Studi Kasus Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No. 1 Tahun 2011 tentang APBD Kabupaten Simalungun tahun Anggaran 2011

(1)

PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Studi Kasus :Peraturan Daerah KabupatenSimalungun No. 1 Tahun 2011 Tentang APBD Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2011.

OLEH:

OCTO RYANTO LIMBONG 070906033

DosenPembimbing : Drs. ZakariaTaher, M.SP DosenPembaca : AdilArifin,S.Sos, M.A

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

DAFTAR ISI

Daftar Isi

..……….. i

Abstrak ..……….. ii

Abstract ..……….. iii

Kata Pengantar ..……….. iv

BAB I : PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ..……….. 1

I.2. Perumusan Masalah ……… 5

I.3. Pembatasan Masalah ……… 5

I.4. Tujuan Penelitian ……… 6

I.5. Manfaat Penelitian ..……….. 6

I.6. Kerangka Teori ..……….. 7

I.6.1 Fungsi Legislatif ..……….. 7

I.6.2 Teori Perwakilan Politik ..……….. 9

I.6.2.1 Badan Legislatif di Indonesia ……… 17

I.6.3 Proses Pengambilan Kebijakan ……… 20

I.6.3.1 Perumusan Kebijakan ……… 20

I.6.3.2 Tahapan Kebijakan ……… 20

I.7. Metodologi Penelitian ……… 23

I.7.1 Metode Penelitian ……… 24

I.7.2 Jenis Penelitian ……… 25

I.7.3 Deskripsi Lokasi Penelitian ……… 27

I.7.4 Teknik Pengumpulan Data ……… 27

I.7.5 Teknik Analisis Data ……… 28


(3)

BAB II : PROFIL DPRD DAN KABUPATEN SIMALUNGUN

II.1. Deskripsi Kabupaten Simalungun ..………. 31

II.2. Sistem Pemerintahan ..………. 36

II.3. Lembaga DPRD Simalungun ……… 44

II.4. Partai Politik di Kabupaten Simalungun ……… 51

BAB III : PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH NO. 1 TAHUN 2011 MENGENAI APBD KABUPATEN SIMALUNGUN TA. 2011 III.1. Proses Pembuatan Perda dan APBD ..………. 54

III.1.1. Proses Pembuatan dan Penetapan Ranperda Menjadi Perda …………...54

III.1.2. Proses Pembuatan dan Penetapan RAPBD menjadi APBD ...55

III.2. Rancangan Anggaran Penerimaan Belanja Daerah ..………. 57

III.3 Pembahasan RAPBD Kabupaten Simalungu TA. 2011 ..………. 60

III.3.1 Pandangan Umum Fraksi – Fraksi ..………. 60

III.3.2 Penyusunan APBD Simalungun Tahun 2011 ..………. 68

III.3.3 Gambaran dan Kondisi APBD Kabupaten Simalungun Tahun 2011 ..………. 71

III.3.3.1 Kondisi umum Pendapatan daerah ………71

III.3.3.2 Belanja Daerah ………76

III.3.3.3 Kendala dalam pembahasan APBD Simalungun Tahun Anggaran 2011 ………77

BAB IV : PENUTUP IV.1 Kesimpulan ..………. 78

IV.2 Saran ..………. 79 DAFTAR PUSTAKA


(4)

ABSTRAK

PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

STUDI KASUS : PERATURAN DAERAH SIMALUNGUN NO.1 TAHUN 2011 TENTANG APBD KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN ANGGARAN 2011

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang disingkat DPRD adalah pemegang kekuasaan untuk membentuk peraturan daerah, rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Bupati, Sebagai salah satu fungsi dari DPR/DPRD ialah dalam hal Legislasi, selain dari Budgeting (Anggaran) dan Controlling (Pengawasan). Legislasi disini artinya ialah pembuatan UU (DPR) dan Perda/Peraturan daerah (DPRD).Sebelum menjadi Perda, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk menyetujui sebuah Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah), menjadi sebuah Perda.

Proses pembentukan peraturan daerah seperti yang berisikan APBD mengenai peraturan daerah dimulai dengan proses pengajuan rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) dan juga kepala daerah dalam hal ini gubernur, bupati/walikota. apabila dalam satu kali masa sidang, kepala daerah dan DPRD menyampaikan materi yang sama mengenai peraturan daerah, maka hal yang akan dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan perda yang disampaikan oleh kepala daerah dipergunakan sebagai bahan persandingan.

Sama seperti kabupaten simalungun penyusunan rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Kabupaten Simalungun sebelum menjadi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah, dibahas bersama-sama oleh pemerintah kabupaten dalam hal ini yaitu Bupati Simalungun bersama-sama dengan DPRD Kabupaten Simalungun. Setelah itu, maka rancangan yang telah dibahas tadi akan dibuat menjadi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah yang akan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi peraturan daerah simalungun no.1 tahun 2011 tentang APBD kabupaten simalungun tahun anggaran 2011.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan metode wawancara dan juga menganalisa hasil risalah sidang paripurna dprd kabupaten simalungun tahun 2011. Dengan fokus penelitian berusaha menganalisa bagaimana proses pembentukan Peraturan Daerah mengenai Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2011?” Kata kunci : Peraturan Daerah, APBD, Legislasi.


(5)

ABSTRACT

FORMATION PROCESS AREA REGULATIONS

CASE STUDY : THE REGULATION OF 2011 ON THE NO.1 Simalungun budget Simalungun DISTRICT FISCAL YEAR 2011

Legislative Council of the Parliament is abbreviated authority to establish local regulations, the draft local regulations may originate from parliament or the Regent, as a function of the DPR / DPRD is in terms of legislation, apart from Budgeting (Budget) and Controlling (Supervision). Legislation is here means legislation (DPR) and regulation / regulation region (DPRD). Prior to becoming legislation, there are several steps that must be taken to approve a Ranperda (Draft Regulation), became a law.

The process of formation of such local regulations containing rules regarding local budget process begins with the submission of the draft rules can be derived from the local legislature (DPRD) and also in this case the regional chief governor, regent / mayor. if in one session period, the regional head and DPRD deliver the same materials regarding local regulations, then that will be discussed is the draft rules submitted by the regional parliament, while the draft regulations submitted by the head of the region used for comparison.

Just as the district Simalungun drafting Receipts and Expenditure Budget Simalungun before becoming Receipts and Expenditure Budget, jointly addressed by the district government in this case is Regents Simelungun together with the Parliament Simalungun. After that, the design of which has been discussed earlier will be made into Receipts and Expenditure Budget to be passed by the Legislative Council be Simelungun no.1 local regulations in 2011 on the district budget Simelungun fiscal year 2011.

This study used a qualitative method using interviews and also analyze the results of the minutes of the plenary session of the local parliament Simelungun in 2011. With the focus of the study attempted to analyze how the process of the formation of the Regional Regulation on Budget Revenues and Expenditures for Fiscal Year 2011 Simalungun? "


(6)

KATA PENGANTAR

Sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa, sudah sepantasnya penulis memanjatkan puji dan syukur yang sebesar-besarnya kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul: “Proses Pembentukan Peraturan Daerah Studi Kasus Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No. 1 Tahun 2011 tentang APBD Kabupaten Simalungun tahun Anggaran 2011.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU.

2. Terima kasih kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

3. Terima kasih kepada Bapak Drs. Zakaria, M.SP selaku dosen pembimbing skripsi saya. Bapak begitu banyak memberikan masukan dan gagasan-gagasan kepada saya dalam penulisan skripsi ini. Bapak juga telah menganggap saya seperti anaknya sendiri, sehingga bapak begitu murah hati bagi saya dalam penyelesaian skripsi ini. Saya tidak bisa membalas kebaikan yang telah bapak berikan. Biarlah Tuhan yang membalas semuanya itu, dan semoga bapak tetap berada dalam naungan Tuhan Yang Maha Pengasih.

4. Terima kasih kepada Bapak Adil Arifin,S.Sos, M.A selaku dosen pembaca saya. Bapak juga begitu banyak memberikan masukan dan gagasan kepada saya dalam penyusunan skripsi ini. Bapak senantiasa mengingatkan saya, hingga kesalahan sekecil apapun dalam penulisan skripsi ini. Saya tidak bisa membalas kebaikan yang telah bapak berikan. Biarlah Tuhan yang membalas semuanya itu, dan semoga bapak tetap berada dalam naungan Tuhan Yang Maha Pengasih.

5. Terima kasih kepada kedua orangtuaku Bapak T. LIMBONG dan Ibu T br. SIREGAR, yang begitu berarti bagiku. Terima kasih karena telah membesarkan aku mulai dari aku kecil sampai dengan aku dapat memperoleh semua ini. Begitu banyak pengorbanan yang telah kalian lakukan demi kami anak-anakmu. Kalian juga telah menurunkan sifat sabar kepada ku dalam menghadapi berbagai persoalan hidup ini. Tidak terbalas kasih yang telah kalian berikan kepadaku, kiranya Tuhan yang menjadikan semua cita-cita kita indah pada


(7)

waktunya. Semua ini aku persembahkan hanya kepada My Father and My Mom tercinta. Doa dan pengharapan kalian senantiasa mengiringi dan menyertai aku dalam menjalani hidup ini.

Penulis sadar, bahwa dalam penulisan skripsi ini masih mempunyai banyak kesalahan dan kekurangan karena penulis tahu bahwa Kesempurnaan itu hanyalah milik Yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari orang-orang yang membaca makalah ini, khususnya kritik yang dapat memotivasi penulis untuk dapat lebih baik kedepannya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan penulis berharap agar makalah ini bemanfaat bagi kita semua. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa menyertai kita semua.


(8)

ABSTRAK

PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

STUDI KASUS : PERATURAN DAERAH SIMALUNGUN NO.1 TAHUN 2011 TENTANG APBD KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN ANGGARAN 2011

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang disingkat DPRD adalah pemegang kekuasaan untuk membentuk peraturan daerah, rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Bupati, Sebagai salah satu fungsi dari DPR/DPRD ialah dalam hal Legislasi, selain dari Budgeting (Anggaran) dan Controlling (Pengawasan). Legislasi disini artinya ialah pembuatan UU (DPR) dan Perda/Peraturan daerah (DPRD).Sebelum menjadi Perda, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk menyetujui sebuah Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah), menjadi sebuah Perda.

Proses pembentukan peraturan daerah seperti yang berisikan APBD mengenai peraturan daerah dimulai dengan proses pengajuan rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) dan juga kepala daerah dalam hal ini gubernur, bupati/walikota. apabila dalam satu kali masa sidang, kepala daerah dan DPRD menyampaikan materi yang sama mengenai peraturan daerah, maka hal yang akan dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan perda yang disampaikan oleh kepala daerah dipergunakan sebagai bahan persandingan.

Sama seperti kabupaten simalungun penyusunan rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Kabupaten Simalungun sebelum menjadi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah, dibahas bersama-sama oleh pemerintah kabupaten dalam hal ini yaitu Bupati Simalungun bersama-sama dengan DPRD Kabupaten Simalungun. Setelah itu, maka rancangan yang telah dibahas tadi akan dibuat menjadi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah yang akan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi peraturan daerah simalungun no.1 tahun 2011 tentang APBD kabupaten simalungun tahun anggaran 2011.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan metode wawancara dan juga menganalisa hasil risalah sidang paripurna dprd kabupaten simalungun tahun 2011. Dengan fokus penelitian berusaha menganalisa bagaimana proses pembentukan Peraturan Daerah mengenai Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2011?” Kata kunci : Peraturan Daerah, APBD, Legislasi.


(9)

ABSTRACT

FORMATION PROCESS AREA REGULATIONS

CASE STUDY : THE REGULATION OF 2011 ON THE NO.1 Simalungun budget Simalungun DISTRICT FISCAL YEAR 2011

Legislative Council of the Parliament is abbreviated authority to establish local regulations, the draft local regulations may originate from parliament or the Regent, as a function of the DPR / DPRD is in terms of legislation, apart from Budgeting (Budget) and Controlling (Supervision). Legislation is here means legislation (DPR) and regulation / regulation region (DPRD). Prior to becoming legislation, there are several steps that must be taken to approve a Ranperda (Draft Regulation), became a law.

The process of formation of such local regulations containing rules regarding local budget process begins with the submission of the draft rules can be derived from the local legislature (DPRD) and also in this case the regional chief governor, regent / mayor. if in one session period, the regional head and DPRD deliver the same materials regarding local regulations, then that will be discussed is the draft rules submitted by the regional parliament, while the draft regulations submitted by the head of the region used for comparison.

Just as the district Simalungun drafting Receipts and Expenditure Budget Simalungun before becoming Receipts and Expenditure Budget, jointly addressed by the district government in this case is Regents Simelungun together with the Parliament Simalungun. After that, the design of which has been discussed earlier will be made into Receipts and Expenditure Budget to be passed by the Legislative Council be Simelungun no.1 local regulations in 2011 on the district budget Simelungun fiscal year 2011.

This study used a qualitative method using interviews and also analyze the results of the minutes of the plenary session of the local parliament Simelungun in 2011. With the focus of the study attempted to analyze how the process of the formation of the Regional Regulation on Budget Revenues and Expenditures for Fiscal Year 2011 Simalungun? "


(10)

BAB I

I.1 Latar Belakang Masalah

Pembagian kekuasaan secara horizontal adalah pembagian kekuasaan menurut fungsinya, dan ini ada hubungannya dengan doktrin Trias Politika. Trias Politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri atas 3 macam yaitu kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang, dan kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang. Doktrin ini untuk pertama kali di kemukakan oleh Jhon Locke (1632-1704) dan Montesqiue (1689-1755).

Filsuf Inggris, Jhon Locke mengemukakan konsep yang ditulisnya ini ke dalam bukunya yang berjudul Two Treatises on Civil Government (1690). Dalam bukunya, Jhon Locke mengemukakan bahwa kekuasaan negara dibagi dalam tiga kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif (membuat peraturan dan perundang – undangan), kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang – undang sekaligus mengadili), dan kekuasaan federatif (menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain), yang masing – masing terpisah satu sama lain.1

1 Miriam Budihardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hal 282.

Beberapa puluh tahun kemudian, pada tahun 1784, filsuf Prancis Montesqieu memperkembangkan lebih lanjut pemikiran Locke ini dalam bukunya yang berjudul L’Espirit des Louis ( The Spirit of Law ). Dalam uraiannya, Montesqieu membagi kekuasaan pemerintahan kedalam tiga cabang, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Menurutnya ketiga jenis kekuasaan ini haruslah terpisah satu sama lain, baik mengenai tugas (fungsi ) maupun alat perlengkapan ( organ ) yang menyelengarakannya.


(11)

Di Indonesia kekuasaan membuat undang – undang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ). Menurut Undang - Undang no 32 tahun 2004 pasal 40 dijelaskan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.

Seperti yang kita ketahui bahwa lembaga legislatif DPRD memiliki 3 fungsi yang dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 41 Undang - Undang no 32 tahun 2004 yakni: (1) Legislasi, yaitu membuat undang-undang dalam hal ini peraturan daerah ;(2) Controlling/pengawasan, yaitu mengawasi eksekutif (dalam hal ini adalah Bupati) dan peraturan daerah yang telah dibuat; (3) Budgeting/Anggaran, yakni bersama-sama dengan Kepala Daerah menyusun dan menetapkan APBD.

DPRD memiliki tugas dan wewenang dalam membahas dan menyetujui rancangan perda mengenai APBD bersama kepala daerah. DPRD juga melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan peraturan perundang – undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD yang dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 42 ayat 1 butir b dan c Undang - Undang no 32 tahun 2004.

Simalungun, seperti halnya dengan kabupaten/kota yang lain juga memiliki Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut pasal 1 ayat 14 Undang – Undang no 32 tahun 2004, yang dimaksud dengan APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Sebelum APBD menjadi Peraturan Daerah (Perda), Kepala Daerah yang bersangkutan membuat rancangan anggaran yang kemudian diajukan kepada DPRD dan DPRD membahas bersama Kepala Daerah agar Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (RAPBD) dapat menjadi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD),


(12)

yang dimaksud adalah perda mengenai Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Kabupaten Simalungun.

Dalam pembuatan peraturan daerah diperlukan tahapan – tahapan didalamnya, yakni : 1. Tahapan pengusulan raperda.

2. Tahapan pembahasan raperda.

3. Tahapan penetapan raperda menjadi perda. 4. Tahapan evaluasi perda

Dalam proses tahapan pembuatan perda mengenai Anggaran Penerimaan Belanja Daerah tersebut biasanya terjadi tarik ulur kepentingan yang mungkin terjadi didalam pembahasan mengenai rancangan APBD tersebut. DPRD yang berfungsi untuk mengontrol budgeting pemerintah daerah sedangkan pemerintah daerah butuh anggaran yang besar untuk menjalankan program – program kerja pemerintah tersebut.

Simalungun seperti halnya daerah lainnya juga melalui tahapan – tahapan dalam penyusunan peraturan daerah dalam hal ini adalah peraturan daerah mengenai Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah, juga mungkin mengalami proses yang dapat dikatakan tarik ulur kepentingan dalam penyusunan perda mengenai APBD tersebut. APBD Simalungun untuk tahun anggaran 2011 yaitu pada pendapatan daerah sebesar Rp. 1.006.510.043.930,- dan pada pengeluaran belanja daerah yaitu sebesar Rp. 1.051.208.762.290,- dan kemudian dengan persetujuan bersama DPRD Kabupaten Simalungun dan Bupati Simalungun menetapkan perda No. 1 Tahun 2011 tentang Anggaran Penerimaan Belanja Daerah Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2011.

Seperti yang dikemukakan diatas maka dapat kita lihat bahwa ini merupakan proses pembentukan peraturan daerah. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana


(13)

kemudian APBD tersebut menjadi sebuah peraturan daerah atas persetujuan DPRD.

Hal ini dikuatkan oleh definisi tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang no 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yaitu peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di provinsi maupun di Kabupaten/Kota yang merupakan penjelasan dalam pasal 1 butir 10 undang – undang nomor 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah.

Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan juga Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur, Bupati/Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang, Kepala Daerah dan DPRD menyampaikan materi yang sama mengenai Peraturan Daerah, maka hal yang akan dibahas adalah rancangan Peraturan Daerah yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan perda yang disampaikan oleh Kepala Daerah dipergunakan sebagai bahan persandingan.

Tidak jauh beda dengan daerah lainnya, penyusunan rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Kabupaten Simalungun sebelum menjadi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah, dibahas bersama-sama oleh pemerintah kabupaten dalam hal ini yaitu Bupati Simalungun bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun. Setelah itu, maka rancangan yang telah dibahas tadi akan dibuat menjadi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah yang akan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi peraturan daerah (perda).

Program penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah yang dimuat dalam ketentuan pasal 15 undang – undang nomor 10 tahun 2004 mengenai pembentukan peraturan perundang - undangan, sehingga diharapkan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Peraturan Daerah, dalam hal ini peraturan daerah


(14)

proses pembentukan peraturan daerah mengenai Anggaran Penerimaan Belanja Daerah Kabupaten tahun 2011 Kabupaten Simalungun.

I.2. Perumusan Masalah

Atas dasar latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ingin dikaji yakni “Bagaimana proses pembentukan Peraturan Daerah mengenai Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2011?”

I.3. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini terfokus terhadap permasalahannya, maka lebih baik jika dibuat pembatasan masalahnya. Pada proposal penelitian ini adapun masalah yang ingin diteliti adalah :

1. Proses pengusulan raperda mengenai APBD Kabupaten Simalungun tahun Anggaran 2011.

2. Proses pembahasan raperda mengenai APBD Kabupaten Simalungun tahun Anggaran 2011.

3. Proses penetapan raperda menjadi perda mengenai APBD Kabupaten Simalungun tahun Anggaran 2011.

I.4. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana sebenarnya proses pembentukan Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2011 mengenai APBD Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2011.


(15)

I.5. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis maupun metodologis, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman studi perwakilan politik di Indonesia.

2. Bagi akademisi, khususnya Departemen Ilmu Politik, Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan maupun referensi dalam konteks ilmu politik di Indonesia.

3. Bagi masyarakat sendiri, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat sendiri mengenai proses pembentukan peraturan daerah mengenai Anggaran Penerimaan Belanja Daereah.

I.6 Kerangka Teori

Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian perlu adanya dasar berpikir yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian, seorang peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana permasalahan akan diteliti. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi, dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep.2

Woodrow Wilson mengemukakan bahwa legislation is an aggregate, not a simple production. Namun sebelumnya Jeremy Bentham dan John Austin memberikan konsep legislasi I.6.1 Fungsi Legislatif


(16)

sebagai “any form of law-making”. Karenanya bentuk peraturan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif untuk maksud mengikat umum dapat dikaitkan dengan pengertian “enacted law”, “statute”, atau undang-undang dalam arti luas. Dalam pengertian itu, fungsi legislasi merupakan fungsi dalam pembentukan perundang-undangan.3

Lebih lanjut Jimmly Assiddiqie, mengemukakan bahwa fungsi legislasi menyangkut empat bentuk kegiatan, yaitu Pertama, prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation), Kedua, pembahasan rancangan undang-undang (law making process), Ketiga, persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law enactment approval), dan Keempat, pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan international dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainnya.4

Muchtar Pakpahan membagi fungsi DPR secara garis besar kedalam tiga fungsi yaitu, legislative function (fungsi legislatif), controlling function (fungsi pengawasan) dan budgeting function (fungsi budget atau anggaran).5

Fungsi pokok DPR adalah membuat undang-undang yang berarti menjadi landasan hukum bagi pemerintah dalam membuat kebijakan publik. Menurut Miriam Budiardjo bahwa “lembaga legislatif adalah lembaga yang “legislate” atau membuat undang-undang. Anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat.”6

3 Jimly Assiddiqie. 2006. Perihal Undang-Undang Di Indonesia. Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung Konstitusi Republik Indonesia. Jakarta. hal. 31-32

4Ibid hal. 34

5 Muchtar Pakapahan. 1994. DPR RI Semasa Orde Baru. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. hal. 18 6 Miriam Budihardjo, Op.Cit, hal.173


(17)

legislatif terdiri dari wakil-wakil rakyat dan semua penetapan undang-undang harus disetujui oleh legislatif.7

Pada hakekatnya fungsi utama dari legislatif adalah membuat undang-undang (legislasi), hal ini juga sejalan dengan fungsi-fungsi yang lain seperti fungsi pengawasan (controlling) juga merupakan bagian fungsi legislasi, karena dalam menjalankan fungsi pengawasan tentunya terlebih dahulu melahirkan peraturan perundangan-undangan yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Begitu juga fungsi angggaran (budgeting) yang merupakan sebagian dari fungsi legislasi karena untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga ditetapkan dengan peraturan Daerah APBD setiap tahun anggaran, dan ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di daerah.8

Dalam perwakilan politik, kita mengetahui ada 2 jenis perwakilan. Yakni perwakilan langsung dan perwakilan tidak langsung. Sejarah perwakilan telah mulai di perbincangkan dalam kehidupan non-politik sejak Yunani kuno, namum pembahasan dalam bentuk konsep baru dimulai pada awal abad ke 14. Thomas Hobbes pada tahun 1965 menerbitkan Leviathan untuk Maka yang menjadi fungsi pokok dari DPR adalah pembentukan undang-undang sebagai landasan hukum bagi pemerintah dalam membuat kebijakan publik. Sebagaimana dijelaskan bahwa dalam konsep demokrasi menempatkan partipasi sebagai intinya, berarti menghendaki diikutsertakannya masyarakat dalam perbuatan kebijakan publik (public policy).

I.6.2 Teori Perwakilan Politik

7 David E. Apter.1985. Pengantar Analisa Politik, Jakarta : CV Rajawali. hal. 230-234

8 Peraturan DPRD Kabupaten Simalungun No. 13 tahun 2010 mengenai Tata Tertib DPRD Kabupaten Simalungun Pasal 2 Ayat 5


(18)

membahas masalah perwakilan politik secara filisofis dan pada abad ke 18 studi yang berpengaruh sampai dewasa ini diantaranya antara lain karena teori kemandirian wakil yang di kemukan oleh Edmun Burke tahun 1779. Karya Burke (dimana wakil bebas bertindak dan menentukan sikapnya terhadap yang diwakili) dianggap sebagai permulaan studi kasik terhadap perwakilan politik, disusul oleh sejumlah peneliti mulai dari John Stuart Mill (1861) sampai dengan Karl Loewenstein (1922). Studi yang lebih mendalam dilakukan oleh Alfred de Grazia (1968) dan Pitkin (1957).

Perwakilan politik sebagai sebuah praktek telah lama berlangsung dalam kehidupan bernegara jauh sebelum teori-teori perwakilan itu lahir, perwakilan politik telah lahir dan di laksanakan oleh beberapa negara dan bangsa sejak zaman dahulu mulai dari zaman Yunani kuno, Romawi dan juga pada Zaman Islam ketika Nabi Muhammad Masih hidup. Pada zaman Yunani kuno masyarakat hidup dalam suatu negara yang di sebut dengan polis, dimana konsep perwakilan pada saat itu dilaksanakan secara langsung, karena jumlah masyarakat yang relatif sedikit dan wilayah yang tidak terlalu luas.

Studi yang lebih mendalam dilakukan oleh Alfred de Grazia dan Pitkin sudah lebih mendalam dari perwakilan politik. Perwakilan politik sebagai sebuah praktek telah lama berlangsung dalam kehidupan bernegara jauh sebelum teori-teori perwakilan itu lahir, perwakilan politik telah lahir dan dilaksanakan oleh beberapa negara dan bangsa sejak zaman dahulu mulai dari zaman Yunani kuno dan Romawi. Pada zaman Yunani kuno masyarakat hidup dalam suatu negara yang disebut dengan polis, dimana konsep perwakilan pada saat itu dilaksanakan secara langsung, karena jumlah masyarakat yang relatif sedikit dan wilayah yang tidak terlalu luas. Begitu juga pada zaman romawi kuno. Konsep perwakilan pada saat itu ialah


(19)

konsep perwakilan langsung. Fungsi perwakilan pun pada saat dulu masih terbatas mengingat kekuasaan raja yang besar dan belum kompleknya permasalahan negara seperti saat ini.9

Sebagai konsekuensinya raja harus membentuk suatu badan/lembaga yang terdiri dari pada lord, dan kemudian ditambah dengan para pendeta. Tempat ini menjadi tempat meminta nasehat raja dalam rangka masalah-masalah kenegaraan terutama yang berhubungan dengan Pandangan Rousseau yang berkeinginan untuk berlangsungnya demokrasi langsung sebagaimana pelaksanaannya pada zaman Yunani kuno. Kenyataanya sulit untuk dipertahankan lagi. Faktor-Faktor seperti luasnya suatu wilayah negara, populasi penduduk yang sangat cepat, makin sulit dan rumitnya masalah politik dan kenegaraan, serta kemajuan ilmu dan teknologi merupakan persoalan yang menjadi kendala untuk melaksanakan demokrasi langsung pada era sekarang. Sebagai ganti dari gagasan Rousseau maka lahirlah demokrasi tidak langsung (indirect democracy), yang disalurkan melalui lembaga perwakilan atau yang dikenal dengan parlemen. Kelahiran parlemen ini pada dasarnya bukan karena gagasan dan cita-cita demokrasi tapi karena kelicikan feodal. Pada abad pertengahan yang berkuasa di Inggris adalah raja-raja/bangsawan yang sangat feodalistis (monarchi feodal). Dalam kerajaan yang berbentuk feodal, kekuatan berada pada kaum feodal yang berprofesi sebagai tuan tanah yang kaya (pengusaha). Mereka tidak hanya kaya, mempunyai tanah yang luas tapi mereka juga menguasai orang-orang yang ada dalam lingkaran kekuasaan (kerajaan). Apabila pada suatu saat raja menginginkan penambahan tentara dan pajak, maka para raja akan mengirimkan utusan untuk menyampaikan keinginannya dan maksud pada tuan tanah (Lord). Lama kelamaan praktek semacam ini menurut raja tidak layak sehingga timbul pemikiran untuk memanggil mereka ke pusat pemerintahan sehingga kalau raja menginginkan sesuatu, maka raja tinggal memanggil mereka.


(20)

pajak. Secara pelan tapi pasti lembaga ini menjadi permanen yang kemudian disebut ‘’Curia Regis’’ dan kemudian menjadi House of Lords seperti sekarang.10

Kelahiran House of Lords adalah merupakan pertanda kelahiran lembaga perwakilan pertama di era modern. House of lord dalam perjalannya mempunyai kekuasaan yang sangat besar, maka raja berkehendak untuk mengurangi kekuasaan dan hak-hak mereka, akibatnya timbul pertikaian antara raja dan kaum ningrat (lords), dengan bantuan rakyat dan kaum borjuis kepada kaum ningrat maka raja mengalah, akibatnya hak-hak raja dibatasi. Karena rakyat dan kaum menengah yang menjadi korban manakala raja membuat kebijakan, maka rakyat minta agar rakyat mempunyai wakil dan diminta pendapat dan keterangannya sebelum sebuah kebijakan dibuat. Karena yang pada awalnya kalangan yang duduk dalam house of lord didukung oleh para rakyat dan kaum menengah yang akhirnya kaum ningrat mendapatkan kemenangan, maka sejak saat itu pula kedudukan rakyat dan kaum menengah menjadi kuat. Sebagai bagian dari perwujudan agar terbentuk perwakilan rakyat maka lahirlah apa yang disebut Magnum Consilium , yang terdiri dari para wakil rakyat yang perkembangan selajutnya adalah bahwa house of commons mempunyai kekuatan yang semakin bertambah. Mereka dapat membebaskan para menteri (perdana menteri) yang mereka tidak sukai walaupun tidak berbuat kejahatan untuk turun dari kekuasaan, kekuasaan yang demikian dilakukan dengan mengajukan ’’mosi tidak percaya’’ yang dapat mengakibatkan jatuh dan mundurnya sebuah kabinet dan itu berlangsung sampai sekarang. Dalam konstitusi Inggris yang lebih berkuasa adalah house of lord yang dipilih melalui pemilihan umum sedangkan house of lord adalah kumpulan para lord yang terdiri dari para orang-orang yang dipilih secara turun-temurun.11

10Ibid, hal. 44. 11Ibid, hal. 45.


(21)

Menurut Thomas Hobbes dalam bukunya “Leviathan” Kehidupan manusia tidak terlepas dari suatu keterikatan sosial, karena kehidupan manusia senantiasa berlandaskan kepada kepentingan. Perjanjian (keterikatan) sosial itu mengakibatkan manusia-manusia bersangkutan menyerahkan segenap kekuatan dan kekuasaannya masing-masing kepada sebuah majelis, agar kepentingannya tersalurkan bagai sebuah kanal. Terbentuknya majelis (dewan perwakilan) juga merupakan bentuk sejati dari penyerahan hak dan kekuasaan manusia untuk memerintah dirinya sendiri dalam sebuah komunitas bersama (politik). Namun demikian, majelis pun harus dikenakan syarat yaitu ia harus menyerakan hak kekuasaannya pada manusia-manusia yang telah memandatkannya apabila terjadi perusakan moral majelis. Kekuasaan majelis bersifat ’’absolut’’ karena keterikatan (perjanjian) sosial yang dibangun didasarkan atas penyerahan hak yang dominan dari manusia-manusia kepada majelis dan bukan sebaliknya. Karenanya, majelis (dan juga penguasa politik yang dimandatkan oleh perjanjian) dapat menggunakan segala cara, termasuk kekerasan untuk menjaga ketenteraman dan ketertiban. Penguasa harus menjadi “Leviathan” (binatang buas). Idealnya, kekuasaan oleh satu majelis lebih baik dijalankan oleh satu orang (center of power), karena jalan satu-satunya untuk mendirikan kekuasaan ialah dengan menyerahkan kekuasaan dan kekuasaan seluruhnya pada satu orang. Sejatinya dewan rakyat/majelis (perwakilan) dipegang oleh penguasa negara, sehingga aspirasi kepentingan rakyat akan cepat terselesaikan daripada menunggu kerja majelis yang penuh dengan perbantahan. Fokusnya majelis berada dalam heredity power.12

Menurut Montesqiue Kekuasaan yang menampung, membicarakan dan memperjuangkan keterwakilan kepentingan rakyat banyak serta merumuskan peraturan adalah “legislatif”. Mutlak perlu dibentuk legisltif sebagai perwakilan rakyat agar pembicaraan yang menyangkut


(22)

kepentingan masyarakat banyak akan bisa dipenuhi, tanpa perwakilan, maka yang terjadi adalah ’’suara minoritas (minority sounds) hal yang mudah ditaklukkan oleh mayoritas kekuasaan. Dewan rakyat (legislatif) merupakan mediator antara rakyat dan penguasa, menjadi komunikator dan agregator aspirasi dan kepentingan rakyat banyak. Realitanya, masyarakat terdiri atas kelas utama yaitu rakyat pada umumnya dan kaum bangsawan. Karenanya dalam lembaga perwakilan harus dibagi dalam dua kamar (chamber) yaitu rakyat umum dan kaum bangsawan. Masing-masing mempunyai hak veto yang dibuat tiap kamar. Prinsipnya, Masing-masing-Masing-masing kekuasaan politik haruslah dibuat terpisah (trias politica) dan masing-masing memiliki wewenang untuk saling mengawasi.13

13Ibid, hal. 48

Salah satu teori yang menjelaskan tentang lembaga perwakilan adalah Teori Mandat. Dalam Teori Mandat ini dibagi lagi ke dalam 3 bagian. Teori yang pertama ialah teori mandat bebas, teori mandat imperatif, dan teori mandat yang ketiga ialah teori mandat representative. Teori mandat menjelaskan bahwa seorang wakil dianggap duduk di lembaga Perwakilan karena mendapat mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris. Yang memberikan teori ini dipelopori oleh Rousseau dan diperkuat oleh Petion.

Menurut mandat Imperatif, bahwa seorang wakil yang bertindak di lembaga perwakilan harus sesuai dengan perintah (intruksi) yang diberikan oleh yang diwakilinya. Si wakil tidak boleh bertindak di luar perintah, sedangkan kalau ada hal-hal atau masalah/persoalan baru yang tidak terdapat dalam perintah tersebut maka sang wakil harus mendapat perintah baru dari yang diwakilinya. Dengan demikian berarti akan menghambat tugas perwakilan tersebut, akibatnya lahir teori mandat baru yang disebut mandat bebas.


(23)

Teori mandat bebas berpendapat bahwa sang wakil dapat bertindak tanpa tergantung pada perintah (intruksi) dari yang diwakilinya. Menurut teori ini sang wakil adalah merupakan orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum dari masyarakat yang diwakilinya sehingga sang wakil dimungkinkan dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya. Ajaran ini dipelopori oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Block Stone di Inggris. Dalam perkembangan selanjutnya teori ini berkembang menjadi teori mandat representatif.

Teori mandat representatif mengatakan bahwa sang wakil dianggap bergabung dalam lembaga perwakilan, dimana yang diwakili memilih dan memberikan mandat pada lembaga perwakilan, sehingga sang wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya apalagi untuk meminta pertanggungjawabannya. Yang bertanggung jawab justru adalah lembaga perwakilan terhadap rakyat pemilihnya.

Dalam teori perwakilan, biasanya ada 2 kategori yang dibedakan. Kategori pertama ialah Perwakilan Politik (Polotical representation) dan Perwakilan Fungsional (Fungsional Representation). Kategori kedua menyangkut peran anggota parlemen sebagai pengemban “mandat” perwakilan (representation) adalah konsep bahwa seseorang atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Dewasa ini, anggota badan legislatif pada umumnya mewakili rakyat melalui partai politik. Hal ini yang disebut dengan perwakilan politik (political representation).14

Sekalipun asas perwakilan politik telah menjadi sangat umum, tetapi ada beberapa kalangan yang merasa bahwa partai politik dan perwakilan yang berdasarkan kesatuan-kesatuan politik semata-mata, mengabaikan berbagai kepentingan dan kekuatan lain yang ada didalam


(24)

masyarakat terutama dibidang ekonomi. Beberapa negara telah mencoba untuk mengatasi persoalan ini dengan mengikutsertakan wakil dari berbagai-bagai golongan yang dianggap memerlukan perlindungan khusus. Misalnya, India mengangkat beberapa wakil dari golongan Anglo-Indian sebagai anggota majelis rendah, sedangkan beberapa wakil dari golongan kebudayaan, kesusastraan, dan pekerjaan sosial diangkat sebagai majelis tinggi.

Dari uraian tentang perwakilan politik dapat kita ambil kesimpulan, bahwa dewasa ini perwakilan politik merupakan sistem perwakilan yang dianggap paling wajar. Disamping itu, beberapa negara merasa bahwa asas functional or occupational representation perlu diperhatikan dan sedapat mungkin diakui kepentingannya disamping sistem perwakilan politik.

I.6.2.1 Badan Legislatif di Indonesia

Badan legislatif mencerminkan salah satu fungsi badan legislatif yaitu legislate, atau membuat undang – undang. Di Indonesia sendiri badan legislatif disebut dengan DPR ( Dewan Perwakilan Rakyat ) yang berada di pusat dan DPRD yang berada di daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Indonesia sendiri, sebagai negara demokrasi, badan legislatif disusun secara sedemikian rupa sehingga badan legislatif tersebut dapat mewakili mayoritas dari rakyat dan pemerintah bertanggung jawab terhadapnya. Dengan perkataan lain, negara demokrasi didasari oleh sistem perwakilan demokratis yang menjamin kedaulatan rakyat.

Dalam masalah perwakilan, biasanya ada dua kategori yang dibedakan. Kategori pertama yakni perwakilan politik (political representation) dan perwakilan fungsional (functional representation). Kategori kedua menyangkut peran anggota parlemen sebagai trustee, dan perannya sebagai pengemban mandat perwakilan. Dewasa ini anggota badan legislatif pada


(25)

umumnya mewakili rakyat melalui partai politik. Hal ini dinamakan perwakilan yang bersifat politik (political representation).

Disamping itu ditemukan bahwa di beberapa negara termasuk Indonesia (pada penyelenggaraan Pemiliahan Umum 1971 dengan mengikutsertakan asas perwakilan fungsional yaitu golongan karya), asas perwakilan politik diragukan kewajarannya dan perlu diganti atau sekurang – kurangnya dilengkapi dengaan asas perwakilan fungsional (functional representation). Hal ini perlu diperhatikan dan sedapat mungkin diakui kepentingan di samping sistem perwakilan politik, sebagai cara untuk memasukkan sifat professional ke dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan umum.

Badan legislatif juga memiliki fungsi yang paling penting yaitu :

1. Menentukan kebijakan (policy) dan membuat undang – undang. Untuk itu badan legislatif diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang – undang yang disusun oleh pemerintah, dan terutama di bidang budget atau anggaran 2. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan badan eksekutif

sesuai dengan kebijakan – kebijakan yang telah ditetapkan.15

Badan legislatif di Indonesia telah ada mulai dari penjajahan Belanda, kemudian pada masa awal kemerdekaan, era orde lama, era orde baru, era reformasi, sampai era pasca reformasi sekarang ini. Berikut ini Badan Legislatif di Indonesia dari zaman Belanda hingga sekarang :

1. Volksraad : 1918 – 1942

2. Komite nasional Indonesia : 1945 – 1949


(26)

3. DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat : 1949 – 1950 4. DPR Sementara : 1950 – 1956

5. a. DPR (hasil pemilihan umum 1955) : 1956 – 1959 b. DPR Peralihan : 1959 – 1960

6. DPR Gotong – Royong – Demokrasi Terpimpin : 1960 – 1966 7. DPR Gotong – Royong – Demokrasi Pancasila : 1966 – 1971 8. DPR hasil pemilihan umum 1971

9. DPR hasil pemilihan umum 1977 10.DPR hasil pemilihan umum 1982 11.DPR hasil pemilihan umum 1987 12.DPR hasil pemilihan umum 1992 13.DPR hasil pemilihan umum 1997 14.DPR hasil pemilihan umum 1999 15.DPR hasil pemilihan umum 2004 16.DPR hasil pemilihan umum 200916

I.6.3 Proses Pengambilan Kebijakan

1.6.3.1. Perumusan Kebijakan

Pendefinisian Masalah (Defining Problem)

Menurut Winarno, mengenali dan mendefinisikan suatu masalah merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan17

16Ibid hal 329.

17 Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Presindo. Hal 45


(27)

dengan baik, maka masalah-masalah publik harus harus didefinisikan dengan baik, karena pada dasarnya kebijakan publik dibuat untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh kebijakan publik dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat akan menjadi pertanyaan yang menarik dalam evaluasi kebijakan publik. Kegagalan suatu kebijakan publik sering disebabkan aleh kesalahan-kesalahan para pembuat kebijakan dalam mendefinisikan suatu masalah. Jadi pendefinisian suatu masalah merupakan langkah yang sangat krusial dalam perumusan suatu kebijakan. Di dalam perumusan kebijakan inilah dicarikan berbagai alternatif kebijakan yang nantinya akan di bahas lebih mendalam dan mendetail pada agenda setting.

1.6.3.2.Tahapan Kebijakan

Proses pengambilan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, proses pengambilan kebijakan tersebut perlu dikelompokkan ke dalam beberapa tahapan. Hal ini akan memudahkan kita dalam memahami proses pengambilan kebijakan publik18

a. Tahap Penyusunan Agenda (Agenda Setting) .

Di sekitar lingkungan pemerintahan terdapat berbagai persoalan yang harus diselesaikan, namun masalah-masalah tersebut tidak langsung mendapatkan perhatian dari para pengambil kebijakan. Setiap masalah publik harus mendapatkan pengorganisasian agar masalah tersebut menjadi isu kebijakan yang akan dibahas para pembuat kebijakan. Setelah suatu masalah diorganisasikan dengan baik, selanjutnya isu tersebut diteruskan pada para pembuat kebijakan.


(28)

Maka masalah itu kemungkinan akan mendapat perhatian dari para pejabat publik, untuk dicarikan penyelesaiannya. Pada tahapan inilah dibutuhkan peranan partai politik, kelompok kepentingan, maupun masyarakat secara umum untuk mengangkat suatu permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat untuk menjadi isu kebijakan. Setelah berbagai isu kebijakan sampai di tangan para pembuat kebijakan, berbagai isu tersebut harus bersaing untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar dari para pejabat publik. Hal ini dikarenakan banyaknya persoalan (isu kebijakan) yang sama-sama membutuhkan penyelesaian. Pada tahapan ini suatu masalah (isu kebijakan) mungkin tidak disentuh oleh para pengambil kebijakan, ada masalah yang pembahasannya ditunda untuk beberapa waktu, dan ada masalah yang langsung ditanggapi / dibahas oleh para pengambil kebijakan.

b. Tahap Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)

Masalah (isu kebijakan) yang telah masuk dalam agenda setting kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Sejumlah permasalahan itu dirumuskan melalui proses analisa yang cermat tentang pendefinisian masalah tersebut, alternatif cara penanggulangannya apa, dan bagaimana dampaknya. Pemecahan masalah tersebut, berasal dari berbagai alternatif kebijakan yang telah disediakan. Alternatif-alternatif kebijakan inilah yang nantinya akan dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah tersebut. Pada tahap ini, pembuat kebijakan akan berusaha semaksimal mungkin untuk memanifestasikan kepentingannya di dalam subsitansi kebijakan.

c. Tahap Penetapan Kebijakan (Policy Adoption)

Pada tahap ini para pengambil kebijakan akan mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan, bagaimana dampak (untung-rugi) suatu alternatif kebijakan, bagaimana cara menerapkan alternatif. Setelah melakukan penelahaan yang sangat cermat, para pengambil


(29)

kebijakan akan menetapkan salah satu alternatif kebijakan dari sejumlah alternatif yang ditawarkan para perumus kebijakan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Tahap ini, suatu kebiajakan yang telah ditetapkan harus diimplemetasikan agar kebijakan itu tidak hanya sebagai catatan elit semata. Penerapan kebijakan ini membutuhkan keseriusan para pelaksana kebijakan (birokrat) agar kebijakan tersebut dapat berfungsi secara optimal di dalam masyarakat. Di dalam tahapan ini biasanya terjadi perbedaan sikap dari para pelaksana kebijakan, ada yang mendukung dan ada pula yang menentang pelaksanaan kebijakan tersebut.

e. Tahap Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)

Pada tahap ini, kebijakan yang telah diimplementasikan akan dievaluasi atau dihakimi (judged), untuk melihat sejauh mana suatu kebijakan yang telah ditetapkan dan diimplementasikan, mampu memberikan solusi pada masyarakat. Suatu kebijakan tersebut bisa dinyatakan berhasil apabila kebijakan tersebut mampu menjawab persoalan yang sedang dihadapi masyarakat. Sebaliknya, suatu kebijakan bisa saja dinyatakan gagal apabila penerapan suatu kebijakan justru mendatangkan persoalan yang baru yang lebih kompleks dari sebelumnya.

I.7. Metodologi Penelitian

Kajian ilmu sosial terhadap satu fenomena sosial suda tentu membutuhkan kecermatan. Sebagai suatu ilmu tentang metode atau tata cara kerja, maka metodologi ialah pengetahuan tentang tata cara mengkonstruksi bentuk dan instrumen penelitian. Konstruksi teknik dan instrumen yang baik dan benar akan mampu menghimpun data secara objektif, lengkap dan


(30)

dapat dianalisa utntuk memecahkan suatu permasalahan. Menurut Antonius Birowo, menjelaskan apa yang diyakini dapat diketahui dari masalah penelitian yang akan dilakukan19

1. Untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi terjadinya suatu aspek fenomena sosial tertentu. Hasilnya kemudian dicantumkan kedalam tabel-tabel frekuensi.

I.7.1 Metode Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan metodologis, yaitu deskriptif. Penelitian deskriptif ialah langkah-langkah melakukan reinterpretasi objektif tentang fenomena-fenomena sosial yang terdapat dalam masalah yang diteliti. Penelitian deskriptif biasanya memiliki 2 tujuan, yaitu:

2. Untuk mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu, seperti interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain.

Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya, pada penelitian deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan peengujian hipotesa (seperti yang dilakukan pada penelitiaan eksplanatif) berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori.20

Penelitian seperti ini juga biasanya dilakukan tanpa hipotesa yang dirumuskan terlalu ketat. Dengan kata lain, penelitian ini tidak menguji hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan, membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai

19 Antonius Birowo. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Gintanyali. hal. 71-72.


(31)

keadaan saat ini. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran maupun peristiwa pada masa sekarang.

Metode ini merupakan langkah-langkah melakukan representasi obyektif tentang gejala-gejala yang terdapat didalam masalah yang diteliti. Ciri-ciri pokok penelitian yang menggunakan penelitian deskriptif adalah:

1. Memusatkan perhatian pada masalah yang ada pada saat penelitisn dilakukan atau masalah-masalah yang bersifat faktual.

2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya,di iringi dengan interpretasinasional yang memadai.

Menurut nasir, gambaran penelitian deskriptif adalah sebagai studi untuk menentukan fakta dengan interpretasi yang tepat. Melukiskan secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena individu atau kelompok, menentukan frekuensi terjadinya suatu keberadaan untuk meminimalkan bias dan memaksimalkan reabilitas. Analisisnya dikerjakan berdasarkan “exposy facto” yang artinya data dikumpulkan, setelah semua kejadian berlangsung.21

Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi penelitian kualitatif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan I.7.2 Jenis Penelitian


(32)

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.22

22 Lexy J. Moleong. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. hal. 3.

Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kagiatan atau proses penjaringan informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan dengan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Dari pengertian diatas jelaslah bahwa penelitian kualitatif bersifat induktif, karena tidak dimulai dari hipotesa sebagai generalisasi, untuk diuji kebenarannya melalui pengumpulan data yang bersifat khusus.

Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi satu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia. Masalah yang akan diungkapkan dapat disiapkan sebelum mengumpulkan data atau informasi, akan tetapi mungkin saja berkembang dan berubah selama kegiatan penelitian dilakukan. Dengan demikian data/informasi yang dikumpulkan data terarah pada kalimat yang diucapkan, kalimat yang tertulis dan tingkah laku kegiatan. Informasi dapat dipelajari dan ditafsirkan sebagai usaha untuk memahami maknanya sesuai dengan sudut pandang sumber datanya. Maka informasi yang bersifat khusus itu, dalam bentuk teoritis melalui proses penelitian kualitatif tidak mustahil akan menghasilkan teori-teori baru, tidak sekedar untuk kepentingan praktis saja.

I.7.3 Deskripsi Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini berlokasi di Kantor DPRD Kabupaten Simalungun Komplek Perkantoran Pemkab Simalungun Pamatang Raya – Sumatera Utara.


(33)

I.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melahirkan sebuah penelitian, ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data antara lain wawancara (interview), observasi (observation), dan dokumentasi (documentation).

Dalam suatu penelitian, disamping menggunakan metode yang tepat diperlukan pula kemampuan memilih dan bahkan juga menyusun teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik dan alat pengumpul data ini sangat berpengaruh terhadap obyeksifitas hasil penelitian. Mempertimbangkan hal tersebut, dan keharusan untuk memenuhi validitas dan realibilitas dalam teknik pengumpulan datanya. Teknik ini adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang diperlukan, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Data Primer, yaitu penelitian lapangan (field research), yaitu pengumpulan data dengan terjun langsung ke lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara, yaitu dengan mewawancarai Ketua Badan Anggaran DPRD Kabupaten Simalungun yakni Bapak Bintaon Tindaon, SPd , Wakil Ketua Badan Anggaran yakni Bapak Ojak Naibaho, SH.

2. Data Sekunder, yaitu penelitian kepustakaan (Library research) yaitu dengan mempelajari buku-buku, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahan-bahan lain yang berkaitan dengan penelitian.


(34)

I.7.5 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dengan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema permasalahan. Data yang telah dikumpulkan kemudian disusun, dianalisa, dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada. Data-data tersebut diolah dan dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang akan diteliti

I.8. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci, dan untuk mempermudah isi daripada skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penulisan kedalam 4 bab yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori atau pemikiran, metodologi penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB II : PROFIL DPRD DAN KABUPATEN SIMALUNGUN

Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran dari lokasi penelitian di DPRD Kabupaten Simalungun. Antara lain, profil Kabupaten Simalungun, sejarah singkat tentang DPRD Kabupaten Simalungun, profil DPRD Simalungun.

BAB III : PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH NO. 1 TAHUN 2011 MENGENAI APBD KABUPATEN SIMALUNGUN TA. 2011


(35)

Pada bab ini akan membahas mengenai Bagaimana proses pembentukan peraturan daerah tentang Anggaran Penerimaan Belanja Daerah Kabupaten Simalungun

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, serta dalam bab ini akan berisi saran-saran, baik yang bermanfaat bagi penulis secara pribadi maupun bagi lembaga-lembaga yang terkait secara umum.


(36)

BAB II

KONDISI POLITIK DI KABUPATEN SIMALUNGUN

II.1 Deskripsi Kabupaten Simalungun

Simalungun dalam bahasa asli Simalungun memiliki kata dasar “Lungun” yang berarti sunyi, sepi.23 Nama itu diberikan oleh orang luar karena penduduknya sangat jarang dan letaknya yang berjauhan antara yang satu dengan yang lain. Orang Batak Toba menyebutnya dengan istilah “Sibalungu” yang berasal dari legenda hantu yang menyebarkan wabah penyakit didaerah itu. Sedangkan orang Batak Karo menyebutnya dengan panggilan “Batak Timur” karena terletak disebelah Timur daerah mereka.24

Pada kerajaan Nagur diatas terdapat beberapa panglima (Raja Goraha) yang masing-masing bermarga, Saragih, Purba, dan Sinaga. Kemudian mereka dijadikan menantu oleh Raja

Simalungun adalah salah satu suku asli yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Terdapat beberapa asal-usul mengenai nenek moyang suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari luar Indonesia. Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang, yakni; (1) Gelombang Pertama (Proto Simalungun), diperkirakan berasal dari Nagore (India) dan pegunungan Assam (India) menyusuri daerah Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyebrang ke Sumatera Timur dan; (2) Gelombang Kedua (Deutero Simalungun), datang dari suku-suku disekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.

23

.Pemerintah kabupaten Simalungun, SINALSAL (Panduan Berbahasa Simalungun) tahun 2006, hal 4 .

24


(37)

Nagur yang kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan, yakni: (1) Silou (Purba Tambak); (2)Tanaoh Djawa (Sinaga); (3) Raya (Saragih)

Selama abad ke 13 sampai abad ke 15, kerajaan kecil ini diserang oleh kerajaan-kerajaan mulai dari kerajaan-kerajaan Singosari, Majapahit, kerajaan-kerajaan dari India dan Aceh, Kerajaan Melayu hingga Belanda. Selama periode ini, tersebutlah cerita “Hattu ni sapar” yang menceritakan tentang kengerian pada saat itu, tentang kekacaun, dan mewabahnya penyakit Kolera hinggan kemudian mereka menyebrangi “Laut Tawar” (sebutan untuk Danau Toba) untuk mengungsi kepulau yang dianamakan Samosir yang merupakan kependekan dari Sahali Misir (sekali pergi). Saat pengungsi ini kembali ke kampung asalnya (Huta Hasusuran) mereka menemukan sebuah daerah/Nagur yang sepi. Sehingga disebutlah daerah Kerajaan Nagur ini dengan nama Sima-Sima ni Lungun (daerah yang sepi) yang kemudian menjadi Simalungun.25

Kabupaten Simalungun terletak antar 98,320 – 99,350 BT dan 2,360 – 3,180 LU dengan ketinggian antara 20 – 1400 M diatas permukaan laut yang berbatasan dengan; (1) Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai; (2) Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Asahan; (3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Samosir; (4) Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Karo.26

Luas wilayah Kabupaten Simalungun adalah 438.660 Ha ( 4,486,60 KM2

25

Pemerintah Kabupaten Simalungun, P.Siantar SINALSAL (Panduan Berbahasa Simalungun untuk sekolah dasar kelas V) tahun 1999 hal 8.

26.

www.simalungunkab.go.id diakses tanggal 20 mei 2013 pukul 19.27 wib

) merupakan 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara sekaligus menjadi kabupaten terluas yang sebelumnya adalah Kabupaten Deli Serdang. Untuk iklimnya sendiri yaitu:


(38)

 Suhu di Kabupaten Simalungun bertemperatur sedang. Dan suhu tertinggi terjadi dibulan Maret – Mei dengan suhu 280

 Kelembapan udara rata-rata 84%, dengan kelembapan udara tertinggi terjadi di bulan Oktober dengan tingkat kelembapan udara 87% dengan penguapan rata-rata 0,05 MM/hari.

C.

Dalam Satu tahun terdapat rata-rata 14 hari hujan, dengan curah hujan tertinggi terjadi di bulan November. Jumlah penduduk di Kabupaten Simalungun saat ini dari sensus terakhir tahun 2011 adalah 823.109 jiwa.27

• Kacang Tanah, Hjau dan Kedelai, Kacang Tanah : 4.358 Ha – Produksi : 5.044 ton/tahun. Kacang Hijau : 367 Ha – Produksi : 398 ton/tahun. Kedelai : 401 Ha –Produksi : 494 ton/tahun.

Potensi ekonomi didaerah ini terutama berasal dari sektor pertanian dan perkebunan. Tahun 2003 Simalungun adalah kabupaten penghasil beras kedua terbesar di Sumatera utara, dan untuk sektor perkebunan banyak di dominasi oleh perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet. Banyaknya perkebunan sawit mulai dari BUMN, swasta (contohnya PT.LONSUM, dan Good Year), bahkan dari punya pribadi terdapat di daerah ini. Bahkan pabrik Kelapa Sawit di desa Sei Mangkei akan dijadikan pusat industri perkebunan yang bernama Kawasan Industri Sei Mangkei layaknya KIM dikota Medan. Untuk lebih lengkapnya, berikut adalah data seputar pertanian dan perkebunan di Kabupaten Simalungun;

TANAMAN PANGAN

• Padi, Luas Panen : 93.343 Ha, Produksi : 461.293 Ton/Tahun. • Jagung, Luas Panen : 63.712 Ha, Produksi : 322.280 Ton/Tahun.

• Ubi Kayu & Ubi Jalar, Luas Panen : 16.758 Ha, Produksi : 404.67 Ton/Tahun.

27


(39)

TANAMAN HORTIKULTURA

• Kentang : Luas Panen = 5.470 Ha Produksi = 13.293 ton/tahun. • Kubis : Luas Panen = 2.112 Ha Produksi = 142.541 ton/tahun. • Cabai : Luas Panen = 4.167 Ha Produksi = 27.186 ton/tahun. • Tomat : Luas Panen = 924 Ha Produksi = 18.811 ton/tahun. • Pisang : Luas Panen = 1.658 Ha Produksi = 1.451 ton/tahun. • Nenas : Luas Panen = 680 Ha Produksi = 7.261 ton/tahun.

Perkebunan:

• Perkebunan Negara = 82.198,35 Ha. • Perkebunan Swasta = 24.328,00 Ha. • Perkebunan Rakyat = 45.718,82 Ha. Komoditi :

• Kelapa Sawit : 99.291,25 Ha Produksi : 2.050.559,79 ton/thn. • Karet : 33.319,79 Ha Produksi : 34.803,24 ton/thn.

• Kopi : 8.651,51 Ha Produksi : 7.507,36 ton/thn. • Kakao : 10.982,62 Ha Produksi : 10.851,06 ton/thn.28

Selain sektor pertanian, sektor pariwisata juga memberikan sumbangan penting pendapatan daerah ini. Yang paling terkenal tentu saja Parapat dengan keindahan Danau Tobanya. Objek wisata yang satu ini menjadi primadona yang sudah terkenal sampai dunia internasional. Selain Parapat, ada juga Sidamanik dengan perkebunan tehnya, Keramat Kubah (tempat berziarah etnis Tionghoa yang dihuni banyak monyet), Museum Simalungun, dan Tugu

28


(40)

Letda. Sudjono yang merupakan bukti masuknya PKI ke Sumatera Utara yang terletak di Bandar Betsi.

II.2 Sistem Pemerintahan

Dasar hukum pembentukan kabupaten Simalungun ialah UU Drt. No 7 tahun 1956 dengan ibukota awalnya ialah di Pematang Siantar. Kemudian ibukota kabupaten ini resmi berpindah ke Pamatang Raya pada tanggal 28 Juni 2008 setelah tertunda beberapa saat.29

Kabupaten Simalungun saat ini terdiri dari 31 kecamatan, yakni (1) Kecamatan Siantar; (2) Kecamatan Dolok Pardamean; (3) Kecamatan Panei; (4)Kecamatan Tanah Jawa; (5) Kecamatan Hutabayu Raja; (6) Kecamatan Jorlang Hataran; (7) Kecamatan Dolok Panribuan); (8) Kecamatan Girsang Sipangan Bolon; (9) Kecamatan Purba; (10) Kecamatan Raya; (11) Kecamatan Silimakuta; (12) Kecamatan Dolok Silau; (13) Kecamatan Raya Kahean; (14) Kecamatan Silau Kahean; (15) Kecamatan Bandar; (16) Kecamatan Pematang Bandar; (17) Kecamatan Bosar Maligas; (18) Kecamatan Ujung Padang; (19) Kecamatan Dolok Batunanggar; (20) Kecamatan Tapian Dolok; (21) Kecamatan Sidamanik; (22) Kecamatan Gunung Malela; (23) Kecamatan Gunung Maligas; (24) Kecamatan Bandar Masilam; (25) Kecamatan Bandar Huluan; (26) Kecamatan Jawa Maraja; (27) Kecamatan Hatonduhon; (28) Kecamatan Pematang Sidamanik; (29) Kecamatan Panombeian Pane; (30) Kecamatan Haranggaol Horisan; (31) Kecamatan Pematang Silimakuta

Saat ini kabupaten Simalungun dipimpin oleh Jopinus Ramli Saragih (J.R Saragih) sebagai Bupati dan Hj. Nuriaty Damanik sebagai Wakil Bupati Simalungun untuk periode 2010-2015 menggantikan Zulkarnaen Damanik – Pardamean Siregar diperiode sebelumnya.

29


(41)

Selain 31 kecamatan tersebut, terdapat juga 23 Kelurahan dan 338 Desa/Nagori didaerah ini.30

Sumber: Kantor Nagori Sitalasari Kecamatan Siantar

Di Kabupaten ini Desa disebut dengan Nagori, yang dipimpin oleh seorang Pangulu Nagori. Untuk struktur pemerintahan kabupaten Simalungun adalah sebagai berikut:

Gambar II.1

Bagan Struktur Pemerintahan

Dari gambar 1 dapat kita dapat lihat bagaimana hubungan antar lembaga/dinas di kabupaten Simalungun. Garis vertikal menggambarkan hubungan antara atasan dan bawahan, sedangkan garis horizontal menggambarkan posisi yang sejajar. Bisa dilihat antara Bupati/Wakil Bupati memiliki hubungan yg sejajar dengan DPRD yang artinya antara 2 lembaga ini tidak ada yang boleh mendominasi dan mengintervensi satu sama lain. Kedua lembaga ini seharusnya saling bekerjasama sesuai dengan fungsinya. Bupati sebagai Eksekutif dan DPRD sebagai Legislatif.

30.


(42)

Dibawah Bupati Simalungun ada Sekretaris daerah yang memiliki pertanggung jawaban tugas langsung ke Bupati Simalungun, dan memiliki hubungan yang sejajar dengan Sekretariat DPRD. Dan dibawah Sekda ada Dinas-dinas yang juga memiliki pertanggung jawaban langsung kepada Bupati. Dinas-dinas ini memiliki posisi yang sama. Dimana sesama dinas tidak dibenarkan untuk mengambil tugas dari dinas lain, kecuali atas perintah atasa, dalam hal ini adalah Bupati Simalungun. Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas (Kadis).

Kemudian dibawah Dinas ada Bagian, dimana tugas dari bagaian ini adalah bagian dari spesifikasi tugas dinas. Hal ini agar tidak terjadi tumpang tindih tugas. Bagian dipimpin oleh seorang Kepala Bagian (Kabag). Dan dibawah nya berturut-turut adalah kantoryang dipimpin oleh seorang Kepala kantor (Kakan) dan dibawahnya ada Kecamatan dan Kelurahan.

Kabupaten Simalungun memiliki Lambang Daerah sebagai identitas daerah ini. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No.5 Tahun 1960 menetapkan Lambang Kabupaten Simalungun adalah sebagai berikut:


(43)

Gambar II.2

Lambang Kabupaten Simalungun

Sumber: simalungunkab.go.id

Arti lambang Kabupaten Simalungun Lambang berbentuk perisai terbagi lima petak dengan dasar lambang hijau lahan. Bagian dari atas lambang digambarkan hiou Suri-suri dengan warna hitam yang bersuat ( bersifat ) putih pada hiou Suri-suri bagian atas tertulis nama Daerah Simalungun dengan tulisan warna putih. Petak kiri atas dan bawah kanan dengan warna merah darah Petak kiri bawah dan kanan atas dengan warna putih Petak di tengah-tengah dengan warna kuning emas Gambar pada petak kiri bawah setangkai padi dengan 17 butir, warna kuning emas. Gambar pada petak kiri atas daun the dengan jumlah 8 helai dengan warna hijau.Gambar pada letak kanan atas Bukit Barisan berpuncak dan dua buah puncak di tengah lebih tinggi dari yang disampingnya dengan warna biru dan sebelah bawah gelombang danau empat baris warna biru muda

Gambar petak kanan bawah, bunga kapas 5 kuntum dengan warna putih dan kelopak bunga warna hijau. Gambar pada petak tengah rumah balai adat dengan susunan galang 10,7 anak tangga, jerjak 8 sebelah, tiang 4, sudut atap lima dan pada rabung atas sedang gambar kepala kerbau dengan warna atap hitam dan galang warna putih. Garis batas-batas petak dengan


(44)

warna hitam dan sebelah luar perisai tepi hiou Suri-suri ditambah dengan garis putih. Pita sebelah bawah perisai dengan warna putih tepinya warna hitam tempat menuliskan semboyan lambang. Semboyan lambang HABONARON DO BONA dalam bahasa Daerah Simalungun yang artinya kebenaran itu adalah pokok.

Untuk makna Lambang sendiri ialah lambang berbentuk perisai adalah menggambarkan kekuatan dan pertahanan membela kepentingan daerah dan negara. Bilangan-bilangan pada bagian-bagian lambang adalah simbolik yang menggambarkan kesetiaan kepada Negara RI. Padi dan Kapas kebutuhan pokok untuk mencapai kemakmuran dan keadilan

Daun teh adalah penghasilan yang utama dari Daerah Simalungun. Gunung dan danau adalah menggambarkan keindahan alamnya. Gelombang danau menggambarkan dinamika masyarakat. Rumah Balai adalah spesifik daerah yang menggambarkan adat kebudayaan dan kesenian daerah.31

Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan dan peluang yang dimiliki di Kabupaten Simalungun serta mempertimbangkan aspirasi dan tuntutan kehidupan masyarakat kedepan maka visi pembangunan Kabupaten Simalungun dalam lima tahun kedepan (2010 – 2015) dirumuskan sebagai berikut:

Visi :

Pembangunan yang akan dilaksanakan di Kabupaten Simalungun berdasarkan pada tahap kedua RPJP Daerah atau RPJMD tahun 2010-2015 tidak hanya berfokus menghadapi permasalahan yang belum terselesaikan pada tahun-tahun sebelumnya, namun juga mengantisipasi perubahan yang muncul di masa yang akan datang.

31


(45)

“Terwujudnya Masyarakat dan Daerah Kabupaten Simalungun yang Makmur erekonomian, Adil, Nyaman, Taqwa, Aman dan Berbudaya” (MANTAB):

Makmur Perekonomian adalah berdimensi pada peningkatan pendapatan rata-rata masyarakat di Kabupaten Simalungun pada tahun 2015 mencapai di atas Rp. 18 juta ($1.935) per-orang per-tahun atau di atas $5 per-orang per-hari. Tingkat pendapatan tersebut harus didukung pula oleh tingkat kesehatan, gizi makanan yang prima, serta perumahan yang layak dan infrastruktur yang memadai antara desa ke desa,desa ke kecamatan dan kecamatan ke ibu kota kabupaten.

Adil adalah kehidupan bermasyarat yang memiliki keseimbangan antara hak dan kewajiban, keadilan hukum, keadilan perekonomian yang dapat di rasakan seluruh lapisan masyarakat dan keadilan pada seluruh aspek kehidupan. Hal ini sesuai dengan motto Kabupaten Simalungun Habonaron Do Bona (Kebenaran adalah pangkal segala sesuatunya).

Nyaman adalah berdimensi pada nyaman bermasyarakat, nyaman antara hubungan masyarakat dengan pemerintahan, hubungan masyarakat dengan pelayanan publik, nyaman berusaha, nyaman melaksanakan adat istiadat serta budaya pada masing-masing etnis.

Taqwa dalam pengertian menjalankan dan mengamalkan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. menggunakan nilai-nilai keagamaan sebagai kontrol sosial dalam kehidupan masyarakat maupun dalam pembangunan di segala bidang.

Aman adalah kehidupan bermasyarakat yang bebas dari gangguan keamanan, bebas dari ancaman jiwa, bebas dari ketakutan, aman dalam berusaha.

Berbudaya adalah kehidupan masyarakat yang santun bertutur kata, sopan dalam berperilaku sesuai dengan adat istiadat dan budaya yang ada, mengekspresikan nilai-nilai adat


(46)

istiadat, menghargai adat istiadat dan budaya yang ada, mengekspresikan nilai-nilai adat budaya dalam kehidupan bermasyarakat luas.

Misi :

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Simalungun Tahun 2010-2015 yang merupakan tahapan kedua dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah tahun 2005-2025 berorientasi pada pembangunan dan peningkatan kompetensi segenap sumber daya yang ada di Kabupaten Simalungun. Dalam rangka mengantisipasi kondisi dan permasalahan yang ada serta memperhatikan tantangan ke depan dengan memperhitungkan peluang yang ada, untuk mencapai masyarakat dan daerah Kabupaten Simalungun yang makmur perekonomian, adil, nyaman, taqwa, aman dan berbudaya, maka rumusan Misi Kabupaten Simalungun dalam rangka pencapaian visi Kabupaten Simalungun 2015 ditetapkan dalam ditetapkan dalam 5 (lima) Misi, yaitu:

1. Peningkatan dan percepatan pembangunan infrastruktur. Kabupaten Simalungun merupakan daerah yang memiliki struktur perekonomian dominan di sektor pertanian, dimana sektor pertanian tersebut berada di kawasan perdesaan. Guna mendukung sektor pertanian tersebut, pembangunan infrastruktur pedesaan menjadi prioritas dalam pembangunan. Pembangunan infrastruktur diarahkan pada pembangunan jalan usaha tani, pemeliharaan jaringan irigasi sawah dan pengembangan pada pembangunan irigasi di lahan kering dan peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur lainnya yang seluruhnya.

2. Percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Percepatan pertumbuhan ekonomi diarahkan pada pembangunan ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan, pemanfaatan sumber daya alam yang ditopang oleh sektor pertanian yang maju, sektor UMKM yang tangguh dan


(47)

industri berbasis pertanian (agroindustri) melalui struktur ekonomi yang berdaya saing dan pro kerakyatan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

3. Pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi secara berkelanjutan. Pengembangan sumber daya manusia sebagai basis dari kemampuan produksi masyarakat akan diarahkan untuk menghasilkan SDM yang memiliki kompetensi tinggi tanpa diskriminasi dan berperspektif gender.

4. Peningkatan ketertiban dan keamanan. Peningkatan ketertiban dan keamanan dilakukan melalui peningkatan nilai-nilai demokratisasi, penegakan HAM, pemberantasan KKN, peningkatan wawasan kebangsaan, pelaksanaan ibadah dan adat istiadat serta terbangunnya sarana dan prasarana keamanan yang tercermin dengan menurunnya kasus kriminalitas, berkurangnya kasus kekerasan dan diskriminasi.

Selain itu, Kabupaten Simalungun yang terdiri dari multi etnis dan agama merupakan modal dalam pembangunan sehingga tokoh agama dan tokoh adat perlu dilibatkan dalam pembangunan kedepannya. Hal ini merupakan salah satu bentuk tranformasi pembangunan yakni melibatkan masyarakat secara langsung dalam pembangunan.

5. Menciptakan Pemerintahan yang bersih dan profesional melalui peningkatan aparatur yang profesional dan responsif terhadap permasalahan–permasalahan yang timbul di masyarakat melalui penataan sistem pengelolaan keuangan, peningkatan kinerja dan koordinasi pemerintahan, reformasi birokrasi serta meningkatkan peran serta masyarakat luas dalam pemberantasan korupsi. 32

32

. Simalungun.kab.go.id diakses tanggal 24 Mei 2013 pukul 15.32 Wib.


(48)

Menurut Pasal 3 Peraturan DPRD Kabupaten Simalungun No. 13 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Simalungun, DPRD mempunyai tugas dan wewenang; (1) Membentuk peraturan daerah Kabupaten bersama bupati; (2) Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten yang diajukan oleh Bupati; (3) Melaksanakan pengawasan terhadap peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota; (4) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati dan atau wakil bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan atau pemberhentian ; (5) Memilih wakil bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil bupati; (6) Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian international di daerah; (7) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama international yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten; (8) Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati dalam penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten/kota; (9) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; (10) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (11) Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

DPRD Simalungun resmi berpindah kantor bersamaan dengan berpindahnya ibu kota pemerintahan Kabupaten Simalungun dari semula berada dijalan Asahan P.Siantar, menjadi ke P.Raya yang sekaligus menjadi ibu kota pemerintahan yang baru dari Kabupaten Simalungun. DPRD Simalungun memiliki alat kelengkapan DPRD yang terdiri atas : (1) Pimpinan; (2) Badan Musyawarah; (3) Komisi; (4) Badan Legislasi Daerah; (5) Badan Anggaran; (6) Badan Kehormatan; (7) Alat Kelengkapan Lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.


(49)

Ada 5 fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Simalungun periode 2009 – 2014, yaitu :

1. Fraksi Golkar Nusantara (F.GN) 2. Fraksi Demokrat Bersatu (F.DB)

3. Fraksi Partai Indonesia Perjuangan (F.PDIP)

4. Fraksi Amanat Nasional Pembela Habonaron (F.ANPH) 5. Fraksi Bersatu (F.B)

Ada 4 Komisi yang ada pada DPRD Kabupaten Simalungun dan anggota DPRD Kabupaten Simalungun sendiri terdiri atas 45 orang. Berikut ini adalah daftar anggota-anggota DPRD Kabupaten Simalungun berdasarkan Komisi dan Partainya.

Tabel II.1

Daftar anggota DPRD Komisi I (Bidang Pemerintahan)

No NAMA JABATAN

1 Ir. Julius Silalahi Kordinator

2 Mangapul Purba, SE. Ketua

3 Sahat Silitonga Wakil Ketua

4 Suhadi, SH. Sekretaris

5 Sugiarto, SE. Anggota

6 Agus Salim, SPdi, MM. Anggota

7 Bonar Zeitsel Ambarita, ST. MSi. Anggota

8 Bernhard Damanik, SE. Anggota

9 Rajisten Sitorus, SH.MM. Anggota

10 Juliati Sinaga Anggota


(50)

Komisi I memiliki tugas yang meliputi : (1) Pemerintahan; (2) Keamanaan dan Ketertiban; (3) Kependudukan; (4) Informasi dan Komunikasi; (5) Hukum/Perundang – undangan; (6) Sosial Politik; (7) Organisasi Masyarakat; (8) Pertanahan; (9) Kehutanan; (10) Organisasi Ketatalaksanaan.

Tabel II.2

Daftar anggota DPRD Komisi II (Bidang Perekonomian dan Pembangunan)

No NAMA Jabatan

1 Ojak Naibaho, SH Kordinator

2 Ir. Makmur Damanik Ketua

3 Abu Sofyan Siregar Wakil Ketua

4 Dody Hendarto Lukman, Bc,IP,SH. Sekretaris

5 Pantas Sitanggang Anggota

6 Mariono, SH. Anggota

7 Chairul Anwar, S.Ag. Anggota

8 Mansur Purba, SE. Anggota

9 Ir. Mondanuddin Purba Anggota

10 Luhut Sitinjak, SH. Anggota

11 Laris Parapat Anggota

12 Suriawan, SH. Anggota


(51)

Komisi II memiliki tugas yaitu : (1) Perindustrian dan Perdagangan; (2) Pertanian; (3)Perikanan dan Peternakan; (4) Perkebunan; (5) Pengadaan Pangan/Logistik; (6) Pekerjaan Umum; (7) Tata Kota; (8) Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Perhubungan dan Telekomunikasi. (9) Lingkungan Hidup.

Tabel II.3

Daftar anggota DPRD dari Komisi III DPRD Kabupaten Simalungun.

No NAMA Jabatan

1 Binton tindaon, SPd Kordinator

2 Drs. Johalim Purba. Ketua

3 Dra Hj. Hidayah Herlina Gusti Wakil Ketua

4 Mukkin Nainggolan Sekretaris

5 Edy Irianto Sipayung, SPd Anggota

6 Dra. Hj. Sri Handriaty Anggota

7 Balker Haloho Anggota

8 Ir. Rospita Sitorus Anggota

9 Jan Rismen Saragih, SH. Anggota

10 Barita Dolok Saribu Anggota

11 Manandus Sitanggang, S.Sos. Anggota

Sumber: Profil DPRD Kabupaten Simalungun

Tugas dari Komisi III yaitu : (1) Keuangan Daerah; (2) Perpajakan; (3) Retribusi; (4) Perbankan (5) Perusahaan Daerah (6) Perusahaan Patungan (7) Dunia Usaha (8) Penanaman Modal; (9) Perizinan (10) Asset/Perlengkapan (11) Koperasi; (12) Pertambangan dan energy.


(52)

Tabel II.4

Daftar anggota DPRD dari Komisi IV Kabupaten Simalungun

No NAMA Jabatan

1 Burhanuddin Sinaga Kordinator

2 H. Sulaiman Sinaga Ketua

3 Truly Antho Sinaga Wakil Ketua

4 H. Suyono Sekretaris

5 Timbul Jaya Sibarani, SH. Anggota

6 Ir. H. Aspan Effendi Anggota

7 Umar Yani Anggota

8 Walpiden Tampubolon, ST. Anggota

9 Evra Sassky damanik. S.Sos Anggota

10 Maren Girsang, SE. Anggota

11 Tumpak Siregar, SH Anggota

12 Sarudin Gultom, SE. Anggota

Sumber: Profil DPRD Kabupaten Simalungun

Tugas dari komisi IV meliputi : (1) Ketenaga Kerjaan; (2) Pendidikan; (3)Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; (4) Kepegawaian; (5) Kepemudaan dan Olahraga; (6) Pramuka; (7) Agama; (8)Sosial; (9) Kesehatan dan Keluarga Berencana; (10) Pariwisata Seni dan Budaya; (11) Peranan Wanita; (12) Transmigrasi.


(53)

II.4 Partai Politik

Pasal 28 UUD 1945: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang, inilah yang menjadi salah satu faktor berdirinya partai politik selain itu, berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, dengan sendirinya menuntut pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.

Partai politik yaitu organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Partai Politik adalah adalah suatu organisasi politik yang didirikan dengan dengan tujuan yang sama serta memiliki pemahaman yang sama tentang suatu nilai-nilai dan ideologi. Partai politik juga merupakan kendaran politik bagi orang-orang yang ingin duduk di legislatif, DPR/DPRD khususnya. Partai politik memiliki 4 (empat) fungsi yakni; (1) Pendidikan Politik; (2) Komunikasi Politik; (3) Sosialisasi Politik; dan (4) Kaderisasi Politik (Rekrutmen). Indonesia sendiri adalah menganut sistem Multi Partai dalam sistem kepartaiannya.

Tujuan dari pembentukan partai politik menurut Undang-undang no.2 tahun 2008 tentang partai politik, yaitu; (1) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945; (2) Menjaga dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia; (3) Mengembangkan kehidupan


(54)

demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik Indonesia; (4) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.; (5) Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan; (6) Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (6) Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Di Kabupaten Simalungun sendiri, partai politik sangat diminati dari berbagai kalangan. Strategi partai yang baru berdiri menghimpun massa dari lapisan bawah, sangat mempengaruhi kehidupan politik masyarakat Simalungun. Politik bukan lagi menjadi milik politikus, tapi sudah menjadi konsumsi segala lapisan, termasuk lapisan bawah. Tak perduli apa motivasi mereka menjadi kader suatu partai politik.

Di Simalungun, Partai yang berkuasa adalah Partai Golkar. Hal ini dapat terlihat dari 9 kursi yang berhasil mereka dapatkan, sementara Demokrat dengan 8 kursi. Ditengah hegemoni partai Demokrat, ternyata belum mampu menggeser partai Golkar. Bahkan pamor Demokrat masih kalah dibandingkan dengan PDIP, PPRN, dan Juga PNBK. Hal ini tidak terlepas dari orang-orang yang berada di partai tersebut. Figur partai Golkar, PDIP, PPRN, dan PNBK adalah orang yang memiliki pengaruh luar biasa di Kabupaten ini.

Walaupun Demokrat meraih 8 kursi di DPRD Simalungun, hal itu dikarenakan faktor Hegemoni Demokrat, yang kemudian berimbas juga dengan perolehan suara di daerah. Namun terdapatnya nama PPRN, PNBK, bahkan PKPI sangat diluar dugaan. Meskipun hanya mendudukkan 1 orang wakilnya di Legislatif, namun hal ini saya anggap suatu hal yang luar biasa. Bahkan partai seperti PPRN, dan PNBK sanggup mengimbangi partai sekelas PKS,


(55)

PPP,dan PKB. Pendekatan etnik/kultural yang mengutamakan suku/marga nampaknya berhasil diterapkan partai-partai tadi. Partai-partai baru tadi memilih orang yang “bermarga” dan juga memiliki popularitas didaerah ini. Dan hal inilah yang menjadi kunci sukses naiknya suara partai baru ini.

Pendekatan personal dari masing-masing kader partai juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan untuk mendongkrak suara partai yang baru berdiri. Umumnya para kader, yang juga merupakan caleg dari partai tersebut akan rajin datang ke warung/warung tuak dan melakukan dialog dengan pengunjung kedai tuak tersebut sambil mempromosikan dirinya dan partainya. Cara ini terbukti sukses mendongkrak jumlah suara partai tersebut. Walaupun masih kalah jauh dengan partai-partai seperti Golkar dan PDIP, paling tidak berhasil meloloskan 1 wakilnya di parlemen adalah suatu keberhasilan yang luar biasa.

Selain startegi pendekatan secara personal, satu srategi yang sangat penting adalah pendekatan secara materi. Salah satu faktor penting gagalnya partai-partai baru di Kabupaten Simalungun menembus dominasi partai semacam Golkar dan PDIP adalah terletak di faktor yang satu ini. Kekuatan uang sanggup mengubah pendirian seseorang. Apa lagi jika berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Hal inilah yang menjadi keunggulan partai seperti Golkar, dimana kekuatan finansial partai mereka lebih kuat dari partai-partai seperti PPRN dan PNBK.


(1)

IV.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan langsung yang telah dilakukan ditempat penelitian secara langsung, maka peneliti mengajukan beberapa saran untuk perbaikan kinerja anggota DPRD Simalungun kedepannya:

1. Anggota DPRD Simalungun sebaiknya benar-benar mengisi dirinya ketika dia sudah dipercayakan untuk duduk sebagai wakil rakyat. Hal ini termasuk juga tentang motivasi, sehingga tidak hanya materi saja yang dipikirkan walaupun dasar dia tentang politik masih kurang.

2. Selain membuat Perda, DPRD seharusnya melakukan fungsi controlling (pengawasan) setelah Perda tadi dibuat. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyimpangan dana diluar anggaran yang telah ditetapkan dan tentunya untuk mencegah terjadinya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

3. Anggota DPRD Simalungun hendaknya jangan terlalu lama datang ke kantor, tapi juga jangan terlalu cepat pulang dari kantor. Hal ini mempengaruhi kinerja anggota dewan dalam hal memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya.

4. Anggota DPRD Simalungun hendaknya menyamakan perlakuan bagi setiap orang. Jangan masyarakat yang ekonomi keatas yang lebih diutamakan dari pada yang miskin. Seharusnya kebalikan dari pada itu, utamakan masyarakat miskin dari pada yang kaya.


(2)

5. Maksimalkan lagi tugas dari Badan legislasi yang baru dibentuk sehingga bisa berjalan dengan bajik dan sesuai dengan fungsinya.

6. Anggota DPRD Simalungun harus bisa lepas dari intervensi dari pihak manapun, termasuk intervensi dari Bupati Simalungun. Supaya jangan ragu menegur Bupati dan jajarannya jika ada kesalahan, termasuk jika ada penyimpangan aliran dana APBD.

7. DPRD harus transparan dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan APBD. Supaya masyarakat percaya terhadap pemerintah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Assiddiqie, Jimly. 2006. Perihal Undang-Undang Di Indonesia. Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung Konstitusi Republik Indonesia. Jakarta.

Apter, David E. 1985. Pengantar Analisa Politik. Jakarta : CV. Rajawali.

Birowo, Antonius. 2009. Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Budihardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Faisal, Sanafiah. 1995. Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarata : PT. Raja Grafindo Persada.

Lindblom, Charles. 1986. Proses Penetapan Kebijakan Publik, Jakarta : Airlangga.

Moleong, Lexy J. 1994. Metodologi Penelitian kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Nasir, Mohammad.1983. Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Noer, Deliar. 1999. Pemikiran Politik di negeri Barat, Cetakan IV, Mizan, Bandung. Pakpahan, Muchtar.1994. DPR RI Semasa Orde Baru, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1998. Metode Penelitian Sosial, Jakarta: LP3ES. Winamo, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media Presindo. Sumber Lain :


(4)

Peraturan DPRD Kabupaten Simalungun No. 13 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Simalungun.

Peraturan Daerah No 1 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011 Kabupaten Simalungun.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Assiddiqie, Jimly. 2006. Perihal Undang-Undang Di Indonesia. Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung Konstitusi Republik Indonesia. Jakarta.

Apter, David E. 1985. Pengantar Analisa Politik. Jakarta : CV. Rajawali.

Birowo, Antonius. 2009. Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Budihardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Faisal, Sanafiah. 1995. Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarata : PT. Raja Grafindo Persada.

Lindblom, Charles. 1986. Proses Penetapan Kebijakan Publik, Jakarta : Airlangga.

Moleong, Lexy J. 1994. Metodologi Penelitian kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Nasir, Mohammad.1983. Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Noer, Deliar. 1999. Pemikiran Politik di negeri Barat, Cetakan IV, Mizan, Bandung. Pakpahan, Muchtar.1994. DPR RI Semasa Orde Baru, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1998. Metode Penelitian Sosial, Jakarta: LP3ES. Winamo, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media Presindo. Sumber Lain :


(6)

Peraturan DPRD Kabupaten Simalungun No. 13 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Simalungun.

Peraturan Daerah No 1 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011 Kabupaten Simalungun.


Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

0 59 102

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

7 150 212

Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan)

4 114 100

Implementasi Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 7 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

6 111 114

Peran DPRD Dalam Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah (Studi pada DPRD Provinsi Sumatera Utara Priode 2010 – 2011)Kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara

1 40 115

“Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame

8 145 136

Analisis Penerapan Penuh Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Berbasis Akrual (Kasus Pada Pemerintah Kota Medan)

18 162 123

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warnet (Tinjauan Kebijakan Sosial Untuk Mencegah dan Mengatasi Perilaku Menyimpang Pengguna Warnet)

5 93 159

Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

3 76 102

BAB II KONDISI POLITIK DI KABUPATEN SIMALUNGUN II.1 Deskripsi Kabupaten Simalungun - Proses Pembentukan Peraturan Daerah Studi Kasus Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No. 1 Tahun 2011 tentang APBD Kabupaten Simalungun tahun Anggaran 2011

0 0 21