E. DINAMIKA GAMBARAN
SUBJECTIVE WELL-BEING PADA WANITA SANDWICH GENERATION ETNIS MINANGKABAU
Masyarakat Minangkabau memiliki nilai-nilai dan norma yang mengharuskan mereka untuk selalu dapat memberikan pelayanan kepada orang tua. Terdapat dua
bentuk tanggung jawab sosial yang diatur di dalam ajaran adat Minangkabau, salah satunya adalah tanggung jawab terhadap orang tua, dalam arti ayah dan ibu Afrida,
2004. Terlebih lagi, karena dalam adat Minangkabau yang memiliki kedudukan yang istimewa adalah perempuan, maka perempuan mendapatkan julukan bundo kanduang
Chalid dalam Stella, 2012. Keluarga Minangkabau yang menganut sistem matrilineal memiliki tanggung
jawab penuh untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada perempuan lansia. Sehingga, para lansia tersebut tidak terlantar dan merasa bahagia dengan kondisi
keluarganya Nurti, 2007. Hal ini dikarenakan perempuan lansia memiliki kedudukan dan peranan penting serta terhormat sebagai orang yang diharapkan masih
mampu berbuat banyak di dalam keluarga dan masyarakat Saleh, Afrizal, Erwin, dan Indrizal, dalam Nurti, 2007.
Tanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada perempuan lansia dimiliki oleh anak perempuan. Menurut seorang ninik mamak,
yaitu Drs. Admar Jas Apt, M.Sc., anak perempuan sangat dilindungi dan diprioritaskan dalam adat Minangkabau. Harta pusaka tinggi, seperti rumah,
diprioritaskan bagi anak perempuan. Jika anak perempuan tersebut menikah, maka sang suami yang akan pindah ke rumah orang tua dari istri. Karena anak perempuan
Universitas Sumatera Utara
sudah sangat dilindungi dan diprioritaskan, maka wajar jika secara naluri anak perempuan tersebut merawat orang tuanya.
Selain itu, Witrianto 2010 juga menyatakan bahwa anak laki-laki mempunyai kedudukan yang tidak jelas dalam ketentuan adat Minang, terlebih lagi
bagi yang belum menikah. Ia tidak memiliki rumah sebagai tempat tinggal atau pun harta benda, tetapi ia berkewajiban untuk menjaga dan memelihara harta benda
keluarganya. Sebab, seluruh harta tersebut telah dilimpahkan kepada saudara perempuannya. Yang menjadi penghias rumah gadang, yang hidupnya hanya bekisar
di sekitar rumah tersebut, adalah anak perempuan. Oleh karena itu, ia setiap hari dan setiap saat berhubungan dan bergaul dengan ibunya di rumah. Bagi seorang ibu, anak
perempuan selalu menemani dan membantunya di rumah, baik dalam suka maupun duka.
Beberapa generasi dapat bertahan dengan tugas kepengasuhan jika orang tua lansia berada dalam kondisi sehat dan bugar. Sebaliknya, tugas mengasuh tersebut
dapat menimbulkan beban jika orang tua lansia berada dalam kondisi tidak sehat dan lemah Antonucci; Marcoen dalam Papalia, 2008. Terdapat tugas yang tidak
menyenangkan dan melelahkan bagi wanita dewasa madya dalam perannya mengasuh orang tua lansia. Ini dapat membuat wanita dewasa madya sering
mengalami stress, sehingga menyebabkan efek kesehatan fisik dan mental yang buruk E. M. Brody, Miller-Day, dan Vitaliano dalam Matlin, 2008. Kelelahan yang
dirasakan oleh wanita dewasa madya tersebut merupakan hasil dari banyak faktor, seperti intensitas merawat orang tua Miller, McFall, Montgomery; Mui dalam
Universitas Sumatera Utara
Belsky, 1997, serta jumlah peran tambahan lainnya, seperti sebagai ibu, istri, ataupun nenek─yang harus ditangani dalam waktu yang sama Franks Stephens
dalam Belsky, 1997. Individu dewasa madya yang memiliki tanggung jawab simultan untuk
merawat generasi yang paling muda dan generasi yang paling tua disebut sebagai sandwich generation
Shapiro dalam Genovese, 1997. Santrock 1999 menyatakan bahwa masa dewasa madya merupakan periode perkembangan yang dimulai kira-kira
usia 35-45 tahun hingga memasuki usia 60-an. Istilah sandwich generation akan lebih bermakna jika digunakan untuk merujuk pada individu dewasa madya yang
mengalami tekanan dan tegangan dari berbagai tanggung jawabnya dalam merawat orang tua lansia dan anak, baik mereka tinggal serumah maupun tidak Genovese,
1997. Tetapi, tidak selamanya terdapat hal negatif dalam tugas merawat orang tua
lansia. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Kuuppelomaki, Ribeiro, dan Paul dalam Yiengprugsawan, Seubsman, dan Sleigh, 2012 bahwa individu yang menjadi
caregiver bagi anggota keluarganya, dalam hal ini orang tua lansia, memiliki dampak
positif terhadap self-esteem dan juga kepuasan hidup. Individu harus memiliki self- esteem
agar puas dengan kehidupannya Diener, 1984. Kepuasan hidup merupakan salah satu komponen dari subjective well-being, dimana subjective well-being
merupakan istilah psikologis untuk happiness atau kebahagiaan Eddington Shuman, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Eddington dan Shuman 2007 menyatakan bahwa subjective well-being mengacu pada evaluasi individu terhadap kehidupannya, yang terdiri dari penilaian
kognitif misal kepuasan hidup dan evaluasi afektif mood dan emosi, seperti perasaan emosional positif dan negatif. Terdapat beragam faktor yang mempengaruhi
subjective well-being , antara lain usia, pendidikan, pendapatan, kepuasan kerja,
pernikahan, agama, kesehatan, waktu luang, kejadian hidup, dan kompetensi. Berdasarkan hasil penelitian oleh Taylor, Parker, Patten, dan Mottel 2013
ditemukan bahwa individu dewasa sebagai sandwich generation merasa bahagia dengan seluruh hidupnya, sama seperti individu dewasa lainnya. 31 diantaranya
mengatakan sangat senang dengan kehidupannya, dan 52 mengatakan cukup senang dengan kehidupannya. Tingkat kebahagiaannya hampir sama dengan individu
yang bukan sebagai sandwich generation, yaitu 28 sangat senang dan 51 cukup senang dengan kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara
F. PARADIGMA BERPIKIR