D. SUBJECTIVE WELL-BEING
1. Pengertian
Subjective Well-Being
Istilah subjective well-being mengacu kepada evaluasi individu terhadap kehidupannya, yang terdiri dari penilaian kognitif, seperti kepuasan hidup, dan
evaluasi afektif mood dan emosi, seperti perasaan emosional positif dan negatif. Individu yang puas dengan kondisi kehidupannya, sering mengalami emosi positif,
dan jarang mengalami emosi negatif adalah individu yang memiliki subjective well- being
yang tinggi. Subjective well-being ini sendiri merupakan istilah psikologis untuk “happiness” atau kebahagiaan Eddington Shuman, 2007.
2. Komponen
Subjective Well-Being
Eddingtong Shuman 2007 menyatakan terdapat beberapa komponen utama yang menyusun subjective well-being, antara lain kepuasan hidup global, puas
dengan domain kehidupan spesifik, sering mengalami afek positif mood dan emosi menyenangkan, dan relatif tidak adanya afek negatif mood dan emosi tidak
menyenangkan. Komponen-komponen ini kemudian diturunkan menjadi elemen yang lebih spesifik, seperti:
a. Penilaian kognitif
Penilaian kognitif meliputi kepuasan hidup, yakni penilaian subjektif mengenai kualitas kehidupan seseorang. Karena yang melekat ialah sebuah evaluasi,
maka penilaian terhadap kepuasan hidup memiliki komponen kognitif yang besar Sousa Lyubomirsky, 2001. Campbell, Converse, dan Rodgers dalam Sipahutar,
2012 menyatakan bahwa komponen kognitif ini merupakan persepsi mengenai
Universitas Sumatera Utara
terpenuhi atau tidaknya kesenjangan antara hal yang diinginkan individu dengan kenyataan yang dimilikinya.
Dimensi kognitif subjective well-being ini juga mencakup area kepuasan atau domain satisfaction
individu di berbagai bidang kehidupannya Diener dalam Sipahutar, 2012. Domain satisfaction ini misalnya kepuasan kerja, pernikahan, dan
sebagainya Diener, 1984. Andrew dan Withey dalam Sipahutar, 2012 menyatakan bahwa domain yang paling dekat dan mendesak dalam kehidupan individu
merupakan domain yang paling mempengaruhi subjective well-being individu tersebut. Kepuasan hidup sebagai komponen kognitif dari subjective well-being ini
dapat dipengaruhi oleh afek namun tidak mengukur emosi individu Diener dalam Sipahutar, 2012.
b. Evaluasi afektif
Evaluasi afektif mencakup afek positif dan afek negatif. Afek positif terbagi menjadi suka cita, kegembiraan, kebanggaan, kepuasan, afeksi, kebahagiaan, dan
kegembiraan yang luar biasa. Sedangkan afek negatif terbagi menjadi rasa bersalah dan malu, kesedihan, kecemasan dan khawatir, marah, stress, depresi, dan cemburu.
Individu bereaksi dengan afek positif saat mereka menganggap sesuatu yang baik terjadi pada diri mereka, sedangkan individu bereaksi dengan afek negatif saat
menganggap sesuatu yang buruk terjadi pada mereka. Komponen afektif ini menekankan pada pengalaman emosi menyenangkan baik yang pada saat ini sering
dialami oleh individu ataupun hanya berdasarkan penilaiannya Diener dalam Sipahutar, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Diener dan Lucas dalam Sipahutar, 2012 menyatakan bahwa komponen afektif merupakan hal yang sentral untuk subjective well-being. Komponen afektif ini
memiliki peranan dalam mengevaluasi subjective well-being, sebab komponen afektif memberi kontribusi perasaan menyenangkan dan perasaan tidak menyenangkan pada
dasar pengalaman personal continual. Baik afek positif maupun afek negatif berkaitan dengan evaluasi seseorang karena emosi muncul dari evaluasi yang dibuat oleh
individu tersebut. Kepuasan hidup dan banyaknya afek positif serta afek negatif dapat saling
berkaitan. Hal ini disebabkan oleh penilaian individu terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, masalah, dan kejadian-kejadian dalam hidupnya. Meskipun kedua hal ini
berkaitan, tetapi keduanya berbeda. Kepuasan hidup merupakan penilaian individu mengenai kehidupannya secara menyeluruh, sedangkan afek positif dan afek negatif
terdiri dari reaksi-reaksi individu yang berkelanjutan terhadap kejadian-kejadian yang ia alami.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi