Ciri-ciri Etnis Minangkabau Sistem Sosial Etnis Minangkabau

15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ETNIS MINANGKABAU

Minangkabau merupakan salah satu etnis yang terdapat di Indonesia. Faktor genealogi merupakan unsur pokok yang mengikat kesatuan masyarakat Minangkabau. Faktor genealogi yang dipakai oleh masyarakat Minangkabau dilihat dari keturunan ibu, biasa disebut dengan istilah matrilineal. Hal ini menyebabkan orang Minangkabau memiliki tata-susunan masyarakat berdasarkan hukum ibu dan hal inilah yang memegang peranan di dalam organisasi masyarakat Minangkabau Anwar, 1997. Masyarakat Minangkabau sering disebut sebagai sebuah masyarakat matrilineal terbesar di dunia Indrizal, 2005.

1. Ciri-ciri Etnis Minangkabau

Sidney Hardland dalam Hasan, 1988 menyatakan bahwa terdapat delapan ciri dari sistem matrilineal, yakni: a. Keturunan berdasarkan garis ibu b. Suku terbentuk menurut garis ibu c. Pernikahan harus keluar suku d. Balas dendam merupakan kewajiban seluruh anggota kaum e. Secara teoritis, kekuasaan berada di tangan ibu meskipun jarang dilaksanakan f. Yang berkuasa adalah mamak paman g. Dalam pernikahan, suami tinggal di rumah keluarga istrinya Universitas Sumatera Utara h. Warisan diturunkan dari mamak kepada anak dari saudara perempuannya atau kemanakannya Selain matrilineal, yang menjadi ciri khas lainnya pada masyarakat Minangkabau ialah tradisi merantau. Masyarakat Minangkabau terkenal di antara kelompok suku bangsa di Indonesia dan di kawasan Asia Tenggara sebagai masyarakat dengan tradisi merantau yang kuat Indrizal, 2005. Abdullah dalam Hasan, 1988 menyatakan bahwa selain menjadi ciri khas masyarakat Minangkabau, merantau juga dapat menopang kelanggengan sistem matrilineal. Sebab, merantau dapat mendorong orang Minangkabau untuk tetap mempertahankan identitasnya di tengah-tengah identitas lainnya.

2. Sistem Sosial Etnis Minangkabau

Masyarakat Minangkabau memiliki sistem sosial yang khas sesuai dengan susunan masyarakat yang berkaitan erat dengan kekerabatan matrilineal. Setiap anak yang dilahirkan dalam keluarga Minangkabau secara otomatis menjadi anggota dari keluarga kelompok kerabat ibunya atau keluarga matrilineal. Setiap keluarga matrilineal merupakan kelompok keluarga luas yang terdiri atas keluarga yang lebih kecil hingga yang lebih luas, yakni samande, saparuik, sapayuang, dan sasuku. Yang menjadi kesatuan keluarga matrilineal terkecil ialah kelompok samande, tetapi kelompok ini tidak sama dengan keluarga batih. Biasanya, kelompok samande terdiri dari tiga generasi atau senenek Van Reenen dalam Indrizal, 2005. Kelompok yang terdiri dari beberapa keluarga samande disebut saparuik atau paruik. Paruik merupakan suatu persekutuan hukum yang menjadi dasar dari Universitas Sumatera Utara organisasi masyarakat Minang. Paruik ini memiliki arti sebagai satu keluarga besar. Istilah keluarga disini diartikan sebagai keluarga besar yang dihitung berdasarkan garis ibu, sedangkan suami-suami dari anggota paruik tidak termasuk ke dalamnya Anwar, 1997. Kelompok saparuik ini terdiri dari empat sampai lima generasi. Rumah gadang merupakan rumah tradisional yang dimiliki secara komunal oleh keluarga luas yang terdiri dari beberapa keluarga inti. Biasanya, yang mendiami rumah gadang ini ialah kelompok-kelompok matrilineal yang memiliki hubungan samande atau saparuik Indrizal, 2005. Namun, secara perlahan-lahan rumah gadang ini tidak lagi didiami secara komunal oleh masyarakat Minangkabau sejak tahun 70- an. Sekarang ini masyarakat Minangkabau tidak lagi tinggal dalam bentuk kelompok paruik melainkan dalam bentuk keluarga luas atau keluarga inti Syahrizal Meiyenti, 2012. Sapayuang atau sakaum merupakan kelompok yang lebih besar, dimana terdiri dari beberapa kelompok saparuik. Kelompok sapayuang atau sakaum ini biasanya merupakan kelompok keluarga matrilineal dari orang-orang yang “saharato pusako dan sapandam pakuburan”, yakni orang-orang yang secara komunal memiliki hak atas harta pusaka dan tanah pemakaman. Sedangkan kelompok keluarga yang lebih luas atau kesatuan dari beberapa kelompok saparuik disebut dengan sasuku Indrizal, 2005. Universitas Sumatera Utara

3. Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Etnis Minangkabau terhadap Orang