Kebijakan Penanaman Modal Dalam Negeri Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

mengatur penanaman modal, yaitu Undang-Undang No. 8 tahun 1970 dan Undang- Undang No. 12 tahun 1970 diubah dan disatukan dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Kebijakan pemerintah dalam rangka penanaman modal, meliputi: 1. Memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional; 2. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perijinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan 3. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. 4. Kebijakan dasar dimaksud diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal.

D. Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

Lembaga yang mengkoordinir penanaman modal dalam negeri maupun asing adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM. BKPM juga menerbitkan berbagai macam informasi terkini terkait penanaman modal di Indonesia. Salah satunya PMDN. BKPM sendiri menyatakan optimis kepada Indonesia karena masih dianggap negara yang menarik dan dipercaya oleh investor untuk melakukan investasi. Meski kondisi politik sempat memanas pada tahun 2014. BKPM menilai fundamental ekonomi Indonesia masih menunjukkan kinerja yang solid. Adapun perkembangan realisasi PMDN dapat dibagi dalam berbagai macam sektor dan lokasi. Dibawah ini perkembangan realisasi PMDN menurut sektor ekonomi 5 tahun terakhir. Sumber: bkpm.go.id Dari data diatas menunjukan perkembangan realisasi PMDN tertinggi terletak pada sektor sekunder yang disumbangkan oleh Industri Makanan. Terbukti pada setiap tahun selalu mengalami peningkatan proyek investasinya yaitu 166 pada tahun 2010 meningkat menjadi 434 pada tahun 2013, hampir meningkat 100 persen pertahunnya. Sepanjang Januari-September 2014, nilai investasi PMDN industri makanan sebesar Rp13,93 triliyun atau meningkat sebesar 7,95 persen dari periode yang sama tahun 2013. Investasi sektor industri makanan dan minuman memberikan kontribusi sebesar 33,3 persen dari total investasi PMDN sektor industri. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya pabrik makanan dan ditopang jumlah penduduk yang mencapai 250 juta orang serta iklim bisnis nasional yang mampu dijaga tetap kondusif dan bersahabat bagi investor. Selanjutnya, sektor penyumbang investasi kedua pada sektor Tanaman Pangan Perkebunan yang memiliki grafik stabil pada investasinya 5 tahun trakhir. Berada di angka Rp5-9 milyar. Hanya saja di tahun 2014 turun sebesar Rp1.895,4 milyar. Investasi dalam sektor Perkebunan di Indonesia dapat menyumbang angka yang besar karena Indonesia memiliki banyak lahan produktif tanaman pangan, maupun tanaman perkebunan. Selain itu, disetiap daerah di Indonesia memiliki spesialisasi perkebunan. Seperti Sumatera dan Kalimantan merupakan pulau yang banyak ditanami tanaman Kopi, Karet, dan Kelapa Sawit. Sedangkan Jawa banyak ditanami Padi. Indonesia juga merupakan Negara yang menghasilkan bahan baku dari alam, seperti kayu dan rotan. Sementara itu, Perkembangan realisasi investasi dalam negeri yang lain ditopang oleh realisasi investasi PMDN di sektor listrik, gas dan air; industri makanan; transportasi, gudang dan telekomunikasi; perumahan, kawasan industri dan perkantoran serta industri kimia dasar, barang kimia dan farmasi. Selain itu perkembangan realisasi PMDN dapat juga dibagi menurut lokasi : Sumber: bkpm.go.id Dalam data diatas menunjukkan PMDN mayoritas disumbang oleh Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Timur, DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Provinsi Jawa Timur dari tahun ketahun menjadi primadona penyumbang investasi domestik di Indonesia. Realisasi investasi di Jawa Timur sebagian besar merupakan penanaman modal dalam negeri PMDN dengan angka mencapai Rp 117,5 pada semester I2014. PMDN yang menggunakan fasilitas tercatat 139 proyek dengan nilai Rp 47,41 triliun. Sedangkan PMDN nonfasilitas Rp 59,9 triliun dari 136.648 usaha. Hal tersebut juga terlihat pada besar investasi yang sselalu mengalami kenaikan dari tahun ketahunnya. Pada tahun 2011 Jawa Timur menyumbang Rp9.687,5 milyar dan naik secara signifikan pada tahun berikutnya yaitu Rp21.520,3 milyar. Karena hampir semua kebutuhan tersedia secara keseluruhan di Jawa Timur. Dari 38 kabupatenkota yang ada di Jatim, masing-masing kota memiliki keunggulan untuk dimanfaatkan melebarkan bisnis yang dipilih. Untuk sisi pertambangan, daerah yang memiliki potensi adalah Gresik, Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro. Daerah ini menjadi grade utama dalam bidang pertambangan. Kemudian, untuk grade kedua dalam pertambangan adalah Banyuwangi, Situbondo, Probolinggo, Malang dan Pasuruan. Dari kedua data yang diterbitkan memiliki jumlah yang sama tetapi dalam kriteria yang berbeda. Data tersebut juga mencangkup sebagian besar aspek investasi yang ada di Indonesia. Selanjutnya data juga direvisi setiap 4 bulan sekali dengan menerbitkan data perquartal setiap tahunnya. 57

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2015. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS Provinsi Yogyakarta berbagai edisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar faktor Inflasi, Suku Bunga Kredit, dan Kurs mempengaruhi Penanaman Modal Dalam Negeri.

A. Deskripsi Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data time series atau data runtun waktu sebanyak 21 observasi dari tahun 1994 sampai tahun 2014. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Penanaman Modal dalam Negeri yang dinyatakan dalam milyar Rupiah. Adapun untuk variabel independennya adalah Inflasi yang dinyatakan dalam persen, Suku Bunga Kredit yang dinyatakan dalam persen, dan Kurs dalam Rupiah. Tabel 5.1 Data Penelitian Tahun Y X 1 X 2 X 3 1994 12786.9 9.24 14.96 2200 1995 11312.5 8.64 15.75 2308 1996 18609.7 6.47 16.53 2383 1997 18628.8 70.27 17.34 4650 1998 16512.5 77.55 23.16 8025 1999 16286.7 2.01 22.93 7100 2000 92410.4 9.4 16.6 9595 2001 58816 12.55 17.9 10400 2002 25307.6 10.03 17.82 8940 2003 48484.8 5.16 15.68 8465 2004 37140.4 6.4 14.05 9290 2005 30665 17.11 15.66 9830 2006 20788.4 6.6 15.1 9020 2007 34979.7 6.59 13.01 9419 2008 20363.4 11.06 14.4 10850 2009 37799.9 2.78 12.96 9400 2010 60626.3 6.96 12.28 8991 2011 76000.7 3.79 12.04 9068 2012 92182 4.3 11.27 9670 2013 128150.6 8.38 11.82 12189 2014 156126.2 8.36 12.36 12440 MEAN 48284.69048 13.98333 15.41048 8296.81 Sumber: data primer dari BPS dan Bank Indonesia data diperoleh 2015 Keterangan : Y = PMDN Milyar Rupiah per tahun X 1 = Inflasi Persen per tahun X 2 = Suku Bunga Kredit Persen per tahun X 3 = Kurs Rupiah