Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal dalam negeri di Indonesia tahun 1994-2014.

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DI INDONESIA TAHUN 1994-2014

Cynthia Rizki Purnamasari Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal dalam Negeri di Indonesia Tahun 1994-2014. Penelitian ini adalah penelitian ex post facto yang dilakukan di BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Agustus 2014. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data berbentuk data runtut waktu (time series) dengan rentang waktu 21 tahun. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Penanaman Modal dalam Negeri di Indonesia tahun 1994-2014 (nilai α = 0,856 > 0,10); (2) suku bunga kredit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Penanaman Modal dalam Negeri di Indonesia tahun 1994-2014 (nilai α = 0,078 < 0,10); (3) kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penanaman Modal dalam Negeri di Indonesia tahun 1994-2014 (nilai α = 0,009 < 0,10); dan (4) inflasi, suku bunga kredit, dan kurs secara bersama-sama berpengaruh terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia tahun 1994-2014 sebesar 64,3% (F = 10,199 ; α = 0,000 < 0,01).


(2)

ANALYSIS OF FACTORS WHICH AFFECT DOMESTIC CAPITAL INVESTMENT IN INDONESIA IN 1994-2014

Cynthia Rizki Purnamasari Sanata Dharma University

2015

The research aims to analyze and examine the factors which affect domestic capital investment in Indonesia from 1994 to 2014. The study is ex post facto research which was conducted in central Bureau of Statistics Yogyakarta Province in August 2015. The data of this study were secondary data in the format time series in 21 years span of time. Multiple linear regression analysis was used as technique of data analysis.

The result shows that: (1) inflation does not influence significantly domestic capital investment in Indonesia from 1994 to 2014 (α = 0,856 > 0,10); (2) credit interest rates has negative and significant influence on domestic capital investment in Indonesia from 1994 to 2014 (α = 0,078 < 0,10); (3) exchange rate has positive and significant influence on domestic capital investment in Indonesia from 1994 to 2014 (α = 0,009 < 0,10); and (4) inflation, credit interest rates, and exchange rate are simultaneously affecting domestic capital investment in Indonesia from 1994 to 2014 is 64,3% (F = 10,199 ; α = 0,000 < 0,01).


(3)

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DI INDONESIA TAHUN

1994-2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Progam Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi

Oleh :

CYNTHIA RIZKI PURNAMASARI NIM : 111324014

PROGRAM STUDI PENDIDIDKAN EKONOMI BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

(7)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk : Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW

Bapak Endro Purmomo dan Ibu Marti

Dani Annisa Purnama dan Previa Bagas Purnama Keluarga Besar Pendidikan Ekonomi 2011


(8)

MOTTO

DO GOOD. AND GOOD WILL COME TO YOU.

“Barangsiapa bertakwa pada Allah, maka Allah memberikan jalan keluar kepadanya dan memberi rezeki dari arah yang tidak

disangka-sangka.. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah, maka Allah jadikan urusannya menjadi mudah.. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah

akan dihapuskan dosa-dosanya dan mendapatkan pahala yang agung”


(9)

(10)

(11)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DI INDONESIA TAHUN 1994-2014

Cynthia Rizki Purnamasari Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal dalam Negeri di Indonesia Tahun 1994-2014. Penelitian ini adalah penelitian ex post facto yang dilakukan di BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Agustus 2014. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data berbentuk data runtut waktu (time series) dengan rentang waktu 21 tahun. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Penanaman Modal dalam Negeri di Indonesia tahun 1994-2014

(nilai α = 0,856 > 0,10); (2) suku bunga kredit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Penanaman Modal dalam Negeri di Indonesia tahun 1994-2014 (nilai α = 0,078 < 0,10); (3) kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penanaman Modal dalam Negeri di Indonesia tahun 1994-2014 (nilai α = 0,009 < 0,10); dan (4) inflasi, suku bunga kredit, dan kurs secara bersama-sama berpengaruh terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia tahun 1994-2014 sebesar 64,3% (F = 10,199 ; α = 0,000 < 0,01).


(12)

ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS WHICH AFFECT DOMESTIC CAPITAL INVESTMENT IN INDONESIA IN 1994-2014

Cynthia Rizki Purnamasari Sanata Dharma University

2015

The research aims to analyze and examine the factors which affect domestic capital investment in Indonesia from 1994 to 2014. The study is ex post facto research which was conducted in central Bureau of Statistics Yogyakarta Province in August 2015. The data of this study were secondary data in the format time series in 21 years span of time. Multiple linear regression analysis was used as technique of data analysis.

The result shows that: (1) inflation does not influence significantly domestic capital investment in Indonesia from 1994 to 2014 (α = 0,856 > 0,10); (2) credit interest rates has negative and significant influence on domestic capital investment in Indonesia from 1994 to 2014 (α = 0,078 < 0,10); (3) exchange rate has positive and significant influence on domestic capital investment in Indonesia from 1994 to 2014 (α = 0,009 < 0,10); and (4) inflation, credit interest rates, and exchange rate are simultaneously affecting domestic capital investment in Indonesia from 1994 to 2014 is 64,3% (F =

10,199 ; α = 0,000 < 0,01).

Keywords : Domestic capital investment, inflation, credit interest rate, and exchange rate.


(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kasih dan karunia-Nya yang tak pernah putus sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan program studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam proses penulisan skripsi ini dari awal hinga akhir penyusunan, tidak sedikit pihak yang turut terlibat. Untuk itu perkenankanlah penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar0besarnya untuk dukungan, bimbingan dan bantuan yang tak terhingga dari:

1. Allah SWT yang selalu membimbing dan mentyertai setiap langkah penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Johanes Eka Priyatna, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk memperoleh pendidikan terbaik selama kuliah di Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

4. Ibu Dra. C. Wigati Retno Astuti, M.Si., M.Ed. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi yang telah memberikan banyak pengarahan.

5. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo selaku Dosen Pembimbing I, yang telah membimbing dan meluangkan banyak waktu dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan dan semangat.

6. Bapak Y.M.V. Mudayen, S.Pd., M.Sc. sekalu dosen pe mbimbing II, atas bimbingan dan pengarahan dari awal sampai akhir pembuatan skripsi.


(14)

8. Segenap Dosen Pendidikan Ekonomi, bagian keahlian khusus Pendidikan Ekonomi dan bagian keahlian khusus Pendidikan Akuntansi yang telah mendidik dan membimbing saya selama kuliah.

9. Kedua orang tuaku Bapak Endro Purnomo dan ibu Marti yang selalu mendoakan, memberikan semangat, dukungan dan kasih sayang selama ini. 10.Adik-adikku Dani Annisa Purnama dan Previa Bagas Purnama yang selalu

memberikan semangat dan keceriaanya.

11.Menul, Eel, Genter, Geza, Lisma, Willy, Susan, Lela, Sidiq, Danar, Rinta, Komeng dan Tama terimakasih selalu memberikan masukan-masukan positif dan hiburan yang selalu menyenangkan.

12.Geng PKM Uwuh (Eel dan Nita) yang telah memberikan pengalaman dalam berbisnis dan ilmu mencari konsumen.

13.Keluarga besar Pendidikan Ekonomi 2011 yang selalu menjaga kekompakkan dan kebersamaan sampai sekarang ini, serta saling membantu satu sama lain jika mengalami kesulitan.

14.Semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu penyusunan hingga terwujudnya skripsi ini.

Penulis berharap, semoga apa yang telah penulis susun dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Dengan rendah hati, penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan karya yang lebih baik.

Yogyakarta, 3 Desember 2015


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Definisi Operasional ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Tinjauan Teoritik ... 13

1. Investasi ... 13

a) Macam- macam Investasi ... 16


(16)

c) Kriteria Investasi ... 18

d) Marginal Efficiency of Capital, Tingkat Bunga, dan Marginal Efficiency of Investement ... 20

e) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi ... 21

2. Variabel yang Mempengaruhi PMDN ... 25

a) Inflasi ... 26

b) Suku Bunga Kredit ... 31

c) Nilai Tukar Rupiah ... 32

B. Variabel Penelitian ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 35

1. Kerangka Berpikir ... 35

2. Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

A. Jenis Penelitian ... 38

B. Jenis dan Sumber Data ... 38

C. Waktu Penelitian ... 39

D. Teknik Analisis Data ... 39

1. Pengujian Hipotesis ... 40

2. Pengujian Prasyarat Regresi ... 41

a) Uji Normalitas ... 41

b) Uji Linieritas ... 41

3. Uji Asumsi Klasik ... 42

a) Uji Multikolinieritas ... 42

b) Uji Heteroskedastisitas ... 43

c) Uji Autokorelasi ... 44

4. Uji Statistik ... 45

a) Uji F ... 45

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 47

A. Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia ... 47

B. Syarat Penanaman Modal Dalam Negeri ... 48

C. Kebijakan Penanaman Modal Dalam Negeri ... 50

D. Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia ... 51

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Deskripsi Data ... 57

B. Analisis Data ... 64


(17)

a) Pengujian Hipotesis ... 64

b) Pengujian Model ... 68

2. Pengujian Prasyarat Regresi ... 68

a) Uji Normalitas ... 68

b) Uji Linieritas ... 70

3. Pengujian Asumsi Klasik ... 71

a) Uji Multikolinieritas ... 71

b) Uji Heteroskedastisitas ... 73

c) Uji Autokorelasi ... 74

4. Rangkuman dari Hasil Uji Asumsi Klasik ... 76

5. Pengujian Statistik... 76

a) Uji F ... 76

C. Pembahasan ... 77

BAB VI KESIMPULAN SARAN DAN KETERBATASAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Keterbatasan ... 83

C. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perkembangan Realisasi PMDN periode 1994-1999 ... 3

Tabel 1.2 Perkembangan Realisasi PMDN periode 2000-2014... 4

Tabel 4.1 Perkembangan Realisasi PMDN Menurut Sektor tahun 2010-2014 ... 52

Tabel 4.2 Perkembangan Realisasi PMDN Menurut Lokasi tahun 2010-2014 ... 54

Tabel 5.1 Data Penelitian ... 57

Tabel 5.2 Pengujian Hipotesis ... 64

Tabel 5.3 Hasil Pengujian Model ... 68

Tabel 5.4 Hasil Pengujian Normalitas ... 69

Tabel 5.5 Hasil Pengujian Linieritas ... 70

Tabel 5.6 Hasil Pengujian Multikolinieritas ... 72

Tabel 5.7 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas ... 73

Tabel 5.8 Hasil Pengujian Autokorelasi... 74

Tabel 5.9 Hasil Pengujian Cochrane-Orcutt ... 75

Tabel 5.10 Rangkuman dari Hasil Uji Asumsi Klasik ... 76

Tabel 5.11 Uji F ... 76


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Data Primer ... 88

Data yang Telah Diestimasi ... 89

Hasil Uji Prasyarat Regresi ... 90

1. Uji Normalitas dan Linieritas ... 90

Hasil Uji Asumsi Klasilk ... 93

1. Heteroskedastisitas ... 93

2. Multikolinieritas ... 95

3. Autokorelasi ... 97

4. Cochrane-Orcutt ... 99

Hasil Uji Statistik ... 102

1. Uji F ... 102

Tabel BI Rate dan Suku Bunga Menurut Kelompok Bank 2000-2015 ... 103

Tabel Kurs Tengah Mata Uang Utama ... 109

Tabel Realisasi PMDN Menurut Sektor Ekonomi 2000-2013 ... 113


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang merupakan tujuan dari kegiatan investasi baik yang dilakukan oleh investor asing maupun yang dilakukan oleh investor dalam negeri. Investasi dalam negeri atau Penanaman Modal Dalam Negeri atau biasa disingkat dengan PMDN sendiri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri (investor) dengan menggunakan modal dalam negeri. Sedangkan tujuan dari PMDN yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan, mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tujuan penanaman modal atau investasi ini dijadikan ’mercusuar’ dalam kebijakan penanaman modal yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Akan tetapi apabila iklim investasi yang tidak ramah seperti terjadinya konflik di Indonesia, kondisi politik yang tidak stabil, dan maraknya isu-isu yang menyesatkan dan kerusuhan di mana-mana maka investasi baru sulit untuk diwujudkan. Walaupun ada kegiatan investasi, akan tetapi investasi


(21)

tersebut hanya untuk memperluas ataupun membiayai investasi yang sudah ada sebelumnya.

Investasi pada hakekatnya yaitu langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan marak lesunya pembangunan. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, maka setiap negara berupaya menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Upaya yang diciptakan pemerintah dalam menciptakan iklim yang dapat meggairahkan investasi salah satunya menerapkan berbagai aturan mengenai investasi, diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri tersebut semuanya telah diubah dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang berisi bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.


(22)

Investasi merupakan salah satu komponen penting pembangunan suatu negara. Salah satu tingkat keberhasilannya yaitu dengan tingginya tingkat pendapatan nasional atau laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang tinggi dan stabil. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak awal tahun 2000, PDB Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif, setelah dua tahun sebelumnya negatif. Namun disamping itu laju pertumbuhannya sangat rendah, terutama jika dibandingkan rata-rata per tahun yang dialami Indonesia pada periode pra krisis. Sebabnya pergerakan ekonomi nasional sejak akhir tahun 1999 hingga kini lebih didorong oleh pertumbuhan konsumsi bukan pertumbuhan investasi. Apabila pola pertumbuhan ekonomi Indonesia terus seperti ini tanpa adanya konstribusi yang berarti dari investasi, maka dapat dipastikan pertumbuhan tersebut tidak dapat berlanjut terus.

Tabel 1.1

Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri Indonesia Periode 1994-1999

Tahun Proyek

(unit)

Investasi

(dalam milyar Rupiah)

1994 582 12786.9

1995 375 11312.5

1996 450 18609.7

1997 345 18628.8

1998 296 16512.5

1999 248 16286.7

Sumber: www.bkpm.go.id

Terlihat pada tahun 1994 yang menunjukan besar investasi yaitu Rp12786.9 milyar menurun sebesar 8% pada tahun 1995, begitu pun pada proyek investasinya.


(23)

Dan pada tahun berikutnya proyek investasi cenderung mengalami penurunan sampai tahun 1999 tetapi berbeda pada investasinya yang mengalami tren meningkat. Pada tahun 1997 negara Indonesia mengalami krisis yang mengakibatkan perekonomian Indonesia menurun tajam. Tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun tersebut berada tidak hanya di bawah rata-rata dunia tetapi menjadi negatif dan perkonomian nasional mengalami kemunduran. Untuk itu diperlukan investasi yang sangat besar untuk memulihkan perekonomian terutama pada sektor riil, disamping banyaknya hambatan-hambatan yang menyulitkan masuknya investasi. Terlihat pada realisasi investasinya yang menunjukan penurunan pada proyek investasi maupun investasinya yaitu sebesar 8% yang dimulai pada tahun 1996. Pada tahun 1998 permintaaan domestik khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi dalam negeri yang menjadi penggerak pertumbuhan juga mengalami penurunan. Penyebab utama turunnya investasi dalam negeri adalah belum pulihnya kepercayaan investor pada kondisi politik dan ekonomi Indonesia serta dikarenakan masih tingginya tingkat suku bunga kredit.

Tabel 1.2

Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri Indonesia Periode 2000-2014

Tahun Proyek

(unit)

Nilai Investasi (dalam milyar Rupiah)

2000 300 22,038.0

2001 160 9,890.8

2002 108 12,500.0

2003 120 12,247.0

2004 130 15,409.4


(24)

2006 162 20,649.0

2007 159 34,878.7

2008 239 20,363.4

2009 249 37,799,8

2010 875 60,626.3

2011 1313 76,000.7

2012 1210 92,182.0

2013 2129 128,150.6

2014 2392 156,126.2

Sumber: www.bkpm.go.id

Dari data terlihat bahwa, pada tahun 2000 investasi dengan nilai sebesar Rp22.038 milyar begitu pula dengan proyek investasinya yang menunjukan angka sebanyak 300 proyek investasi. Namun lain hal nya dengan tahun 2001, investasi dalam negeri di Indonesia mengalami kemerosotan yang cukup tajam dimana nilai investasi hanya berada pada nilai Rp9.890,8 milyar diikuti dengan proyek investasinya yang juga merosot.

Pada perkembangan selanjutnya, investasi di Indonesia dari tahun 2002 hingga tahun 2006 nilai investasi sangat fluktuatif yaitu mengalami naik turun baik jumlah proyek maupun nilainya. Di ikuti dengan kenaikan yang signifikan pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 2007 dimana nilai investasi tersebut mencapai Rp34.878,7 milyar dengan jumlah proyek 159 proyek. Kemudian investasi kembali turun di tahun 2008 yaitu sebesar Rp20.363,4 milyar, meskipun proyek investasi pada tahun 2008 meningkat dari pada tahun sebelumnya menjadi 239 proyek tetapi tidak sama hal nya dengan nilai investasinya yang justru merosot, kemudian pada tahun 2009 investasi kembali meningkat menjadi Rp37.799,8 milyar diikuti dengan peningkatan proyek investasi menjadi 249 proyek.


(25)

Setelah tahun 2009 keadaan investasi semakin membaik selama 5 tahun terakhir yakni tahun 2010 sampai tahun 2014, dengan ditandai oleh besarnya investasi dan proyek investai yang hampir selalu meningkat. Tahun 2010 proyek investasi sebesar 875 dengan total investasinya Rp60,626,3 milyar. Diikuti kenaikan proyek investasi sebesar 50% pada tahun 2011 yaitu 1313 proyek dengan total investasi yang hanya naik sekitar 15% yaitu Rp76.000,7 milyar. Kemudian pada tahun 2012 proyek investasi menurun sebesar 1210 tetapi total investasinya meningkat sebesar Rp92.182,0 milyar. Selanjutnya tahun 2013 proyek investasi menin gkat tajam yakni 2129 dan investasi mencapai Rp128,150,6 milyar. Tahun 2014 ini investasi sebesar Rp156.126,2 milyar dengan jumlah proyek sebesar 2392 proyek investasi.

Dapat dilihat perkembangan nilai investasi dan proyek investasi di Indonesia yang fluktuatif dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor makro ekonomi. Secara umum investasi atau penanaman modal, baik dalam bentuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) membutuhkan daya tarik daerah dan negara dan adanya iklim yang sehat dan kemudahan serta kejelasan prosedur penanaman modal. Menurut Tambunan (2006:58) terdapat sejumlah faktor yang sangat berpengaruh pada baik tidaknya iklim berinvestasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut tidak hanya menyangkut stabilitas politik dan sosial, tetapi juga stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan), berfungsinya sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk isu-isu perburuhan), regulasi dan perpajakan,


(26)

birokrasi (dalam waktu dan biaya yang diciptakan), masalah good governance

termasuk korupsi, konsistensi serta adanya kepastian dari kebijakan pemerintah. Secara sederhana, kurs mata uang asing atau biasa disebut kurs valuta asing adalah rasio nilai antara suatu mata uang dengan mata uang lainnya. Artinya kurs menunjukkan perbandingan nilai antara dua mata uang yang berbeda. Shikawa (1994), mengatakan pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs ini akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik masyarakat.

Pada tahun 1998 pemerintah Indonesia membuat kebijakan suku bunga yang tinggi untuk menstabilkan perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis moneter pada pertengahan 1997. Pada saat itu rupiah merosot sangat drastis dari level semula Rp2.300 per dollar AS (pertengahan 1997) menjadi level terburuk Rp17.000 per dollar AS (Januari 1998). Pada tahun 2008 Indonesia kembali mengalami krisis moneter. Nilai tukar rupiah yang mulai menguat kembali mengalami gejolak dari level Rp9.200 per dollar AS menjadi kini Rp11.000 per dollar AS. Berawal dari krisis tahun 2008 tersebut nilai tukar Rupiah melemah sampai tahun 2014.


(27)

Krisis ekonomi Indonesia yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 sampai tahun 2008 yang kemudian menjadi krisis multidimensi berdampak pada kondisi Indonesia secara umum, tidak hanya terhadap sektor ekonomi saja. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi sangat tajam, inflasi yang tinggi, menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, merupakan beberapa akibat dari krisis ekonomi tersebut. Lambat laun, dengan beberapa kali perubahan struktur politik dan penerapan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah, kondisi Indonesia menunjukan perubahan yang lebih baik dan kondisi perekonomian yang stabil. Untuk membiayai pembangunan nasional yang mencakup investasi dalam negeri, sumber dana dapat bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar negeri. Namun, karena terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, maka diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana utama agar perekonomian dan pembangunan nasional stabil.

Dampak negatif dari situasi krisis yang terjadi di Indonesia terhadap kegiatan konsumsi dan investasi, ternyata telah membalikkan posisi kesenjangan tabungan dan investasi (saving-investment gap) dari defisit selama periode sebelum krisis (1990 – 1997) menjadi surplus setelah periode krisis (1998 – 2007). Setelah krisis tahun 1998 – 2007, celah tabungan-investasi menunjukkan angka positif, dalam kisaran 0,2 – 7,1 persen. Secara nominal, ini juga berarti bahwa selama periode tersebut, terdapat potensi investasi yang belum termanfaatkan di Indonesia rata-rata setiap tahunnya sebesar Rp61,8 trilyun. Potensi investasi pada tahun 2004-2007 cenderung menunjukkan peningkatan. Fakta ini menunjukkan bahwa peningkatan investasi


(28)

sesungguhnya sangat memungkinkan terutama mengingat potensi tabungan domestik yang masih berada di atas tingkat investasi. Selain itu, fakta ini juga memberikan arti bahwa persoalan investasi di Indonesia sesungguhnya bukan terletak pada faktor kurangnya pembiayaan, tetapi lebih kepada iklim investasi yang kurang mendukung pengembangan usaha.

Dalam jangka panjang perekonomian suatu negara dikatakan baik apabila bertumpu pada produksi dan investasi. Investasi dalam negeri yang tinggi akan membantu meningkatkan kapasitas produksi nasional, daya saing industri, serta tabungan domestik. Selain hal tersebut persediaan sarana dan prasarana yang memadai, peraturan perundangan serta kebijakan ekonomi yang tepat dan baik diharapkan juga mampu meningkatkan nilai penanaman modal dalam negeri dapat berkembang pesat.

Apalagi di tahun 2015 ini Negara ASEAN akan bertemu dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), dimana investasi sangat dibebaskan diseluruh Negara ASEAN. Peluang yang baik jika Indonesia bisa memanfaatkan keadaan tersebut. Jika suatu Negara mengalami krisis ekonomi ataupun inflasi maka tingginya inflasi mengakibatkan kenaikan harga pada hampir seluruh barang yang ada di suatu negara. Kenaikan harga barang tersebut mengurungkan minat investor untuk berinvestasi di dalam negeri, karena investor merasa lebih terjamin untuk berinvestasi pada saat tingkat inflasi cenderung rendah dan stabil. Hal tersebut yang dikhawatirkan terjadi jika kesempatan investasi dikuasai Negara lain, maka Negara Indonesia akan terpuruk dan hanya melihat tanpa mendapatkan hasil.


(29)

Untuk melihat perkembangan investasi dalam negeri tersebut perlu juga diteliti faktor-faktornya. Faktor-faktor yang digunakan peneliti dalam melihat investasi dalam negeri adalah tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia, tingkat suku bunga dan nilai tukar Rupiah karena faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap investasi dalam negeri.

B. Batasan Masalah

1. Tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar/kurs dalam penelitian ini adalah laporan data time series dari tahun 1994 sampai tahun 2014. Pengambilan data Tahun 1994 dikarenakan pada tahun tersebut merupakan pra krisis hebat yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Perekonomian yang mulai stabil pada tahun-tahun berikutnya kembali tersandung krisis pada tahun 2008. Dan perekonomian sampai tahun 2014 masih fluktuatif.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh laju inflasi terhadap perkembangan investasi dalam negeri di Indonesia tahun 1994-2014?

2. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga terhadap perkembangan investasi dalam negeri di Indonesia tahun 1994-2014?

3. Bagaimana pengaruh nilai tukar rupiah terhadap perkembangan investasi dalam negeri di Indonesia tahun 1994-2014?


(30)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai penulis adalah:

1. Untuk menguji dan menganalisa bagaimana pengaruh laju inflasi terhadap perkembangan investasi dalam negeri di Indonesia tahun 1994-2014.

2. Untuk menguji dan menganalisa bagaimana pengaruh tingkat suku bunga terhadap perkembangan investasi dalam negeri di Indonesia tahun 1994-2014. 3. Untuk menguji dan menganalisa bagaimana pengaruh nilai tukar rupiah terhadap

perkembangan investasi dalam negeri di Indonesia tahun 1994-2014.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Bagi Masyarakat :

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk meningkatkan investasi dalam negeri dengan cara pengembangan UMKM. 2) Bagi Penulis :

Bagi penulis penelitian ini digunakan untuk mengimplementasikan atau menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama di bangku perkuliahan. 3) Bagi Peneliti Selanjutnya :

Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang akan melaksanakan penelitian serupa maupun lanjutan di bidang Investasi.


(31)

F. Definisi Operasional 1. Investasi

Investasi merupakan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahunan pada semua sektor ekonomi baik primer, sekunder dan tersier yang dinyatakan dalam milyar Rupiah.

2. Tingkat Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan kenaikkan harga suatu barang yang mempengaruhi kenaikan harga barang lain serta meluas dan terus-menerus. Inflasi diukur menggunakan IHK (Indeks Harga Konsumen). Inflasi tahunan dinyatakan dalam persen.

3. Tingkat suku bunga kredit (SBK)

Suku bunga kredit adalah suku bunga kredit yang ditetapkan oleh bank umum, periode tahun 1994-2014 yang dinyatakan dalam persen dan harus dibayar oleh investor domestik saat melakukan pinjaman guna membiayai kegiatan investasi.

4. Nilai tukar Rupiah

Nilai tukar Rupiah merupakan tingkat harga mata uang negara Indonesia yakni Rupiah terhadap harga mata uang Dollar (United State Dollar). Kurs yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurs tengah Bank Indonesia.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritik 1. Investasi

Dalam ekonomi makro investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran masyarakat untuk memperoleh alat-alat kapital baru. Oleh karena itu investasi total yang terjadi di suatu perekonomian sebagian berupa pembelian alat-alat baru untuk menggantikan alat-alat kapital yang tidak ekonomis untuk dipakai lagi dan sebagian lain berupa pembelian alat-alat kapital yang baru untuk memperbesar stock kapital. Di sisi lain investasi diartikan sebagai pengeluaran dari sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang atau jasa untuk menambah stock barang dan perluasan perusahaan.

Investasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam GNP. Investasi memiliki peran penting dalam permintaan aggregat. Pertama bahwa pengeluaran investasi lebih tidak stabil apabila dibandingkan dengan pengeluaran konsumsi sehingga fluktuasi investasi dapat menyebabkan resesi. Kedua, bahwa investasi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi serta perbaikan dalam produktivitas tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada tenaga kerja dan jumlah stock kapital (Setyowati dan Siti, 2007:1).

Dalam teori ekonomi investasi diartikan sebagai suatu kegiatan pengeluaran yang dilaksanakan oleh produsen untuk membeli barang modal. Adam Smith menyatakan bahwa investasi dilakukan karena para pemilik modal mengharapkan untung dan harapan masa depan keuntungan bergantung pada


(33)

iklim investasi pada hari ini dan pada keuntungan nyata. Smith yakin keuntungan cenderung menurun dengan adanya kemajuan ekonomi. Pada waktu laju pemupukan modal meningkat, persaingan yang meningkat antar pemilik modal akan menaikkan upah dan sebaliknya menurunkan keuntungan. Dari pengertian diatas, bahwa tujuan investasi adalah untuk membeli barang-barang modal yang sudah diperkirakan nantinya akan mendapat keuntungan di masa yang akan datang.

Dalam penelitian ini digunakan istilah Penanaman modal dalam negeri. Yang berarti kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Berbagai pertimbangan di atas dan mengingat hukum penanaman modal yang telah berlaku selama kurang lebih 40 (empat puluh) tahun semakin mendesak kebutuhan Undang-Undang tentang Penanaman Modal sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang selama ini merupakan dasar hukum bagi kegiatan penanaman modal di Indonesia perlu diganti karena tidak sesuai lagi dengan tantangan dan


(34)

kebutuhan untuk mempercepat perkembangan perekonomian nasional melalui konstruksi pembangunan hukum nasional di bidang penanaman modal yang berdaya saing dan berpihak kepada kepentingan nasional.

Berkaitan dengan perekonomian Indonesia, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

Asas & Tujuan Penanaman Modal Menurut UU No. 25 Tahun 2007 yaitu: a. kepastian hukum;

b. keterbukaan; c. akuntabilitas;

d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara; e. kebersamaan;

f. efisiensi berkeadilan; g. berkelanjutan;

h. berwawasan lingkungan; i. kemandirian; dan


(35)

Sedangkan tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk: (a) meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; (b) menciptakan lapangan kerja; (c) meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; (d) meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; (e) meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; (f) mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; (g) mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan (h) meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efesien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan.

a) Macam-macam Investasi

Dilihat dari wujudnya investasi terdiri dari (Guritno,1992:177) :  Investasi riil

Investasi riil adalah investasi terhadap barang-barang yang tahan lama (barang modal) yang akan digunakan dalam proses produksi.


(36)

Seperti mesin-mesin, bangunan, kendaraan, rumah dan lain-lain.  Investasi finansial

Investasi finansial adalah investasi terhadap surat-surat berharga, misalnya pembelian saham/obligasi.

Dilihat dari segi pengeluaran terdiri dari (Samuelson,1992:109) :  Investasi Bruto

Adalah investasi yang menunjukan tambahan-tambahan keseluruahan terhadap modal.

 Investasi Netto

Adalah hasil dari investasi bruto dikurangi dengan penyusutan. b) Fungsi Investasi

Kurva yang menunjukkan perkaitan di antara tingkat investasi dan tingkat pendapatan nasional dinamakan fungsi investasi. Bentuk fungsi investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (i) ia sejajar dengan sumbu datar, atau (ii) bentuknya naik ke atas ke sebelah kanan (yang berarti makin tinggi pendapatan nasional, makin tinggi investasi). Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan sumbu datar dinamakan investasi otonomi dan fungsi investasi yang semakin tinggi apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan investasi terpengaruh. Dalam analisis makroekonomi biasanya dimisalkan bahwa investasi perusahaan bersifat investasi otonomi.


(37)

Menurut Joseph Allois Schumpeter investasi otonom (autonomous investment) dipengaruhi oleh perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam jangka panjang seperti :

 Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh.  Tingkat bunga.

 Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan.  Kemajuan teknologi.

 Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya.  Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.

c) Kriteria Investasi

Investasi merupakan keputusan yang berdasarkan pertimbangan yang rasional. Untuk memutuskan investasi digunakan beberapa alat bantu atau kriteria-kriteria tertentu yaitu:

1) Payback Period

Payback period adalah waktu yang dibutuhkan agar investasi yang direncanakan dapat dikembalikan, atau waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas. Jika waktu yang dibutuhkan makin pendek, proposal investasi dianggap makin baik. Kendatipun demikian, harus berhati-hati menafsirkan kriteria payback period ini. Sebab ada investasi yang baru menguntungkan dalam jangka panjang (> 5 tahun).


(38)

2) Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C ratio mengukur mana yang lebih besar, biaya yang dikeluarkan dibanding hasil (output) yang diperoleh. Biaya yang dikeluarkan dinotasikan dengan C (cost). Output yang dihasilkan dinotasikan dengan B

(benefit). Keputusan menerima atau menolak proposal investasi dapat dilakukan dengan melihat nilai B/C. Umumnya, proposal investasi baru diterima jika B/C > 1, sebab berarti output yang dihasilkan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.

3) Net Present Value (NPV)

Perhitungan dengan menggunakan nilai nominal dapat menyesatkan, sebab tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang. Untuk membuat hasil lebih akurat, maka nilai sekarang didiskontokan. Keuntungan dari menggunakan metode diskonto adalah kita dapat langsung menghitung selisih nilai sekarang dari biaya total dengan penerimaan total bersih. Selisih inilah yang disebut net present value. Suatu proposal investasi akan diterima jika NPV > 0, sebab nilai sekarang dari penerimaan total lebih besar daripada nilai sekarang dari biaya total.

4) Internal Rate of Return (IRR)

Internal rate of return adalah nilai tingkat pengembalian investasi, dihitung pada saat NPV sama dengan nol. Keputusan menerima/menolak rencana investasi dilakukan berdasarkan hasil perbandingan IRR dengan tingkat pengembalian investasi yang diinginkan (r).


(39)

d) Marginal Efficiency of Capital (MEC), Tingkat Bunga, dan Marginal Efficiency of Investement (MEI)

Menurut Keynes investasi berkaitan dengan apakah suatu proyek penanaman modal atau investasi layak untuk dilakukan atau tidak. Teknik untuk mengetahui apakah suatu proyek itu menguntungkan atau tidak, yaitu dengan membandingkan profitabilitas relatif proyek-proyek dengan mendiskontir hasil-hasil dimasa depan adapun teknik-teknik mendiskontir yang dikemukakan Keynes yaitu : (1) nilai di masa depan dari sejumlah nilai sekarang; (2) Marginal Efficiency Of Capital (MEC); Marginal Efficiency Of Invesment (MEI); Skedul Permintaan Investasi.

1) Marginal Efficiency of Capital (MEC), Investasi, dan Tingkat Bunga MEC adalah tingkat pengembalian yang diharapkan dari setiap tambahan barang modal. Angka MEC ini adalah angka yang menyamakan harga investasi dengan nilai sekarang (present value) dari semua penerimaan yang diharapkan dari pengoperasian suatu proyek investasi ditambah nilai sekarang dari nilai sisa (residu) investasi tersebut.

2) Marginal Effeciency of Capital (MEC) dan Marginal Efficiency of Investment (MEI). Di dalam suatu waktu tertentu, misalnya dalam tempo satu tahun, perekonomian akan terdapat individu dan perusahaan yang mempertimbangkan untuk melakukan investasi. Berbagai proyek investasi ini memiliki tingkat pengembalian yang berbeda, yaitu sebagian dari proyek investasi itu akan menghasilkan keuntungan yang tinggi dan ada


(40)

beberapa proyek dengan tingkat keuntungan rendah. Berdasarkan kepada jumlah modal yang akan ditanam dan tingkat pengembalian modal yang diramalkan akan diperoleh, analisis ekonomi membentuk suatu kurva yang dinamakan efisiensi investasi marjinal (marginal eficiency of investment). Berdasarkan hal-hal yang menghubungkannya, efisiensi investasi marjinal dapat didefinisikan sebagai: suatu kurva yang menunjukan hubungan di antara tingkat pengembalian modal dan jumlah modal yang akan diinvestasikan.

e) Faktor-faktor yang mempengaruhi Investasi

Investasi dapat dibagi menjadi tiga golongan antara lain. Yang pertama adalah investasi tetap perusahaan yang terdiri dari pengeluaran perusahaan atas mesin tahan lama, perlengkapan dan bangunan-bangunan seperti fasilitas pabrik dan perlengkapan mesin lainnya, investasi ini juga dapat disebut sebagai investasi tetap bisnis. Yang kedua adalah investasi tempat tinggal umumnya terdiri dari investasi perumahan. Dan yang ketiga adalah investasi persediaan (Dorbusch, Fischer, 1990:269).

Para konsumen (rumah tangga), yang membelanjakan sebagian besar dari pendapatan mereka untuk membeli barang dan jasa yang mereka butuhkan, penanam-penanam modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan.

Dengan demikian banyaknya keuntungan yang akan diperoleh besar sekali peranannya dalam menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan


(41)

oleh para pengusaha. Disamping oleh harapan dimasa depan untuk memperoleh untung, terdapat beberapa faktor lain yang akan menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian.

Menurut Tambunan (2006) dan Laporan Bank Dunia mengenai iklim Investasi (World Bank, 2005), faktor-faktor yang dapat menentukan tingkat investasi diantaranya;.

 Suku Bunga

Suku bunga merupakan faktor yang sangat penting dalam menarik investasi karena sebagian besar investasi biasanya dibiayai dari pinjaman bank. Jika suku bunga pinjaman turun maka akan mendorong investor untuk meminjam modal dan dengan pinjaman modal tersebut maka ia akan melakukan investasi.

 Pendapatan nasional per kapita untuk tingkat negara (nasional) dan PDRB per kapita untuk tingkat propinsi dan Kabupaten atau Kota

Pendapatan nasional per kapita dan PDRB per kapita merupakan cermin dari daya beli masyarakat atau pasar. Makin tinggi daya beli masyarakat suatu negara atau daerah (yang dicerminkan oleh pendapatan nasional per kapita atau PDRB per kapita) maka akan makin menarik negara atau daerah tersebut untuk berinvestasi.


(42)

 Kondisi sarana dan prasarana

Prasarana dan sarana pendukung tersebut meliputi sarana dan prasarana transportasi, komunikasi, utilitas, pembuangan limbah dan lain-lain. Sarana dan prasarana transportasi contohnya antara lain : jalan, terminal, pelabuhan, bandar udara dan lainlain. Sarana dan prasrana telekomunikasi contohnya: jaringan telepon kabel maupun nirkabel, jaringan internet, prasarana dan sarana pos. Sedangkan contoh dari utilitas adalah tersedianya air bersih, listrik dan lain-lain.

 Birokrasi perijinan

Birokrasi perijinan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi investasi. Karena birokrasi yang panjang akan memperbesar biaya bagi pengusaha karena akan memperpanjang waktu untuk berurusan dengan aparat. Padahal bagi pengusaha, waktu adalah uang. Birokrasi yang panjang juga membuka peluang oknum aparat pemerintah untuk menarik suap dari para pengusaha dalam rangka memperpendek birokrasi tersebut.

 Kualitas sumber daya manusia

Manusia yang berkualitas ini merupakan daya tarik investasi yang cukup penting. Sebab teknologi yang dipakai oleh para pengusaha makin lama makin modern. Teknologi modern tersebut menuntut ketrampilan lebih dari tenaga kerja.


(43)

 Peraturan dan undang-undang ketenagakerjaan

Peraturan undang-undang ketenagakerjaan ini antara lain menyangkut peraturan tentang pemutusan hubungan kerja (PHK), Upah Minimum, kontrak kerja dan lain-lain.

 Stabilitas politik dan keamanan

Stabilitas politik dan keamanan penting bagi investor karena akan menjamin kelangsungan investasinya untuk jangka panjang.

 Pengaruh Nilai tukar

Secara teoritis dampak perubahan tingkat / nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty (tidak pasti). Shikawa (1994), mengatakan pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs ini akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik masyarakat. Gejala diatas pada tingkat perusahaan akan direspon dengan penurunan pada pengeluaran / alokasi modal pada investasi. Pada sisi penawaran, pengaruh aspek pengalihan pengeluaran (expenditure


(44)

switching) akan perubahan tingkat kurs pada investasi relatif tidak menentu. Penurunan nilai tukar mata uang domestik akan menaikkan produk-produk impor yang diukur dengan mata uang domestik dan dengan demikian akan meningkatkan harga barang-barang yang diperdagangkan / barang-barang ekspor (traded goods) relatif terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan (non traded goods), sehingga didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik akan mendorong ekspansi investasi pada barang-barang perdagangan tersebut.

 Tingkat Inflasi

Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif. Disamping itu menurut Greene dan Pillanueva (1991), tingkat inflasi yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi makro.


(45)

Melihat fenomena yang terjadi di Indonesia, ketika faktor-faktor investasi mengalami naik turun, maka penulis mengambil 3 faktor yang mengalami kenaikan dan penurunan yang signifikan yaitu Inflasi, Suku Bunga Kredit, dan Nilai Tukar.

a) Tingkat/laju inflasi

Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif. Disamping itu, tingkat inflasi yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi makro.

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus (Sukirno, 2002:223).

Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono, 2000:156).

Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan kenaikan harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan (Pohan, 2008:53).


(46)

Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar dan terus-menerus, bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 2000:57).

Kenaikan sejumlah bentuk barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi. Inflasi di Indonesia sangat tinggi pada zaman Presiden Soekarno karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (jika negara memerlukan uang, maka negara tinggal mencetaknya saja). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi, akan tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bias mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagan nilai Rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka inflasi inti masih lebih besar daripada 5 persen setahun.

Tingkat inflasi dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui kondisi perekonomian disuatu daerah, bila inflasi terjadi maka akan terjadi kenaikan biaya produksi barang sehingga akan mempengaruhi iklim investasi dan penanaman modal (Mankiew, 2006:177). Inflasi dapat dibedakan menjadi empat yaitu inflasi rendah atau ringan, inflasi moderat atau sedang dan inflasi tinggi atau serius serta hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan


(47)

harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10% - 30% setahun; berat antara 30% - 100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun. Inflasi yang buruk akan mendorong para pengusaha untuk melakukan kegiatan yang spekulatif, sehingga akan mengurangi investasi karena yang berkembang adalah kegiatan spekulatif. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan investasi menurun dan apabila inflasi turun maka investasi akan mengalami kenaikan atau dengan inflasi yang rendah para pengusaha berusaha untuk meningkatkan kegiatan investasi (Sukirno, 1998:88).

a) Sumber-Sumber Penyebab Inflasi

1) Demand Pull Inflation

Demand pull inflation adalah kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh adanya gangguan (shock) pada sisi permintaan barang dan jasa. Kenaikan permintaan barang yang tidak seimbang dengan kenaikan penawaran akan mendorong harga naik sehingga terjadi inflasi. Dalam

demand pull inflation, kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan harga barang input dan harga faktor produksi (misalnya tingkat upah). Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total

(aggregate demand), sedangkan produksi sudah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati keadaan kesempatan kerja penuh (full employment). Dalam keadaan hampir mendekati full employment, kenaikan permintaan total disamping menaikkan harga juga


(48)

dapat menaikkan hasil produksi atau output. Akan tetapi, bila keadaan full employment telah tercapai, penambahan permintaan tidak akan menambah jumlah produksi melainkan hanya akan menaikkan harga saja sehingga sering disebut dengan inflasi murni.

2) Supply Side Inflation

Berbeda dengan demand pull inflation, cost push inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh adanya gangguan (shock) dari sisi penawaran barang dan jasa atau yang biasa juga disebut dengan supply side inflation,

biasanya ditandai dengan kenaikan harga yang disertai oleh turunnya produksi atau output. Jadi, inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul biasanya dimulai dengan adanya penurunan penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi.

Kurva 2.1

Kurva Supply Side Inflation P1 E1

E0 P0

Perubahan ini digambarkan dari pergeseran kurva penawaran ke kiri, sehingga dengan aggregate demand yang tetap, maka keseimbangan pasar


(49)

berubah (E0 ke E1) dengan disertai peningkatan harga (P0 ke P1) dan tingkat output (Y) yang lebih rendah daripada tingkat full employment. Faktor lain yang menyebabkan perubahan aggregate supply antara lain dapat berupa terjadinya kenaikan tingkat upah (wage cost-push inflation), harga barang di dalam negeri dan harga barang impor atau karena kekakuan struktural.

Kekakuan struktural sendiri terjadi karena anggapan bahwa sumber daya ekonomi tidak dapat dengan cepat diubah pemanfaatannya dan juga bahwa upah dan tingkat harga mudah naik tapi sukar untuk turun kembali

(rigidity of price). Dengan asumsi ini, bila terjadi perubahan pola permintaan dan biaya, maka mobilitas sumber daya dari sektor yang kurang berkembang ke sektor yang berkembang akan sulit sekali, sehingga suatu sektor yang kurang berkembang akan terjadi idle capacity, sedangkan sektor yang berkembang akan kekurangan sumber daya. Dan hal ini justru mendorong meningkatnya harga pada sektor yang berkembang. Kekakuan di sektor yang lemah dan kenaikan harga di sektor yang berkembang menyebabkan inflasi.

3) Demand Supply Inflation

Peningkatan permintaan total (aggregate demand) menyebabkan kenaikan harga yang selanjutnya diikuti oleh penurunan penawaran total (aggregate supply) sehingga menyebabkan kenaikan harga yang lebih tinggi lagi. Interaksi antara bertambahnya permintaan total dan


(50)

berkurangnya penawaran total yang mendorong kenaikan harga ini merupakan akibat adanya ekspektasi bahwa tingkat harga dan tingkat upah akan meningkat atau dapat juga karena adanya inertia dari inflasi di masa lalu.

b) Tingkat Suku bunga Kredit

Tingkat suku bunga (interest rate) merupakan salah satu variabel ekonomi yang sering dipantau oleh para pelaku ekonomi. Tingkat suku bunga dipandang memiliki dampak langsung terhadap kondisi perekonomian. Berbagai keputusan yang berkenaan dengan konsumsi, tabungan dan investasi terkait erat dengan kondisi tingkat suku.

Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi (loanable funds). Tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator dalam menentukan apakah seseorang akan melakukan investasi atau menabung (Boediono, 1994 :76)

Apabila dalam suatu perekonomian ada anggota masyarakat yang menerima pendapatan melebihi apa yang mereka perlukan untuk kebutuhan konsumsinya, maka kelebihan pendapatan akan dialokasikan atau digunakan untuk menabung. Penawaran akan loanable funds dibentuk atau diperoleh dari jumlah seluruh tabungan masyarakat pada periode tertentu. Di lain pihak dalam periode yang sama anggota masyarakat yang membutuhkan dana untuk operasi atau perluasan usahanya. Menurut Marshall Principle : ”bunga selaku harga yang harus dibayar untuk penggunaan modal di semua pasar, cenderung ke arah keseimbangan, sehingga modal seluruhnya di pasar itu menurut


(51)

tingkat bunga sama dengan persediaannya yang tampil pada tingkat itu”. Tingkat bunga ditetapkan pada titik dimana tabungan yang mewakili penawaran modal baru adalah sama dengan permintaannya.

Suku bunga tidak hanya dipengaruhi perubahan preferensi para pelaku ekonomi dalam hal pinjaman dan pemberian pinjaman tetapi dipengaruhi perubahan daya beli uang, suku bunga pasar atau suku bunga yang berlaku berubah dari waktu ke waktu. Tidak jarang bank-bank menetapkan suku bunga terselubung, yaitu suku bunga simpanan yang diberikan lebih tinggi dari yang di informasikan secara resmi melalui media massa dengan harapan tingkat suku bunga yang dinaikkan akan menyebabkan jumlah uang yang beredar akan berkurang karena orang lebih senang menabung daripada memutarkan uangnya pada sektor-sektor produktif atau menyimpannya dalam bentuk kas dirumah.

Sebaliknya, jika tingkat suku bunga terlalu rendah, jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah karena orang akan lebih senang memutarkan uangnya pada sektor-sektor yang dinilai produktif. Suku bunga yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang memiliki tingkat risiko lebih besar. Sehingga dengan demikian, tingkat inflasi dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga.


(52)

Nilai tukar Rupiah menurut para ahli sebagai berikut;

Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nlai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain (Mankiw, 2006:243).

Nilai tukar valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintan dan penawaran valuta asing. Permintan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan ìkuatî apabila transaksi autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayaranya mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing (Nopirin, 2000:90). Menurut Sukirno (2002) Besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan Nilai tukar mata uang asing. Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu Negara mengalami perubahan, maka biasanya dikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara lain, di mana masing-masing negara mengunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lain. Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank central terhadap pasar uang. Nilai tukar yang lazim disebut nilai tukar,


(53)

mempunyai peran penting dalam rangka stabiltas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk menjaga stabiltas nilai tukar, bank central pada waktu-waktu tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak yang berlebihan. Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dolar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memilki dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli.

Nilai tukar riil adalahnilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan mengunakan rumus di bawah ini:

Di mana Q dalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri. Nilai tukar inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk


(54)

melakukan investasi. Turunya nilai tukar menurunkan kemampuan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, salah satu dampaknya terhadap impor.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah:

Y = α + + + + ε

Dimana :

Y = Investasi dalam negeri = Laju Inflasi

= Tingkat Suku Bunga = Nilai Tukar Rupiah

C. Kerangka Berpikir dan Hipotesis 1. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 2.1

Kerangka Berpikir

a. Hubungan Investasi dengan Inflasi LAJU INFLASI

TINGKAT SUKU BUNGA

NILAI TUKAR RUPIAH


(55)

Hubungan antara inflasi dengan investasi adalah negatif. Tingginya inflasi disuatu negara, mengakibatkan penawaran uang atau money supply

meningkat, kemudian diikuti dengan tingginya suku bunga, dengan suku bunga yang cenderung tinggi maka investasi akan turun. Tingginya inflasi juga menyebabkan daya beli pada masyarakat menurun yang kemudian menyebabkan berkurangnya pengembalian atau keuntungan investasi, sehingga menurunkan minat investor untuk berinvestasi. Seorang investor akan cenderung untuk melakukan investasi apabila tingkat inflasi di suatu negara adalah stabil atau rendah. Hal ini dikarenakan dengan adanya kestabilan dalam tingkat inflasi, maka tingkat harga barang-barang secara umum tidak akan mengalami kenaikan dalam jumlah yang signifikan. b. Hubungan Investasi dengan Tingkat Suku Bunga

Suku bunga yang dipakai dalam penelitian ini adalah suku bunga kredit. Hubungan tingkat suku bunga kredit dengan investasi adalah negatif. Tingkat suku bunga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi investasi. Fluktuasi tingkat suku bunga menjadi pertimbangan bagi investor. Apabila tingkat suku bunga lebih rendah dari yang diharapkannya, maka seseorang akan memilih menginvestasikan uangnya daripada menyimpan uangnya di Bank ataupun meminjamkan uangnya kepada orang lain.


(56)

Hubungan antara kurs domestik terhadap investasi dalam negeri adalah positif. Melemahnya atau terdepresiasinya nilai mata uang domestik (kurs domestik) terhadap mata uang asing dapat menambah kegairahan investasi di dalam negeri. Hal ini terjadi karena menguatnya kurs diikuti dengan tingginya nilai bahan baku dalam negeri, oleh karena itu para investor memilih untuk menanamkan modalnya di dalam negeri dengan ekspektasi para investor memperoleh keuntungan di masa mendatang.

2. Hipotesis

Berhubungan dengan permasalahan yang telah dikemukakan pada kerangka berpikir, maka dalam penelitian ini ditetapkan hipotesis sebagai berikut.

1. Laju inflasi berpengaruh negatif terhadap penanaman modal dalam negeri di Indonesia tahun 1994-2014.

2. Tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap penanaman modal dalam negeri di Indonesia tahun 1994-2014.

3. Nilai tukar rupiah berpengaruh positif terhadap penanaman modal dalam negeri di Indonesia tahun 1994-2014.


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian ex post facto, yaitu penelitian yang menunjukan bahwa penelitian tersebut dilakukan setelah perbedaan-perbedaan dalam variabel bebas tersebut terjadi karena perkembangan kejadian itu secara alami. Jenis penelitian ini dianggap sangat mendukung untuk memecahkan dan menggambarkan persoalan yang telah disampaikan terlebih dahulu. B. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu serangkaian pengukuran atau observasi yang dinyatakan dalam angka, merupakan data kasar karena langsung diperoleh dari hasil pengukuran dan masih berwujud catatan yang belum mengalami pengolahan. Teknis pengumpulan data diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya, seperti mengutip dari buku-buku, literatur, bacaan ilmiah, dan sebagainya yang mempunyai relevansi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi PMDN di Indonesia.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang telah diolah menjadi suatu informasi. Data ini berbentuk data runtut waktu (time


(58)

series) dengan rentan waktu 21 tahun. Data yang dipilih adalah data pada kurun waktu tahun 1994 sampai 2014. Alasan pengambilan tahun tersebut yaitu tahun 1994 merupakan pra krisis moneter hebat yang mengakibatkan perubahan perekonomian Indonesia. Dan pasca krisis tahun 2000, sudah terjadi perbaikan-perbaikan disegala sektor perekonomian yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk investasi. Dan tahun 2014 merupakan data terbaru. Sumber data berasal dari berbagai sumber, antara lain Statistik Indonesia terbitan Badan Pusat Statistik, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia terbitan Bank Indonesia, Statistik Perkembangan Realisasi Investasi terbitan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), World Economic Outlook, dan jurnal-jurnal ilmiah serta literatur-literatur lain yang berkaitan dengan topik penelitian ini.

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2015. Karena pada bulan tersebut bertepatan dengan bulan Ramadhan, maka peneliti memperhatikan jam kerja serta hari libur yang berbeda di BPS Provinsi Yogyakarta.

D. Teknik Analisis Data

Secara umum analisis regresi pada dasarmya adalah studi mengenai ketergantungan satu variabel terikat (dependen) dengan satu atau lebih variabel variabel bebas (independen), dengan tujuan untuk mengestimasi dan memprediksi


(59)

rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel terikat (dependen) berdasarkan nilai variabel bebas (independen) yang diketahui.

1. Pengujian Hipotesis

Hipotesis adalah suatu anggapan atau pendapat yang diterima untuk menjelaskan suatu fakta atau yang dipakai sebagai dasar bagi suatu penelitian. Hipotesis yang dirumuskan adalah hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis yang dirumuskan ini disebut hipotesis nol atau tidak memiliki perbedaan hipotesis yang sebenarnya. Pembuktian hipotesis dala penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi dengan bantuan program SPSS versi 16. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

 Menentukan formulasi Ho dan Ha

a. Suku Bunga Kredit terhadap PMDN di Indonesia

H0 : Suku Bunga Kredit tidak berpengaruh terhadap PMDN di Indonesia Ha : Suku Bunga Kredit berpengaruh terhadap PMDN di Indonesia b. Inflasi terhadap PMDN di Indonesia

H0 : Inflasi tidak berpengaruh terhadap PMDN di Indonesia Ha : Inflasi berpengaruh terhadap PMDN di Indonesia c. Nilai Tukar Rupiah terhadap PMDN di Indonesia

H0 : Kurs tidak berpengaruh terhadap PMDN di Indonesia Ha : Kurs berpengaruh terhadap PMDN di Indonesia

Tingkat kesalahan yang dikehendaki pada penelitian ini yaitu (α) = 10% dengan level of confidence sebesar 90%. Makin besar tingkat kesalahan


(60)

maka semakin kecil pula jumlah sampel yang diperlukan. Dan sebaliknya, semakin kecil tingkat kesalahan maka semakin besar sampel yang diperlukan (Sugiyono, 2012:86).

2. Pengujian Prasyarat Regresi a) Pengujian Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Normalitas dapat dilihat dengan menggunakan cara nilai skewness, nilai ini digunakan untuk mengetahui bagaimana distribusi nomal data dalam variabel dengan menilai kemiringan kurva. Normalitas dalam penelitian ini dilihat dengan menggunakanuji normalitas Kolmogorov-smirnov :

D = max [F0(X1)-Sn(X1)]

Keterangan:

d : Deviasi maksimum

F0(X1) : Fungsi distribusi kumulatif yang ditentukan

Sn(X1) : Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi

Jika nilai asymp. sig < taraf nyata (0,10), maka distribusi data variabel penelitian dinyatakan tidak normal. Dan sebaliknya jika asymp. sig > taraf nyara (0,10) maka variabel penelitian dinyatakan normal.

b) Pengujian Linearitas

Asumsi linearitas dapat terpenuhi apabila nilai residual dan nilai prediksi tidak menggambarkan satu pola hubungan tertentu atau dengan kata lain jika


(61)

menggambarkan suatu hubungan yang acak, maka asumsi linearitas terpenuhi. Adapun rumusnya yaitu:

= Keterangan:

F : harga bilangan F untuk garais regresi KR1 : harga kuadrat rata-rata garis regresi KR2 : harga kuadrat residu

Kriteria penerimaan data ini linear atau tidak adalah apabila F hitung lebih besar dari level of signifiikan (α) 0,10 maka hubungan data linier.

Sedangkan apabila F hitung lebih kecil dari level of signifikan (α) 0,10 maka hubungan data tidak linier.

3. Uji Asumsi Klasik

Untuk mendapatkan regresi yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi, maka dilakukan uji mengenai ada tidaknya penyimpangan terhadap asumsi klasik yaitu:

a) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui adanya hubungan linear yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi. Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Adapun rumus korelasinya sebagai berikut:


(62)

= N XY – ( (

√ - ( X)2] [N -( Y)2] Keterangan:

R : Koefisien korelasi Y : Skor Variabel Y X : Skor Variabel X N : Jumlah Data

Kriteria penerimaan dalam analisis uji multikolinearits adalah sebagai berikut:

VIF < 5 tidak terjadi multikolinearitas VIF > 5 terjadi multikolinearitas b) Uji Heteroskedasitas

Heterokedastisitas adalah suau keadaan dimana varians dan kesalahan pengganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel bebas. Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka dinamakan homoskedasitas dan jika berbeda disebut heteroskedasitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedasitas atau tidak terjadi heteroskedasitas. Untuk menguji ada tidaknya masalah heteroskedastisitas pada model regresi yang diperoleh digunakan uji Glejser dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya.

Untuk menentukan terjadi tidaknya masalah heterokedastisitas maka digunakan ketentuan sebagai berikut:


(63)

1. Jika signifikansi antara variabel independen dengan nilai absolutnya residualnya > 0,10, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

2. Jika signifikansi antara variabel independen dengan nilai absolutnya residualnya < 0,10, maka terjadi heterokedastisitas. Selain uji Glejser, salah satu cara untuk melihat adanya problem heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) (Wijaya, 2012:124). Cara menganalisisnya:

- Dengan melihat apakah titik-titik memiliki pola tertentu yang teratur seperti bergelombang, melebar kemudian menyempit, jika terjadi maka mengindikasikan terdapat heterokedastisitas.

- Jika tidak terdapat pola tertentu yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 10 pada sumbu Y maka mengindikasikan tidak terjadi heterokedastisitas.

c) Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 atau sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Beberapa uji statistik yang sering digunakan adalah uji Durbin-Watson,


(64)

Dimana :

E : gangguan estimasi

T dan t-1 : observasi terakhir dan sebelumnya T dan t-2 : nilai observasi

D : Durbin Watson

Ada tidaknya autokorelasi dalam uji ini dengan nilai DW, yaitu:

DW KESIMPULAN

<1,10 Ada Autokorelasi

1,10 – 1,54 Tanpa kesimpulan

1,55 – 2,46 Tidak Ada Autokorelasi

2,47 – 2,90 Tanpa Kesimpulan

>2,91 Ada Autokorelasi

4. Uji Statistik a) Uji F

Uji statistik F pada dasarnya untuk melihat apakah model regresi bisa digunakan atau tidak dalam penelitian.

R2/ k F hitung =

(1-R2)/(n-k-1) Keterangan:

F : Harga F garis regresi R : Koefisien korelasi berganda K : Jumlah variabel independen N : Jumlah anggota sampel


(65)

Cara menentukan formula Ho dan Ha:

Ho : model regresi tidak dapat digunakan. Ha : model regresi dapat digunakan. Menentukan F tabel:

Dipilih tingkat signifikansi (α) = 10%, artinya taraf kesalahan hanya 10%

saja, nilai level of confidence sebesar 90% dengen degree of freedom (df) n-k-l

F tabel = F (α, k,n n-k-l)

Keterangan:

Df : degree of freedom N : banyaknya predicator K : jumlah variabel

Kriteria penolakan dan penerimaan hipotesis uji F adalah sebagai berikut: 1. Apabila nilai F hitung > F tabel, berarti Ho ditolak dan Ha diterima

sehingga semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

2. Apabila nilai F hitung < F tabel, berarti Ho ditterima dan Ha ditolak sehingga semua variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.


(66)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

Investasi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Dinamika investasi mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, hal ini mencerminkan marak lesunya pembangunan. Sedangkan modal merupakan pendorong perkembangan ekonomiuntuk mengadakan investasi atas dana yang diperoleh dari tabungan masyarakat maupun pinjaman luar negeri. Salah satunya yaitu PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) yang merupakan sumber pembiayaan penting pada wilayah dan berkontribusi pada pembangunan nasional.

Penanaman Modal Dalam Negeri atau (PMDN) sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2007 adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) menghasilkan kenaikan output nasional dan pendapatan nasional sehingga dapat memecahkan masalah neraca pembayaran dan melunasi utang luar negeri. Sedangkan tujuan penanaman modal yaitu:

1. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; 2. menciptakan lapangan kerja;


(67)

4. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; 5. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; 6. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

7. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan

8. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

B. Syarat Penanaman Modal Dalam Negeri

Pasal 1 angka 2 UUPM menyebutkan bahwa PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara RI yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal dalam negeri adalah perseorangan WNI, badan usaha Indonesia, Negara RI, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara RI (Pasal 1 angka 5 UUPM). Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menjelaskan bahwa Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(68)

Bidang usaha yang dapat menjadi garapan PMDN adalah semua bidang usaha yang ada di Indonesia. Namun ada bidang-bidang yang perlu dipelopori oleh pemerintah dan wajib dilaksanakan oleh pemerintah. Seperti:

1. Yang berkaitan dengan rahasia dan pertahanan Negara. PMDN di luar bidang-bidang tersebut dapat diselenggarakan oleh swasta nasional. Misal : perikanan, perkebunan, pertanian, telekomunikasi, jasa umum, perdagangan umum.

2. PMDN dapat merupakan sinergi bisnis antara modal Negara dan modal swasta nasional. Misal: di bidang telekomunikasi, perkebunan.

Sedangkan kriteria Perusahaan Penanaman Modal Negeri yang mendapatkan fasilitas dari pemerintah antara lain:

1. Menyerap banyak tenaga kerja 2. Termasuk skala prioritas tertinggi 3. Melakukan alih teknologi

4. Melakukan industri pionir

5. Menjaga kelestarian lingkungan hidup

Dilihat dari banyaknya jenis investasi dalam negeri, maka pemerintah memberikan syarat-syarat bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di dalam negeri sebagai berikut:


(69)

1. Permodalan: menggunakan modal yang merupakan kekayaan masyarakat Indonesia baik langsung maupun tidak langsung

2. Pelaku Investasi : Negara dan swasta Pihak swasta dapat terdiri dari orang dan atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia

3. Bidang usaha : semua bidang yang terbuka bagi swasta, yang dibina, dipelopori atau dirintis oleh pemerintah.

4. Perizinan dan perpajakan : memenuhi perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Antara lain : izin usaha, lokasi, pertanahan, perairan, eksplorasi, hak-hak khusus, dan lain-lain

5. Batas waktu berusaha : merujuk kepada peraturan dan kebijakan masing-masing daerah

6. Tenaga kerja: wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan tertentu belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia. Mematuhi ketentuan UU ketenagakerjaan (merupakan hak dari karyawan).

C. Kebijakan Penanaman Modal Dalam Negeri

Pada era reformasi kebijakan penanaman modal dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan pembangunan perekonomian dan pembangunan hukum nasional. Di samping itu pengaruh globalisasi ekonomi yang melanda dunia, memaksa pemerintah untuk menyusun perangkat perundangan mengenai penanaman modal agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Undang-undang yang


(1)

SBK -.103 .041 -.430 -2.496 .023 -.190 -.016 -.574 -.518 -.362 .706 1.416 KURS .835 .216 .574 3.863 .001 .379 1.291 .673 .684 .560 .951 1.052 a. Dependent Variable:


(2)

3.

UJI AUTOKORELASI

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 KURS, INF,

SBKa . Enter a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Y

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .802a .643 .580 .50200 .643 10.199 3 17 .000 .816 a. Predictors: (Constant), KURS, INF, SBK

b. Dependent Variable: Y

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 7.711 3 2.570 10.199 .000a


(3)

Total 11.995 20 a. Predictors: (Constant), KURS, INF, SBK

b. Dependent Variable: Y

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Correlations

B Std. Error Beta Zero-order Partial Part 1 (Constant) 4.643 2.135 2.175 .044

INF -.001 .006 -.030 -.178 .861 -.314 -.043 -.026 SBK -.103 .041 -.430 -2.496 .023 -.574 -.518 -.362 KURS .835 .216 .574 3.863 .001 .673 .684 .560 a. Dependent Variable: Y

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 9.4298 11.2740 10.4919 .62092 21 Residual -.98732 .85184 .00000 .46282 21 Std. Predicted Value -1.710 1.260 .000 1.000 21 Std. Residual -1.967 1.697 .000 .922 21 a. Dependent Variable: Y


(4)

4.

HASIL UJI COCHRANE ORCUTT

Variables Entered/Removedb,c

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 Lag_x3, Lag_x2,

Lag_x1a . Enter a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Lag_Y

c. Linear Regression through the Origin

Model Summaryc,d

Model R R Squareb Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .962a .926 .913 1.26625 .926 70.627 3 17 .000 1.912 a. Predictors: Lag_x3, Lag_x2, Lag_x1

b. For regression through the origin (the no-intercept model), R Square measures the proportion of the variability in the dependent variable about the origin explained by regression. This CANNOT be compared to R Square for models which include an intercept.

c. Dependent Variable: Lag_Y

d. Linear Regression through the Origin


(5)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 339.725 3 113.242 70.627 .000a

Residual 27.257 17 1.603 Total 366.982b 20

a. Predictors: Lag_x3, Lag_x2, Lag_x1

b. This total sum of squares is not corrected for the constant because the constant is zero for regression through the origin.

c. Dependent Variable: Lag_Y

d. Linear Regression through the Origin

Coefficientsa,b

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Correlations Collinearity Statistics B Std. Error Beta Zero-order Partial Part Tolerance VIF 1 Lag_x1 -.034 .016 -.161 -2.158 .046 .267 -.464 -.143 .787 1.270

Lag_x2 .695 .050 1.039 13.983 .000 .906 .959 .924 .791 1.265 Lag_x3 .123 .025 .352 4.870 .000 .076 .763 .322 .838 1.193 a. Dependent Variable: Lag_Y


(6)

UJI STATISTIK

1.

UJI F

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 KURS, INF,

SBKa . Enter a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Y

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson 1 .802a .643 .580 .50200 .816 a. Predictors: (Constant), KURS, INF, SBK

b. Dependent Variable: Y

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 7.711 3 2.570 10.199 .000a

Residual 4.284 17 .252 Total 11.995 20

a. Predictors: (Constant), KURS, INF, SBK b. Dependent Variable: Y