Pengujian Asumsi Klasik Analisis Data

Tabel 5.6 Hasil Pengujian Multikolinearitas Collinearity Statistics Model Tolerance VIF 1 Constant INF 0.734 1.362 SBK 0.706 1.416 KURS 0.951 1.052 a. Dependent Variable: PMDN Sumber: data diolah 2015 Berdasarkan analisis collinearity statistics untuk variabel Inflasi X 1 di dapat besar tolerance 0,734. Hal ini berarti nilai tolerance lebih besar dari 0,1. Sedangkan VIF atau Variance Inflation Factor untuk variabel Inflasi diperoleh 1,362. Karena VIF untuk variabel Inflasi kurang dari 5, maka dapat disimpulkan bahwa variabel Inflasi tidak mempunyai persoalan dengan variabel bebas lainnya atau dengan kata lain tidak terjadi multikolinearitas. Untuk variabel Suku Bunga Kredit atau SBK X 2 didapat besar tolerance 0,706 yang berarti lebih besar dari 0,1. Sedangkan nilai VIF diperoleh 1,416 yang berarti kurang dari 5, maka dapat dikatakan bahwa variabel SBK tidak mempunyai masalah dengan variabel bebas yang lainnya atau dengan kata lain tidak terjadi multikolinearitas. Selanjutnya besar tolerance untuk variabel Kurs X 3 adalah 0,951 dan hasil tersebut kurang dari 0,1. Sedangkan besar VIF dari variabel Kurs didapat 1,052 yang berarti besar VIF kurang dari 5. Maka dapat dikatakan bahwa variabel Kurs juga tidak mempunyai persoalan dengan variabel bebas lainnya atau dengan kata lain tidak terjadi multikolinearitas . b Uji Heteroskedastisitas Heterokedastisitas adalah suatu keadaan dimana varian dari kesalahan pengganggu tidak konstan untuk suau variabel bebas. Untuk mendeteksi ada tidaknya masalah heterokedastisitas digunakan uji Glejser dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Jika signifikansi antara variabel independen dengan nilai absolutnya 0,10 maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil output adalah sebagai berikut: Tabel 5.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 Constant -1.266 1.104 -1.146 .268 INF -.003 .003 -.239 -1.001 .331 SBK -.011 .021 -.121 -.498 .625 KURS .205 .112 .385 1.837 .184 a. Dependent Variable: abs_Res Sumber: data diolah 2015 Berdasarkan tabel diatas, signifikansi p-value dari ketiga variabel yaitu Inflasi 0,331, Suku Bunga Kredit 0,625, dan Kurs 0,184. Oleh karena itu dapat dikataan bahwa nilai signifikansi p-value 0,10 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. c Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana kesalahan pengganggu dari satu observasi terhadap observasi selanjutnya yang berurutan tidak berpengaruh atau tidak terjadi korelasi. Dalam penelitian ini uji autokorelasi menggunakan metode Durbin Watson. Dari hasil data yang telah diolah menggunakan program SPSS 16.00 diperoleh output sebagai berikut: Tabel 5.8 Hasil Uji Autokorelasi Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .802 a .643 .580 .50200 .816 a. Predictors: Constant, KURS, INF, SBK b. Dependent Variable: Y Sumber: data diolah 2015 Berdasarkan data diatas, terlihat nilai Durbin Watson adalah 0,816. Maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini mengalami masalah autokorelasi. Maka akan diperbaiki dengan menggunakan metode Cochrane-Orcutt C-O. Metode ini merupakan alternatif untuk memperoleh nilai struktur autokorelasi ρ yang tidak diketahui. Metode ini menggunakan nilai estimasi residual untuk menghitung ρ. Setelah nilai ρ diketahui maka akan dilakukan transformasi masing-masing variabel. Hasilnya akan dilakukan regresi kembali dan hasil regresi diasumsikan sudah tidak mengandung masalah autokorelasi. Tabel 5.9 Hasil Uji Cochrane-Orcutt C-O Model Summary

c,d

Model R R Square b Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistics Durbin- Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 .962 a .926 .913 1.26625 .926 70.627 3 17 .000 1.912 a. Predictors: Lag_x3, Lag_x2, Lag_x1 b. For regression through the origin the no-intercept model, R Square measures the proportion of the variability in the dependent variable about the origin explained by regression. This CANNOT be compared to R Square for models which include an intercept. c. Dependent Variable: Lag_Y d. Linear Regression through the Origin Sumber : Hasil Olah data 2015 Dari hasil diatas, nilai DW sebesar 1,912. Maka dapat disimpulkan tidak terjadi masalah Autokorelasi. Dengan demikian, uji Cochrane-orcutt dapat memperbaiki masalah autokorelasi dalam penelitian ini.

4. Rangkuman dari Hasil Uji Asumsi Klasik

Tabel 5.10 Rangkuman dari Hasil Uji Asumsi Klasik Uji Asumsi Klasik Kesimpulan Uji Multikolinearitas Tidak terjadi Uji Heterokedastisitas Tidak terjadi Uji Autokorelasi Tidak terjadi Sumber: data diolah 2015

5. Pengujian Statistik

a Uji F Tabel 5.11 Uji F ANOVA b Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 7.711 3 2.570 10.199 .000 a Residual 4.284 17 .252 Total 11.995 20 a. Predictors: Constant, KURS, INF, SBK b. Dependent Variable: Y Sumber: data diolah 2015 Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh harga F hitung sebesar 10,199 sementara F tabel pada df 3:18 sebesar 2,62. Melihat kriteria pengujian hipotesis apabila F hitung lebih kecil daripada F tabel maka H diterima, dan jika terjadi sebaliknya F hitung lebih besar daripada F tabel maka H ditolak. Pada pengujian hipotesis ini didapat F hitung lebih besar daripada F tabel 10,199 2,62 maka H ditolak dan H a diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa Inflasi, Suku Bunga Kredit, dan Kurs Secara Bersama-Sama berpengaruh terhadap perkembangan investasi dalam negeri di Indonesia tahun 1994-2014.

C. Pembahasan

1. Pengaruh Inflasi terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia tahun 1994-2014 Hasil pengujian hipotesis pertama mengenai pengaruh Inflasi terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia tahun 1994-2014 menunjukan bahwa Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia. Kesimpulan tersebut didukung dengan hasil perhitungan stastistik yang menunjukan nilai sig. probabilitas sebesar 0,856 lebih besar dari 0,10. Oleh karena itu H diterima dan H a ditolak artinya tidak ada pengaruh secara signifikan antara Inflasi terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia tahun 1994-2014. Saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1998, tingkat inflasi meningkat tajam dan pernah mencapai angka 82,40 persen pada September 1998. Tingkat inflasi yang tinggi pada saat itu mencerminkan ketidakstabilan harga, hal ini tentu saja mengurangi daya beli masyarakat. Ketika inflasi terjadi, jumlah uang yang beredar akan meningkat. Hal tersebut akan berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar Rupiah. Untuk meredam tingginya tingkat inflasi pada masa itu, pemerintah melalui Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan meningkatkan suku bunga. Langkah yang dilakukan