Kecerdasan Emosional KAJIAN PUSTAKA

Kekhasan masyarakat Jawa juga dapat dilihat pada bidang pendidikan keluarga mereka. Dalam masyarakat Jawa, pendidikan di dalam keluarga tidak bermaksud untuk menghasilkan orang yang dapat berdiri sendiri melainkan menekankan orang yang sosial misalnya tolong menolong, gotong royong dan toleransi terhadap sesama Mulder,1973:48. Anak-anak dibuat hidup senyaman dan semudah mungkin. Dorongan untuk berprestasi dan hasrat untuk tahu tidak dihargai dan didorong. Mereka hanya diberi mainan yang sifatnya penuh dengan khayalan dan tidak membantu kecerdasan. Dasar anggapan ini adalah bahwa anak–anak itu pada dasarnya tidak membutuhkan apa–apa selama mereka diam dan manis, dan lingkungannya pun berusaha keras agar ia tetap diam dan manis. Ia dimajakan dalam kehangatan badan dan jarang diperlakukan dengan cara yang mengganggu. Anak dibuat senang oleh orang–orang, benda–benda, dan mainan, hampir tidak diberi semangat untuk menjelajahi dunia luar sendiri dan dengan spontan ditahan dengan memberi sedikit kebebasan bergerak. Karena itulah masyarakat Jawa tidak memiliki kemadirian untuk berdiri diatas kaki sendiri Mulder,1973:106- 108. Pada orang Jawa hampir tidak ada motivasi yang kuat untuk bekerja. Mereka bekerja sekedar untuk dapat hidup, mereka lebih suka mengosongkan hidup ini untuk menanti hidupnya di dunia akhirat Hariyono,1993:43. Masyarakat Jawa mempunyai citra malas, meskipun menurut penelitian para ahli yaitu Windstedt dan Thomson Alatas, 1988:97-102 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI anggapan itu tidak benar karena kemalasan merupakan suatu konsep yang relatif. Kemalasan dicirikan oleh suatu tanggapan yang mengelak suatu keadaan yang memerlukan suatu kerja keras atau usaha. Orang-orang yang memiliki pekerjaan sesuai dengan kemampuannya tidak dapat dikatakan malas. Ia dikatakan malas jika ia menolak semua jenis pekerjan. Tetapi citra malas itu sudah melekat kuat pada masyarakat Jawa, sehingga mempengaruhi penilaian orang terhadap masyarakat Jawa yang dikatakan kurang ulet dan kurang bersungguh-sungguh dalam melakukan suatu usaha atau kerja, dan akhirnya mereka disimpulkan malas. 2. Golongan Cina Masyarakat Cina di Indonesia sebenarnya juga bersifat majemuk dan tidak sama di tiap daerah. mayarakat Cina di Jawa secara garis besar dapat dibedakan antara Tionghoa totok dan peranakan. Orang Tionghoa totok dimaksudkan sebagai orang Tionghoa yang baru menetap di Indonesia selama satu atau dua generasi. Sedangkan Tionghoa peranakan dimaksudkan sebagai orang Tionghoa yang telah lama menetap di Indonesia, selama tiga generasi atau lebih Hariyono, 1993:33. Golongan etnis ini memang berbeda dengan masyarakat pribumi. Perbedaan yang tampak yang sering dilihat antara lain dari segi fisik. Golongan ini tampak lebih kuning dari masyarakat pribumi. Mereka juga berbeda dalam hal budaya, adat istiadat, dan kehidupan religius. Tetapi perbedaan yang paling sering dibicarakan adalah dalam bidang perkembangan ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada sekitar tahun 1980 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI orang Cina dengan populasi 2,15 juta jiwa mampu menguasai 75 perekonomian Indonesia Redding,1994:25. Dalam masyarakat Indonesia umumnya dan di Yogyakarta khususnya, golongan keturunan Cina dikenal sebagai pedagang dan wirausahawan yang berhasil. Etos kerja pada orang Tionghoa banyak dipengaruhi oleh ajaran Konfusius. Ajaran ini banyak memberikan perhatian pada lembaga keluarga, sehingga etos kerjapun dihubungkan dengan keluarga. Hidup dengan rajin, ulet, tanpa mengenal lelah, mencari kekayaan dan kesetiaan dalam keluarga , membuat orang Tionghoa mempunyai sifat suka bekerja keras untuk mencari kekayaan bagi kebahagiaan keluarga Hariyono,1993:37-39. Harrell David, 1995:52 menyajikan tiga penjelasan yang saling berhubungan tentang etos kerja orang Cina. Pertama, ia mengusulkan, orang Cina dibesarkan dengan nilai-nilai yang berbeda. Nilai positif tentang “kerja keras” secara kuat ditanamkan dalam diri anak-anak Cina pada usia dini. Kedua, orang Cina bekerja keras untuk mendapatkan ganjaran materi. Insentif untuk bekerja keras secara langsung berhubungan dengan martabat sosial dan jaminan masa depan. Ketiga, etos kerja orang Cina mampunyai orientasi kelompok. Individu bekerja tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi melainkan pertama-tama untuk peningkatan kesejahteraan keluarga dan kemudian untuk kebaikan bersama masyarakat. Martaniah memberikan gambaran mengenai sifat orang Cina menurut beberapa ahli 1984:69 yaitu: Crawford lihat Purcel,1952:479 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI orang-orang keturunan Cina ini suka bekerja, berani berspekulasi, penuh inisiatif, dan materialistic, Allers 1955 maupun Hunter 1977 menyatakan bahwa golongan keturunan Cina ini dikagumi akan keuletan maupun kerajinannya. Menurut Willmoth 1961 orang Cina di Jawa kalau dibandingkan dengan orang Jawa lebih kompetitif, mempunyai usaha yang besar dan sangat mengusahakan prestasi, dan mereka mempunyai tingkat aspirasi yang lebih tinggi. Selanjutnya dikatakan hal ini adalah akibat adanya perbedaan dalam pengasuhan anak, antara kedua kelompok tersebut. Orang tua keturunan Cina lebih banyak minta kepada anaknya untuk berusaha mencapai prestasi dan sukses. Sementara orang tua suku Jawa dalam mengasuh anaknya lebih longgar, mereka tidak menekankan permintaan-permintaan pada anaknya.

E. Permodalan

Orientasi pengertian modal pada awalnya adalah “physical-oriented”, dimana dapat dikemukakan pengertian modal secara klasik ialah sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memprodusir lebih lanjut. Dalam perkembangnnya pengertian modal mulai bersifat “non-physical-oriented”, dimana pengertian modal ditekankan pada nilai, daya beli, atau kekuasaan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang-barang modal. Berikut dijelaskan beberapa pengertian modal Riyanto, 1984:8-9 diantaranya: 1. Menurut Lutge Modal diartikan sebagai uang Geldkapital. 2. Menurut Schwidland Modal tidak hanya berupa uang Geldkapital namun juga dalam bentuk barang Sachkapital, misalnya mesin, barang-barang dagangan. 3. Menurut A.Amonn, J.von komorzynsky Modal dipandang sebagai kekuasaan menggunakan yang diharapkan atas barang-barang modal yang belum digunakan. 4. Menurut Meij Modal diartikan sebagai “kolektifitas dari barang-barang modal,” yang dimaksudkan dengan barang-barang modal ialah semua barang yang ada dalam rumah tangga perusahaan dalam fungsi produktifnya untuk mendapatkan pendapatan. 5. Menurut Polak Modal ialah sebagai kekuasaaan untuk menggunakan barang-barang modal. Yang dimaksud dengan barang-barang modal ialah barang-barang yang ada dalam perusahaan yang belum digunakan. 6. Menurut Bakker Modal ialah baik yang berupa barang-barang konkrit yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1995:588 modal didefinisikan sebagai: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI