Pengaruh etnis, permodalan, dan pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha : studi kasus pada pedagang bumbon/craken di Pasar Beringharjo Daerah Istimewa Yogyakarta.

(1)

(2)

ABSTRACT

INFLUENCES OF ETHNIC, BUSSINES CAPITAL, AND EDUCATION TOWARD THE RELATIONSHIP BETWEEN THE ENTREPRENEURSHIP

SPIRIT, THE EMOTIONAL INTELLIGENCE AND THE BUSINESS MANAGEMENT EFFECTIVENES

(A case study of Spice Retailers in Beringharjo Market, DIY) Veronica Iin Marlinasari

Sanata Dharma University 2007

This study aims to find out whether: 1) there are ethnic influences toward the relationship between entrepreneurship spirit and the business management effectivenes; 2) there are ethnic influences toward the relationship between emotional intelligence and the business management effectivenes; 3) there are influences of bussines capital toward the relationship between entrepreneurship spirit and the business management effectivenes; 4) there are bussines capital influences toward relationship between emotional intelligence and the business management effectivenes; 5) there are influences of education toward the relationship between entrepreneurship spirit and the business management effectivenes; 6) there are influences of education toward relationship between emotional intelligence and the business management effectivenes.

This study was conducted in Beringharjo Market in the City of Yogyakarta from January to February 2007. The research population for this study was 100 people. 78 of them ware taken for research samples. The Researcher took the samples by applying simple random sampling technique. Data gathering techniques used in this study were observation and questionnaire. Data analysis technique employed in this study was equation model which was developed by Chow.

The result of this study shows that: 1) there are negative ethnic influences toward the relationship between entrepreneurship spirit and the business management effectivenes (p = 0.000 < α = 0.050); 2) there are negative ethnic influences toward the relationship between emotional intelligence and the business management effectiveness (p = 0.000 < α = 0.050); 3) there are negative capital influences toward the relationship between entrepreneurship spirit and business management effectivenes (p = 0.001 < α = 0.050); 4) there are negative capital influences toward the relationship between emotional intelligence and the business management effectivenes (p = 0.000 < α = 0.050); 5) there are negative educational influences toward the relationship between entrepreneurship spirit and business management effectivenes (p = 0.001 < α = 0.050); 6) there are negative educational influences toward the relationship between emotional intelligence and business management effectivenes (p = 0.000 < α = 0.050).


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Do all the goods you can, All the best you can, In all

times you can, In all places you can, For all the creatures you

can.

- Anonim-

Laporan ini kupersembahkan untuk:

Bunda maria ……..

Kedua

orang

tuaku

yamg

tercinta

Oom Joko, Mbak Andri, AdhikkuDonni,

dan Keponakanku Chattra

serta my love Mas Drajad.


(8)

ABSTRAK

PENGARUH ETNIS, PERMODALAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN KECERDASAN

EMOSIONAL DENGAN KEEFEKTIFAN MENGELOLA USAHA Studi Kasus pada Pedagang Bumbon/Craken di Pasar Beringharjo

Daerah Istimewa Yogyakarta Veronica Iin Marlinasari Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2007

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha; (2) ada pengaruh ernis terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha; (3) ada pengaruh jumlah modal terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha; (4) ada pengaruh jumlah modal terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha; (5) ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha; (6) ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.

Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Beringharjo, Kodya Yogyakarta pada bulan Januari sampai Februari 2007. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 100 orang. Jumlah sampel adalah 78 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling.. Teknik pengumpulan data yang digunakan observasi dan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan model persamaan yang dikembangkan oleh Chow.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) ada pengaruh negatif etnis terhadap hubungan jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,000 < α =0,050); (2) ada pengaruh negatif etnis terhadap hubungan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,000 < α =0,050); (3) ada pengaruh negatif permodalan terhadap hubungan jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,001 < α =0,050); (4) ada pengaruh negatif permodalan terhadap hubungan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,000 < α =0,050); (5) ada pengaruh negatif pendidikan terhadap hubungan jiwa kewirausahan dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,001 < α =0,050); (6) ada pengaruh negatif pendidikan terhadap hubungan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,000 < α =0,050).


(9)

ABSTRACT

INFLUENCES OF ETHNIC, BUSSINES CAPITAL, AND EDUCATION TOWARD THE RELATIONSHIP BETWEEN THE ENTREPRENEURSHIP

SPIRIT, THE EMOTIONAL INTELLIGENCE AND THE BUSINESS MANAGEMENT EFFECTIVENES

(A case study of Spice Retailers in Beringharjo Market, DIY) Veronica Iin Marlinasari

Sanata Dharma University 2007

This study aims to find out whether: 1) there are ethnic influences toward the relationship between entrepreneurship spirit and the business management effectivenes; 2) there are ethnic influences toward the relationship between emotional intelligence and the business management effectivenes; 3) there are influences of bussines capital toward the relationship between entrepreneurship spirit and the business management effectivenes; 4) there are bussines capital influences toward relationship between emotional intelligence and the business management effectivenes; 5) there are influences of education toward the relationship between entrepreneurship spirit and the business management effectivenes; 6) there are influences of education toward relationship between emotional intelligence and the business management effectivenes.

This study was conducted in Beringharjo Market in the City of Yogyakarta from January to February 2007. The research population for this study was 100 people. 78 of them ware taken for research samples. The Researcher took the samples by applying simple random sampling technique. Data gathering techniques used in this study were observation and questionnaire. Data analysis technique employed in this study was equation model which was developed by Chow.

The result of this study shows that: 1) there are negative ethnic influences toward the relationship between entrepreneurship spirit and the business management effectivenes (p = 0.000 < α = 0.050); 2) there are negative ethnic influences toward the relationship between emotional intelligence and the business management effectiveness (p = 0.000 < α = 0.050); 3) there are negative capital influences toward the relationship between entrepreneurship spirit and business management effectivenes (p = 0.001 < α = 0.050); 4) there are negative capital influences toward the relationship between emotional intelligence and the business management effectivenes (p = 0.000 < α = 0.050); 5) there are negative educational influences toward the relationship between entrepreneurship spirit and business management effectivenes (p = 0.001 < α = 0.050); 6) there are negative educational influences toward the relationship between emotional intelligence and business management effectivenes (p = 0.000 < α = 0.050).


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH ETNIS, PERMODALAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP HUBUNGNA ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN, DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGANM KEEFEKTIFAN MENGELOLA USAHA” Studi Kasus Pada Pedagang Bumbon/Craken di Pasar Beringharjo Daerah Istimewa Yogyakarta. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan khususnya pendidikan akuntansi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengansegala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa hormatdan terima kasih kepada:

1. Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Falkutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

2. Y.Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma

3. L.Saptono, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma, dan selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, dukungan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.


(11)

4. S.Widanarto P., S.Pd., M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan koreksi dan masukan yang berharga pada penulisan skripsi ini.

5. Natalina Premastuti. B, S.Pd., selaku dosen penguji terimakasih atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk menjadikan penulisan skripsiku menjadi lebih baik.

6. Bapak dan Ibu, yang telah mendidik dan membesarkan aku.

7. Mbak Andri dan adikku Donni serta Oom Joko yang telah mendoakan dan memberiku semangat.

8. Keponakanku Chattra yang menbuatku tersenyum. 9. Mas Drajad terima kasih untuk semuanya.

10. Teman-temanku, Dewi bulan“gembul”, Wiwin “suciprut”, Goris “cuki”, Muntari “mumun”, Eri “kutil”. Kalian yang selalu membuat hari-hariku penuh dengan senyuman dan membantukku saat kesusahan.

11. Teman-teman team sukses; Yoyok, Harsoyo, Wisnu “kriwol”, Lusi, Dwi “dp”, Lamdos, Gregoria “dawet”, Eli, Rena, Indri, Epi ‘fannya”, Bowo (pacar bulan), terimakasih untuk dukungannya.

12. Teman-teman PAK B angkatan 2002, thanks for All semoga sukses selalu, GBU. 13. Pedagang bumbon di Pasar Beringharjo yang telah bersedia meluangkan waktu

untuk membantu mengisi kuesioner.

14. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan peminjaman buku, skripsi.


(12)

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan Masalah... 5

C. Perumusan Masalah... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7


(14)

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Efektivitas Mengelola Usaha ... 8

B. Jiwa Kewirausahaan ... 15

C. Kecerdasan Emosional ... 18

D. Etnis... 22

E. Permodalan ... 27

F. Pendidikan ... 29

G. Kerangka Berpikir ... 31

H. Perumusan Hipotesis ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 41

A. Jenis Penelitian... 41

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 41

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 42

E. Variabel Penelitian dan Pengukuran... 42

F. Pengujian Validitas dan Reliabilitas………… ... 47

G. Teknik Pengumpulan Data ... 53

H. Teknik Analisis Data ... 54

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 58

A. Sejarah Pasar Beringharjo... 58

B. Fasilitas dan Sarana Pendukung... 60

C. Gambaran Umun Pedagang Bumbon... 61


(15)

BAB V ANALISIS DATA DAB PEMBAHASAN ... 62

A. Deskripsi Data... 62

B. Analisis Data ... 68

1. Pengujian Prasyarat Analisis... 68

2. Pengujian Hipotesis... 70

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 79

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Keterbatasan... 97

C. Saran... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 101 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Klasifikasi Variabel Etnis ... 43

Tabel 3.2 Klasifikasi Variabel Permodalan ... 43

Tabel 3.3 Klasifikasi Variabel Pendidikan... 44

Tabel 3.4 Operasionaisasi Variabel Jiwa Kewirausahaan... 44

Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional... 45

Tabel 3.6 Opersionalisasi Variabel Pengelolaan Usaha... 47

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Pengelolaan Usaha ... 50

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Kecerdasan Emosional ... 51

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Jiwa Kewirausahaan... 52

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Reliabilitas ... 53

Tabel 5.1 Deskripsi Etnis ... 62

Tabel 5.2 Deskripsi Tingkat Permodalan... 63

Tabel 5.3 Deskripsi Tingkat Pendidikan... 63

Tabel 5.4 Deskripsi Variabel Jiwa Kewirausahaan... 65

Tabel 5.5 Deskripsi Variabel Kecerdasan Emosional... 66

Tabel 5.6 Deskripsi Variabel Keefektifan Mengelola Usaha... 67

Tabel 5.7 Hasil Pengujian Normalitas ... 68

Tabel 5.8 Hasil Pengujian Linearitas ... 69

Tabel 5.9 hasil Koefisien Regresi ... 79


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner ... 104

Lampiran 2 Data Validitas dan Reliabilitas... 114

Lampiran 3 Output Validitas dan Reliabilitas ... 117

Lampiran 4 Data Penelitian ... 121

Lampiran 5 Deskripsi Data... 135

Lampiran 6 Output Normalitas dan Linearitas ... 139

Lampiran 7 Pengujian Korelasi Tanpa Variabel Kontrol... 140

Lampiran 8 Pengujian Regresi ... 141

Lampiran 9 Daftar Tabel ... 147

Lampiran 10 Surat Izin Penelitian ... 150


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis yang dialami Indonesia beberapa tahun yang lalu masih menyisakan permasalahan pelik hingga sampai saat ini. Permasalahan tersebut adalah masalah pengangguran. Jumlah pencari pekerjaan dari waktu ke waktu semakin meningkat, sedangkan jumlah lapangan pekerjaan semakin menyempit. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, para penganggur membuka usaha kecil pada sektor informal. Ada beberapa macam usaha kecil yang mereka jalankan antara lain kerajinan (gerabah, pandai besi, topeng), pertanian (salak, padi, jagung, tebu), peternakan (sapi, ayam, kambing), berdagang di pasar (bumbu dapur, konveksi, buah-buahan), dan lain-lain. Bidang usaha kecil yang mereka rintis terbukti tangguh. Fakta menunjukkan bahwa krisis ekonomi, sosial, politik yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997 tidak membuat usaha mereka jatuh dan bahkan mereka dapat mengembangkan usaha yang mereka dirikan (Majalah Manajemen, 1999:14).

Keberhasilan mereka dalam membuka usaha kecil tentu berhubungan dengan keefektifan pengelolaannya. Keefektifan dalam mengelola usaha merupakan indikator kesuksesan individu/organisasi dalam menyusun dan mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar efektif, individu-individu harus memiliki semangat kerja, ketekunan,


(19)

2

keuletan, kegigihan, tegas dalam mengambil keputusan, memiliki rencana bisnis, dana, tidak menggantungkan hidup pada nasib, keinginan untuk mencapai hasil yang terbaik, memiliki etika moral merupakan dasar yang kuat dalam mengelola usaha.

Ada beberapa faktor yang diduga kuat berhubungan dengan keefektifan mengelola usaha, diantaranya jiwa kewirausahaan dan kecerdasan emosional. Jiwa kewirausahaan merupakan rasa percaya diri, berinisiatif, berorientasi hasil dan berwawasan ke depan, memiliki kepemimpinan, dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan (Suryana, 2003:2). Cara untuk mencapai sifat tersebut tentu saja membutuhkan kerja keras, disiplin, belajar, memanfaatkan waktu, dan memperbaiki sikap mental. Sedangkan kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengatur diri kita sendiri dan hubungan kita dengan orang lain secara efektif. Kecerdasan emosional seseorang bukanlah bawaan sejak lahir, melainkan jembatan antara apa yang diketahui dengan apa yang dilakukannya.

Seorang wirausaha yang memiliki jiwa kewirausahaan tinggi akan terdorong untuk melakukan kegiatan pengelolaan usaha secara efektif. Hal ini disebabkan pengelolaan usaha secara efektif membutuhkan sikap wirausaha yang kreatif, berorientasi ke depan, inovatif, dan rasa percaya diri yang tinggi. Semakin tinggi jiwa kewirausahaan seseorang diduga semakin efektif dalam mengelola usahanya. Selain jiwa kewirausahaan yang tinggi, keefektifan wirausaha mengelola usaha juga perlu didukung tingkat kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini disebabkan peluang mencapai keberhasilan sangat


(20)

tergantung pada kemajuan seseorang dilihat dari peluang bisnis, kepekaan, dan strategi bisnis. Dengan demikian semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional, diduga semakin efektif wirausaha dalam mengelola usahanya.

Derajat hubungan jiwa kewirausahaan, dan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha diduga dipengaruhi oleh etnis, permodalan, dan pendidikan. Etnis merupakan penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma, bahasa, agama, sejarah, geografis, dan hubungan kekerabatan (http://www.Lin.go.id). Dalam penelitian ini penggolongan etnis difokuskan pada etnis Jawa dan etnis Cina. Ada perbedaan karakteristik pada masing-masing etnis. Etnis Jawa memiliki citra malas dan kurang ulet dan kurang bersungguh-sungguh dalam melakukan suatu usaha atau kerja. Sedangkan etnis Cina cenderung suka bekerja keras, ulet, tekun, selain itu serius dalam bekerja. Seorang wirausaha yang suka bekerja keras, ulet, dan serius dalam bekerja jika dibarengi dengan sikap kreatif, percaya diri, berorientasi ke depan, maka akan mampu mengelola usahanya secara efektif. Selain jiwa kewirausahaan, kecerdasan emosional juga diperlukan dalam menjalankan usaha. Jika kecerdasan emosional tinggi maka seorang wirausaha akan berpeluang mencapai keberhasilan. Berdasarkan uraian di atas, penulis menduga bahwa ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan, dan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.

Permodalan merupakan uang atau barang yang dikeluarkan untuk membuka usaha. Modal dalam arti luas mencakup pengalaman, pendidikan,


(21)

4

pikiran, dan pengetahuan yang dimiliki juga penting dalam pengelolaan usaha. Semakin besar modal, semakin besar pula kemungkinan usaha yang dijalankan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada banyak wirausaha yang tidak dapat mengembangkan usahanya dengan baik karena alasan kekurangan modal. Modal memang bukanlah yang paling utama namun, seorang wirausaha harus memiliki sikap kreatif, berorientasi ke depan, dan juga rasa percaya diri agar dapat mengembangkan usahanya dengan baik. Bahkan agar berhasil, seseorang wirausaha juga harus memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi yakni dapat mengatur dirinya sendiri dan juga dalam berhubungan dengan orang lain. Keadaan tersebut akan memacu wirausaha melihat peluang bisnis yang ada. Dengan demikian diduga kuat, semakin besar jumlah modal semakin tinggi derajat hubungan jiwa kewirausahaan dan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan–kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Jika seseorang berpendidikan tinggi, maka yang bersangkutan diyakini memiliki wawasan yang luas. Wawasan seseorang akan mendukung sikap percaya diri seseorang, kreativitasnya, ketekunan dalam menjalankan usaha, keuletan, berorientasi ke depan, serta berani mengambil resiko dalam mengelola usahanya secara efektif. Tingkat pendidikan seseorang juga mendukung kemampuannya untuk memahami emosi orang lain dan mampu mengendalikan emosinya sendiri sehingga dapat meningkatkan keefektifan


(22)

dalam mengelola usaha. Dengan demikian diduga kuat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi derajat hubungan jiwa kewirausahaan dan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Etnis, Permodalan, dan Pendidikan Terhadap Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan, dan Kecerdasan Emosional Dengan Keefektifan Mengelola Usaha”. Studi Kasus Pada Pedagang Bumbu/Craken di Pasar Beringharjo.

B. Batasan Masalah

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keefektifan mengelola usaha antar lain etnis, business entity, kultur, permodalan, pendidikan. Namun dalam penelitian ini penulis memfokuskan apakah ada pengaruh positif etnis, permodalan, dan pendidikan yang mempengaruhi hubungan antara jiwa kewirausahaan, dan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.

C. Perumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha?

2. Apakah ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha?


(23)

6

3. Apakah ada pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha?

4. Apakah ada pengaruh permodalan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha?

5. Apakah ada pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha?

6. Apakah ada pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.

2. Untuk mengetahui pengaruh etnis terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.

3. Untuk mengetahui pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.

4. Untuk mengetahui pengaruh permodalan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.

5. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaandengan keefektifan mengelola usaha.

6. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.


(24)

E. Manfaat Penelitian

a. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dapat menjadi salah satu bahan acuan bagi pelaksanaan penelitian yang relevan di masa datang.

b. Bagi Wirausaha

Penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan sumbangan informasi dalam langkah untuk meningkatkan efaktivitas pengelolaan usaha.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Keefektifan Mengelola Usaha

1. Pengertian Keefektifan Mengelola Usaha

Mitsuyuki Masatsugu (1991) menjelaskan bagaimana cara menjalankan perusahaan antara lain dengan menjaga tujuan agar selalu terlihat jelas, memiliki gambaran transaksi keuangan, mengetahui titik impas, mengusahakan biaya semurah-murahnya, menghilangkan yang tidak diperlukan (membuang barang-barang yang tidak diperlukan) misal barang-barang bekas, efisiensi tinggi dan upah tinggi. Marbun (1986:49-122) menjelaskan bagaimana memanajemeni perusahaan kecil supaya sukses.

a. Analisis situasi dan diri yang tajam dan tepat

Dalam mengelola perusahaan haruslah dimulai dengan perencanaan yang matang, penuh perhitungan tentang segala kemungkinan yang dapat mensukseskan usaha dan hal-hal yang dapat mengagalkan kegiatan usaha. Untuk itu seorang pengusaha perlu melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan peluangnya. Pengkajian sebab-sebab kegagalan ini dimaksudkan sebagai cermin supaya pengusaha tahu persis siapa dirinya, mau ke mana, resiko-resiko apa yang perlu dihadapi dan bagaimana menghindarkan atau paling sedikit mengurangi resiko tersebut. Sebelum memulai usaha seorang calon


(26)

pengusaha harus memperhatikan beberapa hal seperti: peluang usaha, pengetahuan tentang usaha yang akan dijalankan, siapa pesaing dan calon pesaing, seberapa besar pangsa pasar, pemasok, penentuan lokasi usaha, dan kemungkinan mendapatkan tambahan modal.

b. Perencanaan dan Pengendalian Yang Mantap

Semua perusahaan, termasuk perusahaan kecil, harus memiliki perencanaan. Perencanaan adalah alat yang sangat ampuh untuk menentukan prioritas, mengukur kemampuan, mengukur keberhasilan, dan kegagalan. Jika mengelola perusahaan tanpa perencanaan bagaimana perusahaan dapat mengetahui mau kemana, bagaimana sampai di sana, apa yang harus dilakukan sehubungan dengan keterlambatan, rintangan dan kelemahan yang lainnya. Perencanaan adalah proses mulai dari mencari data, mengadakan analisis situasi dan analisis diri (SWOT) hingga penyusunan segala tindakan yang akan diambil dalam periode tertentu untuk mencapai tujuan serta bagaimana proses evaluasinya sampai selesai akhir masa perencanaan. Rencana adalah uraian yang berisi segala hal yang akan dikerjakan serta uraian langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran dalam periode tertentu. Dari kedua rumusan tersebut menjadi jelas bahwa perencanaan adalah proses untuk mencapai tujuan yang dibagi dalam berbagai sasaran dan dituangkan serta dijabarkan dalam rencana langkah-langkah bagaimana mencapai sasaran. Sesuatu rencana tidaklah lengkap apabila tidak disertai anggaran. Anggaran merupakan


(27)

10

rencana jangka pendek yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka biasanya rupiah. Dalam praktiknya rencana anggaran adalah salah satu alat kendali yang sangat berguna dan sangat membantu. Jenis anggaran ini disesuaikan dengan bidang kegiatan perusahaan. Tetapi yang jelas setiap perusahaan termasuk perusahaan kecil harus memiliki anggaran pendapatan, anggaran penjualan, anggaran biaya, pegawai, dan biaya umum. Semua anggaran ini harus dicatat dan dikendalikan dengan cermat dan penuh disiplin. Kemudian jika dalam praktik terjadi penyimpangan, seorang pengusahan dapat langsung melakukan tindakan koreksi atau perbaikan menuju keefektivitas dan efisiensi manajemen. Dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung perusahaan telah mengadakan pengendalian berencana terhadap semua kegiatan perusahaan.

c. Perusahaan Kecil dan Pemasaran

Semua perusahaan baik kecil maupun besar dari segala jenis usaha harus dapat mempraktikan manajemen pemasaran. Untuk dapat bertahan dan bertumbuh serta berkembang maka bagi perusahan kecil tidak ada jalan lain kecuali harus mengerti, meresapi, dan menjalankan dalam praktik aspek-aspek atau paling sedikit dasar-dasar manajemen pemasaran. Semakin besar ukuran suatu usaha, apabila mau bertahan dan bertumbuh, tidak ada jalan lain kecuali dengan mempraktikan manajemen yang benar. Dalam memasarkan barangnya seorang pengusaha kecil harus memperhatikan hal-hal berikut: mengetahui


(28)

jumlah calon pembeli dan jumlah pesaing, barang yang disukai dan yang tidak disukai, tempat usaha yang strategis, memberikan pelayanan yang simpatik (pembungkusan barang yang menarik, bahasa yang simpatik, dan strategi harga), melakukan promosi sederhana seperti penawaran langsung kepada konsumen yang datang, dekorasi dan penataan barang yang menarik, memberikan potongan khusus, dan memasang iklan di surat kabar atau membuat selebaran.

d. Perusahaan Kecil dan Keuangan

Semua perusahaan seharusnya mempunyai manajemen keuangan. Karena hanya dengan pembukuan yang rapih dan teratur serta berdisiplin, perusahaan dapat mengukur kegagalan dan keberhasilannya serta bagaimana prospeknya. Perusahaan kecil demi eksistensi dan masa depannya harus mengelola keuangannya secara ketat dan berdisiplin. Perusahaan minimal harus mempunyai rencana pemasukan dan pengeluaran. Adanya rencana keuangan yang sederhana ini memungkinkan perusahaan mengendalikan keuangannya dengan berencana demi mencapai hasil perusahaan yang maksimal. Perencanaan dan pengendalian keuangan sangat vital bagi eksistensi dan terlebih-lebih bagi masa depan perusahaan. Seorang pengusaha harus tahu dan mengerti serta mampu menerapkan pedoman-pedoman dasar dalam keuangan. Adapun pokok-pokok yang perlu dicatat seperti hasil penjualan, penerimaan tunai, jumlah pembelian, pembayaran tunai, utang dagang, catatan gaji, dan persediaan barang.


(29)

12

Semua catatan tersebut harus dikelola dengan penuh disiplin sehingga menjadi sumber informasi yang paling penting untuk mengambil kebijakan dan untuk mengetahui posisi perusahaan saat ini apakah laba, rugi atau impas, dan tindakan apa yang perlu segera dilakukan untuk mengatasinya.

e. Perusahaan Kecil, Organisasi dan Personalia

Pada dasarnya setiap organisasi bagaimanapun kecilnya harus menjalankan prinsip-prinsip organisasi. Perusahaan kecil pun juga satu organisasi. Perusahaan kecil, terutama mereka yang sudah mempunyai 1 atau 2 karyawan atau lebih, ada baiknya sejak semula telah mengenal prinsip-prinsip organisasi yaitu bersama-sama dengan orang lain lewat kerjasama yang efektif dan efisien demi mencapai tujuan. Dengan demikian ada pembagian kerja, ada pembagian wewenang dan tanggung jawab demi melancarkan usaha untuk mencapai hasil yang dikehendaki. Yang jelas orang dalam perusahaan tahu tugas dan tanggung jawabnya, siapa yang memberi perintah, kapan dilakukan dan bagaimana sistem evaluasinya. Dari segi personalia, hubungan kerja yang baik terjadi apabila antara majikan dan karyawan terdapat saling pengertian mau mencapai apa, kapan, caranya bagaimana, serta berapa imbalan yang mereka dapat. Ada baiknya pemilik perusahaan kecil menggariskan kebijakan personalia yang matap berupa:


(30)

1. Pedoman jam kerja per hari, per mingu, masa cuti, cuti sakit, dan lain-lain.

2. Adanya gaji minimum dan tunjangan yang minimal cukup untuk hidup wajar karyawan yang bersangkutan.

3. Memperhatikan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perburuhan.

4. Menetapkan cara seleksi dan persyaratan penerimaan karyawan. 5. Menetapkan syarat-syarat naik pangkat dan hukuman.

Keefektifan berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil, berhasil guna. Keefektifan berarti keberhasilan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995:250). Menurut Anthony (1992:14) dalam bukunya Sistem Pengendalian Manajemen keefektifan diartikan sebagai kemampuan suatu unit untuk mencapai suatu tujuan yang dinginkan. Arifin Sitio (http://www.smecda.com/deputi7/file8infokop/edisi%2024/ arifin) mengungkapkan definisi menurut Roulette dan Hodge. Roulette (1991:1) mendefinisikan keefektifan adalah dengan melakukan hal yang benar pada saat yang tepat untuk jangka waktu yang panjang, baik pada organisasi tersebut dan pelanggan. Hodge (1984:299) menguraikan bahwa keefektifan sebagai ukuran suksesnya organisasi didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk mencapai segala keperluannya. Hal ini berarti bahwa organisasi mampu menyusun dan mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai tujuan. Sementara menurut Peter Drucker menggunakan kata benar untuk merumuskan makna efisiensi dan


(31)

14

keefektifan. Efisiensi berarti melakukan sesuatu secara benar (do thing right), sedangkan keefektifan adalah melakukan sesuatu yang benar (do the right thing). Efisiensi ditekankan pada penghematan dalam penggunaan input untuk menghasilkan suatu output tertentu. Upaya ini diwujudkan melalui beberapa penerapan konsep dan teori manajemen yang tepat. Sedangkan keefektifan ditekankan pada tingkat pencapaian atas tujuan yang diwujudkan melalui penerapan leadership dan pemilihan strategi yang tepat (http://www.tazkiaonline.com/article.php?sid=416).

Jadi keefektifan mengelola usaha dikatakan baik jika suatu usaha berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh usaha itu sendiri. Sebaliknya keefektifan mengelola usaha dikatakan kurang baik jika suatu usaha tidak berhasil dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 2. Dimensi Mengelola Usaha

Siti Adiprigandari A Suprapto mengungkapkan (www.republika. com), seorang pengusaha harus memiliki dasar yang kuat agar dapat mengelola usahanya dengan baik. Dasar-dasar tersebut antara lain:

a. Semangat kerja. Mencintai apa yang harus dikerjakan sehingga membuatnya terus berkarya menghasilkan prestasi-prestasi baru tiada henti. Ketika menghadapi halangan atau kegagalan, tidak putus asa dan justru belajar dari kegagalan.

b. Seorang pengusaha harus memiliki impian. Impian merupakan wujud dari visi dan misi seseorang dalam berkarya. Dengan mimpi pikiran akan terfokus dan memudahkan mencapai apa yang diinginkan.

c. Tegas dalam mengambil keputusan. Menunda pekerjaan merupakan kerugian bagi pengusaha. Kecepatan dalam mengambil keputusan yang tepat merupakan kunci keberhasilan dan keputusan harus diterapkan secara konsisten agar hasil yang diharapkan akan segera terwujud.


(32)

d. Dedikasikan seluruh tenaga, waktu, dan pikiran untuk pekerjaan. Kadangkala seseorang harus bekerja sedikitnya 13 jam sehari dan tujuh hari seminggu agar impiannya segera terwujud.

e. Rinci. Pengusaha harus bisa memperhatikan hal yang detail dari proses produksi usahanya dan tidak bersikap masa bodoh. Dengan demikian, ia bisa mengetahui kendala yang dihadapi dan cara mengatasinya. Ia juga tidak mudah dibohongi bawahannya.

f. Tidak menggantungkan hidup pada nasib. Yang menentukan apa yang ingin Anda kerjakan dan hidup Anda tidak ditentukan oleh atasan melainkan diri sendiri adalah Anda sendiri.

g. Dana. Menjadi kaya bukan tujuan utama seorang wirausahawan. Uang hanya ukuran keberhasilan. Bila sukses uang akan datang dengan sendirinya.

h. Bagi-bagi. Kepemilikan usaha dibagikan kepada karyawan-karyawan karena tanpa mereka bisnis tidak akan berjalan. Karena itu, karyawan harus diperhatikan agar ada rasa memiliki terhadap perusahaan.

i. Memiliki etika moral. Pengusaha sukses selalu memiliki moralitas yang baik dalam menjalankan bisnisnya. Moralitas ini menjadi penting karena berfungsi sebagai kendali diri agar tidak terjebak kepada praktik bisnis yang menghalalkan segala cara.

j. Mampu belajar dan mendengarkan. Pengusaha harus terus belajar dan mendengarkan masukan dari orang lain, tidak tergantung pada bakat alam. Berbagi ajang diskusi seminar, sekolah, konferensi menjadi tempat baginya untuk terus mengasah pengetahuan di bidangnya. k. Rencana bisnis. Seorang pengusaha selalu memiliki rencana bisnis

yang akan dikembangkan. Penyusunan rencana bisnis ini penting sebagai arahan dalam mencapai tujuan perusahaan. Ketika menyusun rencana bisnis biasanya seseorang pengusaha melibatkan konsultan bisnis professional.

l. Hasil terbaik. Pengusaha sukses selalu ingin mencapai prestasi terbaiknya. Prestasi itu akan menjadi kepuasan tersendiri yang sulit diganti apapun.

B. Jiwa Kewirausahaan

1. Pengertian Jiwa Kewirausahaan

Jiwa kewirausahaan adalah rasa percaya diri (yakin, optimis, dan penuh komitmen), berinisiatif (energik dan percaya diri), memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan ke depan), memiliki kepemimpinan (berani tampil beda), dan berani mengambil resiko dengan


(33)

16

penuh perhitungan (karena itu suka akan tantangan) (Suryana, 2003:2). Jiwa kewirausahaan didefinisikan sebagai rasa tanggung jawab, kreativitas dan mampu mengambil keputusan (http://www.pikiran-rakyat.com). Sementara itu Eri Sudewo (Media Akuntansi, 1999:16-17) dalam ceramah lokakarya yang diadakan di kantor IAI mengatakan bahwa enterpreneurship mempunyai arti keberanian dalam mengambil resiko yang bersumber pada kemampuan sendiri untuk berkarya dan berusaha. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jiwa kewirausahaan merupakan rasa percaya diri dalam mengelola usaha, kreatif, ketekunan, keuletan, berorientasi ke depan dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan.

Untuk mencapai entrepreneur yang ideal, seseorang harus mau meningkatkan lagi kemampuan yang ada dalam dirinya. Di antara upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan enterpreneurship adalah dengan:

a. Kerja keras. Kerja keras adalah kunci untuk mencapai sesuatu agar mendapat hasil yang maksimal. Menjalani pekerjaan dengan tekun, tidak mudah menyerah tetapi selalu kreatif menemukan pemecahan masalah yang dihadapi, tidak takut bersaing untuk kemajuan agar dapat menciptakan kreasi-kreasi baru yang berguna bagi kemajuan diri.

b. Disiplin. Memenuhi komitmen yang telah dibuat, misalnya dengan selalu tepat waktu dalam segala hal, bertanggung jawab dalam setiap


(34)

masalah yang dihadapi, berusaha untuk selalu jujur dalam bertindak, dan berani bertangung jawab pada setiap tindakan yang telah dilakukan.

c. Belajar. Ilmu selalu berkembang, maka untuk mengimbanginya kita dituntut untuk belajar terus-menerus guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kita.

d. Memanfaatkan waktu. Dalam menggunakan waktu kita dituntut untuk seefisien mungkin, jangan membuang-buang waktu untuk pekerjaan yang tidak bermanfaat. Gunakan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat dan dapat meningkatkan kemampuan diri.

e. Memperbaiki sikap mental. Tumbuhkan sikap mental maju dan buang jauh-jauh sikap mental yang menghambat. Sikap mental maju yang dapat meningkatkan enterprenership adalah sigap, cekatan, tak menunda, tanggap, aktif, rajin, telaten, tekun, jujur dan bertangung jawab, disiplin, teliti, kerja baik, berjiwa besar, dan mempunyai sikap wira. Sementara sikap mental yang dapat menghambat adalah malas, enggan, menunda, diam, pasif, masa bodoh, apatis, tak peduli, culas dan curang, seenaknya, ceroboh, asal jadi, iri, dengki, dan sangat personal.

2. Dimensi Jiwa Kewirausahaan

Menurut Eri Sudewo (Media Akuntansi, 1999:16-17) untuk dapat menjadi seorang wirausaha yang berhasil maka seseorang harus memiliki sifat atau ciri-ciri sebagai berikut:


(35)

18

Percaya diri yang tinggi. Seorang enterpreneur mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dan tidak bergantung para orang lain serta memandang masalah dengan kaca mata optimisme.

Selalu berorientasi pada tugas dan hasil. Seorang enterpreneur selalu haus dengan prestasi dan dalam bekerja mengorientasikan seluruhnya kepada pencapaian laba yang sebesar-besarnya. Dia melaksanakan pekerjaannya dengan tekun dan jika mengahadapi kendala dia akan tabah, selalu menguatkan tekadnya untuk terus maju dari dalam dirinya terus dikobarkan dorongan yang kuat, dia selalu bersemangat dalam bekerja dan selalu penuh dengan pemikiran-pemikiran yang mengarah kepada kemajuan.

Tidak ragu dalam mengambil resiko. Seorang enterpreneur menyukai tantangan yang ada dihadapannya. Tantangan itu membuatnya semakin bersemangat untuk dapat menaklukkannya. Dia selalu berpikir sematang mungkin sebelum bertindak.

Jiwa kepemimpinan. Seorang enterpreneur dapat menjadi jembatan bagi terciptanya hubungan yang baik dalam lembaga maupun lingkungan tempat tinggalnya. Dia tidak kaku atau mau menang sendiri tapi mau bermusyawarah dalam memutuskan suatu masalah, mempunyai jiwa yang arief bijaksana, mau mendengarkan keluhan orang lain, bisa menerima kritik orang lain yang sifatnya membangun dirinya kearah yang lebih baik, dan mampu memotivasi orang lain untuk bersama-sama mencapai tujuan.

Berpikir orisinil. Seorang entrepreneur mempunyai pemikiran yang inovatif, kreatif, banyak ilham dalam menyelesaikan pekerjaannya untuk hasil yang lebih baik. Suka bereksperimen mencari yang baru untuk mendapatkan produk yang lebih kompetitip dan dengan mudah diterima ditengah masyarakat.

Visi yang jelas. Seorang entrepreneur dalam setiap tindakan yang dibuatnya selalu berorientasi masa depan.

C. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Josh Hammond menyatakan bahwa emosi adalah sesuatu yang mempunyai makna penting bagi perusahaan. Menurutnya, emosi adalah pengorganisasian yang hebat dalam bidang pikiran dan perbuatan. Meskipun demikian emosi tidak dapat dipisahkan dari penalaran dan rasionalitas.


(36)

Dalam bahasa Latin emosi dikatakan sebagai motus anima, yang artinya “jiwa yang menggerakkan kita” (http://www.purdiecandra. com/jm/content/view/94/46). Lebih lanjut dalam kamus bahasa inggris Oxford mendefinisikan emosi sebagai suatu kegiatan atau pergolakan pikiran, suatu keadaan biologis dan psokologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Bentuk emosi yang muncul kerap dirasakan atas sikap yang ditampilkan atas dasar suasana perasaan saat itu. Beberapa contoh emosi yang sering kita rasakan menurut Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul Kecerdasan Emosional, terbagi menjadi: amarah, seperti mengamuk, bengis, benci, jengkel, kesal hati, rasa terganggu, seperti rasa pahit, tersinggung, merasa hebat. Kesedihan, seperti pedih, sedih, putus asa, kalau depresi berat. Rasa takut, seperti cemas, takut, gugup, khawatir, waspada, tidak senang, was was, fobia,dan panik. Kenikmatan, seperti bahagia, gembira, riangan, puas, terhibur, bangga, takjub, senang sekali. Cinta, seperti penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasih. Terkejut, seperti terpana, jengkel, hina, jijik, mual, benci, tidak suka, mau muntah. Malu seperti rasa salah, malu hati, kesal hati hina, aib, hancur lebur (http://www.binuscareer.com/Article.aspx?id=hLO3fqu87k631%2FWL86 qSqg%3D%3D).

Menurut Goleman (2003:14) kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengatur diri kita sendiri dan hubungan kita dengan orang lain secara efektif yang terdiri dari empat kemampuan mendasar:


(37)

20

kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial dan kemampuan sosial. Kecerdasan emosional menurut Cooper (1998:XV) adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Sedangkan John Mayer, psikolog dari University of New Hampshire dalam Harmoko (http://www.binuscareer.com/Article.aspx?id= hLO3fqu87k631%2FWL86qSqg%3D%3D) mendefinisikan kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi sendiri.

Goleman mengungkapkan perbedaan antara kecerdasan emosional dengan kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan intelektual sesungguhnya merupakan keturunan seseorang yang tidak dapat dirubah, karena pembawaan sejak lahir. Sedangkan kecerdasan emosional tidak demikian. Kecerdasan emosional dapat dipelajari, dilatih, dan bisa dikembangkan. Tetapi perlu diingat bahwa semuanya itu merupakan proses yang memerlukan waktu, ketekunan, semangat tinggi dan keberanian untuk mencoba. Kecerdasan emosional merupakan jembatan antara apa yang kita ketahui, dengan apa yang kita lakukan. Dengan semakin tinggi kecerdasan emosional, kita akan semakin terampil melakukan apapun yang kita ketahui benar.

Entrepreneur yang memiliki kecerdaan emosional yang optimal, akan lebih berpeluang mencapai puncak keberhasilannya. Mereka akan tetap menganggap bahwa krisis itu adalah sebuah peluang, peka akan


(38)

adanya peluang dalam situasi apapun dan mampu mengatasi berbagai konflik. Orang-orang yang benar-benar mengoptimalakan EQ, akan lebih jeli dalam melihat sebuah peluang. Ia lebih cekatan dalam bertindak dan lebih punya inisiatif. Atau ia akan lebih siap dalam melakukan negosiasi bisnis. Lebih mampu melakukan langkah strategis bisnisnya, memiliki kepekaan, daya cipta, dan komitmen yang tinggi. (http://www. purdiecandra.com/jm/content/ view/93/46).

Unsur-unsur yang berkaitan dengan kecerdasan emosional menurut Goleman (1999:274) meliputi:

a. Keyakinan

Perasaan kendali dan penguasaan seseorang terhadap tubuh, perilaku, dan dunia.

b. Rasa Ingin Tahu

Perasaan bahwa menyelidiki segala sesuatu itu bersifat positif dan menimbulkan kesenangan.

c. Niat

Hasrat dan kemampuan untuk berhasil dan untuk bertindak berdasarkan niat itu dengan tekun, Ini berkaitan dengan perasaan terampil, perasaan efektif.

d. Kendali Diri

Kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia, suatu rasa, kendali batiniah.

e. Keterkaitan

Kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang lain berdasarkan pada perasaan saling memahami.

f. Kecakapan Berkomunikasi

Keyakinan dan kemampuan verbal untuk bertukar gagasan, perasaan, dan konsep dengan orang lain.

g. Koperatif

Kemampuan menyeimbangkan kebutuhan sendiri dengan kebutuhan orang lain.

2. Dimensi Kecerdasan Emosional

Siprianus Koda dalam “Membedah Dinamika Emosi Sebagai Struktur Logis-Ilmiah” (Seri Buku Vox, 2000:90) menyatakan bahwa


(39)

22

kecerdasan emosional adalah kesanggupan manusia dalam menjangkaui lima “kawasan” yang paling menentukan keberhasilan hidup seorang individu.

Pertama, mengenal emosi diri. Pemahaman terhadap perasaan yang sedang berlangsung adalah dasar kecerdasan emosional. Dengan kontinuitas proses pemahaman terhadap gejolak perasaan, individu dimungkinkan untuk menjangkaui wawasan psikologi dan pemhaman diri, sekaligus pembebasan individu dari belenggu perasaan. Proses ini akan bermuara pada tercetusnya keputusan–keputusan yang efektif.

Kedua, mengelola emosi. Kesadaran diri merupakan dimensi penentu bagi penanganan perasaan agar dapat menjelma secara memadai. Pada individu yang gagal mengelola emosinya, akan terjadi pertarungan yang tak berkesudahan melawan emosinya sendiri.

Ketiga, memotivasi diri sendiri. Penataan emosi yang memadai merupakan sarana untuk memotivasi diri dan menguasai diri, serta untuk bereaksi secara wajar. Kemampuan demikian memperbesar peluang produktivitas dan efektivitas kerja dalam pelbagai bidang.

Keempat, mengenali emosi orang lain. Kesadaran emosional yang merupakan landasan sikap empati, mengandung kemampuan menangkap pesan–pesan sosial yang tersembunyi, yang menginformasikan kebutuhan dan kehendak orang lain.

Kelima, membina hubungan. Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Berbekal kemampuan ini, seseorang akan terbantu dalam meraih popularitas, sukses dalam memimpin dan relasi antar pribadi.

D. Etnis

Etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma, bahasa, agama, sejarah, grografis, dan hubungan kekerabatan (http://www.lin.go.id). Dalam hal ini penulis hanya membatasi pengelolaan usaha pada etnis Cina dan etnis Jawa. Berikut ini gambaran umum mengenai etnis Jawa dan etnis Cina.


(40)

1. Golongan etnis Jawa

Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat asli Indonesia yang kini hidupnya sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Secara umum masyarakat Jawa dibagi menjadi tiga golongan kelas sosial yaitu: (1) golongan orang biasa dan pekerja kasar atau buruh, (2) golongan pedagang atau saudagar, (3) golongan pegawai negri, pencatatatan sipil dan priyayi (Koentjaraningrat,1985:231). Selanjutnya Koentjaraningrat dalam Martaniah (1984:54-57) menyebutkan mentalitas “priyayi” adalah sebagai berikut; (1) mereka menganggap hakekat karya adalah kekuasaan, kedudukan, dan lambang-lambang lahiriah dari kemakmuran; (2) persepsi waktu mereka lebih ditentukan oleh masa lampau; (3) mereka sangat menggantungkan diri pada nasib; (4) mereka sangat berorientasi ke arah atasan, sehingga mematikan hasrat untuk berdiri sendiri, dan disiplin pribadi. Adapun mentalitas petani adalah: (1) tidak bisa bersepekulasi tentang hakekat hidup, karya, dan hasil karya manusia; (2) persepsi waktu mereka terbatas, dan sebagian keputusan-keputusan penting dan arah orientasi hidupnya ditentukan oleh keadaan masa kini; (3) menganggap bahwa nasib sangat menentukan, dan bahwa orang harus hidup selaras dengan alam; (4) petani menilai tingi konsep sama-rasa-sama-rata; mereka beranggapan bahwa pada hakekatnya manusia itu tidak berdiri sendiri, maka dari situ akan saling membantu. Menurut De Jong (Martaniah, 1984:56) orang Jawa untuk mencapai sesuatu tidak berusaha dengan keras, tetapi dengan “tapabrata,” jadi usaha yang dilakukan bersifat pasif.


(41)

24

Kekhasan masyarakat Jawa juga dapat dilihat pada bidang pendidikan keluarga mereka. Dalam masyarakat Jawa, pendidikan di dalam keluarga tidak bermaksud untuk menghasilkan orang yang dapat berdiri sendiri melainkan menekankan orang yang sosial misalnya tolong menolong, gotong royong dan toleransi terhadap sesama (Mulder,1973:48). Anak-anak dibuat hidup senyaman dan semudah mungkin. Dorongan untuk berprestasi dan hasrat untuk tahu tidak dihargai dan didorong. Mereka hanya diberi mainan yang sifatnya penuh dengan khayalan dan tidak membantu kecerdasan. Dasar anggapan ini adalah bahwa anak–anak itu pada dasarnya tidak membutuhkan apa–apa selama mereka diam dan manis, dan lingkungannya pun berusaha keras agar ia tetap diam dan manis. Ia dimajakan dalam kehangatan badan dan jarang diperlakukan dengan cara yang mengganggu. Anak dibuat senang oleh orang–orang, benda–benda, dan mainan, hampir tidak diberi semangat untuk menjelajahi dunia luar sendiri dan dengan spontan ditahan dengan memberi sedikit kebebasan bergerak. Karena itulah masyarakat Jawa tidak memiliki kemadirian untuk berdiri diatas kaki sendiri (Mulder,1973:106-108). Pada orang Jawa hampir tidak ada motivasi yang kuat untuk bekerja. Mereka bekerja sekedar untuk dapat hidup, mereka lebih suka mengosongkan hidup ini untuk menanti hidupnya di dunia akhirat (Hariyono,1993:43).

Masyarakat Jawa mempunyai citra malas, meskipun menurut penelitian para ahli yaitu Windstedt dan Thomson (Alatas, 1988:97-102)


(42)

anggapan itu tidak benar karena kemalasan merupakan suatu konsep yang relatif. Kemalasan dicirikan oleh suatu tanggapan yang mengelak suatu keadaan yang memerlukan suatu kerja keras atau usaha. Orang-orang yang memiliki pekerjaan sesuai dengan kemampuannya tidak dapat dikatakan malas. Ia dikatakan malas jika ia menolak semua jenis pekerjan. Tetapi citra malas itu sudah melekat kuat pada masyarakat Jawa, sehingga mempengaruhi penilaian orang terhadap masyarakat Jawa yang dikatakan kurang ulet dan kurang bersungguh-sungguh dalam melakukan suatu usaha atau kerja, dan akhirnya mereka disimpulkan malas.

2. Golongan Cina

Masyarakat Cina di Indonesia sebenarnya juga bersifat majemuk dan tidak sama di tiap daerah. mayarakat Cina di Jawa secara garis besar dapat dibedakan antara Tionghoa totok dan peranakan. Orang Tionghoa totok dimaksudkan sebagai orang Tionghoa yang baru menetap di Indonesia selama satu atau dua generasi. Sedangkan Tionghoa peranakan dimaksudkan sebagai orang Tionghoa yang telah lama menetap di Indonesia, selama tiga generasi atau lebih (Hariyono, 1993:33).

Golongan etnis ini memang berbeda dengan masyarakat pribumi. Perbedaan yang tampak yang sering dilihat antara lain dari segi fisik. Golongan ini tampak lebih kuning dari masyarakat pribumi. Mereka juga berbeda dalam hal budaya, adat istiadat, dan kehidupan religius. Tetapi perbedaan yang paling sering dibicarakan adalah dalam bidang perkembangan ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada sekitar tahun 1980


(43)

26

orang Cina dengan populasi 2,15 juta jiwa mampu menguasai 75% perekonomian Indonesia (Redding,1994:25). Dalam masyarakat Indonesia umumnya dan di Yogyakarta khususnya, golongan keturunan Cina dikenal sebagai pedagang dan wirausahawan yang berhasil.

Etos kerja pada orang Tionghoa banyak dipengaruhi oleh ajaran Konfusius. Ajaran ini banyak memberikan perhatian pada lembaga keluarga, sehingga etos kerjapun dihubungkan dengan keluarga. Hidup dengan rajin, ulet, tanpa mengenal lelah, mencari kekayaan dan kesetiaan dalam keluarga , membuat orang Tionghoa mempunyai sifat suka bekerja keras untuk mencari kekayaan bagi kebahagiaan keluarga (Hariyono,1993:37-39). Harrell (David, 1995:52) menyajikan tiga penjelasan yang saling berhubungan tentang etos kerja orang Cina. Pertama, ia mengusulkan, orang Cina dibesarkan dengan nilai-nilai yang berbeda. Nilai positif tentang “kerja keras” secara kuat ditanamkan dalam diri anak-anak Cina pada usia dini. Kedua, orang Cina bekerja keras untuk mendapatkan ganjaran materi. Insentif untuk bekerja keras secara langsung berhubungan dengan martabat sosial dan jaminan masa depan. Ketiga, etos kerja orang Cina mampunyai orientasi kelompok. Individu bekerja tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi melainkan pertama-tama untuk peningkatan kesejahteraan keluarga dan kemudian untuk kebaikan bersama masyarakat.

Martaniah memberikan gambaran mengenai sifat orang Cina menurut beberapa ahli (1984:69) yaitu: Crawford (lihat Purcel,1952:479)


(44)

orang-orang keturunan Cina ini suka bekerja, berani berspekulasi, penuh inisiatif, dan materialistic, Allers (1955) maupun Hunter (1977) menyatakan bahwa golongan keturunan Cina ini dikagumi akan keuletan maupun kerajinannya. Menurut Willmoth (1961) orang Cina di Jawa kalau dibandingkan dengan orang Jawa lebih kompetitif, mempunyai usaha yang besar dan sangat mengusahakan prestasi, dan mereka mempunyai tingkat aspirasi yang lebih tinggi. Selanjutnya dikatakan hal ini adalah akibat adanya perbedaan dalam pengasuhan anak, antara kedua kelompok tersebut. Orang tua keturunan Cina lebih banyak minta kepada anaknya untuk berusaha mencapai prestasi dan sukses. Sementara orang tua suku Jawa dalam mengasuh anaknya lebih longgar, mereka tidak menekankan permintaan-permintaan pada anaknya.

E. Permodalan

Orientasi pengertian modal pada awalnya adalah “physical-oriented”, dimana dapat dikemukakan pengertian modal secara klasik ialah sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memprodusir lebih lanjut. Dalam perkembangnnya pengertian modal mulai bersifat “non-physical-oriented”, dimana pengertian modal ditekankan pada nilai, daya beli, atau kekuasaan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang-barang modal. Berikut dijelaskan beberapa pengertian modal (Riyanto, 1984:8-9) diantaranya:


(45)

28

1. Menurut Lutge

Modal diartikan sebagai uang (Geldkapital).

2. Menurut Schwidland Modal tidak hanya berupa uang (Geldkapital) namun juga dalam bentuk

barang (Sachkapital), misalnya mesin, barang-barang dagangan. 3. Menurut A.Amonn, J.von komorzynsky

Modal dipandang sebagai kekuasaan menggunakan yang diharapkan atas barang-barang modal yang belum digunakan.

4. Menurut Meij

Modal diartikan sebagai “kolektifitas dari barang-barang modal,” yang dimaksudkan dengan barang-barang modal ialah semua barang yang ada dalam rumah tangga perusahaan dalam fungsi produktifnya untuk mendapatkan pendapatan.

5. Menurut Polak

Modal ialah sebagai kekuasaaan untuk menggunakan barang-barang modal. Yang dimaksud dengan barang-barang modal ialah barang-barang yang ada dalam perusahaan yang belum digunakan.

6. Menurut Bakker

Modal ialah baik yang berupa barang-barang konkrit yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:588) modal didefinisikan sebagai:


(46)

1. Uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta benda (uang, barang, dsb) yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan.

2. Barang yang dipergunakan sebagai dasar atau bekal untuk bekerja.

Sementara menurut kamus istilah ekonomi (1984:111) definisi modal adalah bebagai berikut:

1. Sumber-sumber yang dimiliki untuk dimanfaatkan pada masa yang akan datang.

2. Jumlah yang diinvestasikan ke dalam perusahaan oleh pemiliknya.

3. Kekayaan yang berbentuk harta benda/barang-barang berharga yang dapat dipakai dalam produksi, misalnya: modal berupa uang, mesin,dan tanah.

Umumnya istilah modal selalu diasosiasikan atau dikaitkan dengan uang sehingga tidak ada uang berarti tidak ada modal. Dari segi pandangan mental wirausaha, pengertian modal bukan hanya uang. Pengertian modal seharusnya dikaitkan dengan usaha atau upaya. Modal adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha. Dengan demikian, modal dapat berupa benda fisik ataupun bukan. Pikiran, kesempatan, waktu, pendidikan, dan pengalaman adalah benda abstrak yang sesungguhnya merupakan modal yang tidak ternilai pentingnya dan sangat menentukan keberhasilan dalam usaha (Wijandi,1988:66). Modal dalam hal ini hanya dibatasi pada besarnya uang dan barang yang digunakan untuk memulai usaha.


(47)

30

F. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Zahara Idris (1984:9) mengemukan beberapa definisi pendidikan menurut beberapa ahli :

a. John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan–kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.

b. Langeveld mengatakan bahwa mendidik ialah mempengaruhi anak dalam usaha membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. Pendidikan hanya terdapat dalam pergaulan yang disengaja antara orang dewasa dengan anak.

c. Hoogveld mengatakan bahwa mendidik ialah membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya atas tangggung jawabnya sendiri.

d. S.A. Branata, dkk mengatakan bahwa pendidikan ialah usaha yang disengaja diadakan, baik langsunng maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaannya.

e. Rossceau mengatakan bahwa pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak–anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.


(48)

f. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa mendidik ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak–anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi – tingginya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pengertian pendidikan menurut John Dewey yang mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan–kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.

2. Klasifikasi Pendidikan

Philip H. Coombs dalam Vembriarto (1984:22-23) seorang ahli perencanaan pendidikan mengklasifikasikan bentuk-bentuk pendidikan menjadi tiga yaitu: pertama, pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seseorang lahir sampai mati, di dalam keluarga, dalam pekerjaan, atau dalam pergaulan sehari-hari. Kedua pendidikan formal yang kita kenal dengan pendidikan sekolah: yang teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Ketiga pendidikan non-formal ialah pendidikan yang teratur, dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan–peraturan yang ketat.

Jenjang pendidikan formal di Indonesia dimulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat, Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat, Perguruan Tinggi terdiri dari Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi,


(49)

32

Politeknik (Wens Tanlain, 2003:46). SD dan SMP merupakan pendidikan Dasar karena ada Peraturan Pemerintah mengenai wajib belajar sembilan tahun. Pendidikan menengah yaitu SMA dan sederajat, sementara pendidikan tinggi dimulai dari Perguruan Tinggi dan sederajat.

G. KERANGKA BERPIKIR

1. Pengaruh Etnis Terhadap Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan, dengan Keefektifan Mengelola Usaha

Perbedaan budaya, adat istiadat, dan religiusitas antara etnis Jawa dan Cina membuat perbedaan pula dalam sifat dan karakteristik masing-masing etnis. Salah satu perbedaan etnis Jawa dan Cina adalah dalam hal mendidik anak. Perbedaan pola mendidik anak antara kedua etnis tersebut, menyebabkan perbedaan pula pada perkembangan pribadi seseorang. Tidak dapat dipungkiri keluarga berperan besar dalam pembentukan pribadi seseorang.

Anak etnis Jawa sedari kecil tidak dibiasakan hidup mandiri. Orang Jawa mempunyai konsep bahwa manusia di dunia ini pada hakekatnya tidak berdiri sendiri, bahwa ia akan selalu akan mendapat bantuan dari sesamanya (Martaniah, 1984:54). Dampak dari konsep ini adalah bahwa orang harus berusaha untuk seragam dengan yang lain. Selain itu dalam banyak hal orang Jawa menggantungkan dirinya pada nasib, untuk mencapai sesuatu orang Jawa tidak berusaha dengan keras tetapi dengan “tapabrata,” jadi usaha yang dilakukan bersifat pasif (Martaniah, 1984:56).


(50)

Selain itu etnis Jawa selama ini memiliki citra malas dan tidak memiliki motivasi kerja yang kuat untuk bekerja. Sementara anak etnis Cina dituntut orang tuanya untuk berprestasi dan sukses. Sejak kecil dalam diri anak-anak Cina sudah ditanamkan nilai positif tentang kerja keras (David, 1995:52). Akibat pola pendidikan semacam ini orang Cina terbentuk menjadi pribadi yang suka bekerja, berani bersepekulasi, dan penuh inisiatif. Selain itu orang Cina terkenal dengan keuletan, ketekunan, dan keseriusannya dalam bekerja.

Untuk dapat mengelola usahanya dengan efektif seorang wirausahawan membutuhkan sikap kreatif, berorientasi ke depan, inovatif, dan percaya diri. Jiwa kewirausahaan tersebut pada dasarnya dapat dilatih dan ditingkatkan dengan cara kerja keras, disiplin, belajar, memanfaatkan waktu, dan memperbaiki sikap mental. Sikap mental yang dapat menunjang pembentukan jiwa kewirausahaan adalah sigap, cekatan, tidak menunda, tanggap, aktif, rajin, telaten, tekun, jujur dan bertangung jawab, disiplin, teliti, kerja baik, berjiwa besar, mempunyai sikap wira. Sementara sikap mental yang menghambat perkembangan jiwa kewirausahaan adalah malas, enggan, menunda, diam, pasif, masa bodoh, apatis, tidak peduli, culas dan curang, seenaknya, ceroboh, asal jadi, iri, dengki, sangat personal (Media Akuntansi, 1996:16). Sikap mental seseorang terbentuk dari pola pendidikan sedari kecil. Dari penjelasan tersebut, penulis menduga pola pendidikan orang Cina lebih memungkinkan tumbuhnya


(51)

34

jiwa kewirausahaan pada diri anak tersebut dibandingkan dengan pola pendidikan pada etnis Jawa.

2. Pengaruh Etnis Terhadap Hubungan Antara Kecerdasan Emosional, dengan Keefektifan Mengelola Usaha

Dalam manjalankan usahanya seorang wirausahawan yang berhasil tidak hanya didukung oleh jiwa kewirausahaan tetapi juga kecerdasan emosional. Enterpreneur yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi, akan berpeluang mencapai puncak keberhasilannya. Goleman mengungkapkan ada perbedaan antara kecerdasan emosional dengan kecedasan intelektual (IQ). Kecerdasan intelektual itu sesungguhnya merupakan keturunan seseorang yang tidak dapat dirubah, karena pembawaan sejak lahir. Sedangkan kecerdasan emosional tidak demikian. Kecerdasan emosional bisa dipelajari, dilatih, dan dikembangkan (http://www.purdiecandra.com/jm/content/view/93/46). Perkembangan kecerdasan emosional sendiri dapat dimulai sedari kecil dalam lingkungan keluarga. Dalam lingkungan inilah seseorang untuk pertama kalinya memulai interaksinya dengan orang lain. Pola pendidikan dalam keluarga sangat menentukan pembentukan kecerdasan emosional seseorang. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada lingkungan lain yang dapat berpengaruh seperti lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Kecerdasan emosional diartikan sebagai kemapuan untuk mengatur diri kita sendiri dan hubungan kita dengan orang lain secara efektif yang terdiri dari empat kemampuan mendasar: kesadaran diri, manajemen diri,


(52)

kesadaran sosial, dan kemampuan sosial. Seperti telah diuraikan di atas, pola pendidikan pada etnis Cina menuntut seorang anak untuk mandiri, berprestasi dan sukses. Untuk dapat mencapai semua itu diperlukan kerja keras dan pengorbanan. Kerja keras dan pengorbanan yang dilakukan dapat memberikan pelajaran berharga bagi seseorang termasuk dalam hal perkembangan kecerdasan emosionalnya. Kerja keras dan pengorbanan menuntut seseorang untuk dapat mengatur keinginan diri sendiri, bagaimana mengelola keinginan diri sendiri agar tidak bersinggungan dengan keinginan orang lain dan mampu memotivasi diri sendiri. Sedangkan orang tua etnis Jawa dalam mengasuh anaknya lebih longgar, mereka tidak menekankan permintaan-permintaan pada anaknya (Martaniah, 1984:69-70). Dampak dari pola pendidikan semacam itu anak pada etnis Jawa kurang dapat bekerja keras. Dari penjelasan tersebut, penulis menduga pola pendidikan orang Cina lebih memungkinkan tumbuhnya kecerdasan emosional pada diri anak tersebut dibandingkan pada etnis Jawa.

3. Pengaruh Permodalan Terhadap Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keefektifan Mengelola Usaha

Pengertian modal bukan hanya uang atau barang. Namun pikiran, kesempatan, waktu, pendidikan, dan pengalaman adalah benda abstrak yang sesungguhnya merupakan modal yang tidak ternilai pentingnya dan sangat menentukan keberhasilan dalam usaha (Wijandi, 1988:66). Dalam hal ini modal diartikan sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk


(53)

36

menjalankan usaha. Modal dapat berupa uang atau barang. Semakin besar modal yang ada, semakin besar pula kemungkinan ukuran usaha yang dijalankan. Dalam kenyataannya, saat ini masih dapat kita dengar ada pengusaha yang tidak dapat mengembangkan usahanya dengan baik dengan alasan kekurangan modal.

Seorang wirausaha yang memiliki jiwa kewirausahaan diduga dapat mengelola usaha secara efektif. Hal ini dikarenakan adanya rasa percaya diri dalam diri wirausahawan tersebut yang meliputi berbagai kemampuan dalam usaha pengembangan diri dan perusahaan dapat menciptakan sebuah inovasi baru, memiliki keberanian untuk menghadapi resiko, memiliki kemampuan manajerial, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang dapat secara tegas mengarahkan segala daya upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya. Dari penjelasan tersebut penulis menduga, bahwa semakin besar modal yang dimiliki akan semakin memperkuat derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektivitas mengelola usaha. Begitu sebaliknya semakin kecil modal yang dimiliki maka akan memperlemah derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.

4. Pengaruh Permodalan Terhadap Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Keefektifan Mengelola Usaha

Seorang entrepreneur yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, akan lebih berpeluang mencapai puncak keberhasilannya. Ia akan lebih jeli dalam melihat sebuah peluang, lebih cekatan dalam bertindak


(54)

dan lebih punya inisiatif. Ia juga akan lebih siap dalam melakukan negosiasi bisnis dan lebih mampu melakukan langkah strategis bisnisnya, memiliki kepekaan, daya cipta, dan komitmen yang tinggi (http://www. purdiecandra.com/jm/content/view/93/46). Kecerdasan emosional yang tinggi menunjang keberhasilan seorang pengusaha dalam menjalankan usahanya. Pengusaha yang memiliki kecerdasan emosional tinggi akan mampu mengelola modal yang dimilikinya dengan baik. Dengan demikian, penulis menduga bahwa modal yang besar akan memperkuat derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektivitas mengelola usaha. Sebaliknya apabila modal yang dimiliki semakin kecil diduga akan memperlemah derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektivitas mengelola usaha.

5. Pengaruh Pendidikan Terhadap Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keefektifan Mengelola Usaha

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan–kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia (Zahara Idris, 1984:9). Dengan pendidikan seseorang diharapkan mampu mencapai kematangan intelektual dan emosional. Kemampuan seseorang dalam mengelola usaha dapat dipengaruhi oleh kematangan intelektual dan emosionalnya. Kemampuan intelektual seseorang dapat diperoleh salah satunya melalui pendidikan formal di sekolah.

Komponen lain yang mempengaruhi seseorang dalam mengelola usaha adalah jiwa kewirausahan. Jiwa kewirausahaan merupakan rasa percaya


(55)

38

diri dalam mengelola usaha, kreatif, ketekunan, keuletan, berorientasi ke depan dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan. Jiwa kewirausahaan sendiri dapat dikembangkan dengan cara kerja keras, disiplin, belajar, memanfaatkan waktu, dan memperbaiki sikap mental (Media Akuntansi, 1999:16-17). Sekolah merupakan salah satu sarana belajar yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin rasional cara berpikirnya. Hal ini berpengaruh pada keputusan-keputusan usaha yang diambil. Dari penjelasan tersebut, penulis menduga bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Pengetahuan inilah yang nantinya akan berpengaruh pada perkembangan jiwa kewirausahaan seseorang yang akan semakin tinggi dan berdampak pada kemampuan mengelola usaha

6. Pengaruh Pendidikan Terhadap Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Keefektifan Mengelola Usaha

John Mayer dalam Harmoko (http://www.binuscareer.com/Article. aspx?id=hLO3fqu87k631%2FWL86qSqg%3D%3D) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi sendiri. Kecerdasan emosional sendiri bukan merupakan bawaan dari lahir, melainkan terbentuk dari pola pendidikan seseorang baik dari keluarga, masyarakat, maupun lembaga formal yaitu sekolah. Keluarga memiliki peran yang paling besar karena dalam lingkungan kelurgalah seseorang untuk pertama kalinya mengalami


(56)

pendidikan. Setelah itu lingkungan masyarakat dan yang terakhir adalah sekolah. Dalam lingkungan sekolah, seseorang mendapatkan pengetahuan baru yang mungkin tidak ia dapatkan dalam keluarga maupun masayarakat. Selain itu dalam lingkungan sekolah memungkinkan seseorang berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dengan berbagi karakteristik yang berbeda dari setiap individu. Keadaan semacam ini secara tidak langsung melatih seseorang untuk mengenali karakteristik dari setiap individu. Karakteristik diri selanjutnya menentukan setiap individu bersikap dalam relasinya dengan orang lain. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Mayer (http://www.binuscareer. com/Article.aspx?id=hLO3fqu87k631%2FWL86qSqg%3D%3D) bahwa kecerdasan emosional diartikan sebagai kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi sendiri.

Kecerdasan emosional mutlak diperlukan oleh seorang pengusaha agar dapat menjalankan usahanya secara efektif. Dengan memiliki kecerdasan emosional seorang pengusaha akan tetap menganggap bahwa krisis itu adalah sebuah peluang, peka akan adanya peluang dalam situasi apapun dan mampu mengatasi berbagai konflik. Berdasar uraian di atas, penulis menduga bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin seseorang dapat mengelola emosinya dengan baik, dan berdampak pada kemampuan mengelola usahanya.


(57)

40

H. PERUMUSAN HIPOTESIS

1. Ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.

2. Ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.

3. Ada pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.

4. Ada pengaruh permodalan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.

5. Ada pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.

6. Ada pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus yaitu penelitian terhadap objek tertentu sehingga kesimpulan yang diambil terbatas pada objek yang diteliti.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada para pedagang bumbon/craken di Pasar Beringharjo.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Februari tahun 2007.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subyek Penelitian ini adalah pengusaha bumbon/craken di Pasar Beringharjo.

2. Obyek Penelitian ini adalah etnis, permodalan, pendidikan, jiwa kewirausahaan, kecerdasan emosional, dan keefektifitas mengelola usaha.


(59)

42

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat–sifatnya (Sudjana,1996:6). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pedagang bumbon yang berlokasi di Pasar Beringharjo yang berjumlah 100 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel merupakan wakil atau sebagian populasi yang diambil untuk diteliti. Pengambilan sampel dilakukan karena keterbatasan peneliti untuk melaksanakan penelitian pada seluruh populasi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 100 pedagang, berdasarkan table Krejcie dengan taraf kesalahan 5% diambil sampel sebanyak 78 pedagang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan simple random sampel, dimana sampel diambil secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut.

E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Variabel Etnis

Etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma, bahasa, agama, sejarah, grografis, dan hubungan kekerabatan. Etnis dalam penelitian ini dibatasi hanya pada etnis Jawa dan etnis Cina. Karena kedua etnis ini banyak ditemui di lokasi


(60)

penelitian. Pengukuran variabel ini didasarkan pada skala nominal sebagai berikut :

Tabel 3.1

Klasifikasi Variabel Etnis

No Etnis Simbol

1 Cina 1

2 Jawa 0

2. Variabel Permodalan

Modal adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha. Permodalan dalam penelitian ini berupa uang atau barang. Pengukuran variabel permodalan ini didasarkan pada skala ordinal sebagai berikut :

Tabel 3.2

Klasifikasi Variabel Permodalan

Jumlah Modal Kategori Simbol lebih dari Rp. 10.000.000 Besar 3 Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000 Menengah 2 kurang dari Rp. 5.000.000 Kecil 1

3. Variabel Pendidikan

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan–kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal terakhir yang diselesaikan oleh responden. Pengukuran variabel pendidikan dalam penelitian ini didasarkan pada skala ordinal sebagai berikut :


(61)

44

Tabel 3.3

Klasifikasi Variabel Pendidikan

Tingkat Pendidikan Kategori Simbol

SD, SMP, dan Sederajat Dasar 1

SMA dan Sederajat Menengah 2

S1, S2, dan Seterusnya Tinggi 3

4. Variabel Jiwa Kewirausahaan

Jiwa kewirausahaan merupakan rasa percaya diri dalam mengelola usaha, kreatif, ketekunan, keuletan, berorientasi kedepan dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan. Pengukuran variabel jiwa kewirausahaan didasarkan pada indikator-indikator yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang dinyatakan dalam skala sikap. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel jiwa kewirausahaan.

Tabel 3.4

Operasionalisasi Variabel Jiwa Kewirausahaan

Pernyataan No Dimensi Indikator

Positif Negatif Percaya Diri kepercayaan/keteguhan

tidak tergantung pada orang lain kepribadian mantap optimisme 1,2 5,6,7,8 10 3,4 9 Berorientasi Pada Tugas dan hasil

kebutuhan akan berprestasi berorientasi laba

tekun dan tabah

tekat, kerja keras, motivasi tinggi berinisiatif 11 13,14 15 16,17 18 12 Pengambil Resiko

mampu mengambil resiko suka pada tantangan

19,20

21,22,23 24

Kepemimpin-an

mampu memimpin

dapat bergaul dengan orang lain menanggapi kritik dan saran dengan tepat

25,26 27,28,29

30,31 Orisinalitas inovatif

kreatif

32 34


(62)

fleksibel serba bisa mengetahui banyak 35 36 37,38 Berorientasi Kemasa Depan

pandangan ke depan 39,40

Masing-masing pernyataan dibuat dengan pilihan empat jawaban dan masing-masing diberi skor dengan ketentuan sebagai berikut:

Skor Pernyataan

No Keterangan Positif Negatif

1 Sangat setuju 4 1

2 Setuju 3 2

3 Tidak setuju 2 3

4 Sangat tidak setuju 1 4

5. Variabel Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kesanggupan manusia dalam menjangkaui lima “kawasan” yang paling menentukan keberhasilan hidup seorang individu. Pengukuran variabel kecerdasan emosional didasarkan pada indikator-indikator yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang dinyatakan dalam skala sikap. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kecerdasan emosional.

Tabel 3.5

Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional

Dimensi Indikator Pernyataan No

Mengenal emosi diri

kesadaran diri emosional penilaian diri kepercayaan diri 1,2,3 4 5 Mengelola emosi kontrol diri kesungguhan kemampuan beradaptasi 6 7 8,9 Memotivasi diri sendiri

inisiatif 10,11


(63)

46

emosi orang lain

orientasi jasa 14

Membina Hubungan

kepemimpinan bervisi pengaruh

mengembangkan orang lain komunikasi

perubahan katalisator kerja tim dan kolaborasi

15 16,17 18,19 20,21 22 23,24

Masing-masing pernyataan dibuat dengan pilihan empat jawaban dan masing-masing diberi skor dengan ketentuan sebagai berikut:

No Keterangan Positif

1 Sangat setuju 4

2 Setuju 3

3 Tidak setuju 2

4 Sangat tidak setuju 1

6. Variabel Keefektifan Mengelola Usaha

Keefektifan mengelola usaha dikatakan baik jika suatu usaha berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh usaha itu sendiri. Sebaliknya keefektivitas mengelola usaha dikatakan kurang baik jika suatu usaha tidak berhasil dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut diperlukan perencanan pengorganisasian, pemasaran, dan pengelolaan keuangan yang baik. Pengukuran variabel keefektivitas mengelola usaha didasarkan pada indikator-indikator yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang dinyatakan dalam skala sikap. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel keefektifan mengelola usaha.


(64)

Tabel 3.6

Operasionalisasi Variabel Pengelolaan Usaha

Dimensi Indikator Pernyataan No

Proses pengelolaan usaha

Semangat kerja

Seorang pengusaha harus mempunyai impian

Tegas dalam mengambil keputusan Dedikasikan seluruh tenaga, waktu, dan pikiran untuk pekerjaan

Tidak menggantungkan hidup pada nasib

Dana Bagi-bagi

Memiliki etika moral

Mampu belajar dan mendengar Rencana bisnis Hasil terbaik 1 2,3 4 5 6 7 8.9 10 11,12 13,14,15 16,17,18,19,20,21 Masing-masing pernyataan dibuat dengan pilihan empat jawaban dan masing-masing diberi skor dengan ketentuan sebagai berikut:

No Keterangan Positif

1 Sangat setuju 4

2 Setuju 3

3 Tidak setuju 2

4 Sangat tidak setuju 1

F. Pengujian Validitas dan Reliabilitas

Dalam penelitian ini digunakan instrumen penelitian yang berupa angket atau kuesioner. Untuk itu terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen penelitian dengan melakukan analisis validitas dan reliabilitas.

1. Pengujian Validitas

Pengujian validitas instrumen dilakukan untuk mendapatkan alat ukur yang sahih dan terpercaya. Analisis butir pada instrumen penelitian


(65)

48

ini dilakukan dengan rumus korelasi Product Moment dari Karl Pearson (Suharsimi Arikunto, 2002:146) sebagai berikut:

rxy =

}{

{

( ) ( )

}

) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ Dimana :

rxy = koefisien korelasi product moment

∑X = jumlah skor butir

∑Y = jumlah skor total N = jumlah responden

∑XY = jumlah perkalian skor dengan skor total

∑X2 = jumlah kuadrat X

∑Y2 = jumlah kuadrat Y

Untuk mengetahui sahih tidaknya dapat diketahui dari besarnya r hitung dan r tabel. Apabila r hitung dari suatu butir angket sama atau lebih besar dari r tabel pada taraf signifikansi 5%, maka butir tersebut dikatakan valid atau sahid. Sebaliknya, apabila r hitung lebih kecil dari r tabel pada taraf signifikansi 5% maka butir tersebut dinyatakan tidak valid.

2. Pengujian Reliabilitas

Uji coba instrumen dimaksudkan untuk mengetahui derajat keajegan suatu alat ukur. Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila berkali-kali digunakan oleh penelitian sendiri maupun oleh orang lain akan menunjukkan hasil yang sama pada suatu objek tersebut.

Instrumen dalam ponelitian ini berbentuk skala bertingkat. Menurut Suharsimi (2002:171), rumus Alpha sangat cocok untuk menguji reliabilitas instrumen yang berbentuk uraian/skala Rumus Alpha yang digunakan sebagai berikut :


(66)

K ∑σb2 r11 = 1 -

(k – 1) σ12

Dimana :

K = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal r11 = koefisien reliabilitas

∑σb2 = jumlah varian butir

σ12 = varian total

Setelah r11 diperoleh kemudian dibandingkan dengan t tabel pada taraf signifikansi 5%.Instrumen dikatakan andal, jika r11 lebih besar dari ttabel.

Setelah r11 diperoleh kemudian diperbandingkan dengan t tabel pada taraf signifikasi 5%; instrumen dikatakan andal jika r11 lebih besar dari ttabel. Nilai varian butir dapat dicari berdasarkan rumus sebagai berikut:

( )

n

x x

∑ ∑

= ∂

2 2

2

Keterangan :

n : Jumlah responden

x : Nilai skor yang dipilih ( total nilai dari nomor – nomor butir pertanyaan )

Jika hasil perhitungan cronbach alpha di atas nilai 0.05 maka dikatakan bahwa instrument penelitian tersebut adalah reliabel.


(67)

50

3. Hasil Pengujian Validitas

Pengujian validitas instrumen penelitian ini dilaksanakan di Pasar Beringharjo pada pedagang konveksi dengan jumlah responden 30 orang. Pengujian validitas penelitian ini didasarkan pada sampel berukuran N = 30 dengan df = N – 2 (dk = 30 – 2 = 28). Berdasarkan sampel dan degree of freedom tersebut koefisien rtabel = 0,239.

a. Variabel Keefektifan Mengelola Usaha

Hasil pengujian validitas instrument penelitian variabel pengelolaan usaha (lampiran 3, hal.117).

Tabel 3.7

Hasil Pengujian Validitas Keefektifan Mengelola Usaha No Item r hitung r tabel Kesimpulan

1 0.432 0.239 Valid 2 0.654 0.239 Valid 3 0.623 0.239 Valid 4 0.708 0.239 Valid 5 0.478 0.239 Valid 6 0.598 0.239 Valid 7 0.732 0.239 Valid 8 0.598 0.239 Valid 9 0.447 0.239 Valid 10 0.369 0.239 Valid 11 0.527 0.239 Valid 12 0.514 0.239 Valid 13 0.619 0.239 Valid 14 0.571 0.239 Valid 15 0.765 0.239 Valid 16 0.647 0.239 Valid 17 0.551 0.239 Valid 18 0.276 0.239 Valid 19 0.435 0.239 Valid 20 0.475 0.239 Valid 21 0.509 0.239 Valid


(68)

b. Variabel Kecerdasan Emosional

Hasil pengujian validitas instrument penelitian variabel kecerdasan emosional (lampiran 3, hal.120).

Tabel 3.8

Hasil Pengujian Validitas Kecerdasan Emosional No Item r hitung r tabel Kesimpulan

1 0.493 0.239 Valid

2 0.512 0.239 Valid

3 0.586 0.239 Valid

4 0.547 0.239 Valid

5 0.338 0.239 Valid

6 0.591 0.239 Valid

7 0.447 0.239 Valid

8 0.566 0.239 Valid

9 0.629 0.239 Valid

10 0.641 0.239 Valid

11 0.507 0.239 Valid

12 0.603 0.239 Valid

13 0.616 0.239 Valid

14 0.429 0.239 Valid

15 0.724 0.239 Valid

16 0.498 0.239 Valid

17 0.565 0.239 Valid

18 0.475 0.239 Valid

19 0.664 0.239 Valid

20 0.659 0.239 Valid

21 0.496 0.239 Valid

22 0.576 0.239 Valid

23 0.546 0.239 Valid

24 0.631 0.239 Valid

c. Variabel Jiwa Kewirausahaan

Hasil pengujian validitas instrument penelitian variabel jiwa kewirausahaan (lampiran 3, hal.118).


(69)

52

Tabel 3.9

Hasil Pengujian Validitas Jiwa Kewirausahan No Item r hitung r tabel Kesimpulan

1 0.599 0.239 Valid

2 0.777 0.239 Valid

3 0.781 0.239 Valid

4 0.779 0.239 Valid

5 0.458 0.239 Valid

6 0.374 0.239 Valid

7 0.811 0.239 Valid

8 0.746 0.239 Valid

9 0.393 0.239 Valid

10 0.517 0.239 Valid

11 0.323 0.239 Valid

12 0.380 0.239 Valid

13 0.349 0.239 Valid

14 0.428 0.239 Valid

15 0.439 0.239 Valid

16 0.492 0.239 Valid

17 0.610 0.239 Valid

18 0.468 0.239 Valid

19 0.651 0.239 Valid

20 0.674 0.239 Valid

21 0.551 0.239 Valid

22 0.370 0.239 Valid

23 0.414 0.239 Valid

24 0.381 0.239 Valid

25 0.568 0.239 Valid

26 0.659 0.239 Valid

27 0.619 0.239 Valid

28 0.596 0.239 Valid

29 0.540 0.239 Valid

30 0.395 0.239 Valid

31 0.379 0.239 Valid

32 0.348 0.239 Valid

33 0.320 0.239 Valid

34 0.557 0.239 Valid

35 0.689 0.239 Valid

36 0.705 0.239 Valid

37 0.741 0.239 Valid

38 0.609 0.239 Valid

39 0.504 0.239 Valid

40 0.744 0.239 Valid

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil pegujian validitas untuk semua butir pertanyaan pada variabel keefektifan mengelola


(70)

usaha, variabel kecerdasan emosional, dan variabel jiwa kewirausahaan dinyatakan valid.

4. Hasil Pengujian Reliabilitas

Berdasarkan hasil uji validitas dapat dilanjutkan dengan pengujian reliabilitas. Pengujian reliabilitas instrumen penelitian ini dilaksanakan di Pasar Beringharjo pada pedagang konveksi dengan jumlah responden 30 orang. Hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS diperoleh hasil yang disajikan dalam tabel sebagai berikut (lampiran 3, hal.116,1118,119):

Tabel 3.10

Hasil Pengujian Reliabilitas

Variabel r hitung r tabel Kesimpulan Keefektifan Mengelola Usaha 0.904 0.239 reliabel

Kecerdasan Emosional 0.916 0.239 reliabel Jiwa Kewirausahaan 0.927 0.239 reliabel

Dari tabel 3.10 di atas dapat dilihat bahwa jawaban pertanyaan yang berhubungan dengan pengelolaan usaha, kecerdasan emosional, dan jiwa kewirausahaan dinyatakan reliabel, yang berarti jawaban pertanyaan tersebut konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data:

1. Observasi

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung kepada responden yang diteliti. Untuk


(1)

SURAT IZIN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)