Perbedaan Manajemen Konflik Suami-Istri

menimbulkan masalah yang pelik dalam keluarga Astuti dalam Miniatrix, 2003. Ibu yang memutuskan untuk menjadi perempuan karier dengan alasan untuk menopang keuangan keluarga juga memiliki kebimbangan di mana ia harus menentukan seberapa banyak ia harus meluangkan waktu bersama anak dan keluarga disamping ia juga harus menyisihkan waktu untuk pekerjaannya. Sebagai seorang suami jika istri bekerja sering merasa diremehkan. Ia merasa istrinya tidak puas dengan penghasilan keluarga yang otomatis meremehkan dirinya sebagai pencari nafkah. Selain itu anak- anak juga kekurangan kasih sayang dan rumah kurang terawat Slameto, 2003. Konflik yang terjadi antara suami dan istri harus segera dicari jalan keluarnya, dan sebisa mungkin jangan menunda penyelesaian konflik. Jika konflik hanya didiamkan saja dan tidak dicari jalan keluarnya maka konflik akan meruncing dan semakin sulit untuk mengatasinya. Untuk mencegah terjadinya permasalahan yang berlarut-larut yang akhirnya menuju pada perceraian, masing-masing individu harus memilki manajemen konflik yang tepat. Berbeda orang menggunakan manajemen konflik dengan cara yang berbeda pula. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk menggunakan berbagai macam gaya manajemen konflik, tetapi tetap saja mempunyai kecenderungan untuk menggunakan salah satu gaya manajemen konflik David. A. Decenzo, 1992. Tidak ada satupun gaya manajemen konflik yang efektif untuk semua situasi Peg PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pickering, 2000, oleh karena itu penting untuk mengembangkan kemampuan menggunakan setiap gaya manajemen konflik sesuai dengan situasi. Manajemen konflik pada manusia berdasarkan kedua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan menurut Cancian 1987 menyatakan bahwa perempuan lebih berhasrat untuk menghindari konflik dan memelihara hubungan baik mereka daripada laki-laki. Selain itu perempuan merasa bertanggung jawab untuk memelihara hubungan tersebut. BlomsteinSchwartz 1983, menambahkan bagaimanapun perempuan lebih mempermasalahkan, membenci yang mereka hadapi, tetapi tetap berusaha untuk berbuat hal yang benar. Pada saat memberikan penjelasan, perempuan memiliki kecenderungan menggunakan perbandingan untuk memenangkan pendapat mereka. Namun demikian perempuan lebih memilih untuk menghindari konflik bila hal tersebut mungkin untuk dilakukan untuk menjaga hubungan mereka. Ketika konflik menghasilkan kekerasan, maka wanita akan cenderung merasa disakiti daripada laki-laki. Hal ini didukung pendapat Brannon, 1999 yang berpendapat bahwa dalam menghadapi konflik, perempuan menggunakan gaya manajemen konflik dengan pemikiran-pemikiran, supaya hubungan mereka tetap terpelihara. Perempuan memiliki ruang untuk menghindari konflik atau menggunakan pertimbangan emosi untuk menangani konflik. Ketika konflik menghasilkan kekerasan, perempuan mungkin lebih terluka daripada laki-laki pada saat terjadi konfrontasi. Sementara Borisoff Victor 1989 mengemukakan bahwa sesungguhnya ketrampilan berkomunikasi berguna untuk mengemukakan efektivitas manajemen konflik termasuk di dalamnya keterbukaan, keterusterangan, asertif, empati, kredibel, fleksibel, bisa mendengarkan secara aktif. Banyak asumsi tentang bagaimana perempuan dan laki-laki berbeda dalam segala hal. Salah satunya adalah H. Norman Wright 2004 yang menyatakan bahwa pria dan perempuan berbeda dalam cara berpikir, bertindak, menghadapi, dan lain-lain. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat saling melengkapi, tetapi kerap kali menimbulkan konflik dalam pernikahan. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang juga menyangkut bagaimana laki-laki dan perempuan berbeda dalam menghadapi konflik diungkapkan pula oleh David A. Decenzo 1997, yang menyebutkan bahwa perempuan menjalin hubungan untuk mendapatkan kedekatan, sedangkan laki-laki menjalin hubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Perempuan selalu menjaga hubungan interpersonal agar dinamis untuk memeperoleh hubungan yang sehat sedangkan laki-laki kurang memeperhatikan hubungan yang dinamis. Perempuan selalu memperhatikan kepentingan bersama, sedangkan laki-laki cenderung melindungi kepentingannya sendiri. Ketika terjadi konflik perempuan akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berusaha untuk tetap menjaga hubungan baik, sebaliknya laki-laki akan terpaku pada aturan hingga kesepakatan bersama tercapai. Banyak penelitian telah membuktikan banyak hal seperti di atas, misalnya laki-laki lebih mendengarkan daripada memberikan pendapat. Salah satu diantarnya adalah penelitian yang dilakukan Thomas Levin 1987 yang meneliti tentang manajemen konflik pada pasangan. Penelitian ini menemukan bahwa ada perbedaan gender dalam hal suami istri meminta untuk memahami perilaku masing-masing pasangannya. Dalam hal ini suami-suami dapat menolak permintaan istri-isri mereka untuk berubah karena perilaku laki-laki mencerminkan ciri kepribadian yang tidak berubah. Sedangkan para istri harus bisa berubah sebagai respon terhadap permintaan suami karena perilaku perempuan mudah berubah. Keyakinan suami terhadap manajemen konflik memberikan mereka kekuatan lebih dalam hubungan, mereka dapat meminta haknya berubah tetapi tidak layaknya dapat disuruh berubah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. HIPOTESA

Hipotesa penelitian dari penelitian ini adalah ada perbedaan manajemen konflik antara suami dan istri yang meliputi: 1. Ada perbedaan Gaya Manajemen Konflik Menghindar antara suami dan istri. 2. Ada perbedaan Gaya Manajemen Konflik Dominasi antara suami dan istri. 3. Ada perbedaan Gaya Manajemen Konflik Membantu antara suami dan istri. 4. Ada perbedaan Gaya Manajemen Konflik Kompromi antara suami dan istri. 5. Ada perbedaan Gaya Manajemen Konflik Mempersatukan antara suami dan istri.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian komparasional, yang berbentuk perbandingan dari dua sampel atau lebih. Penelitian ini termasuk penelitian komparatif karena ingin melihat apakah ada perbedaan manajemen konflik antara suami dan istri.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel. Variabel-variabel tersebut adalah: 1. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab kemunculan dari variabel terikat Kerlinger, 1996. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suami dan istri. 2. Variabel Tergantung Variabel tergantung sering disebut variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dengan demikian variabel terikat dipandang sebagai konsekuensi variabel bebas Kerlinger, 1996. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah manajemen konflik.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional melekatkan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur variabel itu. Definisi semacam itu memberikan batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut. Definisi operasional dari variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. Suami dan Istri Suami adalah laki-laki dewasa yang telah melangsungkan perkawinan secara resmi menurut hukum dan agama. Istri adalah perempuan dewasa yang telah melangsungkan perkawinan secara resmi menurut hukum dan agama. 2. Manajemen Konflik Manajemen konflik adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu, dalam hal ini ayah dan ibu, untuk mengelola, mengatur masalah, mencegah, mengatasi, ataupun menyelesaikan konflik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari pasangan suami istri tersebut. Masalah-masalah tersebut antara lain masalah pribadi suami dan istri yang meliputi masa lampau dan masa depan mereka, masalah pribadi suami istri dengan mertua dan anggota keluarga lain, masalah nafkah serta pekerjaan, masalah anak. Cara individu untuk mengolah konflik yang terjadi disebut gaya manajemen konflik. Gaya Manajemen konflik yang dipakai di sini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI