Perbedaan manajemen konflik suami dan istri.

(1)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan manajemen konflik antara suami dan istri. Dalam penelitian ini ada lima gaya manajemen konflik yaitu Menghindar, Dominasi, Membantu, Kompromi dan Mempersatukan.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suami dan istri, sedangkan manajemen konflik berfungsi sebagai variable tergantung. Subjek penelitian ini adalah 45 pasang suami istri yang tinggal di dusun Ngagul-agulan, Ngaranan, Jetis Depok. Subjek penelitian diperoleh dengan teknik purposive random sampling.Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala manajemen konflik. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah“ Uji t Independent Sample t-test.”

Hasil penelitian untuk masing-masing gaya manajemen konflik adalah sebagai berikut: Gaya Manajemen Konflik Menghindar, didapat t hasil 6.843 {df: 88; sig 2 tailed < α (0.05)}, maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan gaya manajemen konflik Menghindar antara suami dan istri. Gaya Manajemen Konflik Dominasi diperoleh t hasil 6.590{df: 87.485; sig 2 tailed< α (0.05)}, maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan gaya manajemen konflik Dominasi suami dan istri. Gaya Manajemen Konflik Membantu diperoleh t hasil 3.230 {df: 68.671; sig 2 tailed <α(0.05)}, maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan gaya manajemen konflik Membantu suami dan istri. Gaya Manajemen Konflik Kompromi diperoleh t hasil -0.263{df: 79.283; sig 2 tailed > α (0.05), maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan gaya manajemen konflik Kompromi antara suami dan istri. Gaya Manajemen Konflik Mempersatukan diperoleh t hasil sebesar -0.382 {df: 76.596; sig 2 tailed > α (0.05), maka dapat dikatakan tidak ada perbedaan gaya manajemen konflik Mempersatukan antara suami dan istri.


(2)

ABSTRACT

This research aimed to explore the difference of conflict management possessed by husbands and wifes. There were five styles of conflict management found in this research, namely avoiding, dominating, accomodating, compromising, and integrating.

The independent variable of the research appeared to be the role of father and mother, whereas the conflict management functioned as the dependent variable. The research subjects were the couples who live in Ngagul-agulan, Ngaranan, Jetis Depok. The researcher employed “purposive random sampling” in order to choose the subjects. The data gathering was conducted using the conflict management scale. Furthermore, the researcher made use of the “independent sample t-test”analysis technique to test the hypothesis.

The results of data analysis revealed there appeared the differences of conflict management maintained husbands and wifes it was showed by the t-test. The details of each conflict management were as follows: the t result of the avoiding conflict management were 6.843 {df: 88; sig 2 tailed < α (0.05)}. It could be concluded that the conflict management between husbands and wifes was different. The t results of the dominating conflict management were 6.590{df: 87.485; sig 2 tailed< α (0.05). This results showed that the dominating conflict management between husbands and wifes was different. The t results of helping conflict management were 3.230 {df: 68.671; sig 2 tailed < α (0.05)}, showing that the helping conflict management between husbands and wifes was different. The t results ofcompromising conflict managementwere -0.263{df: 79.283; sig 2 tailed > α (0.05), revealing that the difference of the compromising conflict management was not obvious. The t results of integrating conflict management were -0.382 {df: 76.596; sig 2 tailed >α(0.05).


(3)

PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK

SUAMI DAN ISTRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Cisilia Asti Kurniasari

NIM : 009114161

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK:

Bunda Maria dan Putera-Nya terkasih Yesus Kristus

Bapak Fx. Sudarto dan Ibu E. Parinah

Mbok Uwo dan Pak Uwo di atas sana

Mas Danarku


(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Agustus 2007 Penulis,


(8)

MOTTO

“Bersukacitalah dalam

pengharapan, sabarlah dalam

kesesakan, dan bertekunlah dalam

doa…”


(9)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan manajemen konflik antara suami dan istri. Dalam penelitian ini ada lima gaya manajemen konflik yaitu Menghindar, Dominasi, Membantu, Kompromi dan Mempersatukan.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suami dan istri, sedangkan manajemen konflik berfungsi sebagai variable tergantung. Subjek penelitian ini adalah 45 pasang suami istri yang tinggal di dusun Ngagul-agulan, Ngaranan, Jetis Depok. Subjek penelitian diperoleh dengan teknik purposive random sampling.Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala manajemen konflik. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah“ Uji t Independent Sample t-test.”

Hasil penelitian untuk masing-masing gaya manajemen konflik adalah sebagai berikut: Gaya Manajemen Konflik Menghindar, didapat t hasil 6.843 {df: 88; sig 2 tailed < α (0.05)}, maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan gaya manajemen konflik Menghindar antara suami dan istri. Gaya Manajemen Konflik Dominasi diperoleh t hasil 6.590{df: 87.485; sig 2 tailed< α (0.05)}, maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan gaya manajemen konflik Dominasi suami dan istri. Gaya Manajemen Konflik Membantu diperoleh t hasil 3.230 {df: 68.671; sig 2 tailed <α(0.05)}, maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan gaya manajemen konflik Membantu suami dan istri. Gaya Manajemen Konflik Kompromi diperoleh t hasil -0.263{df: 79.283; sig 2 tailed > α (0.05), maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan gaya manajemen konflik Kompromi antara suami dan istri. Gaya Manajemen Konflik Mempersatukan diperoleh t hasil sebesar -0.382 {df: 76.596; sig 2 tailed > α (0.05), maka dapat dikatakan tidak ada perbedaan gaya manajemen konflik Mempersatukan antara suami dan istri.


(10)

ABSTRACT

This research aimed to explore the difference of conflict management possessed by husbands and wifes. There were five styles of conflict management found in this research, namely avoiding, dominating, accomodating, compromising, and integrating.

The independent variable of the research appeared to be the role of father and mother, whereas the conflict management functioned as the dependent variable. The research subjects were the couples who live in Ngagul-agulan, Ngaranan, Jetis Depok. The researcher employed “purposive random sampling” in order to choose the subjects. The data gathering was conducted using the conflict management scale. Furthermore, the researcher made use of the “independent sample t-test”analysis technique to test the hypothesis.

The results of data analysis revealed there appeared the differences of conflict management maintained husbands and wifes it was showed by the t-test. The details of each conflict management were as follows: the t result of the avoiding conflict management were 6.843 {df: 88; sig 2 tailed < α (0.05)}. It could be concluded that the conflict management between husbands and wifes was different. The t results of the dominating conflict management were 6.590{df: 87.485; sig 2 tailed< α (0.05). This results showed that the dominating conflict management between husbands and wifes was different. The t results of helping conflict management were 3.230 {df: 68.671; sig 2 tailed < α (0.05)}, showing that the helping conflict management between husbands and wifes was different. The t results ofcompromising conflict managementwere -0.263{df: 79.283; sig 2 tailed > α (0.05), revealing that the difference of the compromising conflict management was not obvious. The t results of integrating conflict management were -0.382 {df: 76.596; sig 2 tailed >α(0.05).


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan rahmat, kasih dan berkat-Nya kepada penulis. Atas segala kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudulPERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK SUAMI DAN ISTRI.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis banyak sekali mendapat masukan, bimbingan, saran serta bantuan dari berbagi pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Pertama-tama terimakasih pada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

tercinta. Tanpa rahmat serta penyertaan dari Bunda dan Putra terkasih-Nya saya yakin skripsi ini tidak akan selesai sampai detik ini. Karena Bunda jugalah saya menyadari bahwa kekuatan doa itu benar-benar nyata.

Bpk. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Juga tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepadaBpk. Drs. H. Wahyudi, M.Si.selaku dosen pembimbing sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan masukan, saran, serta bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Mohon maaf jika saya sering membuat bapak jengkel karena kebodohan saya.Terimakasih bapak tidak bosan melihat wajah dan skripsi saya selama hampir dua tahun ini.

Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si dan Bapak C. Wijoyo Adinugroho


(12)

sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Ternyata pendadaran tidaklah sengeri yang saya pikirkan.

Bapak Didik, Pak Agung, yang selalu menyediakan waktu bagi penulis berdiskusi masalah statistik. Makasih atas semua ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan pada penulis.

Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terimakasih atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan kuliah.

Terimakasih kepada segenap Staff fakultas Psikologi, Mbak Nanik, Mas Gandung, yang selalu melayani administrasi dan memberikan informasi secara sabar selama penulis beajar di kampus ini.Mas “Muji Beckham”,makasih selalu membuat suasana laboratorium psikologi selalu ceria jadine gak terlalui deg-degan waktu mau ngetes, makasih juga karena sama-sama fans Beckham, pokoke Beckham forever! Pak Gie “Si hati malaikat” makasih pak atas kesabaran, senyum yang tak pernah lepas dari bibirmu, juga kebaikan hatimu, belum pernah saya berjumpa seseorang seperti bapak.

Bapak. Fx. Sudarto dan Ibu E. Parinah, orang tuaku tercinta. Terimakasih atas kesabaran, cinta, dan semangat yang tak henti-hentinya bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini. “Maturnuwun donganipun kagem ingkang putro.” Skripsi ini hasil dari doa-doa bapak dan ibu, maaf skripsinya lama banget. Saya bangga bisa menjadi salah satu angota keluarga Sudarto,

Masyarakat Dusun Ngaranan, Jetis Depok, dan Ngagul-Agulan


(13)

penelitian yang sangat berguna bagi penulis guna menyelesaikan skripsi ini. Maaf tidak bisa memberikan sesuatu kecuali kata terimakasih ini.

Untuk adekku Yohanes Bayu “Kondus” Ade Wijaya, makasih selalu menyemangati mbak dengan segala ejekkannya. Justru karena itulah mbak menjadi semangat lagi mengerjakan skripsi. Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada “Pak Uwo” dan “Mbok Uwo” yang tidak sempat melihat penulis menyelesaikan skripsi ini, Asti yakin di atas sana selalu ada doa untuk cucumu ini.

Saudara-saudaraku tercinta Tiwik “Cempluk” Hayuningtyas, Aan “Onthul”Vendy Purnomo, Ayu “Rintus” Arinta Sari, Rina Bathari, Mayang “ Cape deh”, makasih selalu menyemangati mbak Asti, menghibur ketika mbak sedang sedih dengan canda dan kekonyolan kalian, hanya itu yang kadang bisa membuatku tertawa. Setiap hari kalian telah memberikan nuansa baru dalam hidupku.

Bulik Sat dan Om Pri makasih selalu menolong dan membantu keluargaku setiap kali kami mengalami cobaan dan kesusahan. Makasih juga selalu mengingatkanku untuk selalu meneruskan skripsi ini, jangan sampai menyerah.

Teman-teman kuliahku Aini, Astri, Ety, Mbak Diyan, Nina, Diana, kebersamaan, keceriaan, kesedihan yang telah kita lewati bersama di kampus tercinta ini moga tidak akan kita lupakan sampai tua. Terimakasih sudah menjadi tempat curhat, tempat bertanya. Satu lagi sahabatku, teman seperjuangan, senasib sepenanggunganku“Debby”, makasih wat semuanya Deb, tetap semangat ya!


(14)

Rekan-rekan mudikaku Uci “Menthel”, Swanti “Conggros”, Mbak Tituk, Ningrum, Mbolin, Dayati, mas Iwang “Bladu”, Mardis “Sreet”,dalam Yesus kita berkarya. Makasih ya selalu menemani, memberikan semangat, ngajak kumpul-kumpul pas aku lagi stres mengerjakan sksripsi. Asti dah selesai ngerjain skripsinya jadi besok bisa piknik-piknik lagi.

Untuk “Joko” makasih doa, dukungan dan bantuannya. Maaf mbak Asti cuma bisa buat ade repot. Makasih juga atas persaudaraan ini, mungkin hanya segelintir orang yang bisa memahami Juga buat “Codot” makasih untuk jasa pengetikannya.

Terakhir untuk “Mas Danar” yang selalu hadir saat tangis dan tawaku, selalu setia menyertaiku, mengantar dan menjemputku kuliah, yang tak henti-hentinya menyemangatiku untuk tidak menyerah dalam mengerjakan skripsi ini. Hadirmu membuat hidupku semakin terang dan cerah Terimakasih atas segala cinta dan kasih sayang, perhatian serta dukungannya, dan tetaplah menjadi bintang dalam hidupku.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis menantikan saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Juli 2007


(15)

DAFTAR TABEL

1. Blue Print Skala Manajemen Konflik………..………44

2. Table Spesifikasi Manajemen Konflik……….…...……45

3. Tabel Spesifikasi Skala Manajemen Konflik Uji Coba……..….……51

4. Tabel Spesifikasi Skala Manajemen Konflik Penelitian……...…….51

5. Tabel Uji Reliabilitas………...…52

6. Ringkasan One Sample Kolmogorof Smirnov Test…………...….54

7. Ringkasan Levene Test………...…….56

8. Ringkasan Uji Hipotesis………..……58


(16)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………..………..….………...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….…..……..…....ii

HALAMAN PENGESAHAN……….…...…….…...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...………...……….….……...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v

HALAMAN MOTTO...……….………...vi

ABSTRAK...vii

ABSTRACK……….………....viii

KATA PENGANTAR……..………...………...ix

DAFTAR TABEL………..………...…....xiii

DAFTAR ISI...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan ...………...1

B. Rumusan Masalah..……….………....8

C. Tujuan Penelitian..……….……….8

D. Manfaat Penelitian...……….8

BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Konflik...9

1. Konflik...9


(17)

b. Jenis-jenis Konflik... 11

c. Konflik suami dan Istri...15

2. Manajemen Konflik...26

a. Pengertian Manajemen Konflik... 26

b. Gaya-gaya Manajemen Konflik...27

B. Perbedaan Manajemen Konflik Suami dan Istri...33

C. Hipotesa...39

BAB III METODOLIOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian...40

B. Identifikasi Variabel Penelitian...40

C. Definisi Operasional...41

D. Subjek Penelitian...42

E. Metode Pengumpulan Data...43

F. Validitas dan Reliabilitas...45

G. Metode Analisis Data...47

1. Uji Normalitas...47

2. Uji Homogenitas...48

3. Uji t(Independent Sample t Test)...48

BAB IV PENELITIAN A. Persiapan Penelitian...49

B. Uji Coba...50


(18)

D. Hasil Penelitian...52

1. Uji Reliabilitas...52

2. Uji Asumsi...52

a. Uji Normalitas...53

b. Uji Homogenitas...55

3. Uji Hipotesis...57

4. Hasil Penelitian...58

E. Pembahasan...60

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...72

B. Saran...72

DAFTAR PUSTAKA...74

LAMPIRAN...77

1. SKALA MANAJEMEN KONFLIK UJI COBA...78

2. SKALA MANAJEMEN KONFLIK PENELITIAN...79

3. RELIABILITAS...80

4. NORMALITAS...81

5. HOMOGENITAS DAN UJI-t...82


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Perkawinan merupakan salah satu tahap kehidupan yang dilewati manusia, meskipun tidak semua manusia merasakan tahap ini. Perkawinan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia. Maka dari itu, sebagian orang akan melakukan perkawinan guna melengkapi kehidupan pribadinya. Perkawinan merupakan hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang saling mengikatkan diri menjadi sepasang suami istri, dan diharapkan mampu melahirkan keturunan.

Walgito (dalam Widjaja, 1986) menyebutkan bahwa perkawinan merupakan bersatunya seorang pria dan wanita sebagai suami istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dalam perkawinan terkandung dua hal, yaitu ikatan lahir dan ikatan batin.

Individu sebagai seorang suami atau istri memasuki kehidupan yang baru setelah menikah, dimana mereka membawa pandangan, pendapat, dan kebiasaan sehari-hari yang berbeda. Pernikahan juga membawa suami dan istri beralih dari hidup yang masih bergantung pada orang tua masing-masing pada hidup yang mandiri, melepaskan diri dari ketergantungan itu dan memanggul tanggung jawab bersama untuk membina rumah tangga sendiri.


(20)

Suami dan istri mulai mengenal hak-hak dan kewajiban, misalnya mereka harus memikirkan masalah keuangan, mencukupi kehidupan sehari-hari, merawat dan mendidik anak nantinya, memberikan kasih sayang terhadap pasangannya dan memperhatikan masalah hubungan sosial dengan masyarakat sekitar.

Suami dan istri juga harus menyatukan perbedaan-perbedaan yang mereka miliki, dan berusaha memahami pasangan masing-masing. Baik suami maupun istri harus memahami bahwa tidak ada pasangan hidup yang sempurna termasuk dirinya, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Banyak persoalan yang harus dihadapai suami dan istri, seiring dengan semakin lama usia perkawinan mereka, mulai dari tugas di tempat kerja, kebutuhan rumah tangga, juga masalah-masalah yang timbul dalam rumah tangga mereka. Meskipun telah banyak dilakukan persiapan secara matang dan cukup mendalam pada saat perkenalan dengan masing-masing pribadi, namun kadangkala juga tidak luput dari kesalahpahaman dan pertengkaran, perbedaan-perbedaan kecil yang dapat menimbulkan konflik dan permasalahan antara ayah dan ibu. Suami dan istri menjalankan tugas dan kewajiban mereka bersama dan berinteraksi pada tempat yang sama dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terjadi kontak dan interaksi yang intensif. Dengan adanya kontak dan interaksi yang intensif tersebut, maka konflik akan dengan mudah muncul.


(21)

Konflik yang terjadi dalam pernikahan lebih besar jika dibanding dengan konflik yang terjadi pada aspek kehidupan yang lain, karena bidang-bidang persoalannya yang lebih mendalam meliputi perasaan, kesenangan, kepercayaan, serta ditambah lagi masalah seks dengan segala tuntutan dan liku-likunya.

Konflik yang terjadi antara suami dan istri bisa disebabkan oleh banyak hal. Misalnya, seorang istri yang memutuskan untuk bekerja di luar rumah, untuk menambah penghasilan keluarga atau karena berkeinginan menjadi wanita karier. istri merasa bingung dalam membuat pilihan antara menjadi ibu yang baik, yang memenuhi segala kebutuhan anak dan suami, atau memfokuskan diri dengan pekerjaan dengan konsekuensi harus mengesampingkan keluarganya. Hal semacam ini yang sering tidak dapat dimengerti oleh seorang suami. Seorang suami akan merasa tersinggung, karena ia merasa tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga sehingga istrinya harus bekerja. Sebaliknya seorang suami mau tidak mau harus selalu mengikuti perubahan yang terjadi di tempat ia bekerja agar dapat mempertahankan jabatan dalam pekerjaan, sedangkan istri kurang mengalami perubahan yang ada di luar rumah karena dia banyak menghabiskan waktunya di rumah. Istri hanya dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman di sekitar rumah dan dengan anaknya. Dari sini akan terjadi perbedaan-perbedaan dalam hal perkembangan hidup. Jika hal ini berlangsung terus-menerus maka perbedaan akan semakin besar dan akhirnya menimbulkan konflik dalam keluarga.


(22)

Dobos, Thomas dan Moore (1997) mengungkapkan beberapa hal yang dapat menimbulkan konflik dalam perkawinan yaitu masalah keuangan, mengurus anak, adanya perbedan gaya hidup, hubungan dengan teman, masalah dengan mertua, masalah keagamaan dan masalah politik serta masalah seks.

Konflik yang terjadi antara ayah dan ibu harus segera diselesaikan secepat mungkin. Konflik jika hanya didiamkan saja atau tidak segera dicari jalan keluarnya akan semakin berkembang. Konflik-konflik yang lain akan muncul sebagai akibat dari konflik yang tidak terselesaikan tadi. Konflik akan menjadi semakin kompleks dan semakin sulit untuk diselesaikan.

Suami dan istri yang tidak dapat menyelesaikan konflik dalam rumah tangga mereka akan mengalami pertengkaran dan pertentangan yang serius yang dapat mengganggu aktivitas mereka baik dalam rumah tangga maupun di tempat mereka bekerja. Hubungan ayah dan ibu akan merenggang, semakin menjauh dan sulit untuk dipersatukan lagi. Dampak negatif yang paling buruk dari adanya konflik yang tidak terselesaikan antara ayah dan ibu adalah terjadinya perceraian.

Jika perceraian terjadi, bukan hanya pasangan suami istri saja yang merasakan dampaknya. Anak merupakan korban yang paling banyak merasakan dampak dari adanya perceraian orang tua mereka (Baron &Byrne, 2005). Selain kekurangan kasih sayang, kurang diperhatikan, anak akan merasa malu dan minder jika bersama teman-teman yang lain yang memiliki keluarga yang utuh.


(23)

Contoh adanya konflik dalam keluarga diungkapkan oleh Emil H. Tambunan ( 2001). Disini diceritakan ada seorang suami yang telah menikah selama sepuluh tahun, dan telah dikaruniai tiga orang anak. Namun dalam waktu 10 tahun terakhir dia tidak bisa menikmati arti sebenarnya berumah-tangga. Dia merasa bahwa istrinya sangat cerewet dan senang mengkritik. Istrinya akan agresif jika tidak dituruti, dan sering mempermalukan suami di depan umum, dan mudah tersinggung. Masalah-masalah kecil tersebut, karena didiamkan oleh sang suami dan selalu mengalah untuk sang istri selama sepuluh tahun ini menjadi masalah yang besar. Dan bapak tersebut memutuskan untuk bercerai karena sudah tidak tahan lagi dengan perilaku istrinya.

Contoh kasus tersebut menunjukkan bahwa setiap konflik yang terjadi antara ayah dan ibu harus segera diselesaikan agar jangan sampai terjadi perceraian. Untuk dapat mengolah, mengatasi, ataupun menyelesaikan konflik dibutuhkan suatu manajemen konflik.

Manajemen konflik sendiri dapat diartikan sebagai sebuah tugas mengolah permasalahan yang timbul akibat adanya salah paham atau perselisihan yang dilakukan individu atau kelompok (Tjosvold dan Tjosvold, 1995). Manajemen konflik disamakan dengan resolusi konflik atau cara penanggulangan konflik. Selain itu sering pula disebut cara mengatasi pertentangan dan perselisihan yang timbul baik dalam diri sendiri , antar individu maupun antar kelompok (Robbins, 2000). Apabila konflik dapat diatasi dengan baik maka hubungan akan meningkat dan dapat mencapai


(24)

persetujuan, sedangkan manajemen konflik yang buruk dapat membuat salah paham dan hubungan makin memburuk.

Manajemen konflik, dalam penelitian ini, adalah strategi yang dimiliki ayah atau ibu untuk mengelola, mengatur masalah, mencegah, mengatasi, ataupun menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka, sehingga tidak mengakibatkan gangguan keseimbangan dalam menjalankan rumah tangga mereka. Konflik yang dimaksud adalah konflik interpersonal dalam menjalankan peran ayah dan peran ibu dalam keluarga. Di sini, manajemen konflik digunakan untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain. Hal ini berarti seorang individu membutuhkan kemampuan berinteraksi secara efektif dengan orang lain di masa depan. Seberapa penting tujuan pribadi bagi seseorang, dan seberapa penting hubungan baik itu bagi seseorang hal ini akan terlihat dari cara mereka bereaksi dalam melaksanakan strategi manajemen konflik (Johnson, 1981).

Belajar menggunakan strategi manajemen konflik biasanya dimulai ketika anak-anak, dan berfungsi secara otomatis. Biasanya seseorang tidak merancang bagaimana kita bereaksi ketika sedang menghadapi konflik, kita melakukan strategi menghadapi konflik sealamiah mungkin (Chandra, 2000).

Reaksi setiap individu berbeda dalam menghadapi setiap permasalahan, karena satu gaya manajemen konflik belum tentu cocok untuk semua situasi, demikian juga dalam perkawinan. Walaupun seseorang mempunyai kemampuan untuk mengatasi konflik dengan bervariasi tetapi ia


(25)

akan mempunyai kecenderungan untuk menggunakan satu gaya manajemen konflik tertentu (Steven A. Beebe, 1996).

Reaksi individu dalam menghadapi konflik dalam perkawinan juga berbeda. Bodenmann (dalam Baron, 1998) mengatakan bahwa seorang laki-laki cenderung lebih menghindari berbicara mengenai konflik daripada wanita. Ayah sebagai seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab dan mempunyai kekuasaan dalam memutuskan sesuatu dalam keluarga membuat ayah lebih sering melakukan tindak kekerasan, baik melalui kata-kata atau tindakan, dibanding seorang ibu. Seorang wanita cenderung lebih memperhatikan dan menjaga hubungan baik ketika sedang ada konflik, sedangkan laki-laki cenderung memperhatikan aturan-aturan yang berlaku hingga tercapainya kesepakatan bersama (David A Decenzo, 2002)

Thomas Lavins (1987) meneliti manajemen konflik pada pasangan suami istri, menemukan perbedaan gender dalam hal memahami perilaku pasangannnya. Suami dapat menolak permintaan istri untuk berubah, sedangkan istri harus menuruti permintaan suami untuk berubah.

Bermacam-macam konflik antara ayah dan ibu serta pentingnya menggunakan manajemen konflik, membuat penulis ingin mengetahui bagaimana manajemen konflik yang digunakan ayah dan ibu, dimana masalah yang mereka hadapi sangat bervariasi dan lebih mudah muncul karena ayah dan ibu melakukan interaksi yang intensif setiap harinya sehingga konflik dapat muncul dengan mudah.


(26)

B. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan manajemen konflik antara suami dan istri?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai ada tidaknya perbedaan gaya manajemen konflik antara suami dan istri.

D. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang hendak dicapai dari adanya penelitian ini: 1. Manfaat Teoritis

Memberikan wacana tambahan bagi bidang psikologi, khususnya psikologi keluarga, sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan literatur untuk penelitian yang lebih relevan di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Sebagai masukan bagi pasangan suami dan istri, agar lebih dapat memahami pasangan mereka, terutama dalam menggunakan manajemen konflik. Agar suami dan istri dapat menggunakan suatu gaya manajemen konflik yang tepat ketika terjadi konflik, sehingga keharmonisan keluarga dapat tercipta.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Manajemen Konflik

1. Konflik

a. Pengertian konflik

Konflik merupakan hal yang melekat dalam kehidupan manusia. Setiap individu dalam kehidupannya selalu berperang dengan konflik. Seiring jaman yang semakin maju, konflik akan sering terjadi seiring dengan meningkatnya irama kehidupan sehari-hari dan kegiatan dunia usaha yang berjalan semakin cepat.

Banyak sekali definisi yang dikemukakan para ahli mengenai konflik. Menurut World Book Dictionary konflik adalah perkelahian, perjuangan, peperangan, ketidaksetujuan, perselisihan, atau pertengkaran. Konflik dapat berujud konflik kecil seperti ketidaksetujuan tapi juga dapat berupa konflik besar seperti peperangan. Kata konflik sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu Conflictusyang berarti″menyerang bersama-sama dengan kekuatan″.

Watkins (dalam Chandra, 1992) berpendapat bahwa konflik dapat terjadi bila terdapat dua hal. Pertama konflik bisa terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang secara potensial dan praktis/ operasional dapat saling menghambat. Secara potensial, artinya mereka mempunyai kemampuan untuk menghambat. Secara


(28)

praktis operasional, artinya kemampuan tadi bisa diwujudkan dan berada dalam keadaan yang memungkinkan perwujudan secara mudah. Artinya bila kedua pihak tidak dapat menghambat atau tidak melihat pihak lain sebagai hambatan, maka konflik tidak akan terjadi. Beliau juga mengungkapkan unsur-unsur yang selalu ada dalam setiap konflik:

1) Adanya ketegangan yang diekspresikan.

2) Adanya sasaran atau tujuan atau pemenuhan kebutuhan yang dilihat berbeda, atau yang sesungguhnya bertentangan.

3) Kecilnya kemungkinan untuk pemenuhan kebutuhan yang dirasakan.

4) Adanya kemungkinan bahwa masing-masing pihak dapat menghalangi pihak lain dalam pencapaian tujuannya.

5) Adanya saling ketergantungan.

Sementara Daniel Webster (dalam Peg Pickering, 2001) mendefinisikan konflik sebagai persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain, pertentangan tersebut meliputi pertentangan pendapat, kepentingan, atau pertentangan antarindividu, pertentangan kebutuhan, dorongan, keinginan ataupun tuntutan. Hal senada juga diungkapkan Hardjana (1994) yang mengemukakan bahwa konflik adalah perselisihan, pertentangan, antara dua orang atau kelompok, dimana perbuatan yang satu


(29)

berlawanan dengan yang satunya sehingga salah satu atau keduanya merasa terganggu.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah perselisihan, pertentangan yang terjadi karena perbedaan persepsi, pertentangan antara dua pendapat, atau lebih yang berkaitan dengan kebutuhan dan hambatan yang dialami baik dalam proses penyesuaian diri dengan perubahan yang terjadi serta adaptasi terhadap tuntutan lingkungan yang tidak selalu dapat dilaksanakan dengan mudah.

b. Jenis-Jenis Konflik

Konflik bisa terjadi kapanpun, dimanapun dan dengan siapapun, oleh karena itu konflik yang terjadi dalam masyarakat banyak jenisnya. Banyak ahli dari bidang manajemen, psikologi maupun sosiologi mengidentifikasikan konflik menurut jenis-jenisnya. Pickering (2000) mengkategorikan konflik menjadi empat jenis konflik yaitu:

1) Konflik Diri

Konflik diri adalah gangguan emosi yang terjadi dalam diri seseorang karena ia dituntut menyelesaiakan suatu pekerjaan atau memenuhi suatu harapan sementara pengalaman, minat, tujuan, dan tata nilainya tidak sanggup memenuhi tuntutan, sehingga hal ini menjadi beban baginya. Konflik inipun bisa terjadi apabila pengalaman, minat, tujuan dan tata nilai pribadinya bertentangan


(30)

satu sama lain. Konfik diri juga mencerminkan perbedaan antara yang diinginkan seseorang dengan apa yang dilakukan untuk mewujudkan perilaku itu.

2) Konflik antar Individu

Konflik antar individu adalah konflik yang terjadi antara dua individu. Setiap orang mempunyai empat kebutuhan dasar psikologis yang mana bisa mencetuskan konflik bila tidak terpenuhi. Keempat kebutuhan dasar psikologis tersebut adalah sebagai berikut keinginan untuk dihargai, diperlakukan sebagai manusia, keinginan memegang kendali, keinginan memiliki harga diri yang tinggi, dan keinginan untuk konsisten. Bila keinginan ini tidak terpenuhi maka orang akan cenderung untuk memberikan reaksi membalas, menguasai, mengucilkan diri, atau mengajak bekerjasama.

3) Konflik dalam Kelompok

Konflik dalam kelompok adalah konflik yang terjadi antara individu dalam suatu kelompok ( tim, departemen, perusahaan, dan sebagainya).

4) Konflik antar Kelompok

Konflik antar kelompok melibatkan lebih dari satu kelompok (beberapa tim, departemen,organisasi, dsb).

William Hendricks (2004) menggolongkan konflik menjadi dua jenis, yaitu konflik intrapersonal dan interpersonal. Konflik


(31)

interpersonal masih dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu konflik intragroup dan intergroup. Berikut ini penjelasan dari masing-masing konflik:

1) Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal melibatkan ketidaksesuaian emosi bagi individu ketika keahlian, kepentingan, tujuan atau nilai-nilai digelar untuk memenuhi tugas-tugas atau pengharapan yang jauh dari menyenangkan.

2) Konflik Interpersonal

Konflik interpersonal lebih banyak diasosiasikan dengan konflik yang terjadi antara satu orang dengan orang lain, namun juga bisa terjadi antara dua orang atau lebih. Konflik interpersonal dibagi ke dalam dua group, yaitu:

a) Konflik Intragroup adalah konflik yang berada dalam batasan kelompok kecil.

b) Konflik Intergroup adalah konflik yang menjadi global dan mencakup beberapa kelompok.

Worchel dan Cooper (1979) juga berpendapat bahwa konflik dapat dibedakan ke dalam dua bagian besar yaitu: konflik intrapersonal dan konflik interpersonal. Konflik intrapersonal timbul akibat ketidaksesuaian antara apa yang diinginkan dengan perkiraan sebelumnya. Sedangkan konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi diantara dua atau lebih orang


(32)

Konflik yang dibicarakan dalam penelitian ini adalah konflik antar individu (interpersonal) yaitu suami dan istri dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Konflik antar pribadi biasanya didasari bahwa setiap individu itu mempunyai perbedaan dan keunikan, di mana dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek jasmaniah maupun rohaniah (Wahyudi, 2005).

Demikian pula dengan pasangan ayah dan ibu, kebersamaan mereka memungkinkan mereka bergaul secara dekat dan erat sekali, hal ini memungkinkan terjadinya konflik di antara mereka. Bilamana dua manusia bergaul secara erat dalam relasi pernikahan maka ketergantungan dan perselisihan itu pasti terjadi. Hal ini bisa terjadi karena manusia memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, antara lain dalam hal keinginan, perasaan, pendapat, sikap, latar belakang, sudut pandang, nilai-nilai serta interaksi kepribadian.

Konflik dalam keluarga terjadi jika salah satu anggota keluarga (dalam penelitian ini suami dan istri) tidak setuju dengan kejadian-kejadian dan situasi dalam hidup mereka. Salah satu dari mereka mungkin tidak setuju dengan perilaku yang layak dan harus dimunculkan pasangannya ketika menghadapi situasi tertentu, siapa yang harus melakukan tugas keluarga, bagaimana pendapatan dalam keluarga harus dibagi, atau bagaimana sebuah keputusan harus dibuat. Dengan kata lain konflik pada pasangan suami dan istri muncul karena


(33)

salah satu atau keduanya merasakan adanya suatu perbedaan diantara mereka.

c. Konflik Suami dan Istri

Perkawinan merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang sangat dinanti-nantikan. Setiap manusia dewasa dan mempunyai pasangan akan melangsungkan perkawinan. Perkawinan menurut Walgito (1984) adalah bersatunya seorang pria dan wanita sebagai suami istri untuk membentuk sebuah keluarga.

Gunarsa (1990) menyatakan bahwa perkawinan merupakan penyatuan antara dua orang menjadi satu kesatuan yang saling merindukan, saling menginginkan kebersamaan, saling membutuhkan, saling melayani, yang kesemuanya diwujudkan dalam kehidupan yang dinikmati bersama.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perkawinan adalah bersatunya dua orang menjadi satu kesatuan guna menjadi sebuah keluarga dimana terdapat hak-hak dan kewajiban yang harus dipenuhi guna mencapai kehidupan keluarga yang rukun dan bahagia.

Perkawinan berusaha menyatukan perbedaan antara dua individu yang melangsungkan perkawinan. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal pandangan, pendapat, dan kebiasaan, sifat, latar belakang kehidupan, tujuan hidup dan masih banyak lagi.


(34)

Perbedaan-perbedaan yang mereka bawa sebelum menikah biasanya akan berkembang setelah mereka menjadi suami istri. Banyak sekali perbedaan-perbedaan antara suami dan istri dalam menjalankan keluarga mereka. Peplau & Gordon (1985) mengatakan bahwa istri secara konsisten lebih terbuka pada pasangan mereka daripada suami. Perempuan cenderung lebih mengekspresikan kelembutan, ketakutan, dan kesedihan mereka daripada suami yang menganggap bahwa mengendalikan kemarahan merupakan orientasi yang umum.

Kepribadian seorang laki-laki dan perempuan juga berbeda (Gunarsa, 2001). Kepribadian perempuan merupakan kesatuan antara aspek emosi, rasio dan suasana hati. Hal ini terlihat dalam hal pengambilan keputusan, wanita mengambil keputusan tanpa didahului pertimbangan dan pemikiran yang masak, namun wanita berhati lembut dan tenang yang mendorongnya rela menderita dan berkorban untuk orang yang dia cintai.

Laki-laki sesuai dengan kepribadiannya memiliki kewibawaan, sikap dan dan pribadinya mempunyai batasan yang jelas antara pikiran, rasio, emosi, dan suasana hati. Laki-laki lebih mementingkan sesuatu yang dapat diterima oleh akal daripada maslah yang tidak nyata. Dalam mengerjakan sesuatu laki-laki terlihat lebih agresif, aktif, namun kurang memiliki kesabaran.

Pria dalam setiap kegiatannya lebih agresif, aktif dan kurang sabar ( Gunarsa, 2001). Suami cenderung tidak peduli pada kehidupan


(35)

emosional pasangan mereka, serta tidak mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka sendiri. Sementara wanita memiliki kelembutan perasaan, ketenagan, serta kerelaan untuk mengorbankan sesuatu bagi orang yang dia cintai.

Norman Wright (2004) berpendapat bahwa pada dasarnya emosi pria dan wanita tidak berbeda. Yang membedakan adalah cara pengungkapannya. Pria sangat mengandalkan kemampuan kognitif dan logika, sedangkan wanita sangat mementingkan hubungan dengan orang lain dan berorientasi pada pasangan.

Tugas dan tanggung jawab yang dijalankan suami dan istri dalam kehidupan rumah tangga juga berbeda pada umumnya peranan ayah dan peranan ibu sudah diatur sedemikian rupa sehingga ibu lebih banyak berhubungan dengan anak dan mempunyai kesibukan rumah tangga di daam rumah. Ayah sebaliknya, lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah.

Ayah di dalam keluarga mempunyai peran sendiri, diantaranya adalah:

1) Pencari nafkah yang bertugas menyediakan kebutuhan keluarga secara finansial.

2) Sebagai pendidik.

3) Sebagai pelindung dalam keluarga.

4) Sebagai sahabat, yaitu pemecah masalah yang dapat bersikap objektif dalam permasalahan yang dihadapi.


(36)

Peran ayah yang utama sebagai pencari nafkah keluarga sudah terkondisi dari jaman dahulu. Ayah mempunyai tanggung jawab terbesar untuk mencukupi segala kebutuhan keluarga, terlebih kebutuhan secara finansial. Karena itu ayah biasanya bekerja di luar rumah sehingga kurang mempunyai waktu bersama-sama dengan keluarganya. Waktunya banyak dihabiskan di kantor tempat ia bekerja (Gunarsa, 2001). Kaum ibu secara prinsipal bertanggung jawab atas kelangsungan hidup anaknya. Ibu lebih sering berada di rumah daripada ayah dengan perbandingan 9 dengan 3,2 jam per hari (Singgih D Gunarsa, Ny Singgih D Gunarsa, 2001).

Sifat seorang ayah yang biasanya tegas, berwibawa dan bertanggung jawab terhadap keluarganya, akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Ayah juga dapat mengatur dan mengarahkan aktivitas anak. Misalnya menyadarkan anak bagaimana menghadapi lingkungannya dan situasi di luar rumah. Ia memberi dorongan, membiarkan anak mengenal lebih banyak, melangkah lebih jauh, menyediakan perlengkapan permainan yang menarik, mengajar mereka membaca, mengajak anak untuk memperhatikan kejadian-kejadian dan hal-hal menarik yang terjadi di luar rumah.

Sebagai kepala keluarga, seorang ayah harus bisa melindungi seluruh anggota keluarganya. Ayah merupakan orang pertama yang harus menghadapi segala ancaman yang mengarah pada keluarga. Ia harus menciptakan suasana aman dan nyaman bagi keluarganya (Linda Brannon, 1996).


(37)

Ayah juga berperan sebagai sahabat bagi anak-anaknya. Ayah dapat berdiskusi dan berusaha memberikan nasihat-nasihat serta jalan keluar untuk masalah yang sedang dihadapi. Anak biasanya akan menceritakan pengalaman-pengalaman yang ia rasakan sepanjang hari, dan ayah harus menjadi pendengar yang baik ketika anaknya sedang bercerita (Singgih D Gunarsa, 1994).

Dalam kehidupan sehari-harinya perempuan sebagai anggota masyarakat mempunyai beberapa peran sebagai berikut: yang pertama perempuan sebagai anggota masyarakat mempunyai peran, pekerjaan, dan karier. Yang kedua perempuan sebagai anggota keluarga yaitu menjadi anggota keluarga, istri, dan menjadi ibu.

Perempuan sebagai anggota suatu keluarga mempunyai peran ganda menurut Betty Friedan (dalam Singgih D Gunarsa, 2001) yaitu: 1) Perempuan sebagai anggota keluarga: memberi inspirasi tentang

gambaran arti hidup dan peranannya sebagai perempuan dan anggota keluarga.

2) Perempuan sebagai istri: membantu suami dalam menentukan nilai-nilai yang akan menjadi tujuan hidup yang mewarnai hidup sehari-hari dan keluarga:

a) Menjadi kekasih suami, menjadi pengabdi dalam membantu meringankan beban suami.


(38)

b) Menjadi pendamping suami, bila perlu membina relasi-relasi dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial, menghadapi, mengatasi masalah baik diatasi sendiri maupun bersama-sama. c) Menjadi manajer keuangan yang dilimpahkan oleh suami.

Suami biasanya akan menyerahkan urusan keuangan pada istri untuk mengatur keuangan dalam keluarga, karena perempuan dianggap lebih teliti dan pandai dalam mengatur keuangan. 3) Perempuan sebagai pencari nafkah.

Perempuan untuk kepuasan diri bisa menunjukkan kemampuannya dengan bekerja. Perempuan yang berambisi tinggi, sesudah menikah bisa juga ingin tetap mengejar karier. Dalam kenyataannya, ada perempuan yang perlu bekerja di luar atau di dalam rumah untuk meringankan beban suami dan menambah keuangan dalam keluarga, atau untuk mengamalkan kemampuannya setelah mempelajari sesuatu yang memberi kepuasan tersendiri, sambil menambah penghasilan keluarga.

4) Perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga

Sebagai ibu rumah tangga perempuan mengatur seluruh kehidupan dan kelancaran rumah tangga, selain itu juga mengatur dan mengusahakan suasana rumah yang nyaman.

5) Perempuan sebagai ibu bagi anak.

a) Menjadi model tingkah laku anak yang mudah diamati dan ditiru.


(39)

b) Menjadi pendidik: memberi pengarahan, dorongan dan pertimbangan bagi perbuatan-perbuatan anak untuk membentuk perilaku.

c) Menjadi konsultan: memberi nasihat, pertimbangan, pengarahan, dan bimbingan.

d) Menjadi sumber informasi: memberikan pengetahuan, pengertian dan penerangan.

Sebagai sepasang suami istri, keduanya harus dapat mengesampingkan perbedaan-perbedaan tersebut dan lebih memperhatikan kesatuan yang harmonis yang meliputi kesatuan dalam sikap dan pandangan dalam menjalankan rumah tangga mereka.

Hornby (dalam Walgito,1984) menyatakan pria dan perempuan disatukan dalam sebuah pernikahan dan mendapatkan status baru sebagai suami dan istri. Pasangan suami dan istri tinggal bersama dan keduanya saling mempengaruhi dan bergantung satu sama lain. Kebersamaan ini memungkinkan mereka begaul secara dekat dan erat sekali, sekurang-kurangnya dua belas sampai lima belas jam sehari. Bilamana dua manusia harus bergaul secara erat seperti dalam relasi pernikahan maka ketergantungan dan perselisihan itu pasti terjadi. Hal ini disebabkan manusia berbeda satu dan lainnya, antara lain hal keinginan, perasaan, pendapat, sikap latar belakang, sudut pandang, nilai-nilai, kebutuhan interaksi, kepribadian. Keharusan untuk bergaul dan berada di tempat yang sama setiap hari menyebabkan mereka


(40)

melakukan interaksi dan kontak yang intensif. Dengan demikian konflik mengenai berbagai masalah dalam kehidupan mereka relatif mudah terjadi. Jika dua orang hidup bersama-sama sebagai pasangan, maka konflik akan meningkat atau ada kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi. Akibatnya pasangan akan kecewa, frustasi dan merasa tidak puas sehingga dapat menyulut pertengkaran.

Konflik dalam keluarga terjadi jika salah satu anggota keluarga ( dalam penelitian ini suami dan istri) tidak setuju dengan kejadian-kejadian dan situasi dalam hidup mereka. Salah satu dari mereka mungkin tidak setuju dengan perilaku yang layak, yang harus dimunculkan pasangannya ketika menghadapi situasi tertentu. Misalnya siapa yang harus melakukan tugas keluarga,bagaimana pendapatan dalam keluarga harus diatur, atau bagaimana sebuah keputusan harus dibuat

Adapun masalah-masalah yang sering timbul antara suami istri dalam sebuah keluarga biasanya berhubungan dengan masalah pribadi suami istri yang meliputi masa lampau mereka dan masa depan selanjutnya, masalah pribadi suami istri dengan ipar dan mertua, masalah nafkah serta pekerjaan ( Singgih D Gunarsa, 1994).

Robby I Chandra (1992) berpendapat bahwa faktor penyebab timbulnya masalah dalam keluarga yang menyebabkan kegoncangan berasal dari suami istri itu sendiri atau pengaruh dari salah satu orang


(41)

tua dari kedua belah pihak suami atau istri. Adapun timbulnya ketegangan yang bersumber dari suami istri antara lain:

1) Kurangnya saling pengertian antar suami istri karena kurangnya kemauan untuk mempelajari diri sendiri dan orang lain.

2) Kurang terbuka mengenai masalah tersembunyi yang belum terselesaikan.

3) Adanya kecurigaan baik dari pemakaian uang, maupun dari segi hubungan intim dengan orang luar.

4) Ketidakmauan suami untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani keluarga.

5) Ketidakmampuan suami membimbing istri dan anggota keluarga karena sibuk dalam tugasnya sehingga istri berperan dalam rumah tangga, atau suami pendiam dan istri sebaliknya.

6) Ketidakpuasan suami terhadap pelayanan istri, misalnya dalam hal penyediaan makanan, kurang mengetahui selera suami, atau dalam hal pelayanan seks.

7) Ketidakpuasan suami terhadap kemampuan istri. Misalnya pendapatan suami lebih tinggi sehingga dia akan cenderung menguasai atau menggurui, istri bersifat boros dalam pembelanjaan sehingga gaji defisit.

8) Ketidakpuasan istri terhadap pelayanan suami. Suami terlalu berkuasa sehingga istri merasa harus selalu tunduk pada suami.


(42)

Apabila dikelompokkan segala macam masalah antara suami dan istri dalam sebuah keluarga tadi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Masalah pribadi suami istri yang menyangkut masa lampau mereka dan masa depan yang akan dijalani mereka.

2) Masalah pribadi suami istri yang memasuki lingkungan keluarga baru yaitu bersama dengan ipar, kakak, adik, dan lain-lain.

3) Masalah yang berhubungan dengan keluarga baru dan rencananya akan dibentuk, meliputi hari depan, pendidikan dan perkembangan anak.

Dalam survey internasional Gurin, dkk (dalam Sears dkk, 1992) 45% orang yang sudah menikah mengatakan bahwa dalam kehidupan bersama akan muncul berbagai masalah. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa konflik akan selalu muncul pada hubungan yang dirasa amat istimewa sekalipun. Selanjutnya dikemukakan bahwa 32% pasangan yang menilai pernikahan mereka sangat membahagiakan melaporkan bahwa mereka juga pernah mengalami pertentangan, oleh karena itu dapat dikatakan konflik merupakan hal yang wajar terjadi dalam kehidupan pernikahan. Bahkan konflik yang terjadi dalam kehidupan pernikahan lebih besar dibanding konflik yang terjadi pada aspek kehidupan lain, karena bidang-bidang persoalannya lebih mendalam meliputi perasaan,kesenangan, kepercayaan, serta ditambah lagi masalah seks dengan segala tuntutan dan liku-liku.


(43)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik yang terjadi pada pasangan suami istri merupakan hal yang wajar karena mereka berinteraksi sehari-hari dan masing-masing manusia mempunyai latar belakang, sudut pandang, nilai-nilai maupun kebutuhan yang berbeda, yang dapat mengakibatkan perbedaan persepsi, kegagalan dalam berkomunikasi, serta dapat menimbulkan konflik pada pasangan suami istri.

Disamping itu juga sifat yang dibawa masing-masing baik suami atau istri yang berbeda, jika tidak cepat beradaptasi juga akan menimbulkan konflik diantara pasangan tersebut. Misalnya saja dalam penelitian yang dilakukan oleh Dr. Carol N Jacklin dan Dr. Eleanor E. Maccoby (dalam Norman Wright, 2004) mengungkapkan adanya pebedaan jenis kelamin ditinjau dari sudut psikologi menyebutkan bahwa perempuan lebih dapat mengekspresikan emosi dan berempati atau berbelaskasihan saat menanggapi perasaan orang lain. Sementara kebanyakan laki-laki tidak memiliki kosa-kata yang cukup untuk mengungkapkan perasaannya. Mereka merasa tidak nyaman bila harus mengutarakan kegagalan, kecemasan, atau kekecewaan mereka.

Sebagai pasangan suami istri sebaiknya mereka mulai mempelajari sifat-sifat tersebut sehingga dalam keluarga dapat terjalin komunikasi yang baik, untuk dapat menyelesaikan masalah-maslah keluarga dengan baik. Karena hal-hal atau sifat kecil yang berbeda


(44)

dalam hubungan suami istri dapat memicu timbulnya suatu konflik antara suami istri (H. Norman Wright, 2004).

2. Manajemen Konflik

a Pengertian Manajemen Konflik

Konflik tidak hanya harus diterima dan dikelola dengan baik, tetapi juga harus didorong, karena konflik merupakan kekuatan untuk mendapatkan perubahan dalam suatu lembaga atau kelompok (Hardjana, 1994). Edelmen, R.J. dalam (Wahyudi, 2005) menegaskan bahwa, jika konflik dikelola secara sistematis dapat berdampak positif yaitu, memperkuat hubungan kerjasama, meningkatkan kepercayaan diri, mempertinggi kreativitas dan produktivitas serta meningkatkan kepuasan kerja. Oleh karena itu kemampuan manajemen konflik sangat penting untuk diperhatikan

Manajemen konflik sendiri dapat diartikan sebagai tugas mengelola suatu permasalahan yang timbul akibat salah paham atau perselisihan yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Apabila dapat diatasi dengan baik maka hubungan akan meningkat dan mencapai persetujuan. Sedangkan manajemen konflik yang buruk dapat membuat semakin salah paham dan membuat buruknya hubungan interpersonal (Johnson&Johnson, 1994).

Sedangkan tujuan dari adanya manajemen konflik tersebut adalah mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan


(45)

yang selanjutnya dalam mencapai tujuan yang diperjuangkan dan menjaga hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik agar tetap baik (Hardjana, 1994).

b. Gaya-gaya Manajemen Konflik

Orang yang terlibat dalam situasi konflik memiliki gaya manajemen konflik yang berbeda-beda. Masing-masing individu dapat menggunakan beberapa macam gaya, namun seringkali hanya gaya tertentu yang digunakan seseorang (Killman&Thomas, 1992).

Setiap orang dapat menggunakan manajemen konfik yang bervariasi tergantung pada situasinya. Suatu gaya manajemen konflik mungkin cocok untuk satu situasi, tetapi belum tentu cocok untuk situasi yang lain. Tetapi biasanya seseorang akan memiliki kecenderungan untuk menggunakan satu gaya manajemen konflik tertentu (David. A. Decenzo, 1997)

William Hendrick (1992) menyamakan istilah teknik penyelesaian konflik dengan gaya atau style manajemen konflik yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan konflik. Ada lima macam cara dalam menghadapi konflik yang terjadi yaitu:

1) Penyelesaian konflik dengan cara mempersatukan(integrating) Penyelesaian konflik dengan cara integrating yaitu, pihak-pihak yang terlibat konflik melakukan tukar-menukar informasi. Kedua belah pihak mempunyai keinginan untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak yang sedang


(46)

berkonflik. Penyelesaian konflik dengan mempersatukan mendorong munculnya kreativitas yang bersangkutan. Kelemahan gaya penyelesaian ini adalah membutuhkan waktu yang lama dan dapat menimbulkan kekecewaan karena penalaran dan perimbangan rasional seringkali dikalahkan oleh komitmen emosional untuk suatu posisi.

2) Strategi kerelaaan untuk membantu(obliging)

Strategi ini berperan untuk mengurangi perbedaan antar kelompok dan mendorong pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencari-cari persamaan. Perhatian pada orang atau kelompok lain, akan menyebabkan seseorang merasa puas karena keinginannya dipenuhi oleh pihak lain, walaupun salah satu pihak harus mengorbankan sesuatu yang penting baginya. Gaya semacam ini dapat digunakan sebagai strategi yang sengaja untuk mengangkat atau membuat pihak lain merasa lebih baik dan senang terhadap suatu isu.

3) Teknik dominasi(dominating)

Teknik ini merupakan kebalikan dari gaya obliging, menekankan pada kepentingan diri sendiri. Kewajiban sering diabaikan demi kepentingan pribadi atau kelompok dan cenderung meremehkan kepentingan orang lain. Teknik dominasi sangat efektif apabila suatu keputusan harus diambil secara tepat.


(47)

4) Teknik menghindar(avoiding)

Salah satu strategi dalam pengendalian konflik dengan cara menghindari suatu permasalahan. Pihak yang menghindar dari konflik tidak menempatkan suatu nilai pada diri sendiri atau orang lain. Gaya menghindar berarti menghindar dari tanggung jawab atau mengelak dari suatu isu konflik, menghindar dengan lawan konfliknya, menekan konflik yang terjadi. Aspek negatif dari gaya ini adalah melemparkan masalah pada orang lain, atau mengesampingkan masalah.

5) Gaya penyelesaian konflik dengan cara kompromi(compromising) Gaya ini dikategorikan efektif bila isu konflik mempunyai kekuatan yang berimbang. Teknik kompromi dapat menjalin pilihan bila metode lain gagal dan kedua pihak mencari jalan tengah. Pada kompromi masing-masing pihak rela memberikan sebagian kepentingannya (win-win solution). Kompromi dapat berarti membagi perbedaan atau bertukar sesuatu, masing-masing bersedia mengorbankan sesuatu agar tercapai penyelesaian. Dalam gaya ini dibutuhkan keahlian untuk bernegosiasi dan tawar-menawar.

Jika digambarkan maka, lima gaya manajemen konflik yaitu Menghindar, Dominasi, Membantu, Kompromi, dan Mempersatukan menurut William Hendricks (1992) tersebut adalah sebagai berikut:


(48)

Diagram 1.

Gaya Manajemen Konflik menurut William Hendrick (1992)

Sedangkan startegi manajemen konflik menurut Johnson & Johnson (1994) dibedakan menjadi lima macam strategi yang sealnjutnya akan disebut gaya, yang berdasarkan pada seberapa penting hubungan baik itu bagi seseorang. Adapun kelima gaya tersebut adalah:

1) ″The Turtle″ atau ″Withdrawing″

Orang yang menggunakan gaya manajemen konflik ini selalu berusaha bersembunyi untuk menghindari konflik. Mereka menyerahkan tujuan pribadinya dan hubungan baiknya. Mereka tetap menjauh dari permasalahan yang menjadi konflik dan menjauh dari orang yang berkonflik dengannya.

2) ″The Shark″atau″Forcing″

Orang dengan gaya manajemen konflik ini mencoba untuk melawan menggunakan kekuatan penuh dengan cara mengancam sebagai solusi konflik yang mereka hadapi. Tujuan pribadi


(49)

sangatlah penting baginya dan hubungan baik tidaklah penting baginya.. Mereka berpendapat bahwa konflik hanya dapat dimenangkan oleh salah satu pihak dan pihak yang lain harus kalah. Kemenangan bagi mereka memberikan rasa kebanggaan dan keberhasilan, sedangkan kekalahan akan memberikan rasa kelemahan dan kegagalan serta tidak puas. Mereka selalu mencoba untuk menyerang, menunjukkan kekuasaan, dan mengintimidasi (menekan) orang lain.

3) ″Teddy Bear″atau″Smoothing″

Bagi orang yang menggunakan gaya ″Teddy Bear″ hubungan baik adalah kepentingan yang utama, kemudian mengenai tujuan mereka sendiri tidaklah begitu penting baginya.Orang dengan gaya ini ingin diterima dan disukai orang lain. Mereka berpikir bahwa konflik seharusnya dihindari demi anugerah keharmonisan dan percaya bahwa konflik dapat didiskusikan tanpa merusak hubungan baik. Mereka takut bahwa jika konflik berlanjut akan mengakibatkan salah satu terluka dan menyebabkan hancurnya hubungan baik. Mereka menyerahkan tujuan mereka demi menjaga hubungan baik, juga ingin mencoba meluluhkan ketegangan akibat konflk tanpa merusak hubungan orang lain. Mereka menyatakan atau menyerahkan tujuannya dan membiarkan orang lain akan menyukai dirinya. Mereka hanya ingin membuat konflik mereda,


(50)

karena mereka takut kalau-kalau nanti konflik ini akan merugikan hubungan baik.

4) ″The Fox″atau″Compromising″

Orang dengan gaya manajemen konflik ini senang memperhatikan tujuannya dan juga hubungan baik mereka dengan orang lain. Mereka selalu mencoba untuk bekerjasama dengan orang lain untuk memecahkan masalah akibat konflik. Mereka menyerahkan sebagian tujuan mereka dan membujuk orang lain menyerahkan sebagian tujuannya juga. Mereka juga mencoba solusi konflik dimana semua pihak mendapatkan sesuatu dan berada di tengah-tengah di antara dua posisi ekstrem (kanan-kiri). Mereka berkeinginan untuk mengorbankan sebagian tujuan mereka dan hubungan baik mereka, tapi sisi lain demi menemukan persetujuan bersama yang berakibat baik bagi semua pihak.

5) ″The Owl″atau″Confronting″

Kelompok orang dengan gaya manajemen konflik″The Owl″ lebih menghargai tujuan mereka sendiri dan hubungan baik mereka. Mereka memandang konflik sebagai permasalahan yang harus diselesaikan dan dicarikan solusi yang berguna bagi tujuan mereka sendiri dan orang lain, demi memperbaiki hubungan baik. Mereka mencoba untuk mulai berdiskusi, meneliti tentang konflik yang menjadi permasalahan dengan mencoba solusi yang memuaskan bagi semua pihak demi hubungan baik. Mereka merasa tidak puas


(51)

sampai solusi terbaik ditemukan demi mencapai tujuan mereka dan orang lain. Selain itu mereka tidak akan puas sampai ketegangan dan perasaan buruk ditenangkan kembali.

Penelitian ini akan menggunakan gaya manajemen konflik yang dikemukakan oleh William Hendricks (1992) yang menampilkan lima gaya manajemen konflik yaitu: mempersatukan, membantu, dominasi, kompromi, dan menghindar. Dengan melihat kecenderungan para suami dan istri dalam menggunakan manajemen konflik diharapkan dari hasil penelitian akan mengetahui apakah ada perbedaan manajemen konflik antara suami dan istri.

B. Perbedaan Manajemen Konflik Suami-Istri

Laki-laki dan perempuan yang memutuskan untuk mengikatkan diri menjadi satu kesatuan guna membentuk suatu keluarga yang baru dan menjadi sepasang suami istri. Masing-masing, baik suami dan istri memiliki perbedaan dalam beberapa hal diantaranya perbedaan sifat, latar belakang kehidupan, tugas dan tanggung jawab, dan masih banyak lagi.

Istri lebih ekspresif dan berperasaan daripada suami dalam pernikahan (Blumstein & Schwart, !983). Istri lebih terbuka mengenai segala sesuatu yang sedang dia alami. Perempuan akan cenderung lebih mengekspresikan kelembutan, ketakutan, dan kesedihan daripada pasangan mereka.

Selain itu juga terdapat perbedaan gender yang kuat dalam hal pekerjaan rumah. Istri biasanya melakukan pekerjaan rumah tangga lebih


(52)

banyak daripada suami (Warner, 1986) . sebagian besar istri melakukan pekerjaan rumah tangga dua atau tiga kali lipat dari yang dilakukan oleh suami. Bahkan hanya 10% suami yang melakukan pekerjaan rumah tangga sebanyak istri mereka. Suami lebih banyak menghabiskan waktu mereka di tempat kerja.

Dalam kehidupan rumah tangga suami dan istri saling mendorong dan saling mengisi dalam menangani berbagai pekerjaan sehinga suatu pekerjaan itu nampak bukan sebagai beban. Tetapi ketika terjadi perubahan, pertentangan emosional, sosial, semangat dan kemunduran ekonomi maka dapat menimbulkan permasalahan (Save M Dagun, 1990). Untuk membina hubungan akrab antara suami dan istri diperlukan tekad baik dan derajad toleransi yang tinggi untuk dapat mengatasi berbagai masalah.

Permasalahan yang timbul biasanya disebabkan karena masing-masing suami dan istri saling bertentangan. Misalnya saja ayah atau suami harus selalu mengikuti dan menyesuaikan diri pada setiap perubahan yang terjadi di tempat ia bekerja untuk mempertahankan kedudukan dan posisinya. Suami mengalami suatu proses hidup psikis yang lebih dinamis, yang akhirnya tidak sesuai lagi dengan hidup psikis istri, karena istri hanya tinggal di rumah dan kurang mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar rumah. Perbedaan perkembangan tersebut membuat jarak makin membesar sehingga membentuk jurang yang tidak memungkinkan kontak psikis lagi. Jika hal ini berlarut akan


(53)

menimbulkan masalah yang pelik dalam keluarga (Astuti dalam Miniatrix, 2003).

Ibu yang memutuskan untuk menjadi perempuan karier dengan alasan untuk menopang keuangan keluarga juga memiliki kebimbangan di mana ia harus menentukan seberapa banyak ia harus meluangkan waktu bersama anak dan keluarga disamping ia juga harus menyisihkan waktu untuk pekerjaannya. Sebagai seorang suami jika istri bekerja sering merasa diremehkan. Ia merasa istrinya tidak puas dengan penghasilan keluarga yang otomatis meremehkan dirinya sebagai pencari nafkah. Selain itu anak- anak juga kekurangan kasih sayang dan rumah kurang terawat (Slameto, 2003).

Konflik yang terjadi antara suami dan istri harus segera dicari jalan keluarnya, dan sebisa mungkin jangan menunda penyelesaian konflik. Jika konflik hanya didiamkan saja dan tidak dicari jalan keluarnya maka konflik akan meruncing dan semakin sulit untuk mengatasinya.

Untuk mencegah terjadinya permasalahan yang berlarut-larut yang akhirnya menuju pada perceraian, masing-masing individu harus memilki manajemen konflik yang tepat. Berbeda orang menggunakan manajemen konflik dengan cara yang berbeda pula. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk menggunakan berbagai macam gaya manajemen konflik, tetapi tetap saja mempunyai kecenderungan untuk menggunakan salah satu gaya manajemen konflik (David. A. Decenzo, 1992). Tidak ada satupun gaya manajemen konflik yang efektif untuk semua situasi (Peg


(54)

Pickering, 2000), oleh karena itu penting untuk mengembangkan kemampuan menggunakan setiap gaya manajemen konflik sesuai dengan situasi.

Manajemen konflik pada manusia berdasarkan kedua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan menurut Cancian (1987) menyatakan bahwa perempuan lebih berhasrat untuk menghindari konflik dan memelihara hubungan baik mereka daripada laki-laki. Selain itu perempuan merasa bertanggung jawab untuk memelihara hubungan tersebut. Blomstein&Schwartz (1983), menambahkan bagaimanapun perempuan lebih mempermasalahkan, membenci yang mereka hadapi, tetapi tetap berusaha untuk berbuat hal yang benar. Pada saat memberikan penjelasan, perempuan memiliki kecenderungan menggunakan perbandingan untuk memenangkan pendapat mereka. Namun demikian perempuan lebih memilih untuk menghindari konflik bila hal tersebut mungkin untuk dilakukan untuk menjaga hubungan mereka. Ketika konflik menghasilkan kekerasan, maka wanita akan cenderung merasa disakiti daripada laki-laki.

Hal ini didukung pendapat (Brannon, 1999) yang berpendapat bahwa dalam menghadapi konflik, perempuan menggunakan gaya manajemen konflik dengan pemikiran-pemikiran, supaya hubungan mereka tetap terpelihara. Perempuan memiliki ruang untuk menghindari konflik atau menggunakan pertimbangan emosi untuk menangani konflik.


(55)

Ketika konflik menghasilkan kekerasan, perempuan mungkin lebih terluka daripada laki-laki pada saat terjadi konfrontasi.

Sementara Borisoff & Victor (1989) mengemukakan bahwa sesungguhnya ketrampilan berkomunikasi berguna untuk mengemukakan efektivitas manajemen konflik termasuk di dalamnya keterbukaan, keterusterangan, asertif, empati, kredibel, fleksibel, bisa mendengarkan secara aktif. Banyak asumsi tentang bagaimana perempuan dan laki-laki berbeda dalam segala hal. Salah satunya adalah H. Norman Wright (2004) yang menyatakan bahwa pria dan perempuan berbeda dalam cara berpikir, bertindak, menghadapi, dan lain-lain. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat saling melengkapi, tetapi kerap kali menimbulkan konflik dalam pernikahan.

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang juga menyangkut bagaimana laki-laki dan perempuan berbeda dalam menghadapi konflik diungkapkan pula oleh David A. Decenzo (1997), yang menyebutkan bahwa perempuan menjalin hubungan untuk mendapatkan kedekatan, sedangkan laki-laki menjalin hubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Perempuan selalu menjaga hubungan interpersonal agar dinamis untuk memeperoleh hubungan yang sehat sedangkan laki-laki kurang memeperhatikan hubungan yang dinamis. Perempuan selalu memperhatikan kepentingan bersama, sedangkan laki-laki cenderung melindungi kepentingannya sendiri. Ketika terjadi konflik perempuan akan


(56)

berusaha untuk tetap menjaga hubungan baik, sebaliknya laki-laki akan terpaku pada aturan hingga kesepakatan bersama tercapai.

Banyak penelitian telah membuktikan banyak hal seperti di atas, misalnya laki-laki lebih mendengarkan daripada memberikan pendapat. Salah satu diantarnya adalah penelitian yang dilakukan Thomas Levin (1987) yang meneliti tentang manajemen konflik pada pasangan. Penelitian ini menemukan bahwa ada perbedaan gender dalam hal suami istri meminta untuk memahami perilaku masing-masing pasangannya. Dalam hal ini suami-suami dapat menolak permintaan istri-isri mereka untuk berubah karena perilaku laki-laki mencerminkan ciri kepribadian yang tidak berubah. Sedangkan para istri harus bisa berubah sebagai respon terhadap permintaan suami karena perilaku perempuan mudah berubah. Keyakinan suami terhadap manajemen konflik memberikan mereka kekuatan lebih dalam hubungan, mereka dapat meminta haknya berubah tetapi tidak layaknya dapat disuruh berubah.


(57)

C. HIPOTESA

Hipotesa penelitian dari penelitian ini adalah ada perbedaan manajemen konflik antara suami dan istri yang meliputi:

1. Ada perbedaan Gaya Manajemen Konflik Menghindar antara suami dan istri.

2. Ada perbedaan Gaya Manajemen Konflik Dominasi antara suami dan istri.

3. Ada perbedaan Gaya Manajemen Konflik Membantu antara suami dan istri.

4. Ada perbedaan Gaya Manajemen Konflik Kompromi antara suami dan istri.

5. Ada perbedaan Gaya Manajemen Konflik Mempersatukan antara suami dan istri.


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian komparasional, yang berbentuk perbandingan dari dua sampel atau lebih. Penelitian ini termasuk penelitian komparatif karena ingin melihat apakah ada perbedaan manajemen konflik antara suami dan istri.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel. Variabel-variabel tersebut adalah:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab kemunculan dari variabel terikat (Kerlinger, 1996). Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suami dan istri.

2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung sering disebut variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dengan demikian variabel terikat dipandang sebagai konsekuensi variabel bebas (Kerlinger, 1996). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah manajemen konflik.


(59)

C. Definisi Operasional

Definisi operasional melekatkan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur variabel itu. Definisi semacam itu memberikan batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut.

Definisi operasional dari variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1. Suami dan Istri

Suami adalah laki-laki dewasa yang telah melangsungkan perkawinan secara resmi menurut hukum dan agama.

Istri adalah perempuan dewasa yang telah melangsungkan perkawinan secara resmi menurut hukum dan agama.

2. Manajemen Konflik

Manajemen konflik adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu, dalam hal ini ayah dan ibu, untuk mengelola, mengatur masalah, mencegah, mengatasi, ataupun menyelesaikan konflik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari pasangan suami istri tersebut. Masalah-masalah tersebut antara lain masalah pribadi suami dan istri yang meliputi masa lampau dan masa depan mereka, masalah pribadi suami istri dengan mertua dan anggota keluarga lain, masalah nafkah serta pekerjaan, masalah anak. Cara individu untuk mengolah konflik yang terjadi disebut gaya manajemen konflik. Gaya Manajemen konflik yang dipakai di sini


(60)

adalah lima gaya manajemen konflik menurut William Hendricks (1992). Kelima gaya manajemen konflik tersebut adalah: Manajemen Konflik Menghindar, Manajemen Konflik Dominasi, Manajemen Konflik Membantu, Manajemen Konflik Kompromi, dan Manajemen Konflik Mempersatukan.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah pasangan suami dan istri yang telah melangsungkan pernikahan secara resmi menurut agama maupun hukum dan yang bertempat tinggal di tiga desa yang telah ditentukan oleh penulis yaitu dusun Ngagul-agulan, Jetis Depok dan Ngaranan. Subjek yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Memiliki anak

Karena dengan adanya anak dimungkinkan bertambahnya konflik antara suami dan istri.

2. Salah satu pasangan harus memiliki pekerjaan tetap.

Karena dengan adanya pekerjaan maka tangung jawab akan bertambah bukan hanya dalam keluarga, tetapi juga di tempat kerja. Bertambahnya tangung jawab memungkinkan timbulnya konflik.

3. Latar belakang pendidikan

Karena lokasi pengambilan sampel adalah masyarakat yang tinggal di dusun, dikhawatirkan subjek ada sebagian yang tidak bisa baca dan tulis,


(61)

maka di sini akan dipilih subjek yang memiliki latar belakang pendidikan SMP, SLTA, PT atau yang sederajat.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup dua hal yaitu: identitas diri subjek, serta skala manajemen konflik yang dipakai suami istri dalam menghadapi konflik yang ada tersebut.

Identitas diri subjek didapat dari lembar daftar isian yang diberikan kepada subjek bersamaan dengan dibagikannya skala manajemen konflik. Adapun isi dari lembar identitas diri adalah untuk mengetahui nama, jenis kelamin, jumlah anak, latar belakang pendidikan, dan pekerjaan.

Skala merupakan salah satu alat ukur psikologis yang lebih banyak dipakai untuk mengukur aspek afektif (Azwar, 2002). Skala berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak langsung mengukur atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku atribut yang bersangkutan. Sedangkan respon subjek untuk suatu skala tidak diklasifikasiksan sebagai jawaban salah atau benar. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara sungguh-sungguh, hanya saja jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.

Dalam penelitian ini alat pengumpul datanya berupa skala manajemen konflik. Skala ini terdiri dari 100 item manajemen konflik. Item-itemnya berupa pernyataan yang di dalamnya terdapat 50 item favorable dan 50 item lagi unfavorable. Tiap-tiap gaya manajemen konflik yaitu Menghindar, Dominasi, Membantu, Kompromi, Mempersatukan, akan diwakili


(62)

masing-masing 20 item (10 favorabel dan 10 unfavorabel). Skala ini menggunakan 4 alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Pemberian skor yang digunakan adalah sebagai berikut: untuk item yang favorable, penilaian bergerak dari angka empat sampai dengan angka satu. Jawaban SS= 4, S= 3, TS= 2, STS=1. Sedangkan untuk pernyataan yang unfavorable maka sebaliknya, penilaian bergerak dari angka satu ke angka empat, SS= 1, S=2, TS= 3, STS=4. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1

Blue Print Skala Manajemen konflik

No Komponen Jumlah

Item

%

1 Gaya Manajemen Konfik Menghidar  Tidak menempatkan nilai pada diri

sendiri dan orang lain.

 Menghindar dari tanggung jawab, lari dari masalah yang dihadapi.

20 20

2 Gaya Manajemen Konflik Dominasi  Menekankan pada kepentingan diri

sendiri.

 Memaksa orang lain mengikuti dirinya.

20 20

3 Gaya Manajemen Konflik Membantu

 Menempatkan nilai yang tinggi bagi orang lain.

 Mengorbankan sesuatu yang penting bagi dirinya.

20 20

4 Gaya manajemen Konflik Kompromi

 Antara menempatkan nilai pada diri sendiri dan orang lain berada pada tingkat yang sejajar.

 Semua pihak mengorbankan sesuatu, namun juga menerima sesuatu.

20 20

5 Gaya Manajemen Konflik Mempersatukan  Menempatkan nilai pada diri sendiri dan


(63)

orang lain.

 Mengamati perbedaan dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua.

Jumlah 100 100

Tabel. 2

Spesifikasi Skala Manajemen Konflik

Nomor Butir Manajemen

Konflik Favorable Unfavorabel

Jml %

Menghindar

1, 11, 21, 31, 41, 51, 61, 71,81, 91

6, 16, 26, 36, 46, 56, 66, 76, 86, 96

20 20

Dominasi

2, 12, 22, 32, 42, 52, 62, 72, 82, 92

7, 17, 27, 37, 47, 57, 67, 77, 87, 97

20 20

Membantu

3, 13, 23, 33, 43, 53, 63, 73, 83, 93

8, 18, 28, 38, 48, 58, 68, 78, 88, 98

20 20

Kompromi

4, 14, 24, 34, 44, 54, 64, 74, 84, 94

9, 19, 29, 39, 49, 59, 69, 79, 89, 99

20 20

Mempersatukan

5, 15, 25, 35, 45, 55, 65, 75, 85, 95

10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100

20 20

Total 100 100

F. Validitas dan Reliabilitas

Validitas sangat diperlukan untuk mengukur apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya. Skala yang disusun berdasarkan kawasan ukur yang teridentifikasi dengan baik dan


(64)

dibatasi dengan jelas, secara teoritik akan valid (Azwar, 1999). Ada dua unsur dalam prinsip validitas yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, yaitu:

1. Unsur kejituan, tentang seberapa jauh alat pengukur dapat mengungkap gejala atau bagian gejala yang hendak diukur.

2. Unsur ketelitian, tentang seberapa jauh alat pengukur memberikan kecermatan yang diteliti dengan jelas.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi, yang menunjuk sejauh mana item-item dalam alat ukur mencakup keseluruhan kawasan uji objek yang hendak diukur, yang akan diperoleh melalui analisis rasional dan professional judgement (Azwar, 1999). Analisis ini dilakukan dengan cara analisis rasional dan professional judgement yang dilakukan peneliti bersama dosen pembimbing.

Reliabilitas sebenarnya mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi antara individu lebih ditentukan oleh faktor eror (kesalahan) daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Pengukuran yang tidak reliabel tentu tidak akan konsisten pula dari waktu ke waktu (Azwar, 1999).

Kerlinger (1996) menjabarkan reliabilitas adalah cara mengukur himpunan objek yang sama berulang kali, dengan instrument yang sama atau hampir mirip, dan akan mendapatkan hasil yang sama pula. Penelitian ini


(65)

menggunakan formulasi Alpha untuk mengetahui koefisian reliabilitasnya. Pengukurannya menggunakan program SPSS versi 11.0 for windows. Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (xx') yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendahnya reliabilitas.

G. Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengolah data, menganalisis hasil penelitian untuk menguji kebenarannya. Karena data yang diperoleh dari skala manajemen konflik berupa angka, maka metode yang digunakan untuk analisis data menggunakan statistik. Sebelum melakukan analisis data terlebih dulu dilakukan uji homogenitas dan uji normalitas menggunakan SPSS versi 11,5 for windows. Untuk melihat perbedaan antara peran ayah dan peran ibu dalam hal manajemen konflik maka digunakanuji t (Independent Sample t Test).

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor pada kedua kelompok sample mengikuti distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakanSPSS for Windows Versi 11,5, sedangkan metode yang digunakan di sini adalahOne Sampel Kolmogorov Smiarnov Test.Sedangkan cara untuk mengetahui apakah sebaran skornya berdistribusi normal atau tidak adalah dengan melihat nilai


(66)

probabilitasnya. Jika nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 ( p>0,05) maka sebaran skor dinyatakan normal. Sebaliknya jika nilai probabilitas kurang dari 0,05 (p<0,05) maka sebaran item dinyatakan tidak normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian dari sample yang akan diuji tersebut sama atau tidak. Caranya adalah dengan melihat nilai probabilitasnya pada Levene Test, dengan menggunakan SPSS for Windows Versi 11,5. jika nilai probabilitas yang didapat lebih besar dari 0,05 (p> 0,05) maka kedua kelompok sample memiliki varian yang sama, sebaliknya jika probabilitasnya kurang dari 0,05 (p< 0,05) maka kedua kelompok memilikivarianyang tidak sama.

3. Independent Sample t-Test

Independent Sample T Test digunakan untuk pengujian rata-rata dua sample yang saling tidak berhubungan (bebas satu terhadap lainnya, sample bersifat independent) atau pada prinsipnya yaitu ingin menguji apakah ada perbedaan rata-rata mean) antara dua populasi dengan melihat rata-rata dua samplenya. Test ini biasanya digunakan untuk menguji pengaruh satu variance dependent terhadap satu atau lebih variable dependent. Dengan kata lain pada prinsipnya tujuannya adalah ingin mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata (mean) antara dua populasi, dengan melihat rata-rata dua sampelnya (Sutrisno Hadi, 2000).


(67)

BAB IV

PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian

Persiapan pertama yang dilakukan adalah mempersiapkan alat ukur yang hendak dipakai dan permohonan ijin untuk melaksanakan penelitian. Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala manajemen konflik yang telah dibuat oleh peneliti dan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Sedangkan untuk permohonan ijin peneliti memohon ijin kepada Bapak/ Ibu Kepala Dusun guna melaksanakan penelitian yang akan melibatkan warga masyarakat di wilayah tersebut, dalam penelitian ini adalah warga desa Ngagul-agulan, Ngaranan, dan Jetis Depok. Permohonan ijin tersebut juga disertai dengan surat keterangan untuk melakukan penelitian dari fakultas psikologi.

Penyusunan alat dalam penelitian ini adalah penyusunan skala manajemen konflik . Di sini ada lima macam gaya manajemen konflik dari William Hendricks (1999) yaitu: Gaya Manajemen konflik Menghindar, Gaya Manajemen Konflik Dominasi, Gaya Manajemen Konflik Membantu, Gaya Manajemen Konflik Kompromi, Gaya Manajemen Konflik Mempersatukan. Skala manajemen konflik ini pada awalnya terdiri dari 100 item manajemen konflik. Item-item tersebut terdiri dari 50 item favorabel dan 50 item unfavorabel. Masing masing gaya manajemen konflik diwakii oleh 20 item, 10 favorabel dan yang sepuluh lagi unfavorabel. Jadi, gaya manajemen konflik


(1)

48 2 2 2 4 2 3 4 4 3 4 4 2 4 4 1 3 3 2

49 2 4 2 4 2 4 4 3 2 4 4 3 2 3 1 3 2 2

50 2 2 3 4 2 3 4 3 3 3 3 3 2 3 1 4 1 1

51 2 4 2 4 2 3 3 3 3 4 4 2 2 4 1 3 1 2

52 2 2 2 4 2 3 3 3 2 4 3 2 1 3 1 3 1 1

53 2 2 3 4 2 4 4 3 1 4 4 3 1 4 1 4 2 2

54 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 1 4 1 4 2 2

55 2 3 3 4 2 3 4 3 2 4 4 3 1 3 2 4 2 1

56 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 4 2 2

57 2 2 4 4 4 4 4 2 4 4 4 1 1 4 1 3 1 1

58 2 4 2 4 2 3 3 3 3 4 4 2 2 4 1 4 1 2

59 2 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 3 1 4 2 4 2 2

60 2 2 3 3 2 3 3 3 4 3 4 2 2 4 1 4 2 1

61 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 3 2 4 2 2

62 2 3 3 3 2 3 3 3 2 4 3 2 1 3 2 4 2 2

63 2 3 3 4 2 4 4 4 2 4 3 4 1 3 1 3 1 1

64 2 2 3 3 2 1 3 2 3 3 3 1 3 3 1 4 1 3

65 2 2 2 4 2 3 4 3 3 4 4 2 1 3 1 3 1 1

66 2 2 3 4 3 4 3 3 2 3 3 3 1 3 1 4 2 1

67 2 3 4 4 1 4 4 4 2 4 4 1 1 4 1 3 1 1

68 2 3 3 4 3 3 3 2 3 4 3 2 1 4 1 4 1 1

69 2 4 2 4 4 1 3 3 2 4 4 1 2 4 1 4 1 2

70 2 3 2 3 3 3 3 2 2 4 3 4 1 4 1 4 2 4

71 2 2 2 4 2 3 4 4 3 4 4 2 4 4 1 4 1 1

72 2 2 1 4 3 4 4 2 2 3 3 1 1 3 1 3 2 1

73 2 3 3 4 1 4 4 3 3 4 3 3 2 3 1 3 2 1

74 2 4 2 4 4 1 3 3 2 4 4 1 2 4 1 4 1 2

75 2 3 2 3 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3

76 2 3 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 2 4 1 4 2 2

77 2 3 3 4 2 4 4 3 4 4 3 3 2 3 2 4 2 2

78 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 1 1 4 1 4 1 1

79 2 2 2 4 2 4 4 3 2 4 4 3 1 3 1 3 1 1

80 2 2 3 4 3 3 3 2 3 4 3 2 1 4 1 4 2 2

81 2 2 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3 1 3 2 3 2 2

82 2 2 3 4 3 4 3 3 4 4 4 1 1 4 1 4 4 1

83 2 2 3 4 3 3 3 2 3 4 3 2 2 3 2 3 1 2

84 2 3 3 4 3 3 4 4 3 4 4 3 1 4 1 4 1 1

85 2 1 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 4 2 1

86 2 3 2 4 4 1 4 2 4 4 4 2 1 3 2 4 1 4

87 2 3 3 4 3 4 4 4 2 4 3 4 1 4 1 4 1 1

88 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 1 3 2 1

89 2 1 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 1 3 2 2


(2)

Pasutri Item 4 Item 9 Item 14 Item 19 Item 24 Item 29 Item 34 Item 39 Item 44 Item 49 Item 54 Item 59 Item 64 Item 67 Item 68 Item 69 Item 71

1 1 4 4 4 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4

2 1 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 2 3 4 2

3 1 4 3 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 2 3 4 3

4 1 2 2 2 3 3 1 4 3 3 2 1 3 4 2 3 2 2

5 1 3 3 4 2 3 1 3 3 3 3 4 3 3 2 3 2 3

6 1 2 4 2 3 4 2 2 3 4 3 1 3 3 1 2 3 1

7 1 4 4 3 3 4 1 2 3 3 3 4 3 4 2 3 4 1

8 1 4 1 2 2 1 4 3 1 2 3 1 3 2 1 3 2 1

9 1 3 3 3 2 1 2 3 1 3 3 3 3 3 1 3 1 1

10 1 3 2 2 2 1 2 3 1 3 2 3 3 3 2 1 2 3

11 1 4 3 2 3 3 2 3 4 4 3 3 3 4 1 1 4 4

12 1 4 3 3 2 4 1 4 3 3 3 3 3 4 2 3 4 4

13 1 3 3 2 3 4 2 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 3

14 1 4 1 4 3 4 2 4 1 3 2 3 4 4 1 3 2 2

15 1 3 2 3 2 4 1 3 1 2 3 3 3 3 1 2 2 4

16 1 4 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 1 2 2 1

17 1 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 2

18 1 3 3 3 3 4 1 3 2 3 3 3 3 4 2 3 3 3

19 1 4 3 3 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2

20 1 1 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2

21 1 4 3 4 4 4 1 4 3 4 4 4 4 4 4 1 2 3

22 1 4 2 3 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 2

23 1 4 4 4 3 4 2 4 3 3 3 4 4 4 2 4 4 2

24 1 4 3 4 3 4 2 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 2

25 1 3 2 3 3 3 2 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2

26 1 4 2 4 4 4 2 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 2

27 1 3 2 3 1 3 1 2 2 2 3 3 3 3 1 3 2 2

28 1 3 2 4 2 4 4 4 2 3 4 3 3 3 2 3 2 3

29 1 4 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3

30 1 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 2 3 3 2 3 3 2

31 1 1 2 3 3 4 4 4 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3

32 1 3 2 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 4 2

33 1 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4

34 1 3 2 3 3 3 1 3 2 2 3 3 3 2 1 2 2 2

35 1 3 2 4 4 3 4 4 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3

36 1 3 3 2 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 3

37 1 4 2 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3

38 1 4 2 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4

39 1 4 2 3 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 1

40 1 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 1 3 3 4

41 1 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 1

42 1 4 2 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 4 1 3 3 1


(3)

45 1 4 3 1 1 3 3 4 3 3 3 4 2 3 1 3 3 1

46 2 3 2 2 3 4 3 3 3 3 3 4 2 3 1 2 3 2

47 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 1 3 4 2

48 2 3 2 1 1 3 3 4 3 3 3 4 3 3 2 2 4 1

49 2 4 2 1 3 3 3 4 3 3 3 4 2 3 2 3 3 1

50 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 4 2 2 3 2

51 2 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 2 2 4 1

52 2 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 2 3 3 1

53 2 3 2 3 2 4 3 4 3 4 4 4 2 3 1 3 3 2

54 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2

55 2 4 3 4 2 3 3 4 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2

56 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2

57 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 3 4 1

58 2 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 2 2 3 2

59 2 3 2 4 3 3 4 4 3 4 3 3 2 3 1 4 3 2

60 2 3 3 2 3 3 4 3 4 3 2 3 3 4 2 3 3 2

61 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2

62 2 3 3 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2

63 2 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 1 2 4 1

64 2 3 2 4 1 3 2 3 3 3 3 3 1 2 1 4 3 2

65 2 3 3 4 2 4 3 4 3 3 3 3 2 4 2 2 4 1

66 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2

67 2 4 2 4 4 4 3 4 3 4 4 3 1 4 1 3 4 1

68 2 4 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2

69 2 4 3 4 1 3 3 4 3 3 3 3 2 3 2 3 3 1

70 2 3 2 2 2 3 3 4 2 3 3 3 4 3 1 3 3 1

71 2 3 2 4 1 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 2 4 1

72 2 3 3 3 2 2 3 3 2 4 2 3 3 3 2 3 4 2

73 2 3 2 3 3 4 3 3 3 3 3 4 2 3 2 2 3 2

74 2 4 2 4 1 3 3 4 3 3 3 4 2 3 2 3 3 1

75 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2

76 2 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 2 4 2 3 3 1

77 2 4 2 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 4 1 3 3 1

78 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 1

79 2 4 3 4 3 3 3 4 2 3 3 3 2 3 1 2 3 3

80 2 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3 4 2 3 3 2

81 2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2

82 2 4 1 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 4

83 2 4 3 4 2 3 3 4 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2

84 2 4 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 2 4 4 1

85 2 3 2 4 3 4 2 3 2 3 2 3 2 4 2 3 3 4

86 2 4 2 3 1 2 4 4 4 4 3 3 2 4 2 3 3 1

87 2 4 2 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 1 2 4 4

88 2 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2

89 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3


(4)

Pasutri Item 5 Item 10 Item 15 Item 20 Item 25 Item 30 Item 35 Item 40 Item 45 Item 50 Item 55 Item 60 item 65 Item 70 Item 73 Item 75

1 1 4 4 4 1 4 3 4 1 4 4 4 2 4 2 4 3

2 1 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4

3 1 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 3 4 4 3 2 4

4 1 3 1 3 1 1 4 1 2 1 3 3 2 3 3 2 1

5 1 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4

6 1 3 3 4 2 3 3 2 3 4 3 3 3 3 2 2 2

7 1 4 4 3 2 3 3 2 4 4 3 4 2 3 3 2 4

8 1 4 2 3 2 3 1 1 1 1 3 3 3 4 2 3 1

9 1 4 3 2 2 3 3 2 1 3 3 3 3 3 3 3 4

10 1 3 3 2 3 3 3 2 1 2 3 3 3 3 3 3 4

11 1 4 4 3 2 4 3 4 1 4 2 4 4 3 3 3 1

12 1 3 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4

13 1 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 4

14 1 4 2 3 3 3 4 3 1 4 3 3 3 3 3 2 4

15 1 3 1 2 2 3 2 2 1 3 2 2 2 3 3 3 1

16 1 4 3 4 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

17 1 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 1

18 1 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3

19 1 4 4 4 4 3 3 2 4 3 4 3 3 3 3 3 3

20 1 3 3 3 4 3 1 2 2 4 1 3 3 4 3 3 3

21 1 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 2 3

22 1 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3

23 1 4 1 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4

24 1 4 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 1

25 1 4 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4

26 1 4 3 4 3 3 3 3 2 4 3 3 3 4 4 2 1

27 1 3 3 4 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 4 2 1

28 1 4 3 4 2 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 4 4

29 1 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4

30 1 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4

31 1 3 3 4 3 3 3 3 3 4 1 3 2 3 3 2 2

32 1 4 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3

33 1 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4

34 1 4 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3

35 1 3 3 4 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

36 1 4 4 3 1 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 4

37 1 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4

38 1 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3

39 1 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3

40 1 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3

41 1 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

42 1 3 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 2 4

43 1 4 1 4 2 4 3 4 3 4 3 4 2 3 4 3 2

44 1 4 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3

45 1 3 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 2 1 2


(5)

47 2 3 4 4 4 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 2 1

48 2 3 1 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 1 1

49 2 4 1 4 3 3 3 4 3 3 3 4 2 3 4 3 1

50 2 3 4 4 3 2 4 3 4 3 3 3 3 4 3 3 2

51 2 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 2

52 2 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4

53 2 3 3 4 3 4 4 4 3 4 3 3 2 4 4 3 1

54 2 4 3 4 2 2 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 2

55 2 4 3 3 3 3 3 3 3 4 2 4 3 4 3 3 3

56 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

57 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

58 2 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 2

59 2 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3

60 2 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3

61 2 3 1 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3

62 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

63 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 1

64 2 4 1 3 4 3 1 3 4 2 2 3 4 3 1 4 3

65 2 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3

66 2 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3

67 2 4 3 4 3 3 4 4 3 3 4 4 1 3 4 3 3

68 2 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3

69 2 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 2 3 3

70 2 3 3 3 2 4 3 3 3 3 2 2 3 4 3 3 3

71 2 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 1 3

72 2 3 4 4 4 4 3 3 3 3 2 3 2 4 2 3 2

73 2 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 2

74 2 3 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 2 3 3

75 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2

76 2 4 4 4 2 4 3 4 3 4 3 4 2 3 4 3 3

77 2 3 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 2 3

78 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1

79 2 4 4 4 4 4 1 3 2 4 3 4 2 3 2 4 3

80 2 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 3

81 2 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 4 3 3

82 2 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 3 2 1 1 1 1

83 2 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3

84 2 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2 3

85 2 4 3 3 3 3 3 4 3 3 2 3 2 2 2 2 1

86 2 3 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 4 2 3 2

87 2 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 3 1 1 1

88 2 2 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2

89 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2


(6)