Tindak Tutur sebagai Aspek dalam Kesantunan Berbahasa

d. Pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks. Wijana,1996:2 Dari beberapa pendapat di atas, terdapat kesamaan bahwa aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam kajian pragmatik adalah bahasa kaitannya dengan konteks.Jadi dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan penggunaan bahasa untuk menuangkan maksud dalam tindak komunikasi sesuai dengan konteks dan keadaan pembicaraan. Pragmatik sebagai ilmu bersumber pada beberapa ilmu lain yang juga mengkaji bahasa dan faktor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan bahasa ilmu-ilmu itu ialah filsafat bahasa, sosiolinguistik antropologi, dan linguistik – terutama analisa wacana discourse analysis dan toeri deiksis. Dari filsafat bahasa pragmatik mempelajari tindak tutur speech act dan conversational implicature. Dari sosiolinguistik, pragmatik membicarakan variasi bahasa, kemampuan komunikatif, dan fungsi bahasa. Dari antropologi pragmatik mempelajari etika berbahasa, konteks berbahasa, dan faktor non verbal. Dari linguistik dan analisa wacana dibicarakan lebih dalam pada bagian-bagian selanjutnya.

2.4.1 Tindak Tutur sebagai Aspek dalam Kesantunan Berbahasa

Pembahasan mengenai kesantunan berbahasa tidak dapat dilepaskan dari tindak tutur. Tindak tutur dalam kesantunan berbahasa sangat penting karena berhubungan dengan tindakan yang dilakukan atau perwujudan gagasan, konsep, ide penutur dalam suatu komunikasi. Dalam bertutur, orang tidak hanya menitikberatkan pada tuturan yang diucapkan tetapi juga berhubungan dengan konteks atau situasi saat tuturan tersebut diucapkan. Seorang penutur yang ingin memberi perintah kepada mitra tuturnya dapat saja menggunakan pertanyaan maupun pernyataan. Dalam hal kesantunan berbahasa, tindak tutur ilokusi sering digunakan oleh penutur dengan tujuan memperhalus tuturan. Tuturan yang halus akan terdengar lebih santun dan lebih berterima bagi mitra tutur daripada tuturan yang kasar dan lugas. Tindak tutur atau „speech act‟ yang dikemukakan oleh Austin via Levinson, 1983 : 236 ada tiga macam, yaitu 1 tindak lokusi yang merupakan ujaran yang dikemukakan oleh penutur, 2 tindak ilokusi adalah maksud yang terkandung dalam ujaran, 3 tindak perlokusi berupa efek yang timbul dari ujaran tersebut. Tuturan “saya lupa membawa penggaris”. Penutur sebenarnya dapat juga mengatakan, “Apakah anda membawa penggaris?”. Tuturan tersebut terdengar lebih santun dari pada penutur menyatakannya secara langsung dengan tuturan. “Pinjamkan penggaris pada saya”. Dengan demikian tindak tutur ilokusi dapat mengikis ketidaksantunan sebuah tuturan. Searle salah seorang murid Austin kemudian mengembangkan pemikiran gurunya menjadi lebih luas. Ia membagi tindak tutur menjadi lima jenis yaitu, 1 asertif, 2 komisif, 3 ekspresif, 4 direktif, 5 deklaratif. Tuturan asertif adalah bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyarankan, membual, mengeluh, dan mengklaim. Tuturan direktif adalah bentuk tuturan yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan tindakan tertentu, misalnya memerintah, memohon, menasehati. Tuturan ekspresif adalah tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, misalnya berterimakasih, meminta maaf, menyalahkan, memuji, atau belasungkawa. Bentuk tuturan komisif berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran, misalnya berjanji, bersumpah menawarkan. Tuturan deklarasi adalah tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya menghukum, mengangkat.

2.4.2 Implikatur Percakapan