Kerangka berpikir KAJIAN PUSTAKA

pernyataan yang disampaikan oleh C. Jawaban-jawaban tersebut muncul akibat suatu kesimpulan yang didasarkan pada latar belakang tuturan A. Bahwa tiap kurang lebih jam lima sore pasti lewat tukang bakso langganan yang terkenal enak di depan ruamh A. Demikian pula pada wacana percakapan 8, tuturan yang diucapkan D merupakan suatu kesimpulan yang didasarkan pada latar belakang tuturan A bahwa setiap musim hujan datang rumah mereka selalu kebanjiran. Dengan tidak adanya keterkaitan antara suatu tuturan dengan implikasinya maka menimbulkan akibat. Akibatnya adalah suatu tuturan akan menimbulkan implikasi yang tidak terbatas jumlahnya. Wijana, 1996 : 38 - 39

2.5 Kerangka berpikir

Dalam penelitian ini mengambil responden dari remaja disebuah perumahan. Perumahan yang notabene terletak di dalam pedesaan, namun kebanyakan siswa yang berumur remaja berasal dari sekolah yang berbeda-beda. Ada yang di pinggiran kota dan ada yang di kota. Oleh karena itu cara bertutur responden penelitian akan sangat berpengaruh pada pencitraan dari keluarga dan sekolah yang mengajarkan bagaimana berbahasa dengan santun terhadap orang yang lebih tua. Karena alasan tersebut, peneliti berasumsi bahwa responden haruslah bisa membedakan dengan siapa mereka bertutur. Apalagi mitra tutur responden tidak seumuran, yaitu bertutur kepada orang yang lebih tua. Penelitian ini menggunakan empat teori, yaitu prinsip kerjasama, prinsip kesantunan Dell Hymes, prinsip kesantunan Leech, dan model kesantunan Brown dan Levinson. Teori-teori ini akan saling melengkapi untuk mengupas dan mengategorikan tuturan-tuturan yang santun maupun yang tidak santun. Prinsip kerjasama yang dikemukakan oleh Grice memungkinkan tujuan sebuah tuturan tercapai dengan baik. Pencapaian tujuan percakapan yang sesuai berarti juga bahwa penutur telah berlaku santun dengan memberikan informasi yang diinginkan oleh mitra mitra tuturnya. Namun dalam bertutur seseorang penutur tidak hanya dihadapkan pada tercapainya tujuan, juga norma-norma sosial yang ada dalam masyarakat penutur. Sebuah kegiatan percakapan tidak saja sekedar pertukaran informasi tetapi juga melibatkan hubungan interpersonal antar penutur. Dalam percakapan, mungkin saja seorang penutur terus mematuhi prinsip kerjasama secara terus menerus dalam tuturannya, namun ternyata pada hal-hal tertentu kepatuhan ini justru dapat mengakibatkan retaknya hubungan interpersonal. Grice dalam prinsip kerjasama cenderung mengabaikan norma- norma sosial yang mewadahi penutur. Akibatnya relasi antara penutur dan mitra tutur dapat terancam karena terlanggarnya norma-norma sosial yang ada. Leech dengan teorinya menawarkan cara agar tujuan penuturan dapat tercapai sekaligus tidak merusak relasi antara penutur dan mitra tutur. Leech menganjurkan penutur untuk mengungkapkan tuturannya dengan mempertimbangkan posisi mitra tutur. Perhatikan contoh berikut ini. A : Dari mana? B : Dari toko buku. Wah, harganya mahal sekali buku pelajaran SD. Satu mata pelajaran saja Rp.50.000,00 Konteks tuturan : A dan B bertetangga, mereka berpapasan di jalan saat B baru saja dari toko buku. Tuturan tersebut melanggar prinsip kerjasama yaitu maksim kuantitas. B memberi informasi yang lebih banyak dari yang diminta oleh A. Namun apabila ditinjau dari prinsip kesantunan, tuturan B merupakan tuturan yang santun karena tuturan tersebut memenuhi maksim kecocokan. Dengan memberikan informasi yang lebih banyak dari yang diminta oleh A, B menjaga agar kegiatan bertutur dapat terus berlangsung. Leech menyebutkan bahwa penggunaan tuturan tidak langsung akan menimbulkan efek yang lebih santun daripada tuturan yang diungkapkan dengan cara yang eksplisit. Terlebih ketika tuturan tersebut bermaksud untuk memberi perintah atau meminta sesuatu. Misalnya ketika penutur meminta mitra tuturnya untuk mengambil kacamatanya yang kebetulan ada didekat lawan tuturnya. Akan lebih santun jika penutur mengatakan “ Saya tidak bisa membaca tanpa memakai kacamata” daripada “Ambilkan kacamata saya”. Tuturan “Saya tidak bisa membaca tanpa memakai kacamata” mengandung ilokusi agar mitra tutur mengambilkan kacamatanya. Penggunaan ilokusi tersebut menimbulkan efek yang santun. Meskipun demikian, penggunaan ilokusi dan tuturan tidak langsung tidak selalu menimbulkan kesan yang santun. Adakalanya tuturan tidak langsung dapat menimbulkan kesan berbelit-belit. Disinilah peran prinsip kerjasama untuk mengontrol agar tuturan tidak berbelit- belit sehingga informasi dapat diterima dengan baik. Hymes mengemukakan komponen tutur dalam akronim SPEAKING. Dalam akronim tersebut yang akan digunakan untuk menganalisa pada setiap perkataan sehingga dapat mengetahui secara jelas apa yang sedang dibicarakan dan aspek apa saja yang akan dianalisa didalam sebuah perkataan yang akan dianalisis. Brown dan Levinson yang membagi kesantunan menjadi dua jenis yaitu kesantunan positif dan kesantunan negatif. Masing-masing jenis kesantunan ini mempunyai strategi yang berbeda. Dalam teorinya, Brown dan Levinson memberikan aturan-aturan yang lebih rinci daripada teori Grice dan Leech. Teori ini dapat melengkapi teori-teori sebelumnya. Aspek-aspek yang akan dibahas adalah manifestasi kesantunan berbahasa yang ada pada tuturan setiap remaja dengan orang tuanya dalam ranah keluarga tersebut dan akan di analisa dengan teori-teori di atas. Kemudian penanda kesantunan yang ada dalam setiap tuturan anak remaja dengan orangtuanya. Kemudian peneliti akan mencari maksud kesantunan berbahasa yang dimaksudkan anak remaja kepada orang tuanya. Sebagai contoh adalah tuturan berikut ini. Contoh : Ibu : Bantu ibu mencuci piring. Anak : Aku capek sekali dan tugasku juga banyak. Nanti saja ya, Bu.. Dianalisis dengan prinsip kerjasama tuturan anak melanggar maksim relevansi karena ia memberikan jawaban yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan ibu. Dilihat dengan prinsip kesantunan berbahasa Leech, tuturan tersebut mematuhi maksim kesepakatan. Tuturan anak mengandung maksud yang tersembunyi. Ia menolak secara tidak langsung perintah ibu dengan mengatakan bahwa ia capek dan mempunyai banyak tugas yang harus dikerjakan karena itu tidak mempunyai waktu untuk mengerjakan perintah ibu. Pada model kesantunan Brown dan Levinson, tuturan anak merealisasikan kesantunan positif. Ia memberikan alasan penolakan yang diharapkan dapat mengurangi pertentangan dengan mitra tutur. Dengan memberi alasan, penutur berharap mitra tutur dapat mengerti. Dilihat dari contoh di atas, tuturan itu melanggar prinsip kerjasama maksim relevansi. Tetapi pelanggaran ini dimaksudkan untuk mematuhi prinsip yang lain yaitu prinsip kesantunan berbahasa. Penutur berusaha meminimalkan ketidaksepakatan dengan mitra tutur. Ia menggunakan strategi dalam kesantunan politik, caranya dengan memberikan alasan yang diharapkan dapat membuat mitra tutur mengerti. Sebuah tuturan hendaknya dapat mencapai tujuan komunikasi namun tetap santun. Tuturan yang santun adalah tuturan yang tidak mengancam muka lawan tuturnya. Agar tidak terjadi tuturan yang mengancam muka, penutur harus memperhatikan situasi-kondisi atau tempat yang berbeda akan membutuhkan cara bertutur yang berbeda pula. Misalnya bahasa yang digunakan ketika seorang penutur sedang berada di pasarakan berbeda dengan bahasa yang digunakan ketika menyampaikan pendapat saat rapat. Seorang penutur harus mempertimbangkan pula dengan siapa dia berbicara. Tuturan yang diucapkan ketika berbicara dengan Sultan akan berbeda ketika seorang berbicara dengan tukang parkir. Demikian pula dengan tujuan pembicaraan, cara bertutur, isi informasi, dan hal-hal lain akan sangat berpengaruh dengan cara bertutur. 35

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Salah satu jenis penelitian kualitatif deskriptif adalah berupa penelitian dengan metode atau pendekatan studi kasus Case Study. Studi kasus termasuk dalam penelitian analisis deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan terfokus pada suatu kasus tertentu untuk diamati dan dianalisis secara cermat sampai tuntas. Kasus yang dimaksud bisa berupa tunggal atau jamak, misalnya berupa individu atau kelompok. Penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada satu obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, dengan kata lain data dalam studi ini dikumpulkan dari berbagai sumber Nawawi, 2003. Sebagai sebuah studi kasus maka data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber dan hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki. Penelitian case study atau penelitian lapangan field study dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya given. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Peneliti berusaha menernukan sernua