menanggapinya dengan menunjukkan rasa simpati. Apabila penutur justru menunjukkan antipatinya, penutur tersebut melanggar maksim simpati.
Contoh : R
: tanganku sakit, kemarin aku jatuh saat main futsal. T
: bagian mana yang sakit? Sudah pergi ke dokter belum? J
: rasain, emang enak Pada contoh diatas, T mencoba menunjukkan simpatinya dengan menunjukkan
rasa ingin tahunya tentang luka yang dialami R. T juga menunjukkan rasa kawatirnya dengan bertanya apakah lukanya sudah diobati dengan pergi ke dokter.
Dengan demikian, T telah mematuhi maksim simpati. Berbeda dengan J yang justru menunjukkan antipati dengan mengolok-olok J.
2.2.2 Prinsip Kesantunan Brown dan Levinson
Pandangan mengenai kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson populer dengan sebutan pandangan penyelamatan muka face saving. Pandangan
ini banyak didasari oleh konsep penyelamatan muka yang dikemukakan oleh Ervin Goffman. Goffman via Suharsih, 2007 mendefinisikan muka sebagai
berikut : Positive social value a person effectively claims for him self by the line other
assume he has taken during a particular contact face in an image of self
delineated in terms of approved social attributes-albeit an image that others may share, a when a person makes a good showing for his profession
or religion by making a good showing for him self. Goffman menyatakan bahwa kesantunan dalam bertutur atau aktifitas
penyelamatan muka merupakan manifestasi penghargaanpenghormatan terhadap individu anggota masyarakat. Menurutnya, warga kelas sosial mempunyai dua
jenis muka, yaitu muka negatif dan muka positif. Muka negatif mengacu ke citra diri seseorang yang rasional yang berkeinginan agar dihargai dengan jalan
membiarkannya bebas melakukan tindakannya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu. Muka negatif menunjukkan hasrat penuturnya
untuk tidak diganggu dalam tindakannya. Sedangkan muka positif mengacu pada citra diri setiap orang yang rasional yang berkeinginan agar apa yang
dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia yakini sebagai akibat dari apa yang dilakukan atau apa yang dimilikinya itu
diakui orang lain sebagai sesuatu hal yang baik, menyenangkan, yang patut dihargai, dan seterusnya. Muka positif ini berarti menunjukkan solidaritas Brown
dan Levinson via Gunarwan, 1994. Bahkan konsep muka tersebut, Brown dan Levinson membagi dua jenis
kesantunan, yaitu kesantunan negatif dan kesantunan positif. Kesantunan negatif berfungsi untuk melindungi muka negatif. Kesantunan negatif ditandai oleh
penggunaan formalitas bahasa yang mengacu pada perbedaan dan ketidak langsungan. Kesantunan positif berfungsi untuk menjaga muka positif.
Kesantunan positif ditandai dengan penggunaan bahasa yang informal dan menawarkan pertemanan. Setiap tuturan dapat saja mengandung ancaman bagi
muka mitra tutur. Ancaman ini, oleh Brown dan Levinson disebut sebagai Face Threatering Act FTA. Dalam bertutur, penutur diharapkan untuk tidak
melakukan tindak tutur yang mengancam muka mitra tuturnya. Ketika penutur merespon sebuah tindakan, dia memiliki dua pilihan yaitu
dengan tidak mengatakan apapun, hanya menggunakan gesture don’t do the act
atau menyatakan sesuatu pada mitra tutur do the act. Apabila penutur memilih untuk mengatakan sesuatu, dia mempunyai pilihan lagi dengan mengatakan secara
tidak langsung off the record atau secara langsung on the record. Bila penutur memilih strategi tidak langsung berarti penutur mengatakan dengan tidak berterus
terang. Dengan demikian penutur memberi pilihan yang lebih banyak kepada lawan tuturnya. Sebagai contoh bila seorang penutur A sedang belajar di rumah
temannya yang jauh dari rumah si A, ternyata A lupa membawa pensil. Ketika ingin meminjam pensil kepada temannya, ia dapat mengatakannya secara
langsung maupun secara tidak langsung tergantung pilihan mana yang akan diambil. Bila ia memilih strategi t
idak langsung berarti A dapat berkata “Saya lupa membawa pensil, seharusnya saya tadi menyiapkannya sebelum berangkat
kesini,” tuturan A sekilas hanya seperti sebuah informasi, namun sebenarnya A ingin menyatakan keinginannya untuk meminjam pensil kepada temannya.
Bila penutur memilih strategi langsung berarti penutur mengatakan keinginannya dengan berterus terang. Seandainya penutur ingin mengajak mitra
tuturnya, maka ajakan tersebut disampaikan secara langsung, begitu pula bila penutur memberi perintah maka perintah tersebut disampaikan secara langsung
pula. Jika A memilih strategi bertutur secara langsung, penutur dapat memilih cara penyampaiannya melalui kesantunan negatif negative politeness atau kesantunan
positif positive politeness baldy. Tindakan yang melanggar muka negatif meliputi tindakan yang
terkandung dalam : a.
Ungkapan mengenai : orders and than request, suggestions, advice, remindings threats, warnings, dares
“Perintah dan permintaan, saran, nasihat, peringatan, ancaman, tantangan”.
b. Ungkapan mengenai offers, promisses, “tawaran, janji”.
c. Ungkapan mengenai complements, expressions of strong negative,
emotions toward H-e.g. hatred, anger “pujian, ungkapan perasaan negatif
yang kuat seperti kebencian dan kemarahan terhadap lawan tutur”. Brown dan Levinson 1987, via Nadar 2009 : 33
Kesantunan negatif bertujuan untuk menyelamatkan muka negatif seseorang. Kesantunan ini ditunjukkan dengan adanya jarak antara penutur, mitra
tutur dan menghindari paksaan satu sama lain. Penutur dapat menggunakan
permintaan maaf atau pertanyaan untuk memberikan pilihan yang lebih banyak pada mitra tutur dan pertanyaan untuk memberikan pilihan yang lebih banyak
pada mitra tutur. Maka pada contoh di atas A dapat bertutur “Saya tidak membawa pensil, bisakah
kamu meminjamkan kepada saya?”. Dengan menggunakan tuturan yang mengandung pertanyaan, A memberikan pilihan pada
temannya untuk menolak atau menanggapi tuturan. Apabila penutur memilih dengan menggunakan kesantunan positif, ia
dapat berkata “Saya lupa membawa pensil, saya akan sangat senang bila kamu mau meminjamkan pensil pada saya”. Tuturan yang menggunakan kesantunan
positif ingin menunjukkan kedekatan dan solidaritas, persahabatan, membuat orang lain merasa senang. Keterancaman muka terhadap mitra tutur membuat
penutur harus menentukan strategi bertutur. Penutur memiliki pilihan strategi berikut ini :
1. Melakukan tindak ujaran apa adanya tanpa basa-basi.
2. Melakukan tindak ujaran dengan kesantunan positif.
3. Melakukan tindak ujaran dengan kesantunan negatif.
4. Melakukan tindak ujaran secara samar-samar.
5. Tidak melakukan tindak ujaran atau diam saja.
Pemilihan strategi tergantung pada besar kecilnya ancaman. Makin kecil ancaman, makin kecil angka strategi yang dipilih. Makin besar ancaman, makin besar angka
strategi yang dapat dipilih. Pemilihan strategi untuk tidak melakukan tindak ujaran atau diam saja bermakna derajat keterancaman maka penutur maupun mitra
tutur begitu besar sehingga seseorang memilih untuk diam, tidak melakukan ujaran.
2.2.3 Prinsip Kerjasama Grice