Jenis Musik yang digunakan dalam Proses Penerapan Musik sebagai

dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Ana Nur Anis, S.Pd selaku guru sekaligus terapis di sekolah tersebut, sebagai berikut. “Jadi dalam melakukan kegiatan terapi musik di sini pertama kali kami membagi kegiatan terapinya terlebih dahulu lalu dalam penerapanya kami menggunakan metode demonstrasi, guru sekaligus terapis dan instruktur musik memberikan contoh, lalu anak-anak menirukannya imitasi. Tapi anak-anak tetep dibimbing agar mau mengikuti proses terapi musik. Setelah itu baru digunakan metode drill, anak-anak dilatih terus-menerus, tetapi tetap anak-anak didampingi gurunya masing-masing, secara personal. ” Dari hasil wawancara tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, metode demonstrasi dilakukan oleh guru sekaligus terapis dan instruktur musik dalam kegiatan terapi “Pagi Ceria Pagi Menyapa”, karawitan, bermain alat musik, dan bernyayi. Setelah menggunakan metode demontrasi selanjutnya guru sekaligus terapis dan instruktur musik di sekolah tersebut menggunakan metode imitasi, metode ini dapat mempermudah anak penyandang autisme dalam melakukan kegiatan terapi musik yang diterapkan oleh guru sekaligus terapis dan instruktur musik, karena guru sekaligus terapis dan instruktur musik memberikan contoh terlebih dahulu lalu anak-anak menirukanya. Metode imitasi ini dirasa tepat diterapkan dalam kegiatan terapi musik mengingat karakteristik anak penyandang autisme yang tidak bisa diberikan pengarahan secara verbal. Setelah dilakukan metode demonstrasi dan imitasi, guru dan instruktur menerapkan metode drill dalam kegiatan terapi musik. Metode drill memiliki peranan penting dalam proses terapi musik karena drill merupakan bentuk latihan yang bertujuan untuk memperdalam ketrampilan anak penyandang autisme dalam melakukan kegiatan-kegiatan terapi musik. Metode ini berupa latihan-latihan bernyanyi, bermain karawitan, bermain alat musik, serta kegiatan terapi “Pagi Ceria Pagi Menyapa” yang diulang-ulang hingga kemampuan anak penyandang autisme dalam kegiatan-kegiatan terapi tersebut meningkat. Dengan metode drill ini, anak penyandang autisme dapat memperdalam keterampilan dalam kegiatan terapi musik, sehingga menunjang tujuan dilakukannya terapi musik tersebut, seperti yang telah dijelaskan oleh Ana Nur Anis, S.Pd selaku guru sekaligus terapis di sekolah tersebut, yakni. “Metode drill sangat penting digunakan, karena anak penyandang autis itu harus diajari dengan cara berulang-ulang biar makin lancar. Misal, kayak pas terapi bernyanyi, anak-anak dilatih terus-menerus, supaya anak-anak makin lancar nyanyinya. Karena kalau lancar nyanyinya juga bisa lancar bicaranya. Metode drill juga diterapkan di terapi-terapi lainnya. Tujuanya ya sama saja, biar lebih lancar dan terampil.” Berdasarkan penjelasan tersebut diketahui bahwa tiga metode yang digunakan dalam proses terapi musik yang diterapkan di sekolah tersebut saling berkaitan satu sama lain. Metode demonstrasi, metode imitasi, dan metode drill sangat memberikan peranan penting dalam penerapan terapi musik yang meliputi terapi “Pagi Ceria Pagi Menyapa”, karawitan, bermain alat musik, dan bernyayi. Adapun penjelasan cara penerapan kegiatan terapi musik tersebut sebagai berikut. 1. Terapi Pagi Ceria Pagi Menyapa Cara penerapan terapi musik berupa “Pagi Ceria Pagi Menyapa”, yakni guru sekaligus terapis membimbing anak penyandang autisme di sekolah tersebut untuk melakukan kegiatan bernyanyi sambil menggerakkan aggota tubuh m ereka. Terapi “Pagi Ceria Pagi Menyapa” ini dilaksanakan setiap hari sebelum berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dengan tujuan agar anak-anak penyandang autisme memperoleh keceriaan, pikiran mereka segar, dan semangat mereka meningkat, supaya dapat menjalankan kegiatan belajar mengajar dalam kondisi baik. Kegiatan dalam terapi “Pagi Ceria Pagi Menyapa” ini berupa kegiatan bernyanyi sambil bertepuk tangan, menepuk-nepuk paha, dan menghentak-hentakkan kaki secara bersamaan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ana Nur Anis, S.Pd selaku guru sekaligus terapis di sekolah tersebut, sebagai berikut. “Pagi ceria pagi menyapa, gunanya untuk mempersiapkan anak-anak agar dapat mengikuti pelajaran dengan ceria. Kadang-kadang kan ada anak yang dari rumah dalam keadaan bad mood, disini dibikin ceria dulu dengan bernyanyi dan menggerakan tubuh mereka secara bersama-sama. Itu kebiasaan kita, dari pertama datang ke sekolah itu harus senang dulu supaya dapat mengikuti pelajaran dengan baik.” Pada penerapan terapi “Pagi Ceria Pagi Menyapa” pada anak penyandang autisme, guru sekaligus terapis menggunakan tiga metode, yaitu metode demonstrasi, imitasi, dan drill. Pada metode demonstrasi guru memberikan contoh pada kegiatan terapinya. Kemudian guru menerapkan metode imitasi, yaitu anak penyandang autisme tersebut dibimbing untuk menirukan apa yang sudah dicontohkan oleh guru sekaligus terapis. Setelah itu diterapkan metode drill, yaitu anak penyandang autisme dibimbing oleh guru untuk melakukan latihan menggerak-gerakkan anggota tubuh sesuai ritme secara berulang-ulang. Gambar 2. Kegiatan terapi “Pagi Ceria Pagi Menyapa” di bawah bimbingan guru dok. Dani, 2015 Terapi “Pagi Ceria Pagi Menyapa” berupa kegiatan bertepuk tangan, menepuk paha, dan menghentak-hentakkan kaki, yang secara tidak langsung mengajarkan pemahaman ritme kepada anak. Selanjutnya, guru sekaligus terapis juga mengajarkan berhitung kepada anak untuk menghitung setiap ketukan dari kegiatan terapi gerak tubuh ini, sehingga membentuk pola irama yang diinginkan. Selain melatih psikomotorik anak penyandang autisme, kegiatan ini juga melatih kemampuan anak dalam menghitung. Contoh pola irama dalam kegiatan terapi gerak tubuh: XXXX OOOO YYYY XXXX OOOO YYYY Keterangan: X simbol untuk bertepuk tangan. O simbol untuk menepuk-nepuk paha. Y simbol untuk menghentak-hentakkan kaki. Selanjutnya, setelah anak terbiasa dengan permainan tersebut, kegiatan-kegiatan terapi itu dilakukan bersamaan dengan kegiatan bernyanyi. Artinya, anak penyandang autisme melakukan kegiatan gerak