Universitas Sumatera Utara
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut
KDOQI dialisis dimulai jika GFR 15 mlmnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR 15mlmenit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu
dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini Kandarini, 2013: a. GFR 15 mlmenit, tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah. c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan. e. Komplikasi metabolik yang refrakter.
Seperti yang direkomendasikan oleh National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcome Quality Initiative KDOQI, perencanaan untuk dialisis harus
dimulai setelah laju filtrasi glomerulus pasien LFG atau kreatinin klirens CL
cr
turun di bawah 30 mLmenit per 1,73 m
2
. Awal proses persiapan pada saat ini memungkinkan waktu yang cukup untuk edukasi yang tepat dari pasien dan
keluarga dan untuk pembuatan sebuah akses vaskular atau akses peritoneal. Untuk pasien HD tertentu, akses arteriovenous AV permanen sebaiknya fistula,
pembedahan harus dibuat sebelum 6 bulan diantisipasi kebutuhan untuk dialisis Manley Foote, 2008.
Kriteria utama untuk inisiasi dialisis adalah pasien status klinis: adanya anoreksia terus-menerus, mual, dan muntah, terutama jika disertai dengan
penurunan berat badan, kelelahan, penurunan kadar serum albumin, hipertensi yang tidak terkontrol atau kegagalan jantung kongestif, dan defisit neurologis atau
pruritus. Beberapa nephrologis menggunakan critic lab values serum kreatinin atau nitrogen urea darah sebagai indikator kapan harus memulai dialisis. Update
2006 dari Pedoman KDOQI menunjukkan bahwa manfaat dan risiko dialisis harus dievaluasi ketika diperkirakan LFG atau CL
cr
adalah 15 mLmenit per 1,73 m
2
.
2.1.3. Peralatan Hemodialisis
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Pada Penyakit Ginjal Kronik PGK, hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan dialiser yang terdiri dari
dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan artificial
dengan kompartemen dialisilat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan
tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari
konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen difusi. Pada proses dialisis, air juga dapat
berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan. Perpindahan air
ini disebut ultrafiltrasi Rahardjo, Susalit, Suhardjono dalam Buku Ajar IPD, 2009.
Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat
dibanding molekul dengan berat molekul lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat terlarut tersebut makin tinggi bila 1 perbedaan konsentrasi di kedua
kompartemen makin besar, 2 diberi tekanan hidrolik di komparetemen darah, dan 3 bila tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Cairan
dialisis ini mengalir berlawanan arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian
melambat sampai konsentrasinya sama di kedua kompartemen. Selama proses dialisis pasien akan terpajan dengan cairan dialisat sebanyak
120-150 liter setiap dialisis. Cairan dialisat perlu dimurnikan agar tidak terlalu banyak mengandung zat yang dapat membahayakan tubuh. Dengan teknik reverse
osmosis air akan melewati membran semipermeabel yang memiliki pori-pori kecil sehingga dapat menahan molekul dengan berat molekul kecil seperti urea,
natrium, dan klorida. Dalam Cahyaningsih 2008 menyebutkan beberapa komponen-komponen
hemodialisis, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dialiser Terdapat 4 jenis membran dialiser yaitu: selulosa, selulosa yang diperkaya,
selulo sintetik, dan membran sintetik. Pada membran selulosa terjadi aktivasi komplemen oleh gugus hidroksil bebas, karena itu penggunaan membran ini
cenderung berkurang digantikan oleh membran lain. Aktivasi sistem komplemen oleh membran lain tidak sehebat aktivasi oleh membran selulosa Rahardjo,
Susalit, Suhardjono dalam Buku Ajar IPD, 2009. a. Fungsi dan Komponen
Setiap dialiser terdiri dari kompartemen darah dan dialisat, dimana kedua kompartemen ini akan dipisahkan oleh suatu membran
semipermeabel. Membran ini diletakkan dalam suatu tabung plastik dan diposisikan di tengah daripada kedua kompartemen agar darah dan dialisat
dapat mengalir masuk dan keluar. Selama tindakan hemodialisis, darah pasien, dengan kadar elektrolit,
air dan sampah tubuh yang tinggi melewati kompartemen darah. Dialisat, cairan yang secara kimiawi disesuaikan dengan komposisi darah manusia,
melewati kompartemen dialisat pada sisi lain membran. b. Karakteristik Dialiser
Ada beberapa aspek dari dialiser dapat mempengaruhi efektifitas tindakan hemodialisis, yaitu:
Biokompatibilitas Biokompatibel berarti tidak berbahaya terhadap fungsi biologis. Ketika
darah bersentuhan dengan substansi asing, sel-sel imun di dalam darah bereaksi sebagai bentuk pertahanan tubuh. Pertahanan ini meliputi
aktivasi komplemen, dan mekanisme yang lain dapat bervariasi mulai dari clotting darah membeku sampai reaksi alergi yang berat.
Biokompatibilitas dari membrane dapat diuji dengan memeriksa darah pasien terhadap adanya protein dan kimia tertentu. Kemampuan
membrane untuk adsorbsi menarik dan menahan protein pada dinding fiber adalah kunci untuk biokompabilitas.
Luas Permukaan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Luas permukaan adalah kunci seberapa baik dialiser mengeluarkan solut. Bila aspek yang lain sama, dialiser dengan area permukaan yang
lebih luas akan lebih banyak mengekspos darah dengan dialisat. Hal ini berarti lebih banyak solut yang dapat dikeluarkan dari dalam darah.
Total luas permukaan dialiser dapat bervariasi antara 0.5 – 2.4 m
2
. Mass Transfer Coefficient KoA
Adalah kemampuan solut untuk dapat melewati poruslubang pada dialiser.
Secara teori, KoA, adalah kemungkinan tertinggi clearance yang mampu dilakukan dialiser pada kecepatan aliran darah dan dialisat
yang tidak terbatas. Semakin tinggi KoA, dialiser semakin permeabel. Batas Berat Molekul
Setiap membran memiliki batas berat molekul terbesar yang dapat diukur dalam dalton Da. Molekul besar memiliki berat molekul lebih
berat, molekul kecil memiliki berat molekul lebih ringan. Dialiser dapat dipilih dengan batas berat molekul yang bervariasi mulai 3000
Da sampai lebih dari 15000 Da. Tabel 2.1: Berat Molekul
Molekul Berat Molekul Da
Albumin 66000.0
Calcium Ca
++
40.0 Creatinin
113.0 Nitric Oxide NO
3
62.0 Phosphorus PO
4
94.9 Urea
60.0 Air H
2
O 18.0
Zinc Zn
2+
65.3
Sumber : hemodialysis device, 2005, dalam Cahyaningsih, 2008 Zat dengan berat molekul ringan yang terdapat dalam cairan dialisilat
akan dapat dengan mudah berdifusi ke dalam darah pasien selama dialisis. Karena itu kandungan solut cairan dialisilat harus dalam batas-
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
batas yang dapat ditoleransi oleh tubuh. Rahardjo, Susalit, Suhardjono dalam Buku Ajar IPD, 2009
Koefisien Ultrafiltrasi Ultrafiltrasi UF adalah cara untuk mengeluarkan kelebihan cairan
dari tubuh pasien selama hemodialisis dengan memberikan tekanan. Tekanan hidrolik yang yang diberikan pada kompartemen dialisat akan
mendorong air melewati membrane. Clearance
Jumlah darah yang dapat dibersihkan dari suatu solut dalam suatu periode tertentu disebut clearance K.
Ada 3 cara mempengaruhi clearance dialiser: difusi, konveksi, dan adsorbsi.
c. Desain dialiser Dialyzer hollow fiber adalah silinder plastik bening yang menyatukan
ribuan helai fiber yang setipis rambut. Diasilat mengalir disekitar fiber dengan arah aliran yang berlawanan, dengan aliran countercurrent.
d. Membran Membran semipermeabel berperan seperti dinding pembuluh pada
nefron manusia, karena selektif. Dilubangi oleh porus yang mikroskopik, membran hanya dapat dilewati oleh air dan solut tertentu.
Luas permukaan membran juga penting untuk proses pembersihan. Luas permukaan membran yang tersedia adalah dari 0.8 m
2
sampai 2.1 m
2
. Semakin tinggi luas permukaan membran semakin efisien proses dialisis
yang terjadi Suhardjono, Rahardjo Susalit, 2009. Cahyaningsih 2008 juga menyebutkan ada faktor membran lain yang
juga mempengaruhi keluarnya solut dan cairan selama dialisis. Hal ini meliputi material membran dan karakteristik tiap dialiser.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara 2.1.4. Prinsip dan Cara Kerja Hemodialisis
Gambar 2.1. Cara Kerja Hemodialisis Sumber: Foote dan Manley, 2008
Disebutkan dalam Manley Foote 2008, sistem HD terdiri dari sirkuit vaskuler eksternal melalui mana darah pasien ditransfer dalam steril polyethylene
tubing ke dialisis filter atau membran dialiser melalui pompa mekanik. Darah pasien kemudian melewati dialiser pada satu sisi membran semipermeabel dan
dikembalikan ke pasien. Solut dialisat, yang terdiri dari air murni dan elektrolit, dipompa melalui dialiser berlawanan dengan aliran darah di sisi lain dari
membran semipermeabel. Dalam kebanyakan kasus, antikoagulasi sistemik dengan heparin digunakan untuk mencegah pembekuan dari sirkuit
hemodialisis.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solut bahan terlarut suatu larutan kompartemen darah akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini
dengan larutan lain kompartemen dialisat melalui membran semipermeabel dialiser. Perpindahan solutemelewati membran disebut sebagai osmosis.
Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah perpindahan solut terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, ultrafiltrasi
adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solut berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati
porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air transmembrane pressure atau mekanisme osmotik akibat
perbedaan konsentrasi larutan Kandarini, 2013.
2.2.Adekuasi Dialisis
Kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi dialisis. Terdapat korelasi yang kuat antara adekuasi dialisis dengan angka
morbiditas dan mortalitas pada pasien dialisis. Adekuasi dialisis diukur dengan menghitung urea reduction ratio URR dan KTV. URR dihitung dengan
mencari rasio pengurangan kadar ureum pascadialisis. Pada hemodialisis 2 kali seminggu dialisis dianggap cukup bila URR-nya lebih dari 80 Suhardjono,
Rahardjo Susalit, 2009. Chanif et al 2013 menyatakan bahwa tindakan hemodialisis bisa mencapai
hasil yang maksimal apabila parameter adekuasi hemodialisis bisa tercapai semua. Salah satu parameter adekuasi tindakan hemodialisis adalah rasio reduksi ureum
RRU. RRU yang direkomendasikan oleh National Kidney Foundation Disease Outcomes Quality Initiative NKF-DOQI 2006 dan Persatuan Nefrologi
Indonesia PERNEFRI 2003 adalah minimal 65. Nilai dari RRU sangat tergantung pada aliran cairan dialysate, quick of blood QB, jenis dan bahan
dialyzer, pemakaian ulang dialyzer dan luas permukaan dialyzer NKF-DOQI, 2006.
NKF-KDOQI 2001 menuliskan Metode pengumpulan dialisat merupakan pendekatan alternatif untuk mengukur dosis hemodialisis yang diterima. Dalam
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
pendekatan ini, total dialisat yang melewati dialiser dikumpulkan selama tatalaksana hemodialisis. Massa total urea removed kemudian dihitung sebagai
produk dari konsentrasi urea dan volume dialisat dikumpulkan. Metode ini telah dipertimbangkan oleh beberapa peneliti untuk menjadi standar emas untuk
analisis urea kinetik. Pendukung metode ini menekankan keuntungan dari meminimalkan eksposur pasien dan staf pada darah–tersimpan patogen . Namun,
work group adekuasi HD mengakui bahwa teknik pengukuran dialisat tidak tersedia secara rutin, tidak praktis untuk menerapkan di sebagian besar unit
hemodialisis, belum diperiksa dalam kaitannya dengan outcome pasien, dan mungkin terkait dengan berlebihannya systemic collection error. Misalnya,
kesalahan 7 dalam koleksi dialisat dapat menyebabkan kesalahan 20 di dalam keseimbangan KtV. Meskipun, work group adekuasi HD juga mengakui
bahwa kinetika sisi dialisat urea adalah karakteristik terbaik sebagai model keseimbangan, yang work group pikir itu terbaik untuk fokus pada model single-
pool urea removal. Oleh karena itu, work group berfokus pada pengukuran berbasis darah urea removal.
Untuk menormalkan perbedaan dalam ukuran dan habitus pasien, dosis hemodialisis diresepkan atau disampaikan yang terbaik digambarkan sebagai
clearance pecahan urea sebagai fungsi volume distribusinya KtV. Pecahan klirens secara operasional didefinisikan sebagai produk dari klirens dialiser
dinyatakan sebagai K dan diukur dalam liter per menit [Lmin] dan waktu pengobatan dinyatakan sebagai t dan diukur dalam menit; volume distribusi urea
dinyatakan sebagai V dan diukur dalam L. KtV dapat ditentukan dengan formal Urea Kinetic Modeling UKM atau dengan ekstrapolasi dari perubahan
fraksional konsentrasi urea darah selama sesi dialisis. Dosis yang disampaikan pada hemodialisis juga dapat dinilai dengan menggunakan URR tersebut.
Berdasarkan tinjauan literatur yang diterbitkan sebelum dan sejak rilis RPARenal Physicians Association’s Clinical Parctice Guideline on Adequacy of
Hemodialysis, work group setuju dengan kesimpulan RPA itu bahwa secara UKM formal, berdasarkan dua atau tiga sampel BUNBlood Urea Nitrogen, adalah
metode terbaik untuk pengukuran rutin dosis hemodialisis pada pasien dewasa dan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
anak. Dari single-pool, volume variabel secaran matematis dianalisis untuk kuantisasi urea removal selama sesi hemodialisis tunggal, UKM formal dianggap
yang paling akurat dan lengkap . Namun, itu adalah paling tidak sederhana untuk implemen.
Literatur terbaru menunjukkan bahwa hanya satu metode alternative untuk menghitung KtV KtV rumus logaritma natural dan satu pengukuran lain dari
penyampaian dosis hemodialisis URR harus dipertimbangkan untuk penggunaan rutin pada orang dewasa. Masing-masing, yaitu:
1 KtV rumus logaritma natural KtV = - Ln R - 0.008 × t + 4 - 3,5 × R × UFW
1 di mana Ln adalah logaritma natural; R adalah BUN postdialysis ÷ BUN
predialysis; t adalah dialisis lama sesi dalam jam; UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter; dan W adalah pasien berat postdialisis dalam
kilogram; dan 2 URR
URR = 100 × 1 - CtC0 2
dimana Ct adalah BUN postdialysis dan C0 adalah BUN predialysis. Formal urea kinetic modeling. Modeling kinetik formal menyediakan metode
kuantitatif untuk mengembangkan resep pengobatan untuk pasien tertentu. Karena kompleksitas formula yang memberikan informasi untuk perhitungan KtV oleh
UKM, software komputasi diperlukan untuk menghitung KtV menggunakan UKM formal. UKM formal dapat digunakan untuk menghitung tepat waktu
pengobatan yang diperlukan dalam memberikan dosis hemodialisis tertentu pada darah tertentu dan dialisat mengalir dengan dialiser tertentu. UKM formal
membutuhkan langkah-langkah akurat : 1. Predialisis dan postdialisis BUN untuk pengobatan dialisis pertama dalam
minggu itu dan predialysis BUN pada sesi dialisis minggu kedua dalam tiga kali seminggu jadwal hemodialisis.
2. Predialisis dan bobot postdialisis pada waktu pengobatan hemodialisis pertama minggu.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3. Waktu pengobatan yang sebenarnya, yaitu, persis jumlah menit selama tatalaksana hemodialisis disampaikan pada dialisis minggu pertama
bukan panjang waktu tatalaksana yang ditentukan atau waktu yang telah berlalu antara menempatkan pasien pada mesin dan melepasnya .
4. Klirens efektif dialiser yang diukur dalam unit hemodialisis bukan in vitro nilai cukai yang dilaporkan oleh produsen saja.
Dua sampel hemodialisis UKM berdasarkan predialisis dan postdialisis BUN tengah minggu sudah dijelaskan dan divalidasi untuk akurasi dibandingkan
dengan klasik tiga sampel UKM.
2.3.Akses Vaskuler
Dialisis memerlukan darah pasien agar dapat terekspos dengan dialisat melewati membrane semipermeabel. Hal ini dicapai dengan menyalurkan darah
keluar tubuh pasien keluar tubuh pasien ke dialiser. Hemodialisis membutuhkan aliran darah yang tinggi antara 250-450 mlmenit. Aliran sebesar itu tidak dapat
dicapai dengan vena perifer. Sehingga dialisis membutuhkan akses vena sentral untuk menyediakan kebutuhan aliran darah tersebut. Bila dialisis dilakukan jangka
panjang maka dibutuhkan akses permanen yang ideal fistula, graft atau permacath dan kanulasi akses temporer menggunakan vena besar femoral,
subklavian atau jugular internal paling sering digunakan Cahyaningsih, 2008.
2.3.1. Jenis-jenis Akses Vaskular