PENGARUH DOSIS DAN UKURAN BUTIR PUPUK FOSFAT SUPER YANG DIASIDULASI LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

(1)

Debby Novita Sari

PENGARUH DOSIS DAN UKURAN BUTIR PUPUK FOSFAT SUPER YANG DIASIDULASI LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP SERAPAN P DAN

PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh

Debby Novita Sari

Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Prof. Soemantri Brojonegoro, No 1 Bandar Lampung 35145

ABSTRAK

Sumber P yang saat ini digunakan dalam pertanian umumnya adalah pupuk kimia seperti SP-36 dan TSP, dengan ditiadakannya subsidi pupuk P ini maka harga pupuk meningkat di pasaran karena semua bahan baku pembuatan pupuk tersebut berasal dari impor sehingga harga pupuk menjadi mahal. Oleh karena itu perlu dicari alternatif untuk mengatasinya, yaitu dengan menggunakan batuan fosfat yang dicampur limbah cair tahu dan asam sulfat. Pupuk tersebut dinamakan Fosfatsuper, yang merupakan hasil asidulasi batuan fosfat dengan kombinasi antara 85% limbah cair tahu dan 15% H2SO41 N. Pupuk Fosfatsuper akan diuji kelarutannya dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman jagung. Penelitian ini bertujuan mencari dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper yang terbaik dalam pertumbuhan dan serapan P tanaman jagung. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Ilmu Tanah,

Laboratorium Ilmu Tanah dan Laboratorium Teknologi Pertanian Universitas Lampung bulan Agustus 2014 sampai April 2015. Penelitian disusun secara faktorial 2x4 dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kelompok. Faktor pertama adalah dosis pupuk

Fosfatsuper (360 kg ha-1; 720 kg ha-1) dan faktor kedua adalah ukuran butiran pupuk fosfat super (1 mm, 2‒3 mm, 3‒5 mm, > 5mm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa P-tersedia terbaik pada dosis 50% (setara dengan dosis SP-36 360 kg ha-1) pada ukuran butir 1 mm dan


(2)

Debby Novita Sari jumlah daun terbaik pada dosis 50% pada ukuran butir 1 mm. Berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan korelasi nyata antara serapan P dengan bobot berangkasan kering, P-tersedia dengan bobot berangkasan kering, dan pH dengan bobot akar kering tanaman jagung.


(3)

PENGARUH DOSIS DAN UKURAN BUTIR PUPUK FOSFAT SUPER YANG DIASIDULASI LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP SERAPAN P

DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh

DEBBY NOVITA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok l,Iahasiswa Jurusan

Fbkultas

: PEIIGABIIH

IX)$IS

DAI{ [,KT,BAI{ BTTTIN

PUPUK FIO$HTT SIIPER YAI'IG

DIAIIIDI'LII$I

LIIBAII

E.AIR TAIIU

TENHADAP SEBAPAI'I P DAII

PEBIIITIET'HAI{ ffiIIAITTAII JAGT'ITG (Zea

m1nl.l

:

$c662

clfo'vltc

Sl4rrt

:11141-21O5O

: Agrotelsrologi

: Pertanian

Plrof.

Dr.

Ir.

Srl

Yusnalnl,

!I.SL

NrP 1965050819881 12001

hof.

Dr.

Ir. Alnln, ![.S.,

Df.Agr.tlc. NrP 19650509 1987 o,3200L

[TEIWETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Ketua Jurusan Agrotelmologi

,-9

/%

2.

Dr.

Ir.

I[nswanta

F.

IltdaltaL

!I.P.

NrP 196411181989021@2


(5)

UEI'IGEIIANIIAII

1. Tim PenguJi

Iffira

:

Prof.

Ilr.

Ir.

$dnrcnalnt,

!l.Sl;

Pengqii

Bukan

Pembimbing

:

Ir. Sarrc,

Ii.S.

?r/}attlc.,lI.S.

1_OO1.

:

Prof. Dr.

Ir. Atnln t$ermfl,

[IJgr.tlc-Sel$etarts


(6)

SIIRAT PERITTYATAAN

Dengan ini saya menystakan bahwadalam skripsi ini dengen judul'Pengrruh Irocfo drtr

tllrrnr

ffi

fuukFocfrt

Supcryrry

lli.ddulri

Lirhh

Ceir

TeLu tcrLrd.p SGr:rp.D P d.n Pertumbuhrn Tenenen Jrgung

(Za

nuys

L)t

tidak terd@ karya fiang pernah dilatsukan oleh orang lain, lsecuali yang

s€€ra t€r6lk

dfufif

dal.m dafte

rrsk&

Sskin

itr

sayameayatatan pula

bahwa dnipsi ini dibud oleh saya senditi.

Apabila pcflDrstaan sa)44 ini tidak bemr maka saya bersdia dik€osi sanksi sesuai dcogau turhrn

pry

berlahl

.

.Ba*r

t-mrfmg

25 Novernber 2015

t;"DebbyNoldtr

S.rl

NPM 1114121050


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 30 November 1993 di desa Rejomulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan berbahagia, Endro Hartono dan Eka Puji Astuti. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Bratasena Mandiri Dente Teladas pada tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) di SD N Bratesena Mandiri pada tahun 1999 dan diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Rasman Mulya pada tahun 2005 dan

diselesaikan pada tahun 2008, dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 1 Metro Kibang, Lampung Timur pada tahun 2008 dan diselesaikan pada tahun 2011.

Penulis masuk perguruan tinggi di Program Studi Agroteknologi Fakultas

Pertanian di Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur Mandiri. Selama menjadi mahasiswa penulis menjadi anggota bidang Eksternal Persatuan

Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Muara Dua, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus. Penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PTPN VII Unit Usaha Bekri Lampung Tengah pada tahun 2014.


(8)

Dengan Menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.. Kupersembahkan buah karya yang diiringi rasa syukur ini kepada Ayahandaku Endro Hartono dan Ibunda Eka Puji Astuti sebagai ungkapan rasa kasih sayang

dan hormatku kepada mereka yang kucintai karena Allah.

Serta kupersembahkan buah karya ini untuk Kekasih, Sahabat dan Teman-temanku atas semangat, doa, dan bantuannya serta Almamaterku Agroteknologi,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang selalu kubanggakan

Doa’kan semoga ilmu yang kudapat ini mendapat keridhoan Allah dan bermanfaat bagi umatNya.


(9)

Waktu itu ibarat sebilah pedang, kalau engkau tidak memanfaatkannya, maka ia akan memotongmu (Ali bin Abu Thalib)

Seseorang yang optimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap

kesempatan (Nabi Muhammad SAW)

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh

(Andrew Jackson)


(10)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Pembimbing I yang telah memberikan ide, bimbingan, saran, dan kritik kepada penulis dalam proses pengerjaan skripsi.

4. Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr, Sc., selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan sumbangan pemikiran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ir. Sarno, M.S., selaku Pembahas dan Penguji Skripsi yang telah memberikan evaluasi dan saran demi perbaikan skripsi.

6. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik atas konsultasi akademik serta nasehat dan bantuan selama masa pendidikan. 7. Seluruh dosen Jurusan Agroteknologi atas ilmu dan pengetahuannya selama


(11)

8. Kedua orang tuaku tercinta Endro Hartono dan Eka Puji Astuti yang tak henti-hentinya mendoakan, menyemangati, dan mendukung setiap perjalanan hidupku. Kakakku Bobby Vintonius, adikku Febby Angelia Larasati, Ribby Virginia Charen, dan Cabby Novalino terimakasih atas doa, kasih sayang, semangat serta dukungan yang telah diberikan selama ini.

9. Untuk yang terkasih Davin Pradana, yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang serta semangat dan dukungan yang diberikan.

10.Teman-teman seperjuangan penelitian dan kuliah (Aulia Rosi, Agatha Christia, Adawiah, Chintya Ayu A., Deasy Maya Sari, Andika Putra, Citra Meylani), dan seluruh teman-teman angkatan 2011 Agroteknologi beserta rekan-rekan kelas A terimakasih atas persahabatan, bantuan, kerja sama, saran, dan kritik selama penelitian berlangsung.

11.Teman-teman kosan Bpk. Malik (Ana Maria Kristiani, Riska Damayanti, Faradila Suci, Eka Rentina, Eka Purnama Sari, Wijayanti, Rahayu, Dian Ayu S., Magdalena, Nurmalia, Nine Tria) yang senantiasa memberi dukungan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, November 2015 Penulis,


(12)

iv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ... 4

1.5 Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pupuk Fosfat Alam ... 7

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan Fosfat Alam dalam Tanah ... 9

2.1.2 Keutamaan Fosfat Alam ... 10

2.1.3 Aplikasi Fosfat Alam ... 12

2.2 Unsur Hara Fosfor ... 13

2.2.1 Peranan Unsur Hara P Bagi Tanaman Jagung ... 13

2.2.2 Ketersediaan Fosfor bagi Tanaman ... 15

2.3 Limbah Cair Tahu ... 17

2.4 Jagung (Zea Mays L.) ... 19

III. BAHAN DAN METODE ... 21

3.1 Tempat dan Waktu ... 21

3.2 Bahan dan Alat ... 21


(13)

v

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 23

3.4.1 Pembuatan Pupuk Fosfatsuper ... 23

3.5 Percobaan Rumah Kaca ... 23

3.5.1 Persiapan Media Tanam ... 23

3.5.2 Penanaman ... 24

3.5.3 Penyulaman ... 24

3.5.4 Pemberian Pupuk ... 24

3.5.5 Pemeliharaan Tanaman Jagung ... 25

3.5.6 Pemanenan dan Pengambilan Sampel Tanaman ... 25

3.5.7 Pengambilan sampel tanah ... 25

3.6 Analisis Laboratorium ... 26

3.6.1 Serapan P tanaman jagung ... 26

3.6.2 pH (Metode elektrometrik) ... 26

3.6.3 P-tersedia tanah ... 27

3.7 Variabel Pengamatan ... 27

3.7.1 Variabel Utama ... 27

1. Serapan P Tanaman Jagung ... 27

2. P-tersedia Tanaman Jagung ... 27

3. Tinggi Tanaman Jagung ... 27

4. Jumlah Daun ... 28

5. Bobot Berangkasan Kering ... 28

3.8 Variabel Pendukung ... 28

3.8.1 pH Tanah ... 28

3.8.2 Bobot Akar Kering ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Hasil Penelitian ... 29

4.1.1 Serapan P Tanaman ... 29

4.1.2 P-tersedia Tanah ... 30

4.1.3 Jumlah Daun Tanaman Jagung 9 minggu setelah tanam (MST) ... 31

4.1.4 Tinggi Tanaman Jagung pada 9 MST ... 32

4.1.5 Bobot Berangkasan Kering Tanaman jagung9 MST ... 34

4.1.6 pH Tanah ... 35

4.1.7 Hasil korelasi antara serapan P tanaman, P-tersedia, dan pH dengan Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Bobot Berangkasan Kering Tanaman, Bobot Akar Kering ... 36


(14)

vi

4.2 Pembahasan ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

PUSTAKA ACUAN ... 44


(15)

vii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh interaksi antara dosis dan ukuran butiran pupuk

Fosfatsuper terhadap P-tersedia tanah yang ditanami jagung. ... 31

2. Pengaruh interaksi antara dosis dan ukuran butiran pupuk Fosfatsuper terhadap jumlah daun tanaman jagung. ... 32

3. Hasil korelasi antara serapan P tanaman, P-tersedia, dan pH dengan Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Bobot Berangkasan Kering Tanaman, Bobot Akar Kering. ... 37

4. Data Analisis Awal Bahan Penelitian. ... 48

5. Serapan P tanaman jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 48

6. Uji homogenitas serapan P tanaman jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 49

7. Analisis Ragam serapan P jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 49

8. P-tersedia pada tanaman jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 50

9. Uji homogenitas P-tersedia pada tanaman jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 50

10. Analisis Ragam P-tersedia pada tanaman jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 51

11. Tinggi tanaman jagung 1 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 51

12. Tinggi tanaman jagung 2 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 52


(16)

viii

14. Tinggi tanaman jagung 4 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 53

15. Tinggi tanaman jagung 5 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 53

16. Tinggi tanaman jagung 6 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 54

17. Tinggi tanaman jagung 7 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 54

18. Tinggi tanaman jagung 8 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 55

19. Tinggi tanaman jagung 9 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 55

20. Tinggi tanaman jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper 9 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 56

21. Uji homogenitas tinggi tanaman jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper 9 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 56

22. Analisis Ragam tinggi tanaman jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper 9 Minggu Setelah Tanam (MST) ... 57

23. Jumlah daun tanaman jagung 1 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 57

24. Jumlah daun tanaman jagung 2 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 58

25. Jumlah daun tanaman jagung 3 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 58

26. Jumlah daun tanaman jagung 4 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 59

27. Jumlah daun tanaman jagung 5 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 59

28. Jumlah daun tanaman jagung 6 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 60

29. Jumlah daun tanaman jagung 7 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 60

30. Jumlah daun tanaman jagung 8 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 61

31. Jumlah daun tanaman jagung 9 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 61

32. Jumlah daun tanaman jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper 9 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 62


(17)

ix 33. Uji homogenitas jumlah daun tanaman jagung setelah diberi

perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper

9 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 62 34. Analisis Ragam jumlah daun tanaman jagung setelah diberi

perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper

9 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 63 35. Bobot berangkasan kering tanaman jagung setelah diberi

perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 63 36. Uji homogenitas bobot berangkasan kering tanaman

jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir

pupuk Fosfatsuper. ... 64 37. Analisis Ragam bobot berangkasan kering tanaman

jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir

pupuk Fosfatsuper. ... 64 38. Bobot berangkasan akar kering tanaman jagung setelah

diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 65 39. Uji homogenitas akar kering tanaman jagung setelah diberi

perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 65 40. Analisis Ragam akar kering tanaman jagung setelah diberi

perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 66 41. pH tanah tanaman jagung setelah diberi perlakuan dosis

dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 66

42. Uji homogenitas pH tanah tanaman jagung setelah diberi perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper

9 Minggu Setelah Tanam (MST). ... 67 43. Analisis Ragam pH tanah tanaman jagung setelah diberi

perlakuan dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper. ... 67 44 Hasil uji korelasi antara serapan P dengan tinggi tanaman jagung

9 MST. ... 68 45. Hasil uji korelasi antara serapan P tanaman dengan

jumlah daun tanaman jagung 9 MST. ... 69 46. Hasil uji korelasi antara serapan P tanaman dengan


(18)

x 47. Hasil uji korelasi antara serapan P tanaman

dengan bobot akar kering tanaman jagung 9 MST. ... 71 48. Hasil uji korelasi antara P-tersedia tanah

dengan tinggi tanaman jagung 9 MST. ... 72 49. Hasil uji korelasi antara P-tersedia tanah

dengan jumlah daun tanaman jagung 9 MST. ... 73 50. Hasil uji korelasi antara P-tersedia tanah dengan

bobot berangkasan kering tanaman jagung 9 MST. ... 74

51. Hasil uji korelasi antara P-tersedia tanah dengan bobot akar

kering tanaman jagung 9 MST. ... 75 52. Hasil uji korelasi antara pH tanah dengan tinggi tanaman

jagung 9 MST. ... 76 53. Hasil uji korelasi antara pH tanah dengan

Jumlah daun tanaman jagung 9 MST. ... 77 54. Hasil uji korelasi antara pH tanah

dengan bobot berangkasan kering tanaman jagung 9 MST. ... 78 55. Hasil uji korelasi antara pH tanah


(19)

x DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Pengaruh perlakuan dosis dan ukuran butiran pupuk Fosfatsuper

terhadap serapan P pada tanaman jagung. ... 30 2. Pengaruh pemberian dosis dan ukuran butiran pupuk Fosfatsuper

terhadap tinggi tanaman jagung. ... 33 3. Pengaruh perlakuan dosis dan ukuran butiran pupuk Fosfatsuper

terhadap bobot berangkasan kering pada tanaman jagung. ... 34 4. Grafik perubahan pH tanah dengan perlakuan dosis dan ukuran

butiran pupuk Fosfatsuper pada tanaman jagung. ... 35 5. Hubungan korelasi antara serapan P tanaman dengan

tinggi tanaman jagung 9 MST. ... 68 6. Hubungan korelasi antara serapan P tanaman dengan

jumlah daun tanaman jagung 9 MST. ... 69 7. Hubungan korelasi antara serapan P tanaman dengan bobot

berangkasan kering tanaman jagung 9 MST. ... ... 70 8. Hubungan korelasi antara serapan P-tanaman dengan bobot kering

akar tanaman jagung 9 MST. ... 71 9. Hubungan korelasi antara P tersedia tanah dengan tinggi tanaman

jagung. ... 72 10. Hubungan korelasi antara P-tanah dengan jumlah daun tanaman

jagung 9 MST. ... 73 11. Hubungan korelasi antara P-tanah dengan bobot kering brangkasan

tanaman jagung 9MST. ... 74 12. Hubungan korelasi antara P-tersedia tanah dengan bobot kering


(20)

xi 13. Hubungan korelasi antara pH tanah dengan tinggi tanaman jagung

9 MST. ... 76 14. Hubungan korelasi antara pH tanah dengan jumlah daun tanaman

jagung 9 MST. ... 77 15. Hubungan korelasi antara pH tanah dengan bobot kering

berangkasan tanaman jagung 9 MST. ... 78 16. Hubungan korelasi antara pH tanah dengan bobot kering akar

tanaman jagung 9 MST. ... 79 17.Gambar Tata Letak Percobaan. ... 80


(21)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Unsur fosfor (P) merupakan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Unsur hara P pada masa vegetatif sangat banyak dijumpai pada pusat-pusat pertumbuhan daun muda karena unsur hara ini bersifat mobil sehingga bila kekurangan P maka unsur hara langsung ditranslokasikan pada pusat-pusat pertumbuhan daun muda, sedangkan pada masa generatif unsur hara P banyak dialokasikan pada proses pembentukan biji atau buah tanaman. Kadar P pada bagian-bagian generatif tanaman (biji) tertinggi dibandingkan bagian tanaman lainnya (Novriani, 2010).

Sumber P yang saat ini digunakan dalam pertanian umumnya adalah pupuk kimia seperti SP-36 dan TSP. Dengan ditiadakannya subsidi pupuk P ini maka harga pupuk meningkat di pasaran karena semua bahan baku pembuatan pupuk tersebut berasal dari impor (Pramono, 2000). Oleh karena itu perlu dicari alternatif lain untuk mengatasinya, antara lain dengan menggunakan pupuk fosfat alam yang dianggap lebih murah (Raihana, 1992).

Penggunaan pupuk fosfat alam mempunyai prospek yang baik di masa depan, selain biaya pengadaannya yang lebih murah fosfat alam mempunyai kandungan unsur-unsur hara lain terutama Ca dan Mg serta beberapa unsur mikro seperti


(22)

2 Fe,Cu, dan Zn yang relatif tinggi dibanding pupuk buatan, sehingga pupuk fosfat alam dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Rochayati dkk. 2009).

Fosfat alam merupakan pupuk yang banyak mengandung P dan Ca cukup tinggi, tidak cepat larut dalam air, sehingga bersifat lambat tersedia (slow release) dalam penyediaan hara P. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor menunjukkan bahwa fosfat alam mempunyai efektifitas yang sama baiknya dengan sumber P yang mudah larut seperti SP-36 dan TSP, sehingga penggunaan fosfat alam sebagai sumber pupuk bisa meningkatkan efisiensi pupuk di lahan kering masam (Rochayati dkk. 2009).

Pada dasarnya, meskipun unsur hara P memiliki peran yang besar bagi tanaman namun pemberian pupuk fosfat secara terus-menerus atau berlebihan akan menyebabkan penimbunan P sehingga menurunkan respon tanaman terhadap pemupukan fosfat. Oleh karena itu pemberian unsur hara P sebaiknya didasarkan pada kebutuhan tanaman akan P. Fosfor di alam berada sebagai batuan fosfat dengan komposisi trikalsium fosfat yang sedikit larut dalam air. Agar dapat dimanfaatkan tanaman, batuan fosfat alam harus diubah menjadi senyawa fosfat yang larut dalam air (Budi dan Purbasari, 2009).

Pupuk fosfat alam ini mempunyai kelarutan yang rendah sehingga pupuk P dalam tanah lambat tersedia, sehingga dalam penggunaannya perlu dilakukan asidulasi menggunakan limbah cair tahu yang dicampur dengan asam sulfat. Setelah dilakukan asidulasi menggunakan limbah cair tahu yang dicampur dengan asam sulfat maka akan dihasilkan pupuk.


(23)

3

Menurut penelitian Niswati (2012) diantara berbagai jenis limbah cair

agroindustri, limbah cair tahu mempunyai potensi tinggi sebagai pelarut batuan fosfat. Hal ini disebabkan karena limbah cair tahu memiliki pH yang rendah yaitu 3,76 sehingga limbah cair tahu tersebut dapat dimanfaatkan untuk melarutkan fosfat dari batuan fosfat. Aini (2013) melaporkan bahwa limbah cair tahu yang dicampur dengan 15% H2SO4 mempunyai kemampuan terbaik dalam melarutkan P. Pupuk hasil penelitian tersebut merupakan pupuk baru yang dinamakan Fosfatsuper.

Pupuk Fosfatsuper belum diketahui kemampuannya dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Secara umum kualitas pupuk baru (Fosfatsuper)

ditentukan oleh kehalusan dan reaktivitas kimia dari pupuk tersebut. Oleh karena itu peneliti menguji kualitas fosfat super akan diujikan terhadap tanaman,

indikator tanaman yang digunakan adalah tanaman jagung. Hal ini karena jagung merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap pemupukan P.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah :

1. Berapa dosis pupuk Fosfatsuper yang terbaik dalam mempengaruhi serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung?

2. Berapa ukuran butir pupuk Fosfatsuper yang terbaik dalam mempengaruhi serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung?

3. Apakah terdapat interaksi antara dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper dalam mempengaruhi serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung?


(24)

4 1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mencari dosis pupuk Fosfatsuper terbaik terhadap serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung.

2. Mencari ukuran butir pupuk Fosfatsuper terbaik terhadap serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung.

3. Mencari interaksi antara dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper terhadap serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung.

1.4 Kerangka Pemikiran

Fosfor merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dan umumnya ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk pupuk, terutama pupuk kimia TSP dan SP-36. Hanya saja ketersediaan pupuk kimia masih dipenuhi dari impor dan juga adanya penghapusan subsidi pupuk kimia oleh pemerintah.

Salah satu alternatif sumber P untuk tanaman yaitu dengan pemanfaatan fosfat alam. Pupuk fosfat alam yang digunakan secara langsung umumnya mempunyai kelarutan yang lebih rendah dibandingkan dengan pupuk kimia, sehingga

diperlukan suatu usaha untuk dapat meningkatkan kelarutannya seperti penggunaan mikroorganisme pelarut fosfat dan bahan organik, pupuk P dari batuan fosfat dengan menggunakan pelarut asam-asam konvensional cukup mahal, sehingga diperlukan alternatif pupuk P yang murah yaitu dengan


(25)

5 limbah cair tahu yang dicampur 15% H2SO4 mampu melarutkan P pada batuan fosfat.

Pupuk fosfat alam ini mempunyai kelarutan yang rendah sehingga perlu dipercepat kelarutannya dengan diberikannya limbah cair tahu yang dicampur dengan H2SO4. Pupuk yang berasal dari batuan fosfat dan diasidulasi dengan H2SO4 dan limbah cair tahu diberi nama pupuk fosfat super dengan kandungan P2O5 10,48%.

Berdasarkan hasil penelitian Lastianingsih (2008), menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan dengan fosfat alam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot kering brangkasan dan serapan P. Lebih lanjut Warsunata (2014) , menyatakan bahwa pemberian 200 Kg/ha fosfat alam mampu meningkatkan bobot tongkol berkelobot 21,55 ton/ha yang tinggi juga. Namun penelitian Kawulusan (2007), menunjukkan bahwa pemberian dosis fosfat alam yang rendah (251 ppm P), sudah menunjukkan bobot kering tanaman lebih tinggi.

Pemberian dosis pupuk fosfat alam harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara yang dibutuhkan, semakin tinggi dosis yang diberikan maka P ini akan mengendap dalam tanah sehingga sukar larut dan sulit diserap oleh tanaman.

Dalam memperbaiki serapan P dan pertumbuhan tanaman, secara umum kemampuan pupuk fosfat alam untuk melepaskan P dipengaruhi oleh ukuran partikel dan dosis pemupukan. Luas permukaan sangat berpengaruh terhadap reaktivitas pupuk fosfat alam. Semakin halus ukuran butir maka semakin luas permukaan dan semakin besar reaktivitas yang rendah sehingga kelarutannya


(26)

6

makin tinggi (Hartatik, 2011). Hal ini karena semakin halus ukuran partikel, maka semakin banyak kemungkinan kontak antara fosfat alam dengan tanah sehingga kelarutannya tinggi.

Selain ukuran butir, dosis pupuk juga akan berpengaruh terhadap serapan P dan pertumbuhan tanaman.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat disusun hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat dosis pupuk Fosfatsuper yang terbaik dalam mempengaruhi serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung.

2. Terdapat ukuran butir pupuk Fosfatsuper yang terbaik dalam mempengaruhi serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung.

3. Terdapat interaksi antara dosis dan ukuran butir pupuk Fosfatsuper dalam mempengaruhi serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung.


(27)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pupuk Fosfat Alam

Fosfat alam merupakan sumber pupuk P yang efektif dan murah serta dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman, hanya saja kualitas pupuk fosfat alam sangat bervariasi tergantung pada kandungan P2O5 . Oleh karena itu, penggunaan fosfat alam secara langsung perlu memperhatikan kadar P2O5 total dan tersedia serta reaktivitasnya (Hartatik, 2011).

Pupuk fosfat alam berasal dari batuan fosfat yang digiling halus sehingga dapat langsung digunakan sebagai pupuk. Fosfat alam berasal dari proses

geokimia yang terjadi secara alami, yang biasa disebut deposit batuan fosfat. Batuan fosfat dapat ditemukan di alam sebagai batuan endapan atau sedimen, batuan beku, batuan metamorfik, dan guano. Fosfat alam yang berasal dari batuan beku umumnya digunakan sebagai bahan baku industri pupuk P. Sedangkan fosfat alam yang berasal dari batuan endapan atau sedimen yang mempunyai reaktivitas tinggi dapat digunakan secara langsung sebagai pupuk (Hartatik, 2011).

Fosfat alam bersifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam kondisi asam dengan kadar P2O5 dan kelarutannya bervariasi, lambat melepaskan P (slow release), dan mengandung hara Ca dan Mg cukup tinggi dan unsur mikro Mg, Zn, Cu, B, Mn,


(28)

8 Al, Fe, serta logam berat Cd, Pb, As, Ni, dan Co (Balai Penelitian Tanah, 2012). Kualitas fosfat alam ditentukan oleh kelarutan dan efektivitasnya. Tingkat kelarutan fosfat alam dapat diketahui melalui pelarutan dalam asam sitrat 2%, amonium sitrat pH 7, dan asam format 2%. Persentase kelarutan P2O5 dalam asam sitrat terhadap kadar P2O5 pada mineral apatit juga dapat diketahui melalui uji efektivitas agronomis. Uji efektivitas agronomis dilakukan untuk mengetahui respons tanaman terhadap pemberian pupuk fosfat alam, yang ditunjukkan oleh nilai relative agronomi effectiveness (RAE).

Kualitas fosfat alam dibedakan menjadi mutu A, B, C, dan D berdasarkan kadar P2O5 total dan kelarutannya dalam asam sitrat, seperti yang tertuang dalam SNI 02-3776-2005. Kualitas fosfat alam yang baik adalah yang mengandung P2O5 total lebih dari 20% dan reaktivitasnya tinggi, dengan kadar P2O5 larut dalam asam sitrat konsentrasi 2% lebih dari 6%. Pengawasan mutu fosfat alam perlu dilakukan untuk menghindari penggunaan fosfat alam yang bermutu rendah atau pemalsuan, agar pupuk yang digunakan efektivitasnya tinggi sehingga mencegah pencemaran lingkungan. Reaktivitas fosfat alam menunjukkan tingkat

kemampuannya dalam melepaskan P yang potensial tersedia untuk tanaman. Namun, indikator ini tidak dapat digunakan untuk menduga jumlah P yang tersedia untuk tanaman karena efektivitas agronomi fosfat alam ditentukan oleh banyak faktor. Oleh karena itu, penilaian kualitas fosfat alam, selain dengan cara kimia, juga dapat dilakukan dengan mengetahui respons tanaman terhadap pemupukan fosfat alam, yang ditunjukkan dengan nilai RAE. Nilai RAE fosfat alam merupakan persentase peningkatan hasil di lapangan antara tanaman yang dipupuk fosfat alam dan yang diberi pupuk standar SP-36 atau TSP. Fosfat alam


(29)

9 dengan RAE sama atau lebih besar 100% mempunyai efektivitas sama atau lebih tinggi dari pupuk P standar. Selain kualitas, penggunaan fosfat alam secara langsung perlu mempertimbangkan reaktivitas/kelarutannya, sifat tanah, dan jenis tanaman. Faktor sosioekonomi dan kebijakan juga akan menentukan produksi, distribusi, dan adopsi penggunaan fosfat alam oleh petani (Hartatik, 2011).

2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan Fosfat Alam dalam Tanah

Kelarutan fosfat alam dalam tanah dipengaruhi oleh sifat fisikokimia fosfat alam itu sendiri, tanah, dan tanaman. Tingkat kelarutan akan menentukan kualitas fosfat alam yang digunakan secara langsung sebagai pupuk. Demikian pula kehalusan atau ukuran butir pupuk, makin halus ukuran butir maka kelarutannya makin tinggi. Namun, beberapa pupuk fosfat alam kelarutannya ditentukan oleh sifat reaktivitas kimianya. Sifat tanah yang menentukan kelarutan fosfat alam yaitu keasaman atau pH. Fosfat alam lebih mudah larut pada tanah yang memiliki pH rendah (masam), sebaliknya pada tanah dengan pH tinggi, kelarutannya

menurun. Kadar kalsium (Ca) yang tinggi dalam tanah akan menghambat kelarutan fosfat alam, sedangkan tanah yang mempunyai kadar Ca dan P rendah akan mendorong pelarutan fosfat alam secara terus menerus. Tanah

Ultisol/Oxisol umumnya mempunyai kadar Ca dan P rendah sehingga aplikasi fosfat alam efektif meningkatkan ketersediaan Ca dan P tanah bagi tanaman.

Fosfat alam yang digunakan secara langsung reaktivitasnya dipengaruhi oleh ukuran butir. Semakin halus ukuran butir fosfat alam maka semakin reaktif, karena semakin tinggi permukaan fosfat alam yang bersentuhan dengan permukaan koloid tanah.


(30)

10

Jenis tanaman juga memengaruhi serapan hara P dari tanah. Proses metabolisme perakaran yang mengeluarkan eksudat berupa asam-asam organik menyebabkan daerah sekitar perakaran menjadi masam sehingga akan menstimulasi kelarutan pupuk fosfat alam dalam tanah.

Kandungan P dalam bentuk fosfat alam berkisar antara 11 ‒ 17% P (total) dan ketersediannya hanya antara 14% ‒ 65% dari kadar total (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

2.1.2 Keutamaan Fosfat Alam

Keunggulan fosfat alam selain merupakan sumber P, juga dapat menurunkan kemasaman tanah dan meningkatkan kejenuhan basa dalam tanah. Disamping itu pupuk fosfat alam mempunyai pengaruh residu cukup lama yang berpengaruh baik untuk tanaman berikutnya (Sudriatna, 2006). Sedangkan Rulyadi, Nathan, dan Sumaryono (1990) mengemukakan keuntungan penggunaan fosfat alam dari segi agronomis dan industri antara lain :

Segi agronomis :

1. Pupuk-pupuk fosfat alam lebih mudah diserap oleh tanaman pada kondisi tanah dan iklim di Indonesia

2. Produksi tanaman akan meningkat terutama dalam waktu panjang

3. Pupuk fosfat alam sudah mengandung sejumlah besar kapur/kalsium yang berfungsi memperbaiki daya serap tanah akan pupuk


(31)

11 Segi Industri :

1. Bahan baku murah

2. Tidak banyak menggunakan bahan baku larutan kimia, seperti asam fosfat dan asam sulfat

3. Pupuk berupa tepung halus yang bisa dibuat granul

Keuntungan yang paling menonjol dalam penggunaan fosfat alam menurut

Sediyarso (1987) yaitu harga fosfat alam lebih rendah dari pupuk P-buatan karena semua pupuk P-buatan diproduksi dari fosfat alam, sehingga minimal harga pupuk P-buatan bernilai sebesar biaya proses pembuatannya ditambah dengan nilai produksi fosfat alam.

Namun, penggunaan fosfat alam juga mempunyai beberapa kendala, antara lain: 1. Kadar P2O5 total dalam fosfat alam sangat bervariasi sehingga menyulitkan

dalam pengadaan, perdagangan, dan penggunaannya.

2. Kadar P2O5 total dan kelarutan yang bervariasi sehingga respon tanaman terhadap pemupukan berbeda-beda. Respon tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat tanah, tanaman, kondisi lingkungan, dan cara pemupukan.

3. Beberapa fosfat alam mengandung logam berat seperti Cd, Pb, As, Ni, dan Co

cukup tinggi sehingga dapat mencemari lingkungan (Hartatik, 2011).

Faktor yang kurang menguntungkan dari pupuk fosfat alam adalah tidak semua tanah dan tanaman cocok, pupuk fosfat alam berupa tepung halus relatif sulit mengaplikasikannya di lapang dan kualitas fosfat alam menyulitkan dalam standarisasi mutu, pengadaan, perdagangan dan pemakaian (Adiningsih dkk. 1998).


(32)

12 2.1.3 Aplikasi Fosfat Alam

Pupuk fosfat alam sangat dianjurkan sebagai pupuk dasar, yaitu digunakan pada saat tanam atau sebelum tanam. Hal ini disebabkan karena pupuk ini merupakan pupuk yang tidak cepat tersedia dan dibutuhkan pada stadia awal pertumbuhan. Pemberiannya sangat baik bila ditempatkan pada daerah perakaran. Pemberian pupuk seawal mungkin dalam pertumbuhan akan mendorong pertumbuhan akar yang akan memberikan tanaman berdaya serap hara lebih baik (Hakim dkk., 1986).

Pupuk fosfat alam sdiberikan dalam larikan setiap barisan tanaman atau ditugal di

samping lubang tanam sedalam 5−7 cm. Aplikasi fosfat alam dapat juga

dilakukan dengan teknologi rekapitulasi P, yaitu memberikan pupuk fosfat alam yang reaktif dengan dosis tinggi untuk 4−6 musim tanam sebanyak 1 t ha-1 atau setara dengan 300 kg P2O5 ha-1, dengan cara disebar dan diaduk rata dengan tanah. Teknologi rekapitulasi fosfat alam mempunyai keunggulan, yaitu residunya

bersifat jangka panjang (4−6 musim), menghemat tenaga kerja aplikasi pupuk,

dan meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman. Aplikasi fosfat alam

Chrismast 1 t ha‒1 meningkatkan P potensial dan P tersedia dalam tanah serta hasil palawija dan pendapatan petani. Efisiensi pemupukan P pada lahan kering masam umumnya rendah, hanya15−20%. Sebagian besar P (80−85%) tertinggal sebagai residu dalam tanah, yang terfiksasi oleh aluminium atau besi oksida dalam bentuk senyawa Al-P dan Fe-P dan pada tanah basa dalam bentuk Ca-P sehingga kurang tersedia bagi tanaman. Oleh karena itu, pemberian fosfat alam yang bersifat slow release dapat meningkatkan efisiensi pemupukan P (Hartatik, 2011).


(33)

13 2.2 Unsur Hara Fosfor

2.2.1 Peranan Unsur Hara P Bagi Tanaman Jagung

Di dalam jaringan tanaman P berperan dalam hampir semua proses reaksi biokimia. Peran P yang istimewa adalah proses penangkapan energi cahaya matahari dan kemudian mengubahnya menjadi energi biokimia. P merupakan komponen penyusun membran sel tanaman, penyusun enzim-enzim, penyusun co-enzim, nukleotida (bahan penyusun asam nukleat). P juga berperan dalam sintesis protein, terutama yang terdapat pada jaringan hijau, sintesis karbohidrat, memacu pembentukan bunga dan biji serta menentukan kemampuan berkecambah biji yang dijadikan benih (Novriani, 2010).

Soepardi (1983) mengemukakan bahwa peranan P antara lain penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat jerami agar tanaman tidak mudah rebah, memperbaiki kualitas tanaman, pembentukan bunga, buah, dan biji, serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Fosfor juga berperan pada pertumbuhan benih, akar, bunga dan buah. Struktur perakaran yang sempurna memberikan daya serap nutrisi yang lebih baik. Pada proses pembungaan kebutuhan fosfor akan meningkat drastis karena kebutuhan energi meningkat dan fosfor adalah komponen penyusun enzim dan ATP yang berguna dalam proses tranfer energi.

Produksi buah yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh ketersediaan unsur fosfor dalam tanaman. Fosfor berperan dalam pemecahan karbohidrat untuk energi,


(34)

14 penyimpanan dan peredarannya ke seluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein yang menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen. Kekurangan P tanaman dapat diamati secara visual, yaitu daun-daun yang tua akan berwarna keunguan atau kemerahan karena terbentuknya pigmen antosianin. Pigmen ini terbentuk karena akumulasi gula di dalam daun sebagai akibat terhambatnya sintesis protein. Gejala lain adalah nekrosis (kematian jaringan) pada pinggir atau helai dan tangkai daun, diikuti melemahnya batang dan akar tanaman. Tepi daun cokelat, tulang daun muda berwarna hijau gelap, pertumbuhan daun kecil, kerdil, dan akhirnya rontok. Kekurangan unsur fosfor juga dapat menyebabkan

terhalangnya pertumbuhan serta proses biokimia dan fisiologi tanaman.

Poerwanto (2003) menyatakan bahwa fungsi fosfor sebagai penyusun karbohidrat dan penyusun asam amino yang merupakan faktor internal yang mempengaruhi induksi pembungaan. Kekurangan karbohidrat pada tanaman dapat menghambat pembentukan bunga dan buah. Indranada (1986) manyatakan bahwa penyediaan fosfor yang tidak memadai akan menyebabkan laju respirasi menurun. Bila respirasi terhambat, pigmen ungu (antosianin) berkembang dan memberi ciri defisiensi fosfor.

Unsur fosfor (P) dapat memacu pertumbuhan akar. Tanaman yang dipupuk dengan fosfor ternyata mempunyai akar yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman tanpa dipupuk. Hal ini disebabkan karena ketersediaan fosfor akan


(35)

15 meningkatkan laju fotosintesis yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan akar. Ekstrak akar yang dipupuk dengan unsur P mempunyai aktivitas auksin yang berfungsi mempergiat pertumbuhan akar (Islami dan Ulama, 1995).

Dijelaskan oleh Hakim (1986) bahwa gejala kekurangan fosfor akan tampak pada pertumbuhan tanaman yang terhambat karena terjadi gangguan pada pembelahan sel. Daun tanaman menjadi berwarna hijau tua yang kemudian berubah menjadi ungu, juga terjadi pada cabang dan batang tanaman muda. Gejala yang umum adalah terhambatnya pertumbuhan, tanaman kerdil serta perakarannya miskin dan produksi merosot.

Pengaruh menguntungkan bagi tanaman bila P tercukupi antara lain pada pembelahan sel, pembentukan bunga, buah dan biji, perkembangan akar halus, dan akar rambut, dan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Soerpardi, 1983)

2.2.2 Ketersediaan Fosfor bagi Tanaman

Sumber fosfor di dalam tanah dapat berasal dari P organik dan P anorganik. Bentuk P anorganik ini sebagian besar berkombinasi dengan Ca, dan juga

berikatan dengan liat membentuk komplek fosfat liat tidak larut, sehingga banyak tidak tersedia bagi tanaman. Pupuk P yang banyak digunakan adalah TSP dan SP-36. Bentuk P organik di dalam tanah sekitar 1% terdapat dalam

mikroorganisme. P organik ini terdistribusi paling besar di permukaan tanah dibandingkan dengan subsoil, karena sesuai akumulasi bahan organik tanah.

Fosfor (P) termasuk unsur hara makro yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, namun kandungannya di dalam tanaman lebih rendah dibanding


(36)

16 nitrogen (N), dan kalium (K). Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama H2PO4- dan HPO42- yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H2PO4- lebih banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih tinggi (>7) bentuk HPO42- lebih dominan. Sebagian besar tanaman dapat mengambil P yang diberikan dari pupuk sebesar 10 hingga 30% dari total P yang diberikan selama tahun pertama pemupukan, berarti 70‒90% pupuk P tetap berada di dalam tanah. Besarnya kemampuan tanah tanaman memanfaatkan P dipengaruhi oleh pH tanah, tipe liat, temperatur, bahan organik, dan waktu aplikasi.

pH tanah sangat berpengaruh terhadap ketersedian P tanah. Pada tanah masam P bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P dan Fe-P, sedangkan pada tanah bereaksi basa umumnya P bersenyawa sebagai Ca-P. Adanya pengikatan-pengikatan P tersebut menyebabkan pupuk P yang diberikan menjadi tidak efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi. Tipe liat akan menentukan jumlah P yang terfiksasi dalam liat, P akan kuat terfiksasi pada tipe liat 1:1 dari pada liat 2:1. Tanah yang banyak mengandung kaolinit, seperti pada daerah yang curah hujan tinggi lebih banyak mengikat P. Disamping itu hidrus dari Al dan Fe yang terdapat pada tanah tropika juga menjerap P, dimana tanah ini banyak dijumpai pada tanah tipe liat 1:1. Jadi dapat diketahui makin tinggi jumlah liat pada tanah maka P akan semakin tinggi terfiksasi.

Temperatur biasanya berpengaruh pada kecepatan reaksi tanah, kecepatan reaksi kimia akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Pada tanah panas umumnya lebih banyak mengikat P jika dibandingkan dengan tanah pada iklim sedang.


(37)

17 Iklim panas dapat menyebabkan kadar oksida hidrus Al dan Fe dalam tanah cukup tinggi, sehingga P juga banyak terikat pada logam ini.

Bahan organik dapat dikatakan mampu memperbesar ketersedian P melalui hasil pelapukannya membentuk P humik yang mudah diserap oleh tanaman, dapat menyelimuti seskuioksida dan dapat menyangga pengikatan P oleh tanah, dan meningkatkan pertukaran ion P dangan ion humat.

Makin lama antara P dan tanah bersentuhan, semakin banyak P terfiksasi. Hal ini juga berhubungan dengan terbentuknya Al-P dan Fe-P pada tanah yang

mempunyai daya fiksasi tinggi maka masa penggunaan P akan lebih pedek. Sehubungan dengan itu maka cara dan waktu pemberian pupuk posfat harus dipertimbangkan (Novriani, 2010).

2.3 Limbah Cair Tahu

Tahu merupakan makanan yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia dan merupakan sumber protein yang relatif murah serta proses pembuatannya mudah. Pada dasarnya tahu adalah endapan protein dari sari kedelai panas yang

menggunakan bahan penggumpal (Hermana, 1985). Pada waktu pengendapan tidak semua mengendap, dengan demikian sisa protein yang tidak tergumpal dan zat-zat lain yang larut dalam air akan terdapat dalam limbah cair tahu yang

dihasilkan. Tahu merupakan salah satu sumber makanan yang berasal dari kedelai yang mengandung protein tinggi, dimana dalam 100 g tahu mengandung 68 g kalori, protein 7,8 g, lemak 4,6 g, hidrat arang 1,6 g, kalsium 124 g, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, vitamin B 0,06 mg, air 84,8 g (Partoatmojo, 1991).


(38)

18 Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan dan

pengepresan/pencetakan tahu (Kaswinarni, 2007). Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, limbah cair tahu mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman. Menurut Handajani (2006), limbah cair tahu tersebut dapat dijadikan alternatif baru yang digunakan sebagai pupuk sebab di dalam limbah cair tahu tersebut memiliki ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman.

Sifat limbah cair dari pengolahan tahu antara lain sebagai berikut:

1. Limbah cair mengandung zat-zat organik terlarut yang cenderung membusuk jika dibiarkan tergenang sampai beberapa hari di tempat terbuka.

2. Suhu air tahu rata-rata berkisar antara 40−60oC, suhu ini lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata air lingkungan. Pembuangan secara langsung tanpa proses, dapat membahayakan kelestarian lingkungan hidup.

3. Air limbah tahu bersifat asam karena proses penggumpalan sari kedelai membutuhkan bahan penolong yang bersifat asam. Kemasaman limbah dapat membunuh mikroba (Sarwono dkk. 2003).

Menurut penelitian Setyowati (2001), limbah tahu selain mengandung N dalam bentuk anorganik juga mengandung N dalam bentuk organik. N organik tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan, sehingga memerlukan waktu lama untuk dimanfaatkan. Hal ini disebabkan harus mengalami proses

demineralisasi. Selain itu, jumlah unsur hara yang diberikan wajib sedikit lebih tinggi atau lebih banyak dari yang dibutuhkan, N (Nitrogen) berperan dalam merangsang pembentukan anakan. Penyerapan tanaman terhadap limbah lebih


(39)

19 cepat jika dibandingkan dengan penyerapan tanah terhadap pupuk. Limbah cair dalam bentuk larutan lebih cepat diserap oleh tanaman.

2.4 Jagung ( Zea Mays)

Klasifikasi tanaman jagung menurut Warisno (2003) diklasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Classis : Monocotyledone Ordo : Gramineae Famili : Graminaeceae Genus : Zea

Spesies : Zea mays

Sistem perakaran pada tanaman jagung bervariasi terdiri atas akar primer (pertama muncul pada kecambah), akar lateral (memanjang ke samping) dan akar udara atau akar yang tumbuh dari bulu-bulu (Danarti dan Najiyati, 1996). Batang jagung berwarna hijau sampai keunguan berbentuk bulat dengan penampang melintang 2,25 cm, tinggi tanaman bervariasi antara 125‒250 cm, batang

berbuku-buku dibatasi oleh ruas-ruas. Daun jagung terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Helaian daun memanjang dengan ujung daun meruncing. Antara pelepah daun dan helaian daun dibatasi oleh spikula yang berfungsi untuk menghalangi masuknya air hujan atau embun di dalam pelepah daun (Suprapto, 2004). Jagung termasuk tanaman berumah satu dengan bunga jantan berwarna putih krem. Bunga tanaman ini bersifat monocius dan bungan jantannya mengandung banyak bunga kecil pada ujung batangnya yang disebut tassel.


(40)

20 Bunga betina juga mengandung banyak bunga kecil yang ujungnya pendek dan datar, pada saat masak disebut tongkol (Warisno, 2003).

Tanaman jagung tidak memerlukan persyaratan yang khusus. Hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan untuk tanaman jagung. Namun demikian tanaman jagung akan tumbuh dengan baik pada ketinggian 1.000−1.800 mdpl, kemiringan

lereng di bawah 8%, memiliki pH tanah berkisar antara 5,5−6,5 dan temperatur optimal bagi pertumbuhan berkisar antara 23−25˚C. Secara umum kebutuhan

hara tanaman jagung adalah 180−240 ppm N, 60−90 ppm P2O5, dan 50 ppm K2O

atau setara dengan 200−300 kg Urea ha-1, 40−80 kg TSP ha-1 dan 50 KCl ha-1 (Suprapto, 2004).

Tanaman jagung mengambil P selama pertumbuhannya tetapi 15% dari kebutuhan P diambil sebelum jagung berbunga, setelah berbunga dan selama periode masak tanaman jagung membutuhkan P banyak sekali. Pada waktu masak ¾ bagian dari seluruh P dalam tanaman terdapat dalam biji (Sudjana dkk. 1991).

Kekurangan unsur hara fosfor akan menimbulkan hambatan pada pertumbuhan pada sistem, daun dan batangnya pada tanaman jagung, gejala ini dapat

ditunjukkan dengan daun-daun yang berwarna hijau tua/keabu-abuan, mengkilat, dan tangkai daun lancip, pembentukan buah akan terhambat (Sutedjo, 1992).


(41)

21

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Teknologi Pertanian Universitas Lampung, dari bulan Agustus 2014 sampai dengan April 2015,

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah 85% (425 ml) limbah cair tahu, 0,5 kg batuan fosfat alam, 75 ml pelarut asam (H2SO4 1 N), benih jagung, tanah, pupuk urea, pupuk KCl, aquades dan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis tanah, dan tanaman di labolatorium.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain polibag, alat tulis, timbangan, granulator, ayakan, oven, meteran, cangkul, gembor, hand sprayer, shaker, kertas label, botol film, pisau, plastik, oven, pH meter, tungku pengabuan, gilingan tanaman, hot plate, kalkulator, spectrometer dan alat-alat untuk analisis tanah dan tanaman di labolatorium.

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan disusun secara faktorial 2x4 dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kelompok.


(42)

22 Faktor pertama adalah dosis pupuk Fosfatsuper (P), yaitu :

P0 = Kontrol

P1 = 360 kg ha-1 pupuk Fosfatsuper (setara dengan 50% dosis rekomendasi P (100 kg SP-36 ha‒1)

P2 = 720 kg ha-1 pupuk Fosfatsuper (setara dengan 100% dosis rekomendasi (200 kg SP-36 ha‒1)

Faktor kedua adalah ukuran butiran pupuk Fosfatsuper (T), yaitu : T1 = ukuran butiran (1 mm)

T2 = ukuran butiran (2−3 mm) T3 = ukuran butiran (3−5 mm) T4 = ukuran butiran (> 5 mm)

Sehingga terdapat 8 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali sehingga didapat 24 satuan percobaan dan ditambah dengan 3 kontrol sebagai pembanding. Pengelompokkan berdasarkan keserentakan analisis di laboratorium. Data yang diperoleh diuji homogenitas ragamnya dengan uji Bartlett dan aditivitasnya dengan uji Tukey. Selanjutnya jika asumsi terpenuhi data dianalisis dengan sidik ragam, dan perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Uji korelasi dilakukan antara variabel utama, dengan variabel pendukung.


(43)

23 3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Pupuk Fosfatsuper

Limbah cair tahu disiapkan dalam keadaan segar dan pelarut asam sulfat

(H2SO4 1 N). Tepung fosfat (lolos saringan 1 mm) ditimbang 0,5 kg. Kemudian sebanyak 0,5 kg tepung batuan fosfat, 425 ml limbah cair tahu, dan 75 ml (H2SO4 1 N) secara bersamaan dan perlahan-lahan dimasukkan ke dalam mixer selama 5 menit. Setelah itu campuran tersebut dituang ke dalam toples dan di diamkan selama seminggu, kemudian Fosfatsuper dibuat granul sesuai dengan perlakuan menggunakan alat granulator yang ada di Laboratorium Teknologi Pertanian Universitas Lampung. Pupuk Fosfatsuper akan membentuk granul dengan adanya penambahan air melalui sprayer. Setelah operasi granulasi selesai, hasilnya diambil dan dikeringkan dengan cara penjemuran langsung oleh sinar matahari. Pupuk yang sudah kering dianalisis distribusi diameter granul dengan menggunakan ayakan

(1 mm, 2‒3 mm, 3‒5 mm, dan > 5 mm).

3.5 Percobaan Rumah Kaca

3.5.1 Persiapan Media Tanam

Tanah diambil dari kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Tanjung Sari Kecamatan Natar. Tanah digali sampai kedalaman 20 cm, dibersihkan dari bebatuan dan akar, kemudian dikeringanginkan, diayak, dan dikompositkan. Selanjutnya tanah ditimbang seberat 5 kg Berat Kering Oven (BKO) dan dimasukkan dalam polibag.


(44)

24 3.5.2 Penanaman

Benih jagung sebanyak 3 buah dibenamkan ke dalam polibag yang sudah tersedia lalu ditanami benih jagung untuk masing-masing polibag, penanaman dilakukan dengan cara membenamkan benih ke dalam polybag dengan kedalaman sekitar 3 cm, dan dilakukan pemeliharaan sesuai dengan standar pemeliharaan jagung. Sebelum penanaman, tanah dianalisis terlebih dahulu sifat kimianya. Pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman jagung dan jumlah daun. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai fase vegetatif akhir yaitu 9 minggu setelah tanam (MST).

3.5.3 Penyulaman

Penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam. Penyulaman ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga jumlah populasi akibat banyaknya benih yang tidak tumbuh.

3.5.4 Pemberian Pupuk

Pemberian pupuk dasar dilakukan 1 MST dengan aplikasi urea dengan dosis 3 gram polibag-1, dan aplikasi KCl dengan dosis 3 grampolibag-1. Selain itu diberikan pupuk Fosfatsuper dengan ukuran butiran 1 mm, 2−3mm, 3−5 mm, dan > 5 mm sehari setelah pemberian pupuk dasar dengan dosis rekomendasi

10,8 gpolibag-1 atau setara dengan 720 kg ha‒1 dan 5,4 g polibag-1 atau setara dengan 360 kg ha‒1 sesuai perlakuan.


(45)

25 3.5.5 Pemeliharaan Tanaman Jagung

Pemeliharaan tanaman jagung dilakukan berupa penyiraman dan pengendalian gulma yang tumbuh. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari tergantung cuaca, dan pengendalian gulma dilakukan seminggu sekali dengan cara manual.

3.5.6 Pemanenan dan Pengambilan Sampel Tanaman

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman sudah memasuki fase vegetatif akhir umur 9 MST. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong batang tanaman jagung, setelah itu ditimbang. Berangkasan kemudian dioven dengan suhu 70°C selama 24 jam. Lalu ditimbang untuk menentukan bobot berangkasan kering.

Pengambilan sampel tanaman dilakukan pada saat tanaman memasuki fase

vegetatif akhir. Hal ini dilakukan dengan cara memotong batang tanaman jagung dari polibag. Pengambilan akar dilakukan dengan cara membongkar tanah yang ada dalam polibag, kemudian mengambil akarnya secara hati-hati. Selanjutnya tanaman dibersihkan dari kotoran, ditimbang, dioven, dan ditimbang kembali.

3.5.7 Pengambilan sampel tanah

Sampel tanah diambil setelah dilakukan pemanenan tanaman jagung pada fase vegetatif akhir. Sampel tanah diambil pada setiap polibag, kemudian


(46)

26 3.6 Analisis Laboratorium

3.6.1 Serapan P tanaman jagung

Untuk mengetahui analisis kadar P yang diserap oleh tanaman digunakan metode pengabuan kering yaitu dengan cara bagian daun tanaman yang diambil pada fase vegetatif akhir diabukan pada temperatur 500oC sampai menjadi abu. Penentuan serapan P tanaman jagung dilakukan dengan cara menimbang 1 gram tanaman yang sudah diabukan dalam cawan porselin, pengabuan dilakukan selama 6 jam. Setelah itu cawan yang berisi abu tanaman kemudian ditambah HCl 1 N sebanyak 10 ml. Setelah itu dimasukkan ke dalam hot plate sampai mendidih. Apabila sudah mendidih kemudian diangkat menggunakan penjepit dan didinginkan sampai suhu ruangan. Kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring dan dimasukkan ke dalam botol. Sisa ampas dalam cawan diberi 10 ml HCl 1 N yang kemudian dimasukkan kembali dalam botol, setelah itu

ditambahkan 50 ml aquades ke dalam cawan tadi. Setelah semua sudah dimasukkan ke dalam semua botol lalu ditambahkan 30 ml aquades, kemudian diukur menggunakan alat spektrophotometer.

3.6.2 pH (Metode elektrometrik)

Analisis pH dilakukan dengan cara 2 g tanah ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol film. Kemudian ditambahkan 12,5 ml aquades dan dikocok menggunakan shaker selama 30 menit. Selanjutnya sampel diukur dengan menggunakan pH-meter (Tipe Horiba F-51) yang sudah dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7.


(47)

27 3.6.3 P-tersedia tanah

Metode yang digunakan dalam analisis P-tersedia yaitu metode Bray I. Analisis P-tanah dilakukan dengan cara ditimbang 2 g sampel tanah < 2 mm kering udara. Kemudian ditambah pengekstrak Bray sebanyak 20 ml lalu kocok selama 15 menit. Selanjutnya disaring dan bila larutan keruh, maka dikembalikan keatas saringan semula (proses penyaringan maksimal 5 menit). Membuat deret standar dengan memipet 0; 0,5; 1; 2; 3; 4 larutan standar 25 ppm. Kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan aquades hinga tanda tera. Larutan standar dipipet sebanyak 5 ml dan sampel dimasukkan dalam tabung reaksi. Larutan kerja ditambahkan kedalam tabung reaksi sebanyak 10 ml, setelah 30 menit diukur Transmitannya pada panjang gelombang 800 nm.

3.7 Variabel Pengamatan

3.7.1 Variabel Utama

1. Serapan P Tanaman Jagung

2. P-tersedia Tanaman Jagung 3. Tinggi Tanaman Jagung

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi batang dari permukaan tanah hingga daun paling tinggi.


(48)

28 4. Jumlah Daun

Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka penuh dan berwarna hijau. Jumlah daun dihitung mulai umur 4 (MST) setiap minggu hingga saat keluar malai.

5. Bobot Berangkasan Kering

Dilakukan dengan cara memotong batang tanaman jagung, setelah itu ditimbang hasil berangkasan tanaman jagung yang telah dipanen, berangkasan kemudian dioven dengan suhu 70°C selama 24 jam. Lalu ditimbang.

3.8 Variabel Pendukung

3.8.1 pH Tanah

Analisis pH dilakukan dengan cara 2 g tanah ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol film. Kemudian ditambahkan 12,5 ml aquades dan dikocok menggunakan shaker selama 30 menit. Selanjutnya sampel diukur dengan menggunakan pH-meter (Tipe Horiba F-51) yang sudah dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7.

3.8.2 Bobot Akar Kering

Setelah tanaman jagung dipanen kemudian dipotong bagian akar kemudian setelah itu bobot akar ditimbang. Selanjutnya akar dioven dengan suhu 70°C selama 24 jam. Lalu ditimbang untuk menentukan bobot akar kering.


(49)

45

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Tidak terdapat Dosis pupuk Fosfatsuper yang terbaik dalam mempengaruhi serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung.

2. Tidak terdapat Ukuran butir pupuk Fosfatsuper yang terbaik dalam mempengaruhi serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung.

3. Terdapat interaksi antara Dosis dan Ukuran butir pupuk Fosfatsuper terhadap P-tersedia dan Jumlah Daun. P-tersedia terbaik pada dosis 50% pada ukuran butir 1 mm. Sedangkan Jumlah daun terbaik pada dosis 50% pada ukuran butir 1 mm.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian ulang dengan menggunakan perlakuan ukuran butir 1 mm dan 50% dosis rekomendasi pupuk Fosfatsuper pada jenis tanah yang berbeda untuk mengetahui konsentrasi pengaruh ukuran butir dan dosis pupuk Fosfatsuper pada beberapa jenis tanah.


(50)

44

PUSTAKA ACUAN

Adiningsih S., J., U. Kurnia, dan Rochayati S. 1998. Prospek dan kendala penggunaan P-Alam untuk meningkatkan produksi tanaman pangan pada lahan masam marginal. Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Makalah Utama. Puslitanak, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. Bogor. 1‒33.

Aini, S. N. 2013. Pengaruh Perbandingan Campuran Limbah Cair Tahu dengan Asam Sulfat serta Lama Inkubasi dalam Proses Asidulasi Batuan Fosfat terhadap Fosfat Larut. Skripsi. Universitas Lampung. Bandarlampung. 54.

Balai Penelitia Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Departemen Pertanian. 121-130.

Budi, F.S dan A. Purbasari. 2009. Pembuatan Pupuk Fosfat dari Batuan Fosfat Alam Secara Asidulasi. J. Teknik 30 (2): 93–97.

Danarti, S., dan Najiati. 1996. Bercocok Tanam Jagung Manis. Penebar Swadaya. Jakarta. 67 hlm.

Guritno, B dan S. M. Sitompul. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R Saul, M. A. Diha, G. B. B. Hong, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. 488 hlm.

Handajani, H. 2006. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu Sebagai Pupuk Alternatif Pada Kultur Mikroalga Spirullina sp. J. Protein 13 (2): 188 – 193.

Hardjowigeno, S., 1987. Ilmu Tanah. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. 286 hlm.

Hartatik, W. 2011. Fosfat Alam Sumber Pupuk P yang Murah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 10 – 11.

Hermana. 1985. Pengolahan Kedelai Menjadi Berbagai Bahan Makanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.


(51)

45 Idawati A., Haryanto, dan H., Rasjid. 1996. Serapan hara dan Pertumbuhan Padi

Sawah Sehubungan dengan status Unsur Hara P pada Tanah Pustaka Negaraa. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. Batan. 103‒108 hlm.

Indranada, H. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bina Aksara. Jakarta. 90 hlm. Islami, T dan W. H. Utama. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. IKIP.

Semarang Press. Semarang.

Kaswinarni, F. 2007. Kajian teknis pengolahan limbah padat dan cair industri tahu. Tesis. Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program

Pascasarjana Universitas Dipononegoro. Semarang. 9 hlm.

Kawulusan, R. I. 2007. Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Pupuk N terhadap Kelarutan P, Ciri Kimia dan Respons Tanaman pada Typic Dystrudepts Darmaga. Skripsi. IPB. Bogor.

Lastianingsih, T. 2008. Uji Efektivitas Fosfat Alam terhadap pertumbuhan, Produksi dan Serapan P tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Oxic Drystrudept Darmaga. IPB. Bogor.

Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Diktat Kuliah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 208 hlm. Niswati A., S. Yusnaini, dan Sarno. 2014. The Potency of Agroindustrial

Wastewaters for Increasing Soluble-P from Phosphate Rock . J. Trop. Soils 19 (1): 2.

Novriani. 2010. Alternatif Pengelolaan Unsur Hara P (fosfor) pada Budidaya Jagung. J. Agronobis 3 (2): 42 – 48.

Partoatmojo, S. 1991. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Tahu dan

Pengolahannya dengan Ecenggondok (Eichormia Crasipes(Mart) Solums. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.

Poerwanto, R. 2003. Budidaya Buah-buahan: Proses Pembungaan dan Pembuahan. Bahan Kuliah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 44. Raihana, Y. 1992. Pengaruh pemberian kapur dan fosfat alam pada tanaman

jagung di lahan pasang surut sulfat masam dalam Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Peneliti Agronomi Balittan Banjarbaru. 183‒189.

Rao, S. N. S. 1994 . Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta.


(52)

46 Rulyadi, R, Nathan, K, dan Y. Sumaryanto M. 1990. Kemungkinan penambangan

sumber P-alam Indonesia. Prosiding Lokakarya Penggunaan P-alam Secara Langsung pada Tanaman Perkebunan. Pusat Penelitisn Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. Bogor. 63-71.

Rochayati, Sri, Adiningsih S., J., U. Kurnia. 2009. Pemanfaatan Fosfat Alam yang digunakan Langsung sebagai Sumber Pupuk P. Bogor. Balai Penelitian Tanah.

Sarwono, S dan Y. P Saragih. 2003. Membuat Aneka Tahu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Prtanian Bogor. Bogor. 591 hlm.

Sudjana, A. A. Rifin dan M. Sudjadi. 1991. Jagung. Buletin Teknik No. 3 Badan Penelitian Tanaman Pangan Bogor.

Sudriatna, U. 2006. Penggunaan pupuk fosfat alam dan bahan organik pada tanaman jagung dan nilai usahataninya di lahan kering masam Oxisol Kalimantan Selatan. Wacana pertanian 6 (1): 21-27.

Suprapto, H.S. dan Marzuki Rasyid 2004. Bertanam Palawija. Jakarta. Penebar Swadaya. 58 hlm.

Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra dan S. Sastroatmodjo. 1992. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta. 176 hlm.

Sediyarso, M. 1999. Fosfat Alam Sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Bogor. 257 – 268.

Setyowati, E. 2001. Tugas Akhir Uji Pemanfaatan Unsur N dan P dalam Limbah Tahu sebagai Pupuk Pada Tanaman Padi. Surabaya : Tugas Akhir, Teknik Lingkungan, FSTP, ITS.

Shancez, P. A. 1992. Sifat dan Pengolahan Tanah Tropika. Terjemahan oleh Jayadinata, Jilid I. ITB. Bandung. 162 – 181.

Tjitrosomo, S. S. 1984. Botani Umum 1. Angkasa. Bandung. 255 hlm. Warisno. 2003. Budidaya Tanaman Jagung. Kanisius. Yogyakarta.

Warsunata, A. 2014. Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Asam Humat terhadap Pertumbuhan Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.). Skripsi.


(1)

3.6.3 P-tersedia tanah

Metode yang digunakan dalam analisis P-tersedia yaitu metode Bray I. Analisis P-tanah dilakukan dengan cara ditimbang 2 g sampel tanah < 2 mm kering udara. Kemudian ditambah pengekstrak Bray sebanyak 20 ml lalu kocok selama 15 menit. Selanjutnya disaring dan bila larutan keruh, maka dikembalikan keatas saringan semula (proses penyaringan maksimal 5 menit). Membuat deret standar dengan memipet 0; 0,5; 1; 2; 3; 4 larutan standar 25 ppm. Kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan aquades hinga tanda tera. Larutan standar dipipet sebanyak 5 ml dan sampel dimasukkan dalam tabung reaksi. Larutan kerja ditambahkan kedalam tabung reaksi sebanyak 10 ml, setelah 30 menit diukur Transmitannya pada panjang gelombang 800 nm.

3.7 Variabel Pengamatan

3.7.1 Variabel Utama

1. Serapan P Tanaman Jagung

2. P-tersedia Tanaman Jagung 3. Tinggi Tanaman Jagung

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi batang dari permukaan tanah hingga daun paling tinggi.


(2)

4. Jumlah Daun

Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka penuh dan berwarna hijau. Jumlah daun dihitung mulai umur 4 (MST) setiap minggu hingga saat keluar malai.

5. Bobot Berangkasan Kering

Dilakukan dengan cara memotong batang tanaman jagung, setelah itu ditimbang hasil berangkasan tanaman jagung yang telah dipanen, berangkasan kemudian dioven dengan suhu 70°C selama 24 jam. Lalu ditimbang.

3.8 Variabel Pendukung

3.8.1 pH Tanah

Analisis pH dilakukan dengan cara 2 g tanah ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol film. Kemudian ditambahkan 12,5 ml aquades dan dikocok menggunakan shaker selama 30 menit. Selanjutnya sampel diukur dengan menggunakan pH-meter (Tipe Horiba F-51) yang sudah dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7.

3.8.2 Bobot Akar Kering

Setelah tanaman jagung dipanen kemudian dipotong bagian akar kemudian setelah itu bobot akar ditimbang. Selanjutnya akar dioven dengan suhu 70°C selama 24 jam. Lalu ditimbang untuk menentukan bobot akar kering.


(3)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Tidak terdapat Dosis pupuk Fosfatsuper yang terbaik dalam mempengaruhi serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung.

2. Tidak terdapat Ukuran butir pupuk Fosfatsuper yang terbaik dalam mempengaruhi serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung.

3. Terdapat interaksi antara Dosis dan Ukuran butir pupuk Fosfatsuper terhadap P-tersedia dan Jumlah Daun. P-tersedia terbaik pada dosis 50% pada ukuran butir 1 mm. Sedangkan Jumlah daun terbaik pada dosis 50% pada ukuran butir 1 mm.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian ulang dengan menggunakan perlakuan ukuran butir 1 mm dan 50% dosis rekomendasi pupuk Fosfatsuper pada jenis tanah yang berbeda untuk mengetahui konsentrasi pengaruh ukuran butir dan dosis pupuk Fosfatsuper pada beberapa jenis tanah.


(4)

PUSTAKA ACUAN

Adiningsih S., J., U. Kurnia, dan Rochayati S. 1998. Prospek dan kendala penggunaan P-Alam untuk meningkatkan produksi tanaman pangan pada lahan masam marginal. Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Makalah Utama. Puslitanak, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. Bogor. 1‒33.

Aini, S. N. 2013. Pengaruh Perbandingan Campuran Limbah Cair Tahu dengan Asam Sulfat serta Lama Inkubasi dalam Proses Asidulasi Batuan Fosfat terhadap Fosfat Larut. Skripsi. Universitas Lampung. Bandarlampung. 54.

Balai Penelitia Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Departemen Pertanian. 121-130.

Budi, F.S dan A. Purbasari. 2009. Pembuatan Pupuk Fosfat dari Batuan Fosfat Alam Secara Asidulasi. J. Teknik 30 (2): 93–97.

Danarti, S., dan Najiati. 1996. Bercocok Tanam Jagung Manis. Penebar Swadaya. Jakarta. 67 hlm.

Guritno, B dan S. M. Sitompul. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R Saul, M. A. Diha, G. B. B. Hong, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. 488 hlm.

Handajani, H. 2006. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu Sebagai Pupuk Alternatif Pada Kultur Mikroalga Spirullina sp. J. Protein 13 (2): 188 – 193.

Hardjowigeno, S., 1987. Ilmu Tanah. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. 286 hlm.

Hartatik, W. 2011. Fosfat Alam Sumber Pupuk P yang Murah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 10 – 11.

Hermana. 1985. Pengolahan Kedelai Menjadi Berbagai Bahan Makanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.


(5)

Idawati A., Haryanto, dan H., Rasjid. 1996. Serapan hara dan Pertumbuhan Padi Sawah Sehubungan dengan status Unsur Hara P pada Tanah Pustaka Negaraa. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. Batan. 103‒108 hlm.

Indranada, H. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bina Aksara. Jakarta. 90 hlm. Islami, T dan W. H. Utama. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. IKIP.

Semarang Press. Semarang.

Kaswinarni, F. 2007. Kajian teknis pengolahan limbah padat dan cair industri tahu. Tesis. Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program

Pascasarjana Universitas Dipononegoro. Semarang. 9 hlm.

Kawulusan, R. I. 2007. Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Pupuk N terhadap Kelarutan P, Ciri Kimia dan Respons Tanaman pada Typic Dystrudepts Darmaga. Skripsi. IPB. Bogor.

Lastianingsih, T. 2008. Uji Efektivitas Fosfat Alam terhadap pertumbuhan, Produksi dan Serapan P tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Oxic Drystrudept Darmaga. IPB. Bogor.

Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Diktat Kuliah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 208 hlm. Niswati A., S. Yusnaini, dan Sarno. 2014. The Potency of Agroindustrial

Wastewaters for Increasing Soluble-P from Phosphate Rock . J. Trop. Soils 19 (1): 2.

Novriani. 2010. Alternatif Pengelolaan Unsur Hara P (fosfor) pada Budidaya Jagung. J. Agronobis 3 (2): 42 – 48.

Partoatmojo, S. 1991. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Tahu dan

Pengolahannya dengan Ecenggondok (Eichormia Crasipes(Mart) Solums. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.

Poerwanto, R. 2003. Budidaya Buah-buahan: Proses Pembungaan dan Pembuahan. Bahan Kuliah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 44. Raihana, Y. 1992. Pengaruh pemberian kapur dan fosfat alam pada tanaman

jagung di lahan pasang surut sulfat masam dalam Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Peneliti Agronomi Balittan Banjarbaru. 183‒189.

Rao, S. N. S. 1994 . Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta.


(6)

Rulyadi, R, Nathan, K, dan Y. Sumaryanto M. 1990. Kemungkinan penambangan sumber P-alam Indonesia. Prosiding Lokakarya Penggunaan P-alam Secara Langsung pada Tanaman Perkebunan. Pusat Penelitisn Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. Bogor. 63-71.

Rochayati, Sri, Adiningsih S., J., U. Kurnia. 2009. Pemanfaatan Fosfat Alam yang digunakan Langsung sebagai Sumber Pupuk P. Bogor. Balai Penelitian Tanah.

Sarwono, S dan Y. P Saragih. 2003. Membuat Aneka Tahu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Prtanian Bogor. Bogor. 591 hlm.

Sudjana, A. A. Rifin dan M. Sudjadi. 1991. Jagung. Buletin Teknik No. 3 Badan Penelitian Tanaman Pangan Bogor.

Sudriatna, U. 2006. Penggunaan pupuk fosfat alam dan bahan organik pada tanaman jagung dan nilai usahataninya di lahan kering masam Oxisol Kalimantan Selatan. Wacana pertanian 6 (1): 21-27.

Suprapto, H.S. dan Marzuki Rasyid 2004. Bertanam Palawija. Jakarta. Penebar Swadaya. 58 hlm.

Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra dan S. Sastroatmodjo. 1992. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta. 176 hlm.

Sediyarso, M. 1999. Fosfat Alam Sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Bogor. 257 – 268.

Setyowati, E. 2001. Tugas Akhir Uji Pemanfaatan Unsur N dan P dalam Limbah Tahu sebagai Pupuk Pada Tanaman Padi. Surabaya : Tugas Akhir, Teknik Lingkungan, FSTP, ITS.

Shancez, P. A. 1992. Sifat dan Pengolahan Tanah Tropika. Terjemahan oleh Jayadinata, Jilid I. ITB. Bandung. 162 – 181.

Tjitrosomo, S. S. 1984. Botani Umum 1. Angkasa. Bandung. 255 hlm. Warisno. 2003. Budidaya Tanaman Jagung. Kanisius. Yogyakarta.

Warsunata, A. 2014. Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Asam Humat terhadap Pertumbuhan Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.). Skripsi.