16 nitrogen N, dan kalium K. Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion
fosfat, terutama H
2
PO
4 -
dan HPO
4 2-
yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H
2
PO
4 -
lebih banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih tinggi 7 bentuk HPO
4 2-
lebih dominan. Sebagian besar tanaman dapat mengambil P yang diberikan dari pupuk sebesar 10 hingga 30 dari total P
yang diberikan selama tahun pertama pemupukan, b erarti 70‒90 pupuk P tetap
berada di dalam tanah. Besarnya kemampuan tanah tanaman memanfaatkan P dipengaruhi oleh pH tanah, tipe liat, temperatur, bahan organik, dan waktu
aplikasi. pH tanah sangat berpengaruh terhadap ketersedian P tanah. Pada tanah masam P
bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P dan Fe-P, sedangkan pada tanah bereaksi basa umumnya P bersenyawa sebagai Ca-P. Adanya pengikatan-pengikatan P
tersebut menyebabkan pupuk P yang diberikan menjadi tidak efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi. Tipe liat akan menentukan jumlah P yang
terfiksasi dalam liat, P akan kuat terfiksasi pada tipe liat 1:1 dari pada liat 2:1. Tanah yang banyak mengandung kaolinit, seperti pada daerah yang curah hujan
tinggi lebih banyak mengikat P. Disamping itu hidrus dari Al dan Fe yang terdapat pada tanah tropika juga menjerap P, dimana tanah ini banyak dijumpai
pada tanah tipe liat 1:1. Jadi dapat diketahui makin tinggi jumlah liat pada tanah maka P akan semakin tinggi terfiksasi.
Temperatur biasanya berpengaruh pada kecepatan reaksi tanah, kecepatan reaksi
kimia akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Pada tanah panas umumnya lebih banyak mengikat P jika dibandingkan dengan tanah pada iklim sedang.
17 Iklim panas dapat menyebabkan kadar oksida hidrus Al dan Fe dalam tanah cukup
tinggi, sehingga P juga banyak terikat pada logam ini. Bahan organik dapat dikatakan mampu memperbesar ketersedian P melalui hasil
pelapukannya membentuk P humik yang mudah diserap oleh tanaman, dapat menyelimuti seskuioksida dan dapat menyangga pengikatan P oleh tanah, dan
meningkatkan pertukaran ion P dangan ion humat. Makin lama antara P dan tanah bersentuhan, semakin banyak P terfiksasi. Hal ini
juga berhubungan dengan terbentuknya Al-P dan Fe-P pada tanah yang mempunyai daya fiksasi tinggi maka masa penggunaan P akan lebih pedek.
Sehubungan dengan itu maka cara dan waktu pemberian pupuk posfat harus dipertimbangkan Novriani, 2010.
2.3 Limbah Cair Tahu
Tahu merupakan makanan yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia dan
merupakan sumber protein yang relatif murah serta proses pembuatannya mudah. Pada dasarnya tahu adalah endapan protein dari sari kedelai panas yang
menggunakan bahan penggumpal Hermana, 1985. Pada waktu pengendapan tidak semua mengendap, dengan demikian sisa protein yang tidak tergumpal dan
zat-zat lain yang larut dalam air akan terdapat dalam limbah cair tahu yang dihasilkan. Tahu merupakan salah satu sumber makanan yang berasal dari kedelai
yang mengandung protein tinggi, dimana dalam 100 g tahu mengandung 68 g kalori, protein 7,8 g, lemak 4,6 g, hidrat arang 1,6 g, kalsium 124 g, fosfor 63
mg, besi 0,8 mg, vitamin B 0,06 mg, air 84,8 g Partoatmojo, 1991.
18 Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman, pencucian
kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan dan pengepresanpencetakan tahu Kaswinarni, 2007. Berdasarkan penelitian-
penelitian terdahulu, limbah cair tahu mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman. Menurut Handajani 2006, limbah cair tahu tersebut dapat dijadikan
alternatif baru yang digunakan sebagai pupuk sebab di dalam limbah cair tahu tersebut memiliki ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman.
Sifat limbah cair dari pengolahan tahu antara lain sebagai berikut: 1. Limbah cair mengandung zat-zat organik terlarut yang cenderung membusuk
jika dibiarkan tergenang sampai beberapa hari di tempat terbuka. 2. Suhu air tahu rata-rata berkisar
antara 40−60
o
C, suhu ini lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata air lingkungan. Pembuangan secara langsung
tanpa proses, dapat membahayakan kelestarian lingkungan hidup. 3. Air limbah tahu bersifat asam karena proses penggumpalan sari kedelai
membutuhkan bahan penolong yang bersifat asam. Kemasaman limbah dapat membunuh mikroba Sarwono dkk. 2003.
Menurut penelitian Setyowati 2001, limbah tahu selain mengandung N dalam
bentuk anorganik juga mengandung N dalam bentuk organik. N organik tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan, sehingga memerlukan waktu
lama untuk dimanfaatkan. Hal ini disebabkan harus mengalami proses demineralisasi. Selain itu, jumlah unsur hara yang diberikan wajib sedikit lebih
tinggi atau lebih banyak dari yang dibutuhkan, N Nitrogen berperan dalam merangsang pembentukan anakan. Penyerapan tanaman terhadap limbah lebih
19 cepat jika dibandingkan dengan penyerapan tanah terhadap pupuk. Limbah cair
dalam bentuk larutan lebih cepat diserap oleh tanaman.
2.4 Jagung Zea Mays
Klasifikasi tanaman jagung menurut Warisno 2003 diklasifikasi sebagai berikut: Kingdom
: Plantae Divisio
: Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledone
Ordo : Gramineae
Famili : Graminaeceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays
Sistem perakaran pada tanaman jagung bervariasi terdiri atas akar primer pertama
muncul pada kecambah, akar lateral memanjang ke samping dan akar udara atau akar yang tumbuh dari bulu-bulu Danarti dan Najiyati, 1996. Batang
jagung berwarna hijau sampai keunguan berbentuk bulat dengan penampang melintang 2,25 cm, tinggi tanaman berv
ariasi antara 125‒250 cm, batang berbuku-buku dibatasi oleh ruas-ruas. Daun jagung terdiri atas pelepah daun dan
helaian daun. Helaian daun memanjang dengan ujung daun meruncing. Antara pelepah daun dan helaian daun dibatasi oleh spikula yang berfungsi untuk
menghalangi masuknya air hujan atau embun di dalam pelepah daun Suprapto, 2004. Jagung termasuk tanaman berumah satu dengan bunga jantan berwarna
putih krem. Bunga tanaman ini bersifat monocius dan bungan jantannya mengandung banyak bunga kecil pada ujung batangnya yang disebut tassel.
20 Bunga betina juga mengandung banyak bunga kecil yang ujungnya pendek dan
datar, pada saat masak disebut tongkol Warisno, 2003. Tanaman jagung tidak memerlukan persyaratan yang khusus. Hampir berbagai
macam tanah dapat diusahakan untuk tanaman jagung. Namun demikian tanaman jagung akan tumbuh dengan baik pada ketinggian 1.
000−1.800 mdpl, kemiringan lereng di bawah 8, memiliki pH tanah berkisar antara 5,5−6,5 dan temperatur
optimal bagi pertumbuhan berkisar antara 23−25˚C. Secara umum kebutuhan hara tanaman jagung adalah 180−240 ppm N, 60−90 ppm P
2
O
5,
dan 50 ppm K
2
O atau setara dengan 200
−300 kg Urea ha
-1
, 40−80 kg TSP ha
-1
dan 50 KCl ha
-1
Suprapto, 2004. Tanaman jagung mengambil P selama pertumbuhannya tetapi 15 dari kebutuhan
P diambil sebelum jagung berbunga, setelah berbunga dan selama periode masak tanaman jagung membutuhkan P banyak sekali. Pada waktu masak ¾ bagian dari
seluruh P dalam tanaman terdapat dalam biji Sudjana dkk. 1991. Kekurangan unsur hara fosfor akan menimbulkan hambatan pada pertumbuhan
pada sistem, daun dan batangnya pada tanaman jagung, gejala ini dapat ditunjukkan dengan daun-daun yang berwarna hijau tuakeabu-abuan, mengkilat,
dan tangkai daun lancip, pembentukan buah akan terhambat Sutedjo, 1992.