BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis
yang invasif di Instalasi Perawatan Intensif merupakan salah satu faktor penting yang mengancam pemulihan penderita selama perawatan kesehatan berlangsung.
Penderita - penderita ini mempunyai risiko yang tinggi untuk mendapatkan infeksi nosokomial. Pada umumnya penderita di Instalasi Perawatan Intensif memiliki risiko
berupa penyakit yang mendasarinya serta gangguan imun, sehingga pemasangan alat invasif berlama-lama dapat mempermudah penderita untuk mendapatkan infeksi
nosokomial.
1
Penjamu normal dikolonisasi oleh bakteri yang tidak menyebabkan penyakit. Suatu infeksi muncul saat mikroorganisme menyebabkan gangguan kesehatan. Hal ini
dapat terjadi akibat adanya invasi mikroorganisme pada permukaan mukosa. Organisme yang mampu menyebabkan infeksi disebut patogen, sedangkan organisme
yang merupakan flora normal disebut komensal.
2
Kolonisasi orofaringeal oleh bakteri gram-negatif enterik terjadi pada sebagian besar penderita di rumah sakit karena imobilisasi, penurunan kesadaran, intrumentasi,
kebersihan rongga mulut, atau inhibisi sekresi asam lambung oleh obat-obatan.
3
Universitas Sumatera Utara
Kolonisasi trakea yaitu terdapatnya mikroorganisme dari kultur yang diperoleh dari sampel trakea yang pada awalnya tidak terdapat tanda-tanda proses infeksi saluran napas.
Proses Kolonisasi di trakea terjadi selama 24 jam pertama saat penggunaan ventilasi mekanik yang didefinisikan sebagai fase awal. Sedangkan kolonisasi terjadi setelah 24 jam setelah
penggunaan ventilasi mekanik tanpa dijumpai sebelumnya didefinisikan sebagai kolonisasi primer. Isolasi dari mikroorganisme yang sama di trakea dan lambung atau trakea dan
orofaring dianggap terjadi bersamaan. Kolonisasi sekunder dianggap bila mikroorganisme yang diisolasi di trakea yang sebelumnya telah ada diisolasi di lambung atau orofaring.
Mikroorganisme tersebut mempunyai antibiotipe yang sama dan dianggap jenis yang sama. Mikroorganisme itu dikelompokkan menurut gram positif
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pneumoniae, Enterococus spp, Streptococcus
viridans, Corynebacterium spp , dan basil gram negatif
Enterobacter aerogenes, Escheria coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus mirabilis
.
4
Kolonisasi bakteri pada jalan napas merupakan hal yang sangat potensial pada penderita-penderita yang terpasang
endotracheal tube ETT. Dan ini sangat berisiko untuk
terjadinya infeksi secara nosokomial. Infeksi yang paling sering adalah ventilator associated
pneumonia yaitu pneumonia yang timbul lebih dari 48-72 jam setelah intubasi pemasangan
ventilator.
5
Kerusakan jaringan yang langsung disebabkan cidera atau endotoksin asal mikroba melepas mediator seperti prostaglandin dan leukotrin yang meningkatkan permeabilitas
vaskular. Sel mast dapat diaktifkan jaringan rusak dan mikroba melalui komplemen jalur alternatif atau klasik dan komplek IgE-alergen atau neuropeptida. Mediator inflamasi yang
dilepas menimbulkan vasodilatasi. Endotoksin mikroba mengaktifkan makrofag untuk melepas TNF-
α dan IL-1 yang memacu vasodilatasi. Mediator-mediator tersebut mengendorkan sel-sel
Universitas Sumatera Utara
endotel, meningkatkan adhesi neutrofil dan migrasi sel-sel ke jaringan sekitar untuk memakan mikroba. Fibronogen yang mengandung cairan, antibodi dan sebagainya dikeluarkan untuk
melindungi daerah yang rusak selama terjadi perbaikan jaringan.
6
Pemeriksaan bakteriologi dari infeksi paru terhadap penderita yang di intubasi masih kontroversi. Kesulitan dijumpai dalam diagnosis laboratorium mikrobiologi untuk membedakan
organisme yang menyebabkan infeksi dan kolonisasi flora.
7
Pengambilan sampel saluran napas bawah dapat dilakukan dengan metode non invasif dan invasif. Metode non invasif yang paling sering dilakukan adalah
endotracheal aspirate EA
sedangkan protected specimen brush
PSB dan bronchoalveolar lavage
BAL merupakan metode invasif.
8,9
Endotracheal aspirate EA digunakan sebagai diagnostik pada penderita
dengan menggunakan pipa endotrakea yang dicurigai terjadi infeksi saluran napas bawah dan parenkim paru. Sampel sputum yang mengandung jumlah leukosit yang banyak menunjukkan
akurasi dari hasil mikrobiologi walaupun pada sputum ini dijumpai juga organisme non patogen, dan dengan kultur sputum ini dapat membedakan kuman yang patogen dan yang non patogen.
8
Desinfektan tingkat tinggi bronkoskopi serat optik lentur berupa Ortho-phthalaldehyde
Cidex OPA merupakan produk baru yang disetujui oleh FDA dan sudah digunakan di seluruh negara untuk endoskopi.
Ortho-phthalaldehyde mengandung 0,55 1,2-
benzenedicaeboxaldehyde dan mempunyai keuntungan dibandingan dengan
glutaraldehyde .
Ortho-phthalaldehyde diperkenalkan sebagai Cidex OPA pada akhir tahun 1999. Berdasarkan
penelitian di berbagai rumah sakit, Cidex OPA dapat membunuh seluruh mikroorganisme termasuk bakteri, jamur dan parasit yang berasal dari endoskopi.
10,11
Bronchoalveolar lavage BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang terletak pada
ujung saluran napas bronkial terminalis dan alveoli. Setelah dipelajari seluruh percabangan bronkus kanan dan kiri, ujung bronkoskop ditujukan ke salah satu segmen lobus medius
Universitas Sumatera Utara
kanan atau lingula kiri dan kemudian cairan garam fisiologi 0,9 dengan suhu 37 C
diinstalasikan sebanyak 20-50 ml kemudian dengan hati-hati cairan tersebut dihisap kembali dan di ulangi tindakan tersebut sampai cairan sebanyak 100-300 ml. Sampel yang didapat
dilakukan pemeriksaan mikrobiologi.
12
Pada penelitian pola bakteri yang diisolasi dari penderita infeksi saluran napas bawah dan pola kepekaannya terhadap antibiotik yang dilakukan di bagian mikrobiologi FK-UI tahun
2000, hasilnya menunjukkan bahwa bakteri yang di isolasi adalah gram negatif. Banyak bakteri yang resisten terhadap golongan Penisilin dan Aminoglikosida, dan terhadap golongan
Sefalosporin serta Kuinolon.
13
Vincent dan kawan-kawan melaporkan prevalensi infeksi di unit perawatan intensif sekitar 20,6 dari 10038 penderita pada 1417 unit perawatan intensif di
Eropa tahun 1992 .
Pneumonia paling banyak dijumpai pada infeksi nosokomial 46,9, diikuti oleh infeksi saluran napas bawah 17,8 dan saluran kemih 17,6 serta infeksi septikemia 12.
14
Pneumonia nosokomial atau hospital-acquired pneumonia
HAP adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke -2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika
Serikat. Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 penderita yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x pada penderita yang memakai alat bantu napas mekanis.
Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-50. Angka kematian penderita pada pneumonia yang dirawat di instalasi perawatan intensif IPI meningkat 3-10x dibandingkan
penderita tanpa pneumonia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan penderita tanpa pneumonia, hal ini tentu akan meningkatkan
biaya perawatan di rumah sakit.
15
Angka kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5-10 per 1000 kasus yang dirawat. Lebih kurang 10 penderita yang dirawat di IPI akan berkembang menjadi pneumonia
Universitas Sumatera Utara
dan angka kejadian pneumonia nosokomial pada penderita yang menggunakan alat bantu napas meningkat sebesar 20-30.
15
Pada tahun 1989, Fagon menemukan insiden VAP di unit perawatan intensif sebanyak 8,6 dengan menggunakan teknik bronkoskopi untuk membantu mendiagnosis VAP dan pada
tahun 1997, Kollef menemukan insiden VAP di unit perawatan intensif sebanyak 14,8 dengan menggunakan teknik bronkoskopi untuk membantu mendiagnosis VAP.
16
Beberapa penelitian memberikan hasil yang bervariasi tentang kuman penyebab VAP dengan teknik bronkoskopi pada 24 penelitian total 2490 kuman patogen, yaitu:
Pseudomonas aeruginosa
24,4, Staphylococcus aureus
20,4, Enterobacteriaceae
14,1, Haemophilus
species 9,8,
Streptococcus species 8,0,
Acinetobacter species 7,9,
Streptococcus pneumonia
4,1, Neisseria species
2,6, Stenotrophomonas maltophilia
1,7, Coagulase-
negative staphylococci 1,4,
Anaerob 0,9, Jamur 0,9, lain-lain 3,8.
17
Rahbar M dan kawan-kawan pada tahun 2002 melakukan penelitian di unit perawatan intensif rumah sakit Milat Teheran selama empat bulan terhadap 249 penderita yang
menggunakan ventilator setelah 48 jam dan dilakukan endotracheal aspirate
didapatkan kuman dominan adalah
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa dan
Acinetobacter species ,
sedangkan gram positif yang dominan adalah Staphylococcus aureus.
18
Edy J pada tahun 2007 melakukan penelitian di UPI RSU. H. Adam Malik Medan terhadap 30 penderita yang menggunakan ventilator setelah 48 jam dan dilakukan
endotracheal aspirate
dengan memakai selang kateter didapati kuman Klebsiella pneumoniae
36,7, Klebsiella oxytoea
10, Escherichia coli
10, Pseudomonas aeruginosa
10, Staphylococcus aureus
10, Proteus mirabilis
3,3, Streptococcus alfa
3,3, Jamur 3,3, Polimikrobial 6,7, dan tidak tumbuh 3,3.
19
Universitas Sumatera Utara
Schwartz dan kawan-kawan pada tahun 1998 mengkritik identifikasi agen terkotaminasi pada
endotracheal aspirate yang sederhana. Pada sisi lain, Papazian dan kawan-kawan pada
tahun 1991 serta Wu dan kawan-kawan pada tahun 2000, hasil akhir suatu penelitian perbandingan kultur kuantitatif dari sekresi trakea dengan teknik
endotracheal aspirate yang
sederhana dan bronkoskopi, mempertunjukkan suatu korelasi yang baik diantara dua prosedur pada identifikasi agen.
20,21
Suwarni A dalam penelitian deskriptif di semua rumah sakit di Yogyakarta tahun 1999 menunjukkan bahwa proporsi kejadian infeksi nosokomial berkisar antara 0,0 hingga 12,06,
dengan rata-rata keseluruhan 4,26. Untuk rata-rata perawatan berkisar antara 4,3-11,2 hari, dengan rata-rata keseluruhan 6,7 hari. Setelah diteliti lebih lanjut maka didapatkan bahwa
angka kuman di lantai ruang perawatan mempunyai hubungan bermakna dengan infeksi nosokomial.
22
Ewig dan kawan-kawan, menyimpulkan bahwa pemberian terapi antibiotik empiris harus disesuaikan dengan data kuman patogen penyebab VAP di lokasi setempat karena
kecendrungan terjadinya resistensi obat. Pemberian antibiotik yang tidak adekuat dapat menyebabkan kegagalan terapi akibat resistensi terhadap obat.
23
Berdasarkan latar belakang diatas dan perlunya terapi antibiotik yang tepat dan cepat, maka diperlukan informasi pola kuman dan uji senstiviti pada penderita yang
menggunakan ventilator setelah 48 jam dengan menggunakan teknik penggambilan sampel yang tepat, berdasarkan itu peneliti ingin melakukan penelitian tentang perbandingan pola
kuman endotracheal aspirate
pada penderita yang menggunakan ventilator setelah 48 jam dengan cara bronkoskopi serat optik lentur dan selang kateter di unit perawatan intensif RSU.
H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah