1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu diteliti terhadap pola kuman endotracheal aspirate
pada penderita yang menggunakan ventilator setelah 48 jam dengan cara bronkoskopi serat optik lentur dan selang kateter di unit perawatan intensif UPI RSU. H.
Adam Malik Medan.
1.3. Hipotesis
Tidak ada perbedaan pola kuman endotracheal aspirate
pada penderita yang menggunakan ventilator setelah 48 jam dengan cara bronkoskopi serat optik lentur dan selang
kateter di unit perawatan intensif RSU. H. Adam Malik Medan.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui jumlah kuman yang di dapat dari endotracheal aspirate
penderita dewasa laki-laki dan perempuan yang menggunakan ventilator setelah 48 jam dengan cara
bronkoskopi serat optik lentur dan selang kateter di unit perawatan intensif RSU. H. Adam Malik Medan.
1.4.2. Tujuan khusus
1. Untuk mendapatkan informasi tentang jumlah koloni dan identifikasi dari isolasi kuman endotracheal aspirate
penderita yang menggunakan ventilator setelah 48 jam dengan cara bronkoskopi serat optik lentur dan selang kateter di unit perawatan
intensif RSU.H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
2. Dengan mengetahui identifikasi kuman lebih awal, maka dapat diberikan antibiotik yang sensitif terhadap kuman yang didapat, sehingga tepat guna dan tepat manfaat.
1.5. Manfaat Penelitian 1. Untuk mendapatkan pola kuman yang tidak terkotaminan dari kuman-kuman
rongga mulut. 2. Dapat memberikan antibiotik lebih awal kepada penderita yang sesuai dengan pola
kuman dan uji sensitiviti. 3. Selang kateter dapat dipakai untuk mendapatkan pola kuman
endotracheal aspirate dan uji sensitiviti, bila tidak terdapat sarana bronkoskopi serat optik lentur.
4. Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih ilmu untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pneumonia Nosokomial
Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit oleh kuman yang berasal dari rumah sakit.
24
Infeksi yang terjadi dan diperoleh penderita selama dirawat di rumah sakit yang disebut infeksi nosokomial,
telah menjadi masalah yang besar di pelayanan penderita di rumah sakit di seluruh dunia, juga di Indonesia. Karena pentingnya masalah ini, maka semua rumah sakit
harus dilengkapi fasilitas laboratorium yang bertanggung jawab mendukung aktifitas yang berhubungan pada
surveilans , kontrol dan pencegahan infeksi nasokomial.
25
Mikroba atau bakteri adalah organisme hidup yang berukuran sangat kecil yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, untuk melihatnya diperlukan alat mikroskop
cahaya. Berjuta-juta bakteri hidup di sekitar lingkungan manusia namun sebagian bakteri ini tidak berbahaya bagi manusia, bahkan beberapa bakteri hidup dalam tubuh
manusia berperan penting melindungi tubuh dari serangan organisme luar dan juga berperan dalam proses membantu pencernaan, membuat vitamin yang diperlukan oleh
tubuh, kelompok bakteri ini dinamakan flora normal. Namun ada sebagian bakteri lain yang bersifat patogen artinya bakteri ini dapat menimbulkan penyakit infeksi bahkan
penyebab infeksi yang serius pada manusia dan bakteri inilah yang perlu mendapatkan perhatian kita di bidang kesehatan. Untuk menghambat dan menghentikan
perkembangan biakan bakteri yang patogen ini diperlukan antibiotikantimikroba.
26
Universitas Sumatera Utara
Pemilihan antibiotik empiris dapat dibantu dengan pemeriksaan pewarnaan sampel dari saluran napas untuk memandu terapi. Pewarnaan Gram dilakukan pada
sampel protected specimen brush
, bronchoalvolar lavage
, atau endotracheal aspirate
. Keterbatasannya adalah sampel tersebut memelukan pemeriksaan invasif. Kualitas
sampel saluran napas bawah penting untuk penilaian mikro-organisme yang berperan sebagai etiologi HAP. Adanya sel epitel 1 pada sampel saluran bronkus
menunjukkan kontaminasi dari orofaring. Telah disepakati bahwa pada penanganan VAP, pemeriksaan mikrobiologi bermanfaat dan bila ditemukan kuman intrasel dan
pewarnaan Gram yang positif sangat membantu untuk pemilihan antibiotik empiris yang akan diberikan. Untuk membantu menentukan apakah suatu mikro-oraganisme
merupakan kolonisasi atau penyebab infeksi, perlu dilakukan pemeriksaan kultur kuatitatif, baik dengan
colony-forming unit CFUml atau semi-kuantitatif dengan
penilaian pertumbuhan kuman.
27
2.1.1.Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini penderita mendapatkan
terapi dan perawatan untuk dapat sembuh. Rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari
penderita maupun pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit seperti : udara, air, lantai, makanan, dan
benda-benda medis maupun non medis.
22
Infeksi nosokomial merupakan ancaman yang besar untuk keselamatan nyawa penderita di rumah sakit. Diperkirakan pada tahun 2002 terdapat 1,7 juta penderita
Universitas Sumatera Utara
pneumonia nosokomial atau setiap 4,5 per 100 kasus rawat inap, dengan 99000 kasus kematian yang disebabkan atau dihubungkan dengan infeksi nosokomial sebagai
penyebab kematian nomor enam di Amerika, data yang sama dengan di Eropa. Biaya kesehatan di Amerika Serikat yang dikeluarkan adalah 5-10 miliar dolar
pertahunnya.
28
2.1.2. Unit Perawatan Intensif
Unit perawatan intensif adalah suatu tempat atau unit tersendiri di dalam rumah sakit memiliki staf khusus, peralatan khusus yang ditujukan untuk menanggulangi
penderita gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi-komplikasi. Infeksi nosokomial dan kematian di unit perawatan intensif prevalensinya lebih tinggi dibanding
tempat lainnya di rumah sakit. Penyakit yang mendasari, gangguan mekanisme pertahanan tubuh, alat invasif, pengobatan imunosupresif, penggunaan antibiotik, dan
kolonisasi dengan kuman yang resisten, menyebabkan penderita rentan terhadap infeksi nosokomial.
29
2.2. Teknik Bronkoskopi Serat Optik Lentur
Bronkoskopi serat optik lentur BSOL juga dikenal sebagai Fiber Optic Bronchoscopy
FOB, sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan yang dijumpai di paru- paru dan berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru.
30,31
FOB berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel dahak
ataupun jaringan. Biasanya 55 cm dari total panjang tabung FOB mengandung serat optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal FOB memiliki sumber cahaya yang dapat memperbesar
120
o
dari 100
o
lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau kamera.
32,33
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Bronkoskopi Serat Optik Lentur BSOL
34
Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut 160
o
- 180
o
keatas dan 100
o
-130
o
ke bawah. Hal ini memungkinkan bronchoscopist
FOB untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari
bronkus utama, dan juga ke depan belakang anterior dan superior.
32,33
Ada tiga cara untuk melakukan FOB, yaitu melalui hidung trans nasal,
mulut trans
oral atau melalui
endotracheal tube ETT. Elastisitas FOB memungkinkan bronkoskop
melewati hidung, tenggorokan posterior, pita suara, trakea, karina membagi bronkus utama kanan dan kiri. Kemudian FOB masuk ke bronkus dan segmen yang lebih kecil kanan dan kiri
paru. Karina dan semua segmen pada trakeobronkial divisualisasikan pada layar video bronkoskopi. Karina dinilai ketajamannya. Subsegmen paru dinilai posisi, tekstur, warna,
ukuran dan patency
. Mukosa bronkial juga diperiksa apakah ada infiltrasi, peradangan dan sekresi.
34,35,36
Universitas Sumatera Utara
Bronchoalveolar lavage BAL adalah tindakan bilasan dengan larutan garam
fisiologis dalam jumlah yang cukup besar untuk menguras material bronkus dan alveolar guna tujuan diagnostik penyakit paru. Cara kerjanya adalah setelah dipelajari
seluruh percabangan bronkus kanan dan kiri, ujung bronkoskop ditujukan ke salah satu segmen lobus medius kanan atau lingula kiri dan disumbatkan pada bronkus
segmen tersebut, kemudian cairan steril garam fisologis 0,9 dengan suhu 37 C
diinstilasikan sebanyak 20-50 ml kemudian dengan hati-hati cairan tersebut dihisap kembali dengan kecepatan 5 mldetik dan ulangi tindakan tersebut sampai cairan
sebanyak 100-300 ml. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi.
12
2.3. Teknik Selang Kateter