30
C. Tanggung Jawab Pengangkut dalam Pengangkutan Udara
Terjadinya pengangkutan udara tidak lepas dari adanya pihak-pihak didalamnya. Pihak-pihak dalam angkutan udara terdiri atas, pengangkut,
penumpang, pengirim dan penerima.Secara umum, dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD Indonesia tidak dijumpai defenisi pengangkutan, kecuali
dalam pengangkutan laut. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikat diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan orang penumpang danatau barang. Singkatnya pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan. Maka pada
pengangkutan udara pengangkut adalah pihak maskapai penerbangan yang menyelenggarakan pengangkutan udara.
Pengangkut menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pada Pasal 1 ayat 26 adalah badan usaha angkutan udara niaga,
pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuanundang-undang ini, danatau badan
usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian udara niaga.
Penumpang adalah orang yang mengikat yang mengikat diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar ini ia berhak untuk memperoleh
kasa pengangkutan. Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian
pengangkutan dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, penumpang harus mampu melakukan
31
perbuatan hukum atau mampu membuat perjanjian seperti yang termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
35
a Kecelakaan yang menimbulkan kerugian itu ada hubungannya dengan
pengangkut udara; Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan barang dan atas dasar berhak memperoleh pelayanan pengangkutan dari pengangkutan udara niaga. Penerima adalah pihak ketiga yang
berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong
sebagai subjek hukum pengangkutan. Subjek hukum merupakan orang atau badan yang dikenakan hak dan
kewajiban. Seperti apa yang telah diketahui subjek hukum pengangkutan adalah pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian dan pihak yang tidak secara
langsung terikat dalam perjanjian.Pelaksanaan pengangkutan udara tidak terlepas dari hak dan kewajiban para pihaknya. Dalam mewujudkan hak dan kewajiban
para pihak tidak boleh terdapat tumpang tindih, semua harus dilakukan seadil- adilnya. Perjanjian pengangkutan tidak hanya mengatur hak dan kewajiban
pengangkut tetapi juga penumpang, pengirim, dan penerima. Tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan udara adalah
pengangkut udara bertanggung jawab untuk kerugian sebagai akibat dari luka atau jejas lichamelijke letsel pada tubuh penumpang, bila :
b Terjadi diatas pesawat terbang;
35
Ibid ., hlm.65.
32
c Selama jangka waktu antara naik dan turun dari pesawat terbang seperti
yang terdapat dalam Pasal 24 ayat 1 OPU. Kalau luka itu menimbulkan kematian si penumpang, maka ahli waris penumpang yang sah, dapat
menuntut ganti kerugian yang dinilai sesuai kedudukan, kekayaan dan keadaan yang bersangkutan.
Pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi sebagai akibat kemusnahan, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang muatan
penumpang bila :Peristiwa yang menyebabkan kerugian itu terjadi selama pengangkutan udara;Termasuk “selama pengangkutan udara” ialah selama bagasi
atau barang muatan itu ada dibawah pengawasan pengangkut, baik di lapangan terbang, di dalam pesawat atau diluar lapangan terbang;Waktu pengangkutan
udara tidak meliputi pengangkutan di darat, laut atau sungai, yang dilaksanakan di luar suatu lapangan terbang terdapat dalam Pasal 25 OPU.
Ganti kerugian yang harus dibayarkan pengangkut bila bagasi atau barang muatan itu :Hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan harga barang yang
semacam dan sama sifatnya di tempat tujuan, pada waktu atau barang atau bagasi itu seharusnya diserahkan, dikurangi dengan jumlah uang yang karena barangnya
tidak ada itu tidak perlu dibayar, yakni mengenai uang angkutan dan biaya-biaya lain terdapat dalam Pasal 26 OPU. Bila rusak, diperhitungkan harga barang
sebagai diatas, dikurangi dengan harga barang yang rusak, dan sisanya dikurangi pula dengan jumlah uang, yang karena kerusakan itu tidak perlu dibayar, yakni
mengenai uang angkutan dan biaya-biaya lain terdapat dalam Pasal 27 OPU.Terlambat datang ditempat tujuan. Hal ini tidak hanya mengenai barang
33
muatan bagasi, tetapi juga mengenai penumpang, kecuali kalau ada perjanjian lain terdapat dalam Pasal 28 OPU.
36
Pengangkut udara wajib mengangkut orang danatau kargo pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan udara. Pengangkut udara wajib
memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa pengangkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan udara yang telah disepakati. Sebagai
imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut sebagai biaya pengangkutan udara.
36
H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit., hlm.102-103
34
BAB III PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN UDARA
MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN
A. Tinjauan tentang penerbangan dan prinsip-prinsip penerbangan