5 PJAS yang dianalisis, 1069 contoh diantaranya adalah produk Es es sirop, es
mambo, es loypop, dsb, sirop jely, agar, dan minuman ringan, dimana 458
42,84 contoh diantaranya mengandung siklamat melebihi batas penggunaan yang diizinkan BPOM, 2006.
A. PEMANIS BUATAN SIKLAMAT
Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.
722PerMenkesV1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, pengertian pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat
menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Ada tiga kelompok pemanis manis dalam pangan
yang biasa dikonsumsi masyarakat baik langsung maupun tidak langsung , yaitu : pemanis berkalori; pemanis rendah kalori; dan pemanis non kalori.
Pemanis buatan atau pemanis sintetis merupakan senyawa yang memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak atau hanya sedikit
mempunyai nilai gizi non-nutritive sweeteners. Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula
murni karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami, selain rasanya lebih manis dan harganya lebih murah,
pemanis buatan juga dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh
lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula diabetes. Siklamat adalah merupakan salah satu contoh pemanis non kalori,
dimana pemanis non kalori umumnya dibuat dari bahan-bahan kimia atau sintetis, namun ada yang dibuat dari bahan alami meskipun dalam jumlah
terbatas. Pemanis non kalori siklamat banyak digunakan bagi dunia usaha dalam produk pangan karena sangat menguntungkan, karena dapat
bekerja secara efektif dan efisien dalam menghasilkan rasa manis, dimana tingkat kemanisan siklamat 30 kali gula Dahrul, et al 2005, selain itu
siklamat juga termasuk pemanis buatan nonkalori yang telah digunakan lebih 50 negara. Pada tahun 1969, FDA melarang penggunaan siklamat
dalam produk pangan. Pasalnya siklamat sering dicampur dengan sakarin,
6 dan ketika diberikan pada hewan percobaan terlihat ada indikasi
menyebabkab kanker. Namun setelah dilakukan penelitian toksikologi lebih lanjut oleh World Health Organization WHO, tidak ada bukti
siklamat bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker, akhirnya pelarangan tersebut dicabut kembali.
A.1. Sifat Fisikokimia
Siklamat atau asam sikloheksilsulfamat CAS-No.100-88-9 memiliki struktur molekul sebagai berikut :
NH S
O O
OH
Dengan rumus kimia C
6
H
13
NO
3
S memiliki massa molekul relatif Mr 179,24 g mol, merupakan senyawa polar dengan nilai
logaritma koefisien partisi oktanol – air Log P, menurut hasil perhitungan dengan program ChemDraw, sebesar 0,35, memiliki
kelarutan dalam air 200 g L, mengalami penguraian pada suhu 265 °C. Sebagai pemanis digunakan juga garam natrium – dan kalsium –
sikloheksilsulfamat Wikipedia , 2005
A.2. Stabilitas dan Reaktivitas Kimiawi
Berdasarkan evaluasi Keamanan Pemanis Siklamat oleh Emran, 2007 disampaikan bahwa Siklamat tahan terhadap pemanasan
sehingga cocok digunakan pada produk makanan yang harus dimasak pada proses pengolahan. Ikatan antara atom S dan N pada siklamat
merupakan ikatan amida, tepatnya amida sulfonat, sehingga disamping keasaman atom H yang terikat pada gugus sulfonat, atom yang terikat
pada atom N juga bersifat asam, berdasarkan prinsip NH asiditas. Secara kimiawi ikatan amida tersebut dapat diputus dengan reaksi
hidrolisis dengan katalisis asam maupun basa disertai pemanasan, menghasilkan sulfat dan sikloheksilamin. Ikatan amida tersebut lebih
7 stabil dari ikatan ester, sehingga reaksi hidrolisis tersebut juga lebih
sulit dilakukan dari pada hidrolisis ester. Namun demikian, pada saluran pencernaan, dengan bantuan mikroba, reaksi hidroslisis dapat
terjadi pada suhu tubuh manusia.
A.3. Toksisitas pada hewan percobaan
Siklamat dapat dimetabolisme menjadi sikloheksilamin, suatu senyawa yang dilaporkan lebih toksik dari siklamat sendiri Renwick
AG.1986. Pada percobaan menggunakan tikus dan anjing, sikloheksilamin dilaporkan menyebabkan atropi testis dan
mengganggu spermatogenesis. Penelitian yang dilakukan oleh Takayama melalui hasil uji toksisitas jangka panjang selama 24 tahun
dengan menggunakan hewan percobaan kera menunjukkan terjadinya adenocarcinoma pada kolon, carcinoma hepatoselular metastatik, dan
adenocarcinoma papilar pada prostat, pada kera yang diberi siklamat. Namun demikian Takayama menyimpulkan bahwa tidak terdapat
cukup bukti mengenai karsinogenisitas siklamat karena tumor yang teramati pada hewan percobaan terjadi pada jaringan yang berbeda
dan pada frekuensi yang lazim teramati pada kera. Selain itu tidak dilaporkan menggunakan tikus yang menjadi dasar pelarangan
penggunaan siklamat di Amerika Serikat Takayama, 2000. Evaluasi lanjutan yang dilakukan oleh the Cancer Assesment
Commitee of the Center for Food Safety dan Applied Nutrition of the FDA the Scientific Commitee for Foods of the European Union, dan
WHO menyimpulkan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik Weichrauch dan Diehl, 2004 .
JECFA menetapkan jumlah batas maksimum konsumsi siklamat dalam satu hari acceptable daily intake = ADI sebesar 11
mgkg BB. Indonesia juga menetapkan nilai ADI untuk siklamat sebesar 11 mgkg. Namun demikian berdasarkan survey paparan yang
dilakukan Badan POM di Malang terhadap total 72 responden murid sekolah dasar, menunjukkan asupan harian siklamat sebesar 26,4
8 mgkgBBhari yang berasal dari produk minuman dan snack. Paparan
tersebut telah melampaui nilai ADI 11 mgkgBBhari sebesar 2,4 kali. Walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil
survey tersebut belum direview oleh pakar independen, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia diprediksi cukup tinggi.
Emran, 2007. Menurut data dari INCHEM 1999 didapatkan data karsinogen
dari binatang yaitu sodium siklamat yang diuji dengan cara oral dalam dua percobaan pada me ncit, salah satu kelompok untuk penelitian
multigenerasi, dan dalam tiga penelitian dalam tikus. Tidak ada hubungan peningkatan tumor yang terjadi. Sodium siklamat juga diuji
secara oral dalam percobaan lain pada tikus, mencit, hamster dan monyet, tetapi hasilnya tidak dapat di evaluasi karena banyak data
yang tidak lengkap. Pada pertemuan itu juga didapatkan evaluasi bahwa tidak cukup kejadian karsinogenitas pada manusia serta tidak
cukup percobaan pada binatang yang menyatakan karsinogenitas pada siklamat.
Data Calorie Control Counsil menyebutkan bahwa percobaan dengan siklamat dosis yang tinggi pada hewan percobaan
memperlihatkan bahwa siklamat tidak menyebabkan kanker. Lebih dari 70 penelitian mencakup percobaan mutagenisitas dengan grup
yang komprehens iv dengan menggabungkan sedikitnya sepuluh perbedaan methodologis memperlihatkan bahwa siklamat tidak
mutagenik. Penelitian pada manusia tidak ditemukan peningkatan risiko kanker, walaupun subyek secara nyata mengkonsumsi siklamat
seperti sakarin setiap tahunnya. Tahun 2006 Dematos, dkk. meneliti efek sodium siklamat pada placenta tikus dengan Morphometrik study.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek sodium siklamat pada placenta tikus pada priode embriogenesis. Sodium siklamat diberikan
secara intraperitonial dengan dosis 60 mgkg BB selama sepuluh sampai empat puluh hari masa kehamilan.Sebagai kontrol diberikan
larutan saline dengan route yang sama dengan perlakuan. Pada hari ke
9 20 masa kehamilan, 10 fetus lima ekor dari tiap-tiap kelompok yang
dipilih secara acak . Cara cariometry dipilih untuk evaluasi parameter nuclear dari sel dalam lapisan deciduous dan spongy serta chorionic
villi dalam placenta tikus. Ternyata didapatkan hasil bahwa : Perkembangan fetus dan masing- masing placenta berkurangu
dibandingkan dengan kontrol, selain itu panjang umbilical-cord diperoleh lebih pendek dibandingkan dengan kontrol. Untuk lapisan
deciduous tidak terpengaruh, lapisan spongy placental ditemukan pengaruhnya terutama dalam hal parameter diameter mayor, rata-rata
diameter, perimeter, area, volume, volumerasio area dan eccentricity. Pengaruh pada chorionic villi berdasarkan parameter rata-rata
diameter, area, volume dan volumearea rasio. Pada tahun 2000, European Commission menyimpulkan bahwa
data epidemiologi baru yang menyatakan bahwa siklamat tidak ada indikasi yang membahayakan untuk mempengaruhi reproduksi
manusia baik dalam bentuk siklamat sebagai bahan tambahan pangan maupun terpapar dalam bentuk sikloheksamin.
Berdasarkan hasil perkiraan potensi paparan makro siklamat di Indonesia, paparan siklamat masih dibawah nilai ADI. Namun
demikian, berdasarkan hasil survey langsung dilapangan di salah satu daerah, walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta
hasil survey tersebut belum di review oleh pakar independen, serta kecenderungan asupan siklamat di berbagai negara, paparan siklamat
untuk anak-anak di Indonesia dapat diprediksi cukup tinggi Emran, 2007
A.4. Penggunaan dan manfaat Pemanis Siklamat
Penggunaan siklamat sebagai pemanis buatan, terkait langsung dengan sejarah penggunaan sakarin sebagai pemanis buatan pertama.
Sakarin pertama kali disintesis tahun 1879 oleh Remsen dan Fahlberg dan merupakan senyawa kimia pertama yang digunakan sebagai
pemanis buatan. Selama perang dunia I dan II banyak digunakan
10 karena biaya produksinya yang murah. Namun demikian, walaupun
sakarin memiliki kemanisan yang jauh lebih kuat dari gula, ternyata memiliki after taste yang pahit. Pada tahun 1950-an after taste yang
ditimbulkan sakarin dapat diatasi dengan ditemukannya siklamat. Siklamat memiliki rasa yang lebih baik dari sakarin dan pada
penggunaannya kedua pemanis tersebut sering dicampur. Karena karakteristik rasanya yang mirip dengan gula, siklamat bukan hanya
digunakan sebagai table top sweetener tetapi juga digunakan dalam produk minuman ringan Weihrauch dan Diehl, 2004.
Pada tahun 1970 FDA melarang penggunaan siklamat di Amerika Serikat setelah menurut studi yang dilakukan oleh Wagner
Wagner, 1970, siklamat dilaporkan me ningkatkan terjadinya insiden kanker kandung kemih pada binatang percobaan tikus. Evaluasi
lanjutan yang dilakukan oleh the Cancer Assessment Committee of the Center for Food Safety dan Applied Nutrition of the FDA, the Scientific
Committee for Foods of the European Union, dan oleh WHO menyimpulkan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik Weihrauch
dan Diehl, 2004. Seperti pemanis non kalori lainnya, siklamat bermanfaat untuk
mengontrol berat badan, mengendalikan diabetes, atau membantu mencegah kerusakan gigi. Siklamat, baik dalam bentuk natrium
siklamat atau kalsium siklamat, stabil dan larut dalam air. Siklamat digunakan table top sweetener dalam makanan diet dan dalam
makanan rendah kalori lainnya. Selain itu siklamat berguna sebagai pengua t rasa flavor enhancer . Sifat siklamat yang stabil terhadap
panas, tingkat kemanisan yang tinggi dan keuntungan teknologi lainnya membuat siklamat digunakan sebagai senyawa perisa yang
baik pada beberapa preparat farmasi dan toiletries. Bila siklamat dikombinasi dengan pemanis non kalori lainnya akan menghasilkan
efek sinergis – memberi rasa manis lebih besar dibandingkan digunakan secara tunggal. Selain itu, after taste yang timbul dari
penggunaan tunggal dapat ditutupi dengan penggunaan kombinasi
11 pema nis. Contohnya campuran 10 bagian siklamat dan 1 bagian
sakarin sudah digunakan secara luas pada makanan dan minuman sejak tahun 1960.
B. REGULASI SIKLAMAT B.1. Regulasi Siklamat di berbagai negara