37
Minuman 0.00
Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb
8.47
Es Es Mambo, lolipop, dsb
91.53
Minuman 0.00
Sirop, Jelly, Agar- agar, dsb
6.82
Es Es Mambo, lolipop, dsb
93.18
Gambar 15 a. Proporsi PJAS mengggunakan siklamat
melebihi batas maksimal di Bengkulu tahun 2006
Gambar 15 b. Proporsi PJAS mengggunakan siklamat
melebihi batas maksimal di Bengkulu tahun 2007
Berdasarkan uraian dan data-data tersebut di atas dapat dilihat bahwa baik skala nasional maupun di 4 propinsi terpilih terdapat adanya
kesamaan profil PJAS yang banyak menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan baik 2006 maupun 2007, dan dapat disimpulkan bahwa baik
secara nasional, gabungan 4 propinsi terpilih, maupun di masing- masing propinsi terpilih, jenis PJAS yang paling banyak menggunakan siklamat
adalah jenis es Es Mambo, Lolipop, Es Kelapa, Es Cendol dsb..
D. KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PENGGUNAAN SIKLAMAT
Setelah penetapan produk yang dijadikan obyek penelitian ditetapkan, maka dari jenis jajanan tersebut dilakukan pendalaman data melalui
wawancara terkait dengan produk dan lokasi terpilih untuk memperoleh data- data baik dari aspek sosial dan ekonomi, meliputi : hitungan biaya produksi;
proses produksi; konsumenpermintaan pasar; dan lingkungan sosialbudayaekonomi, maupun aspek keamanan pangan.
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah kawasan sekolah yang menjadi tempat jual beli jajanan anak sekolah yang menggunakan
siklamat berdasarkan data hasil pengawasan pangan jajanan anak sekolah dari
BPOM tahun 2007 di empat provinsi yang telah ditetapkan lampiran 4.
Hal-hal yang diasumsikan mempengaruhi pemilihan PJAS yang dikonsumsi oleh anak sekolah dalam penelitian ini adalah : Murid sekolah
konsumen dan Pedagang. Informasi yang dikumpulkan dari murid dan
38 pedagang antara lain adalah informasi yang terkait dengan pemahaman
mengenai keamanan, perilaku, dan informasi dari aspek ekonomi, sosial, dan
budaya, dengan menggunakan kuisioner lampiran 5 dan 6.
Pendalaman data dan informasi untuk menjawab hipotesa mengenai karakteristik sosial ekonomi konsumen murid sekolah dan pedagang melalui
wawancara dengan quesioner. Analisa data dan informasi yang didapatkan dari hasil pengumpulan data sekunder maupun wawancara, digunakan metode
SPSS.
D.1. Karakteristik pedagangpenjaja PJAS
Dari 81 responden pedagangpenjaja PJAS yang menjawab, pedagang yang menyediakan PJAS berupa makanan dan minuman
sebanyak 37, menyediakan makanan sebanyak 31, dan yang menyediakan minuman sebanyak 13 responden penjaja seperti
terlihak dalam gambar 16 di bawah ini.
Jumlah Pangan Jajanan Anak Sekolah Berdasarkan Jenisnya
Makanan; 31
Minuman; 13 Makanan dan
Minuman; 37
Gambar 16. Jumlah penjaja berdasarkan jenis PJAS yang dijual Dari 81 responden pedagangpenjaja PJAS yang menjawab, 58
responden melengkapi karakteristik jumlah porsi yang di jual dengan pendapatan kotor dan bersih Sebanyak 43 responden memilki omzet
kurang dari 50 porsi dengan pendapatan kotor kurang dari Rp.100.000,-, 14 responden memiliki omzet antara 50 – 100 porsi dengan pendapatan
kotor antara Rp.100.000,- - Rp. 300.000,- dan hanya 1 responden memiliki omzet lebih dari 100 porsi dengan pendapatan kotor lebih dari
Rp.300.000,-.
39 Dari 58 responden tersebut, 43 responden memiliki pendapatan
bersih kurang dari Rp. 50.000,- , 14 responden memiliki pendapatan bersih antara Rp.50.000,- - Rp. 100.000,- , dan 1 responden memiliki
pendapatan bersih lebih dari Rp.100.000,- seperti terlihat pada tabel 6. Tabel 6. Perbandingan jumlah responden keuntungan pedagang PJAS
berdasarkan omset porsi dan pendapatan.
Jumlah Porsi
Jumlah Pendapatan
Kotor Rp Pendapatan
Bersih Rp
50 43
100.000 50.000
50 – 100 14
100.000 – 300.000 50.000 -100.000
100 1
300.000 100.000
Total 58
Catatan: nilai tengah median dari masing-masing parameter adalah ”kategori 50 porsi”; ” 100.000”; dan ” 50.000”
Salah satu upaya penekanan produksi terlihat dengan banyaknya pedagang memasak memproduksi sendiri PJAS yang akan dijual, yaitu
sebanyak 76 dari total n = 58 responden yang menjawab. Selain itu tempat produksi PJAS umumnya dilakukan di rumah pedagang 69
dari 76 respoden yang menjawab dan memproduksi di tempat jualan 35 dari 77 respoden menjawab seperti terlihat Gambar 17.
Gambar 17. Persentase pedagang berdasarkan tempat pembuatan PJAS
Salah satu contoh penanganan pangan yang berisiko menyebabkan pangan tidak aman adalah perolehan air sebagai salah satu bahan baku
utama produksi PJAS. Persentase responden pedagang PJAS yang berproduksi di rumah menggunakan air sumur 55 lebih tinggi dari
responden pengguna air PDAM 48. Di lain pihak, masih terdapat responden produsen PJAS di tempat jualan menggunakan air yang di
PERBANDINGAN PRESENTASE PEDAGANG PEMBUAT PJAS BERDASARKAN TEMPAT PEMBUATAN
20 40
60 80
Buat Sendiri Buat di rumah
Buat di tempat jualan
RESPONDEN
40 bawa dari rumah 37 dari 27 responden yang tidak jelas sumbernya
seperti terlihat Tabel 7. Tabel 7. Sumber air yang digunakan untuk memproduksi PJAS
Asal air Jml responden
yang menjawab Ya Tidak Persentase
Ya Produsen PJAS di rumah
- PDAM 52
25 27
48
- Sumur 51
28 23
55 Produsen PJAS di tempat jualan
- Bawa dr rumah 27
10 17
37
- Keran Sekolah 27
13 14
48
Dalam hal ini, air yang berasal dari PDAM dianggap lebih aman daripada air sumur, yang memiliki risiko lebih tinggi terkontaminasi dari
lingkungan. Sedangkan, air keran sekolah lebih aman dari air yang di bawa dari rumah yang tidak jelas asalnya, apakah dari PDAM, sumur,
sungai atau sumber lainnya. Hal tersebut menunjukkan salah satu contoh kecil perilaku produsen pangan PJAS yang menyebabkan risiko
keamanan pangan pada PJAS tinggi, misalnya menyebabkan tingginya cemaran mikroba pada produk PJAS.
Untuk mengurangi risiko keamanan pangan terkait dengan penggunaan air harus diupayakan agar air yang digunakan selalu
dimasak terlebih dahulu sampai mendidih sebelum digunakan untuk produksi.
D.2.
Motivasi penggunaan siklamat berlebih
Dari 81 responden
pedagangpenjaja PJAS semuanya
menyatakan tidak pernah mendapatkan teguran dari pemerintah setempat mengenai praktek pengolahan pangan yang dilakukannya, dan hanya 9
responden yang menyatakan memperoleh pembinaan. Pembinaan dilakukan oleh Badan POMDepkes 5 orang, Puskesmas 2 orang,
Dinkes 1 orang, Kantor Kecamatan 1 orang, sisanya dari PKK 5 orang, pihak sekolah 1 orang. catatan 1 responden bisa memperoleh
pembinaan lebih dari satu instansiinstitusi.
41 Minimnya pembinaan dan lemahnya pengawasan terhadap
pedagang penjaja PJAS seperti yang diuraikan di atas dapat memotivasi pedagang PJAS untuk tetap menggunakan pemanis siklamat melebihi
batas maksimum yang diizinkan. Penggunaan pemanis siklamat pada produk PJAS seperti yang
telah diuraikan tersebut di atas bisa disebabkan karena produk-produk tersebut, selain air, bahan baku utamanya adalah gula, dan mengingat
harga gula relatif lebih mahal sehingga perlu penambahan pemanis siklamat menjadi alternatif yang lebih ekonomis.
Selain omset dagang yang sedikit, mahalnya harga bahan baku dapat menyebabkan sedikitnya pendapatan yang pedagang peroleh. Hal
tersebut dapat memicu pedagang untuk menggunakan bahan tambahan pangan sehingga dapat menekan ongkos produksi.
Secara umum jika penggunaannya tidak dikendalikan akan berdampak pada penggunaan secara melebihi batas yang diizinkan,
mengingat pemanis siklamat mempunyai fungsi ganda sebagai bahan tambahan pangan BTP yaitu selain sebagai pemanis, juga sebagai
penguat rasa flavor enhancer. Sifat siklamat yang stabil terhadap panas, tingkat kemanisan yang tinggi dan keuntungan teknologi lainnya
menjadikan siklamat digunakan sebagai senyawa perisa yang baik pada beberapa produk farmasi dan toileteries. Keuntungan lainnya bila
siklamat dikombinasikan dengan pemanis non kalori lainnya akan menghasilkan efek sinergis memberi manis yang lebih besar
dibandingkan digunakan secara tunggal. Hal ini terbukti dari hasil uji yang dilakukan Badan POM bahwa
penggunaan pemanis siklamat umumnya dikombinasikan dengan pemanis sakarin. Namun sayangnya penggunaan siklamat pada tataran
yang paling rendah seperti yang dilakukan para penjaja jajanan anak sekolah tidak diikuti dengan menerapkan cara produksi pangan yang
baik sehingga penggunaannya tidak mengikuti takaran yang sesuai dengan aturan yang berlaku BPOM, 2005.
42 Selain itu karena alasan ekonomi dari para penjaja jajanan anak
sekolah, dapat memicu penggunaan siklamat yang berlebih guna menekan seminim mungkin penggunaan gula. Berdasarkan hitungan
biaya produksi yang dilakukan secara mendalam terhadap proses produksi untuk 3 jenis PJAS yang menggunakan siklamat yaitu Es,
SiropJelly dan agar-agar, serta minuman di DKI Jakarta diperoleh hitungan biaya produksi seperti terlihat dalam tabel 8 dibawah ini.
Hal tersebut bisa disebabkan berbagai faktor antara lain rendahnya tingkat pendidikanpengetahuan, dan terbatasnya peralatan
khususnya alat takar timbangan, dimana dari ke 21 responden yang menjawab tidak ada satupun yang menggunakan takaran secara akurat
akibatnya banyak produk yang dihasilkan menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan. Berdasarkan tingkat
pendidikan penjaja PJAS, dari 78 responden yang menjawab menyatakan 28,21 22 berpendidikan SD, 28,21 22 SLTP,
21,79 17 tidak tamat SD, 16,67 13 SLTA, 3,85 3 D1D2, dan 1,28 1 D3.
Hasil wawancara secara mendalam terhadap para pedagang yang menggunakan siklamat dan terkait hitungan biaya produksi,
menunjukkan bahwa selain untuk menekan biaya produksi juga untuk menyesuaikan daya beli anak sekolah dasar yang umumnya mempunyai
uang saku sangat rendah. Tingginya harga gula di pasaran juga dapat memicu para pedagang untuk menggunakan siklamat, terutama untuk
para pedagang jenis PJAS tertentu seperti bajigur, es dawet dan produk lain yang menggunakan gula merah sebagai pemanis. Dengan harga gula
pada saat ini mencapai Rp.9000,-kg. sangat mempengaruhi para pedagang jenis tertentu tersebut untuk menggunakan siklamat selain
menggunakan gula.
43 Tabel 8. Perbandingan hitungan biaya produksi dan harga jual PJAS
menggunakan siklamat dan tanpa siklamat
Jenis PJAS
Biaya produksi Menggunakan
siklamat gula Rp
Harga Jual Rp
Biaya produksi menggunakan
gula Rp
Harga Jual Rp
Bajigur 54500,-130 porsi
500 - 1000,- 71900,-120 porsi
1500-2000,- Es Krim
Puter 86500,-140 cone
1000,- 128750,-90 cup
2500,- Es Dawet
40100,-80 porsi 1000 -1500
89850,-70 porsi 2000-2500,-
Es Kelapa 4695080 porsi 1000,-
56900,-60 porsi 2000,-
Es Teh 18800,-90 porsi
500-1000,- 22500,-75 porsi
1500 -2000 Agar-agar 11750,-40 porsi
1000,- 24750,-50 porsi
2000,-
D.3. Profil Pangan Jajanan Anak Sekolah yang dijajakan
Hasil wawancara responden murid sekolah dasar di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Utara dengan strata Sekolah yang berbeda yaitu
SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan dan SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading menunjukkan bahwa pada Sekolah dimana uang saku anak sekolah
diatas Rp.5000,- maka jenis jajanan yang dijajakan berbeda dengan jenis jajanan yang di jajakan di Sekolah dimana uang saku kurang dari Rp.3000,-.
Hal tersebut berpengaruh terhadap harga jual PJAS yang dijajakan di masing- masing sekolah, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap jenis
dan kualitas PJAS yang dijajakan, dan terbukti bahwa jenis PJAS yang dikonsumsi responden di SDN 03 dengan SDI Al-Azhar baik dari segi
harga maupun asal produk dihasilkan berbeda seperti terlihat pada Tabel 9 .
Tabel 9. Profil PJAS yang dijajakan di SD dengan strata berbeda
SD NEGERI 03 PONDOK PINANG SDI AL-AZHAR KELAPA GADING
Jenis PJAS yang dijual
Harga Rp
Jumlah Murid yang membeli
dlm semiggu Jenis PJAS
Yang dijual Harga
Rp Jumlah Murid
yang membeli dlm semiggu
Es Teh 500,-
34 AMDK Botol
2000,- 24
Mount Tea Cup
1000,- 30
Teh Botol 2500,-
19 Es beraroma
buah leci,jeruk,dll
500,- 23
Coca ColaFanta 3000,-
12
44
SD NEGERI 03 PONDOK PINANG SDI AL-AZHAR KELAPA GADING
Jenis PJAS yang dijual
Harga Rp
Jumlah Murid yang membeli
dlm semiggu Jenis PJAS
Yang dijual Harga
Rp Jumlah Murid
yang membeli dlm semiggu
AMDK Cup 500,-
18 Fruit Tea
2500,- 10
Es Susu 1000,-
13 Susu Tetrapack
3000,- 6
Es Kelapa 1000,-
12 Lemon Tea
2500,- 6
Cola Cola 1000,-
12 Es Doger
1000,- 9
Es beraroma buah
2000,- 4
Es Buah 2500,-
6 Es Teh
2000,- 4
Fruit Tea 2500,-
5 Nutrisari
2000,- 3
Coca Cola Sprite
2500,- 2
MountTea 1000,-
2 Teh Botol
2500,- 1
POP Ice 1000,-
1 Catatan : produk dihasilkan oleh industri besar dengan nomor MD.
Dari uraian dan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa pada sekolah dengan strata ekonomi rendah berdasarkan uang saku anak sekolah
untuk jenis PJAS yang sama, harga PJAS yang dijajakan lebih murah jika dibandingkan dengan harga PJAS di sekolah dengan strata ekonomi lebih
tinggi. Dari 36 responden dengan uang saku di atas Rp.5000,-, 33 responden diantaranya adalah responden dari SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading
Jakarta Utara. Sebaliknya 25 responden dengan uang saku antara Rp.1000,- - Rp.3000,- semuanya berasal dari SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan.
Selain itu harga PJAS murah berpengaruh terhadap kualitas PJAS yang dijajakan dalam hal ini penggunaan siklamat secara berlebih, dimana
PJAS dengan harga murah terbukti menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang di izinkan, sementara untuk jenis PJAS sama dengan harga
lebih tinggi terbukti tidak menggunakan siklamat. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian oleh Pusat Pengujian Obat dan Makanan Badan POM
terhadap terhadap 2 jenis minuman yaitu es teh dan minuman beraroma buah menunjukkan bahwa minuman es teh dan minuman beraroma buah berasal
dari SD Negeri 03 Pondok Pinang menggunakan siklamat melebihi batas, sementara untuk minuman berasal dari SD Al-Azhar Kelapa Gading tidak
menggunakan siklamat. Hal ini juga membuktikan bahwa karakteristik
45 murid sekolah dalam hal ini uang saku dan daya beli anak sekolah berkaitan
dengan penggunaan siklamat pada PJAS secara melebihi batas.
D.4. Profil Penggunaan Siklamat oleh Pedagang Jajanan Anak Sekolah
Siklamat masih banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang berfungsi sebagai pemanis pada PJAS. Sebanyak 11 28 dari 40
responden menyatakan menggunakan siklamat dalam memproduksi pangan jajanannya. Namun sebanyak 7 responden dari 11 responden yang
menyatakan menggunakan siklamat tidak mengetahui istilah siklamat. Siklamat dikenal oleh pedagang melalui nama dagangnya, misalnya di Nusa
Tenggara Barat dan DKI Jakarta, istilah siklamat dikenal dengan “Sari Manis”.
Sebanyak 46 responden dari 11 responden yang menjawab menyatakan memperoleh siklamat dari pasar tradisional, 36 dari warung ,
dan sisanya dari tempat lainnya di toko roti dan toko makanan. Umumnya siklamat dijual dengan kisaran harga Rupiah 1000,- – 1500,- per bungkus
yang berisi 25 gram siklamat seperti terlihat Gambar 18 di bawah ini.
Gambar 18. Presentase tempat dimana pedagang PJAS memperoleh siklamat Umumnya responden tidak mengetahui takaran penggunaan
siklamat. Dari 18 responden yang menjawab hanya 2 responden yang menyatakan mengetahui takaran penggunaan siklamat. Hal tersebut juga
46 diperkuat dengan jawaban responden mengenai takaran siklamat yang
umumnya berbeda dan hanya menggunakan Ukuran Rumah Tangga URT dengan berbagai takaran sebagai berikut : seujung sendok teh
siklamat = 0,74 gram; setengah sendok teh siklamat = 1,67 gram; sesendok teh siklamat = 5,61 gram dan sebungkus siklamat = 25 gram,
dengan cara menimbang masing- masing URT tersebut di PPOMN - BPOM.
Tidak semua label BTP mencantumkan takaran penggunaan, dari 17 responden yang menjawab, hanya 9 orang yang menyatakan melihat
informasi mengenai takaran penggunaan siklamat di kemasan BTP tersebut. Selain itu kurangnya pembinaan dari institusi terkait serta tidak
adanya upaya peneguran mengenai takaran siklamat, dapat memicu pedagang untuk mengira-ngira takaran siklamat tanpa mengetahui efek
buruk yang dihasilkan apabila siklamat terkonsumsi secara berlebih.
E.
KARAKTERISTIK
KONSUMEN MURID
E.1. Profil Murid Sekolah
Berdasarkan uang jajan responden menunjukkan bahwa umumnya responden memiliki uang jajan di kisaran Rp 1000 – 5000,- dan Rp
5000,-. Dari 132 responden, 46 34,85 responden dengan uang saku antara Rp.1000,- - Rp.3000,-, 42 31,82 responden mempunyai uang
saku diatas Rp 5000,- lima ribu rupiah, 40 30,30 dengan uang saku Rp.3000,- - Rp.5000,-, dan 4 3,03 dengan uang saku Rp.1000,-seperti
terlihat dalam Gambar 19.
Gambar 19. Grafik jumlah responden berdasarkan uang jajan.
47 Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, dilakukan pembandingan
uang saku antara murid SD di sekolah dengan strata ya ng berbeda yaitu SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara dan SDN 03 Pondok
Pinang Jakarta Selatan. . Dari 36 responden dengan uang saku di atas Rp.5000,-, 33 responden diantaranya adalah responden dari SD Islam Al-
Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara. Sebaliknya 25 responden dengan uang saku antara Rp.1000,- - Rp.3000,- semuanya berasal dari SDN 03
Pondok Pinang Jakarta Selatan.
E.2. Kondisi dan Kebiasaan Murid
Perbedaan profil penggunaan siklamat di 4 propinsi terpilih yang telah diuraikan tersebut di atas bisa disebabkan oleh karena perbedaan
karakteristik sosial ekonomi di masing- masing propinsi, sehingga PJAS yang termasuk dalam 3 jenis Es, SiropJelly Agar dan Minuman yang
dijajakan oleh para pedagang di masing- masing propinsi berbeda, akibatnya profilnya menjadi bervariasi. Selain itu kondisi dari konsumen
murid sekolah dasar juga sangat menentukan jenis PJAS yang dijajakan, Hal ini terbukti dari hasil pendalaman yang dilakukan di wilayah DKI
Jakarta dengan membandingkan responden murid di SD Negeri 03 Pondok Pinang Pagi Jakarta Selatan dengan SD Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta
Utara dikaitkan dengan uang saku, dimana besarnya uang saku mempunyai keterkaitan terhadap PJAS yang dijual.
Berdasarkan frequensi jajan responden menunjukkan bahwa 65 responden umumnya jajan setiap hari, 28 jajan 3 – 5 kali seminggu,
dan 7 hanya jajan 1 – 2 kali dalam seminggu. Gambar 20.
48
Gambar 20. Grafik jumlah responden berdasarkan frekuensi jajan dalam seminggu
. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi anak sekolah
mengkonsumsi PJAS terlihat tinggi, sehingga jika dikaitkan dengan PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan,
maka kemungkinan paparan siklamat terhadap murid sekolah dasar di Indonesia diprediksi tinggi.
Responden membeli jajan dengan berbagai alasan, antara lain : enak 69,70 , murah 25,76 , bergizi 16,66 , warna 3,03 dan alasan
lainnya, yaitu tidak ada tempat jajan lagi 0,76 . Gambar 21.
Gambar 21. Grafik jumlah responden berdasarkan alasan membeli jajanan.
49
E.3. Persepsi Anak Sekolah Mengenai Keamanan Pangan Tempat PJAS
Kantin sekolah menjadi lokasi jajan terbanyak yang dikunjungi responden murid sekolah dasar dibandingkan dengan pedagang keliling,
dari 132 responden murid sekolah dasar, 91 68,93 jajan di kantin sekolah dan 41 31,06 jajan di pedagang keliling seperti terlihat
Gambar 22.
Gambar 22 Grafik jumlah tempat responden jajan di sekolah. Dengan kondisi tersebut menunjukkan bahwa kantin sekolah
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan makanan selama di sekolah, mengingat terdapat 91 anak sekolah yang
jajan di Kantin Sekolah, dan jika dikaitkan dengan upaya pembinaan dalam rangka peningkatan keamanan PJAS, Kantin Sekolah lebih mudah
jika dibandingkan pembinaan kepada pedagang keliling. Sebanyak 49 29 siswa menjawab kondisi lokasi
memperoleh jajanan kurang bersih. Selain itu, banyak pedagang jajanan yang menyajikan PJAS tanpa menggunakan penutup seperti terlihat
Gambar 23 di bawah ini.
50 Gambar 23. Kondisi tempat berjualan dan cara penyajian pangan
Gambar tersebut mencerminkan praktek higiene dan sanitasi tempat jajan anak sekolah kurang bersih, dan memungkinkan terjadinya
kontaminasi silang dari lingkungan terhadap PJAS, karena PJAS dijajakan dalam kondisi wadah terbuka sebesar 44 .
Kondisi kurang bersih dan kotor tempat berjualan PJAS tersebut didukung dengan pernyataan responden yang menyebutkan
pernah mengalami gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi PJAS, terutama pangan siap saji. Dari 132 responden sebanyak 66 menyatakan
pernah mengalami gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi PJAS seperti terlihat Gambar 24 di bawah ini.
Gambar 24. Jumlah responden berdasarkan terjadinya gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi pangan jajanan.
51 PJAS yang mereka konsumsi sebelum terkena penyakit akibat
pangan diantaranya : makanan siap saji 49, minuman siap saji 28, makanan olahan 8, minuman olaha n 7, dan lainnya 1. Buruknya
praktek produksi dan penyajian pangan siap saji sering menjadi penyebab timbulnya penyakit akibat pangan.
Pangan jajanan yang mereka konsumsi sebelum terkena penyakit akibat pangan diantaranya : 1 makanan siap saji, 2 minuman
siap saji, 3 makanan olahan, 4 minuman olahan, dan 5 lainnya seperti terlihat Tabel 10.
Tabel 10. Jenis jajanan penyebab timbulnya gangguan kesehatan pada responden. n = 132
Jenis Jajanan Jumlah
Contoh Jajanan
Minuman siap saji 28
air minum, es, es yang mengandung sari manis, es teh, es yang manis- mains
Minuman olahan 7
Es marimas mangga, es mariteh, fruitea,pop ice
Makanan siap saji 49
baso saos, cimol, mie, KFC, buah, gorengan,nuget
Makanan olahan 8
Sosis, roti, mie instant, permen Lainnya
1 jajanan yang mengandung sari manis
Buruknya praktek produksi dan penyajian pangan siap saji sering menjadi penyebab timbulnya penyakit akibat pangan. Terdapat dua
aspek utama penyebab penyakit akibat pangan jajanan anak sekolah adalah kontaminasi silang dan penggunaan bahan tambahan pangan atau bahan
berbahaya. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran konsumen, dalam hal ini adalah murid sekolah dasar, akan pentingnya keamanan
pangan menjadi salah satu hal yang penting sebagai salah satu bentuk pengawasan keamanan pangan oleh konsumen murid sekolah.
E.4. Penyebaran Informasi Keamanan Pangan kepada Anak Sekolah.
Sebanyak 92 dari 132 responden menyatakan pernah memperoleh penyuluhan keamanan pangan. Umumnya, responden
memperoleh penyuluhan keamanan pangan hanya dari guru di sekolahnya 73,48 . Gambar 25.
52 Gambar 25. Grafik jumlah responden berdasarkan informasi
keamanan pangan Adapun Instansi teknis yang paling banyak memberikan
penyuluhan keamanan lainnya masing- masing 3,03 . Hal ini menggambarkan minimnya penyebaran informasi dari instansi teknis
kepada konsumen murid sekolah seperti terlihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Jumlah jawaban responden berdasarkan instansi yang memberikan penyuluhan keamanan pangan
Dari data dan uraian tersebut di atas, maka peran guru sekolah menjadi sangat penting bagi peningkatan keamanan pangan PJAS,
kaitannya dengan pemberian informasi penyuluhan mengenai keamanan PJAS kepada murid – murid sekolah dan pembinaan kantin sehat sekolah
tentunya dengan melibatkan instansi berwenang seperti Dinas Kesehatan setempat, Badan POM, dan Dinas Pendidikan KabupatenKota.
53
F. PERBANDINGAN REGULASI DI BERBAGAI NEGARA