71
karang akan tertarik pada tumpukan karang yang sebenarna merupakan tumpukan bubu Ikawati et al 2001.
Penginjakan karang oleh nelayan dilakukan saat akan berjalan dari satu bubu ke bubu lainnya. Ketika berjalan nelayan umumnya akan mencari jalan yang
tidak berterumbu. Hal ini dilakukan bukan karena adanya kesadaran nelayan akan kemungkinan rusaknya terumbu karang tetapi karena alasan praktis untuk
memudahkan nelayan berjalan. Jika nelayan dihadapkan pada daerah berkarang yang masih dapat dilewati, nelayan akan menginjak karang tersebut.
Penginjakan karang oleh nelayan memberi dampak bagi kelestarian ekosistem karang. Karang- karang dari jenis yang rapuh bila terinjak akan
mengalami kerusakan dan akibat yang lebih parah akan terjadi kematian bagi karang tersebut. Kelestarian ekosistem terumbu karang akan terancam jika
frekuensi penginjakan dilakukan secara terus menerus. Kesadaran nelayan untuk tidak menginjak karang dapat membantu mengurangi kerusakan pada terumbu
karang. Kerusakan karang yang terjadi akibat pengoperasian bubu tidak memberikan
efek kerusakan yang besar dibandingkan dengan penggunan bom. Namun demikian kerusakan ini akan menjadi besar dengan pengoperasian bubudalam
jumlah yang besar dan frekuensi yang tinggi pada suatu daerah penangkapan fishing ground.
Kerusakan terumbu karang akibat pengoperasian bubu jika diperhitungkan dalam jumlah bubu yang diganakan dan periode waktu tertentu akan menjadi
kerusakan besar. Pengoperasian alat tangkap ini masih berlangsung dan mengancam kelestarian ekosistem karang di Kelurahan Pulau Abang. Kerusakan
karang akan terus terjadi jika metode pengoperasian bubu di Kelurahan Pulau Abang dilakukan dengan cara yang sama.
5.3.3 Kelong Pantai
Kelong pantai sero digolongkan ke dalam kelas perangkap trap. Bentuk kelong pantai di Kelurahan Pulau Abang terdiri atas penajo, sayap dan bunuhan.
Penajo dan sayap terbuat dari kayu–kayu yang di pancangkan ke dasar laut, sepanjang penajo dan sayap dipasang jaring dan meletakkan perangkap diujung
72
penajo dan sayap. Perangkap yang digunakan pada kelong pantai di Kelurahan Pulau Abang menggunakan anyaman besi yang berbentuk balok dengan ukuran
panjang 1.5-2 m dan lebar 1.5 m serta dalamnya 1m. Perangkap biasanya di letakkan di atas pasir atau terumbu karang di ujung penajo dan sayap.
Prinsip pengoperasian kelong pantai adalah dengan menghadang arah gerakan ikan dengan menggunakan panajo dan sayap. Alat ini memenfaatkan sifat
ikan yang bergerak ke arah perairan yang lebih dalam sehingga ikan tergiring masuk kedalam bunuhan perangkap dan akhirnya terjebak. Setelah ikan terjebak
nelayan mengambil ikan di dalam perangkap Subani dan Barus, 1989. Dampak dari pengoperasian kelong pantai di perairan sekitar terumbu
karang Kelurahan Pulau Abang secara visual yang terlihat adalah kayu – kayu pancang untuk penajo dan sayap yang dipasang di terumbu karang dan pasir
sekitar terumbu tabel 17. Pada lokasi tiang pancang yang bertepatan dengan letak terumbu karang menyebabkan lubang pada hamparan terumbu lampiran 1.
Selain itu juga ditemukan tiang –tiang pancang yang roboh tepat di hamparan terumbu karang menyebabkan terumbu karang retak hingga patah.
Menurut direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan 2005 untuk menjaga
kelestarian sumberdaya ikan perlu juga dilihat dari penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan yaitu dari segi pengoperasian alat
penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata laksana untuk perikanan yang bertanggungjawab
. Kerusakan karang yang terjadi akibat pengoperasian kelong pantai tidak
memberikan efek kerusakan yang besar dibandingkan dengan penggunan bom. Namun demikian kerusakan ini akan menjadi besar dengan pengoperasian kelong
pantai dalam jumlah yang besar pada suatu daerah penangkapan fishing ground. Kerusakan terumbu karang akibat pengoperasian kelong pantai jika
diperhitungkan dalam jumlah kelong pantai yang diganakan dan periode waktu tertentu akan menjadi kerusakan besar. Pengoperasian alat tangkap ini masih
berlangsung dan mengancam kelestarian ekosistem karang di Kelurahan Pulau Abang. Kerusakan karang akan terus terjadi jika metode pengoperasian kelong
panatai di Kelurahan Pulau Abang dilakukan dengan cara yang sama.
73
5.4 Strategi Penggunaan alat Tangkap ikan yang Ramah Lingkungan di Terumbu Karang Kelurahan Pulau Abang
Hasil analisa SWOT berdasarkan Tabel 20 jumlah skor pembobotan pada matrik IFAS menunjukkan nilai sebesar 2.99. Nilai tersebut mengandung arti
bahwa reaksi masyarakat Kelurahan Pulau Abang terhadap faktor–faktor internal menunjukkan hasil pada tingkat rata–rata. Hal tersebut mengandung arti masih
ada kesempatan memperbaiki manajemen serta kualitas sumber daya manusia di Kelurahan Pulau Abang untuk mengurangi kelemahan yang ada di wilayah
tersebut jika dilakukan dengan sungguh – sungguh dan kerjasama antar semua pihak.
Jumlah skor pembobotan matrik EFAS menunjukkan nilai sebesar 3.23 tabel 19. Nilai tersebut mengandung arti bahwa kondisi masyarakat Kelurahan
Pulau Abang mampu merespon situasi eksternal secara rata–rata. Artinya kemampuan masyarakat Kelurahan Pulau Abang memanfaatkan peluang yang
dimiliki untuk menghindari ancaman yang dating dari luar dalam kisaran rata– rata.
Berdasarkan nilai IFAS dan EFAS secara keseluruhan dapat dilihat bahwa masyarakat Kelurahan Pulau Abang mampu merespon segala kegiatan yang
nantinya akan dilaksanakan asal diimbangi dengan pelaksanaan pendampingan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun maupun lembaga swadaya
masyarakat LSM. Kerjasama tersebut lebih bersifat kemitraan bukan bersifat top down. Sebuah pengelolaan perikanan yang baik dan berbasis masyarakat
diharapkan dapat menghapus segala bentuk kelemahan dan ancaman yang terjadi di wilayah Kelurahan Pulau Abang.
Setelah memperhatikan segala potensi sumber daya dan aktifitas perikanan di Kelurahan Pulau Abang dan digabungkan dengan faktor internal dan eksternal
dengan analisis SWOT yang terdapat di Kelurahan Pulau Abang, selanjutnya disusun rencana strategi pengelolaan perikanan di terumbu karang di Kelurahan
Pulau Abang yang berkaitan dengan penggunaan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan. Rencana strategi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam rencana
program agar pengelolaannya dapat dilakukan dengan lebih spesifik dan terfokus berikut ini :
74
5.4.1 Strategi “kelemahan – peluang”