Pengaruh penggunaan alat peraga dakon terhadap hasil belajar matematika siswa

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PERAGA DAKON TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

Oleh :

AHMAD SOBARI NIM: 103017027221

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDATULLAH

JAKARTA 1432 H / 2011 M


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Ahmad Sobari. Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Dakon Terhadap Hasil Belajar Matematika. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa antara yang diajar menggunakan alat peraga Dakon dengan yang diajar tanpa menggunakan alat peraga dakon. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Two Group Randdomized Subject Post Test Only. Penelitian dilaksanakan di MI Nurul Falah Kota Tangerang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen yang diujikan berupa tes pilihan

ganda. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji “t”. Namun sebelum digunakan uji “t”, dilakukan uji prasyarat analisis yaitu dengan uji

Liliefors untuk menguji normalitas, uji Fisher untuk menguji homogenitas. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara rata-rata hasil tes belajar matematika siswa yang menggunakan alat peraga Dakon dengan rata-rata hasil tes belajar matematika siswa tanpa menggunakan alat peraga dakon.


(6)

ABSTRACT

Ahmad sobari. “Effect of Tool Use On the Results Viewer Dakon Learning Mathematics”. Thesis. Departement of Mathematics Education and Teacher Training Faculty Tarbiyah Jakarta Islamic State University, 2011.

This study aims to determine the average difference in learning outcomes among

students who are taught mathematics using props “ Dakon” with that taught

without using props dakon. The method used is the method of quasi experimental research design with Two Group Randdomized post subject test Only. The experiment was conducted in MI. Nurul falah Tangerang City. The sampling technique in this study using cluster random sampling technique. The instrument was tested in the form of multiple choice tests. Technical analysis of the data in

this study using the test “t”. However, before using the test “t”, a prerequisite test

is to test Liliefors analysis to test the normality, the fisher test to test homogeneity. Based on research result it is concluded that a significant difference between the avarage test result of student who learn mathematics using props Dakon with an average of test result without the mathematics learning.


(7)

i

KATA PENGANTAR

ميح رلا نمح رلا ه مسب

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Yang Maha Kuasa atas segala daya dan upaya manusia, rahmat dan hidayah-Nya yang selalu tercurah pada hamba-hamba-Nya tak terkecuali pada penulis yang teraplikasikan dalam pikiran, energi dan kemampuan diri penulis sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan pekerjaan yang sulit dan penuh dinamika yaitu penulisan skripsi yang merupakan tugas yang harus diselesaikan untuk meraih Strata Satu (SI) pada Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak

sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, do‟a,

dan kesungguhan hati serta dukungan dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus Dosen Pembimbing Akademik serta Dosen Pembimbing II yang penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing selama masa perkuliahan. 3. Bpk. Drs. H. M. Ali Hamzah, M.Pd, sebagai Dosen Pembimbing I yang

penuh kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan segudang ilmu yang tak ternilai harganya. 5. Bpk. Abu Salam, S.Pd.I., selaku kepala sekolah MI Nurul Falah Kota

Tangerang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.


(8)

ii

6. Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan beserta Staf yang telah memberikan fasilatas berupa kemudahan dalam meminjam buku.

7. Teristimewa untuk kedua orang tuaku ayahanda Mustahil dan ibunda

Ma‟nawiyah (Alm) yang telah bekerja keras memberikan dukungan secara moril dan materil demi melihat anaknya menjadi sarjana. Ketulusan dengan penuh kasih sayang dan motivasi mereka, penulis dapat menuntut ilmu dan menyelesaikan skripsi seperti sekarang ini. Semoga Allah membalas kebaikan dan cinta yang mereka berikan kepada penulis. Kakak-kakakku: Jamilah, Hj. Marhumah, Ahmad Hudori, Marjuki, Mahfudin, Mukharomah, Hasan Basri, Hambali, yang telah memberi support kepada penulis dan dengan canda tawa. Semoga Allah memberikan balasan terindah.

8. Someone teman special mencari dan menunggu inaspirasi, Terimakasih atas pengertian dan motivasinya.

9. Sahabat-sahabat tersayang; Dofir, Rafli, Malkan, E-bot, Hanafie, Hadie, Emon, Teh Min, Sukron, dan Ruri (terimakasih atas kebersamaannya selama ini), serta semua teman-teman Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2003, kelas A dan B terima kasih atas kebersamaannya, dukungan, bantuan dan motivasinya. Tiada hal terindah kecuali mengenang masa kita berjuang bersama di kampus.

Akhirnya, segala kebenaran hanya milik-Nya, semoga skripsi ini membawa manfaat bagi khalayak ramai dan akademisi dan senantiasa Allah membalas jasa kebaikan mereka di atas dengan balasan yang setimpal. Amin ya rabb al-„Alamin.

Jakarta, Februari 2011


(9)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 7

BAB II : LANDASAN TEORITIK, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teoritik ... 9

1. Belajar dan Pembelajaran Metematika ... 9

a. Pengertian Belajar ... 9

b. Teori Belajar ... 12

c. Pengertian dan Karekateristik Matematika ... 16

d. Metode Ekspositori ... 19

e. Hasil Belajar Matematika ... 21

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 24

2. Media dan Alat Peraga ... 25

a. Alat Dakon Secara Umum ... 29

b. Aplikasi Dakon dalam Pembelajaran Matematika ... 31

3. Konsep FPB dan KPK ... 33


(10)

iv

B. Kerangka Berfikir ... 35

C. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Metode Penelitian ... 38

C. Populasi dan Tehnik Pengambilan Sampel ... 39

D. Variabel Penelitian ... 39

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 40

F. Teknik Analisis Data ... 46

G. Hipotesis Statiistik ... 49

BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 50

B. Pengujian Hipotesis ... 57

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 61

D. Keterbatasan Penelitian ... 62

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(11)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Langkah-langkah Pembelajaran Metode Ekspositori ... 20

Tabel 2 Desain Penelitian ... 38

Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 40

Tabel 4 Interpretasi Tingkat Reabilitas Instrumen ... 44

Tabel 5 Interpretasi Nilai P ... 45

Tabel 6 Interpretasi Nilai D ... 46

Tabel 7 Hasil Uji Validitas, Indeks Kesukaran dan Daya Pembeda Soal ... 50

Tabel 8 Statistik Deskriftif Kelas Eksperimen ... 53

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 53

Tabel 10 Statistik Deskriftif Kelas Kontrol ... 55

Tabel 11 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 55

Tabel 12 Paparan Hasil Belajar Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57

Tabel 13 Hasil Uji Normalitas data dengan UjiLiliefors ... 58

Tabel 14 Hasil Uji Homogenitas data dengan Uji Fisher ... 59

Tabel 15 Hasil Uji Hipotesis Dengan Statistik Uji ‟t‟ ... 60

Tabel 16 Nilai tes hasil belajar kelas eksperimen dan kontrol ... 104

Tabel 17 Validitas tes hasil belajar mateatika ... 105

Tabel 18 Perhitungan stanndar deviasi uji validitas ... 106

Tabel 19 Perhitungan hasil validitas instruen tes ... 107

Tabel 20 Perhitungan reabilitas instrumen tes ... 110

Tabel 21 Pehitungan daya pembeda soal kelas atas ... 112

Tabel 22 Pehitungan daya pembeda soal kelas bawah ... 113


(12)

vi

Tabel 24 Hasil perhitungan indeks kesukaran instrumen tes ... 116 Tabel 25 Pehitungan uji normalitas kelompok eksperimen ... 124 Tabel 26 Pehitungan uji normalitas kelompok kontrol ... 125 Tabel-tabel lainnya


(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Papan Dakon Secara Umum ... 30 Gambar 2 Papan Dakon pada Penelitian ... 31 Gambar 3 Bagan Kerangka Berfikir ... 36 Gambar 4 Histogram Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Matematika Siswa

Kelas Eksperimen ... 54 Gambar 5 Histogram Frekuensi Nilai Tes Hasil Belajar Matematika Siswa


(14)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen ... 67

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 95

Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar ... 100

Lampiran 4 Instrumen Tes Hasil Belajar ... 101

Lampiran 5 Kunci Jawaban Instrumen Tes Hasil Belajar ... 103

Lampiran 6 Nilai Tes Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 104

Lampiran 7 Perhitungan Validitas Instrumen Tes ... 105

Lampiran 8 Perhitungan Reabilitas Instrumen Tes ... 110

Lampiran 9 Perhitungan Daya Pembeda Instrumen Tes ... 112

Lampiran 10 Perhitungan Indeks Kesukaran Instrumen Tes ... 116

Lampiran 11 Perhitungan Data Statistik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 118

Lampiran 12 Perhitungan Uji Normalitas Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 124

Lampiran 13 Perhitungan Uji Homogenitas Data Kedua Kelompok ... 126

Lampiran 14 Perhitungan Uji Hipotesis Penelitian ... 127


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan, dimana berbagai permasalahan tersebut hanya dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang membangun. Dengan pembangunann Indonesia diharapkan dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang sudah maju. Untuk melaksanakan pembangunan diperlukan sumber daya manusia yang cerdas dan terampil dibidangnya masing-masing. Kecerdasan dan ketrampilan tersebut dapat dikembangkan melalui pendidikan.

Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara, dan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Perwujudan masyarakat berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi objek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang kreatif, mandiri, dan profesional dibidangnya masing-masing.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Berbagai upaya dilakukan seseorang untuk mendapatkan pendidikan. Dengan pendidikan seseorang akan mendapat ilmu pengetahuan.


(16)

Dengan ilmu pengetahuan manusia akan berkembang menuju kematangan. Dalam pandangan islam terdapat perbedaan antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Sesuai dengan firman Allah SWT:

....

ْ ُ

ْ َ

يِوَتْسَي

َييِ َا

َووُ َ ْ ََي

َييِ َا َ

َ

َووُ َ ْ ََي

ۗ

اَََِإ

ُ َ َ َتََي

وُا ُأ

ِااَ ْاَْا

٩

Artinya: “… Apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui, sebenarnya hanya orang-orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran”. (QS: Az Zumar: 9)

Ayat di atas mengandung makna motivasi bagi kita semua untuk menuntut ilmu. Dengan ilmu pengetahuan kita akan berbeda dengan yang tidak berpengetahuan dan hanya orang-orang yang mempunyai akal pikiran yang sehat akan menerima pengetahuan. Hal ini berarti betapa pentingnya menuntut ilmu.

Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan bangsa secara keseluruhan.1

Dalam undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dengan tegas dinyatakan bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar siswa secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara."2

1

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Rosda Karya, 2003), edisi revisi, h. 10

2

Anwar Arifin, Memahami Paradikma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-undang Sisdiknas, (Jakarta: Depag RI, 2003), cet. Ke-3, h. 34


(17)

Hal ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan suatu bangsa pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan suatu bangsa.

Strategi pelaksanaan pendidikan dilakukan dalam bentuk kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan. Bimbingan pada hakikatnya adalah bantuan, arahan, motivasi, nasihat, dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi, memecahkan masalah, menanggulangi kesulitan diri sendiri. Pengajaran adalah bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar mengajar antara peserta didik dan guru untuk mengembangkan perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan

Mengenai hal ini, Indonesia merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional Indonesia yang tertulis dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3

Untuk mencapai tujuan pendidikan maka diselenggarakan rangkaian kependidikan secara sengaja, berencana, terarah, berjenjang dan sistematis melalui pendidikan formal seperti sekolah. Di sekolah siswa harus menguasai semua bidang pelajaran salah satunya adalah matematika. Pelajaran matematika diajarkan di setiap jenjang pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang pendidikan menengah. Diberikannya matematika di setiap jenjang pendidikan dengan bobot yang kuat menunjukkan bahwa matematika sebagai salah satu bidang pelajaran yang mempunyai kedudukan yang amat penting.

3


(18)

Pelajaran matematika merupakan pelajaran yang dianggap penting oleh pemerintah, peserta didik menjadikan pelajaran matematika seuatu hal yang tidak menyenangkan. Hal ini diungkapkan oleh Ruseffendi

“…matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan sebagian mata pelajaran yang dibenci.4

Sekolah memuat matematika sebagai mata pelajaran yang harus dikuasai siswa, dalam upaya mengefektifkan pembelajaran matematika dapat dilakukan mulai dari jenjang yang paling bawah yaitu sekolah dasar. Penguasaan matematika di sekolah dasar akan mempengaruhi proses pembelajaran matematika pada jenjang-jenjang berikutnya.

Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang banyak sekali mengandung ide-ide dan konsep-konsep abstrak. Keabstrakan objek dalam matematika inilah yang menyebabkan matematika sulit dipelajari, terutama bagi siswa sekolah dasar. Piaget mengungkapkan siswa sekolah dasar diklasifikasikan masih berada pada tahap operasional kongkrit. Pada tahap ini proses berpikir logis siswa masih didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Siswa masih belum bisa berpikir formal karena orientasinya masih terkait dengan benda-benda kongkrit, namun bukan berarti bahwa matematika tidak dapat diajarkan di sekolah dasar.

Proses belajar mengajar adalah hubungan timbal balik antara siswa dengan guru dan antar sesama siswa dalam proses pembelajaran. Proses belajar mengajar dapat berjalan efektif jika seluruh komponen yang berpengaruh dalam proses tersebut dapat mendukung tercapainya suatu tujuan pembelajaran, seperti siswanya termotivasi, materi pengajarannya menarik, tujuannya jelas dan hasilnya dapat dirasakan manfaatnya. Pencapaian kondisi seperti tersebut di atas tentunya sulit untuk ditemukan dalam suatu proses pembelajaran.

4

Gusni Satriawan, Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, (Jakarta: Camed, 2006), vol 1. h. 102


(19)

Dalam proses pembelajaran seringkali dijumpai adanya kecenderungan siswa yang tidak mau bertanya kepada guru meskipun mereka sebenarnya belum mengerti tentang materi yang disampaikan oleh guru. Masalah ini membuat guru kesulitan dalam memilih metode pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan meteri pelajaran. Setelah guru menyampaikan materi, kemudian guru menanyakan kepada siswa bagian mana yang belum mereka mengerti, seringkali siswa hanya diam dan setelah guru memberikan soal latihan barulah guru mengerti bahwa sebenarnya ada bagian dari materi yang telah disampaikan belum dimengerti oleh siswa.

Strategi yang sering digunakan guru untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam pembelajaran di kelas yaitu dengan mengajak siswa untuk maju kedepan kelas mengerjakan soal. Tetapi strategi ini tidak terlalu efektif walaupun guru sudah berusaha mendorong siswa untuk berpartisipasi. Kebanyakan siswa terpaku menjadi penonton sementara arena kelas dikuasai hanya segelintir orang.

Dalam proses belajar mengajar, perhatian siswa tentang materi yang diberikan guru akan sangat mempengaruhi berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar tersebut. Perhatian siswa yang lebih intensif terhadap materi pelajaran yang diberikan guru akan menyebabkan transfer pengetahuan yang terjadi lebih mudah sehingga diharapkan proses belajar mengajar akan dapat lebih berhasil.

Guru sebagai salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Guru harus mampu menggunakan metode pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Untuk mengatasi dan membantu siswa agar tidak mengalami kesulitan, kejenuhan dan memotivasi belajar siswa, diperlukan proses pembelajaran yang sehat, menyenangkan, dan kompetitif yang menjadikan siswa aktif dan kreatif, yaitu salah satunya adalah dengan alat peraga. Alat peraga merupakan sebuah alat atau perangkat yang digunakan tenaga pendidik (guru) untuk dapat menyampaikan informasi yang diberikannya kepada peserta didik agar tepat dan sesuai dengan tujuan yang


(20)

diharapkan. Alat peraga mempunyai arti penting dalam pembelajaran, karena karena ketidakjelasan dalam pembelajaran dapat terbantu dengan alat peraga. Dengan alat peraga diharapkan dapat menanamkan dan menjelaskan konsep pembelajaran matematika, mengatasi kebosanan siswa, sekaligus meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Matematika merupakan pembelajaran yang penting untuk dipelajari, oleh karena itu matematika diajarkan sejak usia sekolah dasar. Upaya yang dilakukan guru untuk membantu siswa menguasai materi Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dan Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) salah satunya dengan membuat pohon faktor, tetapi sedikit sekali yang menggunakan alat peraga. Penggunaan Dakon diharapkan dapat memotivasi siswa belajar matematika dan agar siswa lebih menyukai belajar matematika, karena dakon merupakan alat bermain tradisional yang biasa digunakan siswa. Hal ini akan mempermudah guru untuk meningkatkan penguasaan materi siswa pada pokok bahasan KPK dan FPB.

Berdasarkan uraian di atas yang dapat dijadikan latar belakang masalah, maka penulis terdorong untuk membahasnya dalam sebuah skripsi dengan judul “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Dakon Terhadap Hasil Belajar Matematika”.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang timbul antara lain:

1. Apakah penggunaan alat peraga dakon dapat meningkatkan hasil beajar matematika pada pokok bahasan KPK dan FPB?

2. Bagaimana hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan alat peraga dakon?

3. Apakah terdapat perbedaan rata-rata antara hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan alat peraga dakon dengan yang tidak diajarkan menggunakan alat peraga dakon?


(21)

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dibatasi hanya pada beberapa hal, yaitu: 1. Alat peraga yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu alat peraga dakon

yang terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang, biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik. Pada papan dakon terdapat 16 buah lobang yang terdiri atas 14 lobang kecil yang saling berhadapan dan 2 lobang besar di kedua sisinya, lalu dimodifikasi oleh peneliti menjadi terbuat dari tripleks sepanjang sekitar 100 sentimeter dan lebar 25 sentimeter. Di badan tripleks itu terdapat 75 lubang kecil yang terbagi menjadi tiga baris menjadi 25 lubang pada setiap baris. Alat peraga dakon ini untuk mempermudah siswa dalam menguasai materi KPK dan FPB.

2. Hasil belajar matematika yang dimaksud adalah hasil belajar kognitif yaitu setelah siswa diberikan pembelajaran dengan alat peraga dakon lalu siswa diberikan tes untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan KPK dan FPB.

3. Pokok bahasan pada penelitian ini adalah materi FBP dan KPK yang diajarkan pada siswa sekolah dasar kelas IV.

D. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah hasil belajar matematika yang diajar dengan alat peraga dakon lebih tinggi daripada hasil belajar matematika siswa yang diajar tanpa alat peraga dakon pada pokok bahasan KPK dan FPB.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui kualitas peningkatan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga dakon dan siswa yang diajar tanpa menggunakan alat peraga dakon.


(22)

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa;

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan memotivasi serta mengatasi kejenuhan siswa dalam proses belajar.

2. Bagi guru;

Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan mengenai alat peraga dalam pengajaran matematika sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, serta menjadikan pembelajaran matematika lebih efektif dan menyenangkan.

3. Bagi sekolah;

Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan yang baik pada sekolah itu sendiri dan sekolah lain pada umumnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

4. Bagi pembaca khususnya mahasiswa;

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu kajian yang menarik yang perlu diteliti lebih lanjut dan lebih mendalam.


(23)

9

BAB II

LANDASAN TEORITIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Landasan Teoritik

1. Belajar dan Pembelajaran Matematika a. Pengertian Belajar

Proses tentang belajar sebagai proses psikologis, terjadi di dalam diri seseorang dan karena itu sukar diketahui dengan pasti bagaimana terjadinya. Karena proses itu kompleks, maka timbullah berbagai pendapat. Menurut Hirlgrad ia mengatakan bahwa:

Belajar adalah proses melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh daktor-faktor yang tidak termasuk latihan, misalnya perubahan karena mabuk, minum, atau ganja bukan termasuk hasil belajar.5

Seseorang dikatakan belajar jika ia telah melakukan serangkaian kegiatan. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar. Perubahan ini dapat mengarah kepada perubahan ke arah yang baik dan ke arah yang kurang baik. Walaupun demikian diharapkan seseorang memiliki tingkah laku yang lebih baik dalam arti yang positif. Berkaitan dengan tingkah laku Slameto mengungkapkan salah satu ciri perubahan tingkah laku dalam belajar adalah perubahan yang bersifat positif dan aktif.6

Para ahli banyak mengungkapkan tentang defenisi belajar. Menurut Ngalim Purwanto dalam buku Psikologi Pendidikannya terdapat beberapa pendapat tentang pengertian belajar, diantaranya :

5

Nasution, Didaktif Asas-Asas Mengajar, (Bandung: Jemmar, 2000), h. 35

6

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineke Cipta, 2003), cet. Ke-4 h. 3


(24)

a) Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning

mengemukakan bahwa ”belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya

kelelahan, pengaruh obat, dan lain sebagainya).”

b) Gagne dalam buku The Educational of Learning menyatakan

bahwa ”belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama

dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance) berubah dari waktu ke waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi

tadi.”

c) Morgan dalam bukunya Introductional of Psychology menyatakan bahwa ”belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalm tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau

pengalaman.”

d) Withearingthon dalam bukunya Educational Psychology mengemukakan bahwa ”belajar adalah suatu perubahan di dalam

kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,

kepandaian, atau suatu pengertian.”7

Dalam belajar siswa mengerahkan segala kemampuan yang ia miliki agar dapat memahami materi yang diberikan. Siswa tidak hanya menerima hal-hal baru yang sebelumnya tidak ia ketahui tetapi dapat pula berupa pendalaman materi. Sedangkan menurut Alisub Sabri, "Belajar adalah proses perubahan tingkah sebagai akibat pengalaman

7

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), h. 84


(25)

atau latihan."8 Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu yakni mengalami.

Timbulnya keanekaragaman pendapat para ahli tersebut adalah fenomena perselisihan yang wajar karena adanya perbedaan sudut pandang. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan secara umum bahwa pada dasarnya belajar adalah proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang, perubahan itu dapat berupa sesuatu yang akan terlihat nyata atau yang masih tersembunyi, dapat berupa pengetahuan, ketrampilan, kemampuan dan sikap yang lebih baik, dan perubahan yang terjadi berlaku dalam tempo yang relatif lama dan disertai usaha.

Dengan beberapa pengertian di atas, maka belajar sesungguhnya memiliki fungsi penentu, dalam hal ini, belajar akan berfungsi sebagai penentu atau sebab terjadinya perkembangan (couses of development).9 Dengan adanya belajar, maka potensi psikologi mental anak akan dapat berkembang pula. Sedangkan unsur-unsur yang terkait dalam proses belajar terdiri dari motivasi siswa, bahan ajar, sarana belajar, suasana serta kondisi belajar.

Belajar merupakan proses dasar dari pada perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil belajar. Kita pun bekerja menurut apa yang sudah kita pelajari. Belajar merupakan suatu proses dan bukan suatu hasil. Oleh karena itu belajar berlangsung secara aktif dan interaktif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai sebuah tujuan.

8

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-2, h. 62

9


(26)

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

a) Faktor-faktor individual

Yang dimaksud dengan individual di sini adalah segala hal ada pada diri organism itu sendiri. Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi.

b) Faktor-faktor sosial

Faktor social yang dimaksud di sini adalah faktor yang diluar individu, antara lain: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi social.10

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan untuk melakukan berbagai perubahan dalam mencapai suatu tujuan khususnya kepada perubahan yang baik berdasarkan pengalaman dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

b. Teori Belajar

Teori belajar merupakan hal yang penting dalam pembelajaran, yaitu sebagai dasar untuk menindaklanjuti pembelajaran yang lebih baik lagi. Ada beberapa teori belajar yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini, diantaranya adalah:

1) Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Ada beberapa aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.11 Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya

10

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,…, h. 102

11

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), Edisi Revisi, h. 60


(27)

diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Proses belajar mengajar matematika di sekolah umumnya disampaikan secara abstrak, padahal untuk siswa kelas rendah sekolah dasar belum mampu untuk berpikir abstrak sepenuhnya. Proses berfikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berfikir intelektual konkrik ke berfikir intelektual abstrak.

Tahapan-tahapan perkembangan kognitif menurut piaget adalah sebagai berikut:

1. Tahap sensorimotor: (0 – 2 tahun)

Karakteristik periode ini merupakan gerakan gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba objek-objek. Anak belum mempunyai kesadaran adanya konsep yang tetap. Jadi bila objek itu disembunyikan, maka anak tidak akan mencarinya lagi, maka akhir periode ini anak akan menyadari bahwa objek yang disembunyikan masih ada sehingga ia akan mencarinya. 2. Tahap Pra-Operasional: (2 – 7 tahun)

Operasional yang dimaksud adalah suatu proses berfikirlogis dan aktifitas mental, bukan aktifitas sensorik motorik. Pada periode ini anak di dalam berfikir tidak didasarkan kepada keputusan logis, melainkan didasarkan kepada keputusan yang dilihat seketika. Periode ini sering disebut juga periode pemberian simbol-simbol, misalnya suatu benda diberi nama (simbol), anak masih tergantung kepada kontak langsung


(28)

dengan lingkungannya, tetapi pada akhirnya anak mulai memanipulasi dengan benda-benda disekitarnya.

3. Tahap operasi kongkrit: (7 – 11/12 tahun)

Pada periode ini anak memperoleh pengalaman melalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensorik (koordinat alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu pada dirinya, ini berarti pada suatu objek itu ada bila tampak ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kmudian menghilang dari pandangan.

4. Tahap operasi formal: (11/12 tahun keatas)

Periode operasi formal disebut operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual. Anak-anak sudah dapat memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak symbol atau gagasan dalam pikirannya, anak juga dapat mengoprasikan argument-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empiric.12

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

a. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.

b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

12


(29)

e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.13

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa teori belajar menurut Pieget adalah belajar harus sesuai dengan perkembangan usia anak dari kecil sampai dewasa, sehingga metode serta alat peraga yang digunakan pun harus sesuai dengan perkembangan usia dan mental anak didik.

b. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.14 Ada delapan prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1. Manusia bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga fisik, emosional, sosial dan sebagainya.

2. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan. Seseorang belajar jika ia berbuat dan bertindak sesuai dengan apa yang dipelajarinya.

3. Manusia berkembang secara keseluruhan dari sejak masa fetus ssampai masa dewasa. Dalam fase perkembangan manusia senantiasa lengkap yang berkembang segala aspeknya.

4. Belajar adalah perkembangan ke arah diferensiasi yang lebih luas 5. Belajar hanya akan berhasil jika tercapai kematangan untuk

memperoleh pemahaman (insight).

6. Belajar tidak mungkin terjadi tanpa adanya kemauan dan motivasi untuk belajar

13

Arie Asnaldi, Teori-Teori Belajar Proses Perubahan Tingkah Laku dan Belajar, diambil dalam http://asnaldi.multiply.com/journal/item5Diakses pada 04 Januari 2011

14


(30)

7. Belajar akan berhasil jika ada tujuan yang mengandung arti bagi individu

8. Dalam proses belajar anak itu harus senantiasa merupakan organisme yang aktif, bukan ibarat suatu bejana yang harus diisi.15

Dari definisi di atas disimpulkan bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, dalam belajar materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

c. Pengertian dan Karakteristik Matematika

Istilah Matematika berasal dari kata latin "mathematica" yang berasal dari bahasa Yunani "mathematike", yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata "mathema" yang artinya pengetahuan atau ilmu. Perkataan "mathematike" berkaitan pula dengan kata "mathanein" yang mengandung arti belajar (berpikir)”.16

E. Lea Tirssih (1972:5) seperti yang dikutip oleh Erman Suherman, secara etimologis matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.17 Dalam kamus besar bahasa indonesia, mathematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan-bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.18

Berpijak pada uraian tersebut, menurut Sumardyono (2004:28) secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:

1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir.

Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai

15

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan,, …, h. 74

16

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer, (Jakarta: UPI, 2001), h. 17

17

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran…, h.16

18

Pusat Bahasa , diambil dalam: http://pusatbahasa.diknas.go.id/kkbi/indeks.php, diakses pada: 3 Februari 2011


(31)

sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).

2. Matematika sebagai alat (tool). Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

3. Matematika sebagai pola pikir deduktif. Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).

4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking). Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.

5. Matematika sebagai bahasa artifisial. Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.

6. Matematika sebagai seni yang kreatif. Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni berpikir yang kreatif.19

Herman Hudojo menyatakan bahwa: “matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya dedukti, sehingga belajar matematika itu merupakan

kegiatan mental yang tinggi.”20

Metode yang digunakan adalah

19

http://masthoni.wordpress.com/2009/07/12/melihat-kembali-definisi-dan-deskripsi-matematika/

20


(32)

eksperimen penalaran induktif dan penalaran deduktif.21 Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan dari kasus-kasus khusus. Penalaran deduktif adalah penalaran dari kasus yang umum ke khusus.

Pembelajaran matematika adalah proses yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan siswa melaksanakan kegiatan belajar matematika.22 Pembelajaran umum matematika, yang dirumuskan oleh National Council of Teachers Mathematics atau NCTM (2000) menggariskan, peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatiif dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran matematika tidak sekedar membuat anak pandai menghitung. Lebih dari itu, bertujuan agar anak menjadi kritis, kreatif dan mempunyai sikap positif.

Sedangkan tujuan pembelajaran matematika di sekolah mengacu kepada fungsi matematika serta kepada tujuan pendidikan nasional bahwa tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi 2 hal, yaitu:

a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan tingkah keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, dan jujur.

21

http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/06/14/tujuan-pembelajaran-matematika/

22


(33)

b. Mempersiapkan siswa agar menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.23

Dalam pembelajaran matematika agar mudah dimengeri oleh siswa proses penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran dan kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki siswa.

d. Metode Ekspositori

Metode adalah cara, yang fungsinya merupakan untuk mencapai tujuan. Dalam mengjara, seorang pengajar dituntut untuk dapat memilih metode yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Selain itu pengajar juga harus mengatahui kelebihan dan kelemahan dari masing-masing metode. Ada beberapa metode mengajar matematika. Salah satunya adalah metode ekspositori.

Metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan.24

Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan terhadap guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang karena tidak terus menerus berbicara. Guru berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja.

Pada metode ekspositori siswa belajar lebih aktif dari pada dari pada metode ceramah. Siswa mengerjakan latihan soal sendiri,

23

Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran …, h.56 24


(34)

mungkin juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya atau diseuruh membuatnya di papan tulis.25

Metode ekspositori merupakan suatu cara untuk menyampaikan ide/gagasan atau memberikan informasi dengan lisan dan tulisan. Secara sepintas terlihat metode ini hampir sama dengan metode ceramah, karena pusat kegiatan masih terletak pada guru. tetapi sebenarnya dalam metode ini dominasi guru sudah berkurang. Pada metode ini, bukan hanya guru yang aktif, siswa diharapkan aktif bertanya dalam masa penjelasan secara lisan maupun tulisan, selain itu setelah guru menjelaskan siswa langsung dilibatkan untuk mengerjakan latihan.

Dalam kegiatan ini mungkin siswa bisa saling bertanya, mengerjakan soal latihan bersama-sama dengan temannya dan mungkin juga seorang siswa diminta mengrjakan di papan tulis. Saat kegiatan siswa mengerjakan latihan itu, guru memeriksa jawaban siswa secara individual, atau bahkan member penjelasan ulang pada siswa yang merasa kurang jelas atau kurang mengerti.

Jika dilihat dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode ekspositori adalah penggabungan beberapa metode, yaitu metode ceramah, metode Tanya jawab, dan metode pemberian tugas.

Berikut ini adalah contoh langkah-langkah kegiatan belajar mengajar yang menggunakan metode ekspositori:

Tabel 1

Langkah-langkah Pembelajaran Metode Ekspositori

No Langkah Jenis kegiatan belajar mengajar

1 2

Persiapan Pelaksanaan

1. Menciptakan kondisi belajar siswa 2. Penyajian, tahap guru menyampaikan

bahan pelajaran

3. Asosiasi/komparasi, artinya member

kesempatan pada siswa untuk

menghubungkan dan membandingkan materi ceramah yang diterimanya

25


(35)

3

Evaluasi

melalui Tanya jawab (metode Tanya jawab)

4. Generalisasi / kesimpulan, memberikan tugas kepada siswa untuk membuat kesimpulan melalui hasil ceramah 5. Mengadakan penilaian terhadap

pemahaman siswa mengenai bahan yang telah diterimanya, melalui tes lisan dan tulisan atau tugas lain26

e. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar merupakan tolak ukur berhasil atau tidaknya seorang subyek didik dalam menyelesaikan program belajar yang dibebankan kepada siswa, sehingga terlihat adanya perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Dalam hal ini penentu baik atau tidaknya hasil belajar siswa adalah siswa itu sendiri, karena siswalah yang bertanggung jawab terhadap komitmen dirinya menjalani proses belajar dari gurunya, hasil belajar dapat diukur melalui tes dalam bentuk nilai atau diamati dengan jalan membandingkan sebelum dan sesudah belajar.

Ada empat unsur utama dalam proses pembelajaran, yaitu tujuan, bahan, metode, dan alat serta penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses pembelajaran pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya.

Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses pembelajaran agar sampai pada tujuan yang ditetapkan. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak.

26

Syaeful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1996) h. 111


(36)

Untuk mengatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan yang berbeda sejalan dengan filsafatnya. Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khususnya dapat tercapai.27

Hasil belajar adalah merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah melalui kegiatan belajarnya.28 Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris.

Hasil belajar adalah nilai hasil pengajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswa dalam jangka waktu tertentu. Menurut Syaiful Djamarah ketercapaian hasil belajar dapat dikategorikan menjadi beberapa kriteria, yaitu:

1) Istimewa/maksimal, apabila seluruh (100%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

2) Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar (76%-99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

3) Baik/minimal, apabila hanya 60%-75% bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.29

Hasil belajar menurut Bloom seperti dikutip oleh Purwanto,

“hasil belajar mencakup pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), danketrampilan (psikomotor).”30

27

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar …, h. 119.

28

Nashar, Peranan Motivasi & Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran, (Jakarta: Delia Press, 2004), h. 77

29

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar …, h. 121.

30

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Tehnik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 24


(37)

Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi 3 ranah, yaitu:31

a. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang tersiri dari 6 aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap yang tersiri dari 5 aspek yakni penerimaan jawaban atau reaksi, peneilaian, organisasi,dan internalisasi.

c. Ranah Psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada 6 aspek yaitu gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretative.

Secara umum tujuan dari pengajaran matematika ialah pencapaian tranfer belajar. Segala upaya dikerahkan agar siswa berhasil menguasai pengetahuan dan ketrampilan matematika untuk memecahkan masalah-masalah, baik pada matematika itu sendiri maupun pada ilmu yang lain.

Biasanya untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa, guru akan memberikan tes yang bervariasi seiring dengan tujuan belajar yang diharapkan. Penggunaan tes ini bertujuan untuk melihat kemajuan belajar siswa dalam hal penguasaan materi pelajaran yang telah dipelajari sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tes ini pula dapat dipergunakan sebagai penilaian diagnostik, formatif, sumatif, serta untuk penentuan tingkat pencapaiana belajar.

Hasil belajar matematika di tingkat sekolah dasar dan menengah umumnya dinyatakan dengan nilai (angka), sehingga siswa yang belajar matematika akan mempunyai kemampuan baru tentang matematika sebagai tambahan dari kemampuan yang telah ada. Hasil

31


(38)

belajar matematika adalah tolak ukur keberhasilan yang dicapai siswa dalam belajar matematika dengan tujuan kognitif, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Sebelum seorang guru menilai hasil belajar siswa dalam penguasaan terhadap mata pelajaran yang ditekuninya, guru tersebut sebaiknya mengukur hasil belajar siswa dalam penguasaan pelajaran tersebut. Kegiatan pengukuran hasil belajar siswa dapat dilakukan antara lain melalui ulangan, ujian, tugas, dan sebagainya.

Dalam proses belajar mengajar guru berusaha semaksimal mungkin agar input yang dalam hal ini berupa mata pelajaran yang disampaikan dapat diproses di dalam kelas dengan pola-pola tertentu, sehingga outputnya adalah peserta didik mendapatkan pemahaman, pemecahan, pengertian, dan kemampuan dalam pemecahan masalah, untuk kemudian bila diperlukan dapat diproduksi kembali.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah segala sesuatu yang dicapai dalam proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sengaja dan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan proses perubahan tingkah laku seseorang terjadi secara bertahap. Dari tahapan tersebut seseorang akan mendapatkan pengalaman yang nantinya akan dijadikan pelajaran dalam mengambil sebuah keputusan. Dari penambahan pengalaman atau latihan inilah maka perubahan tingkah laku pun terjadi dan sifatnya menetap. Perubahan yang terjadi merupakan perubahan secara merata, maksudnya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Hasil belajar merupakan salah satu hal yang dijadikan pusat perhatian dalam dunia pendidikan, karena hasil belajar menentukan tingkat keberhasilan dari proses belajar mengajar.

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain guru, siswa, fasilitas, lingkungan, cara belajar, dan sebagainya. Menurut


(39)

Slameto, faktor-faktor tersebut secara global dapat diuraikan dalam dua bagian yaitu:32

a. Faktor Intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Yang termassuk dalam faktor intern adalah:

a) Faktor jasmani, yaitu kesehatan dan cacat tubuh

b) Faktor psikologis, yaitu meliputi intelegenis, perhatian, minat, bakat, kematangan, dan kesiapan.

b. Faktor Ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, yang termasuk dalam faktor eksternal adalah:

a) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, keadaan ekonomi, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan. b) Faktor sekolah meliputi metode belajar, kurikulum, keadaan

sarana dan prasarana.

c) Faktor masyarakat, meliputi keadaan siswa dalam masyarakat dan teman-teman bergaul.

Dari pembahasan yang dikemukakan di atas, salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sarana berupa alat peraga dalam belajar. Alat peraga merupakan suatu cara yang dapat digunakan untuk membantu aktifitas siswa dalam pencapaian tujuan belajar. Oleh karena itu banyak alat peraga pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru, hal itu tentunya harus disesuaikan dengan kondisi siswa dan situasi yang melingkupunya serta materi yang dipelajarinya.

2. Media dan Alat Peraga

Istilah media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara

harfiah yang berarti “tengah”, perantara atau pengantar.33

Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Sukirman untuk mengirimkan pesan yang berupa mata pelajaran,

32

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 54

33


(40)

guru dapat menggunakan media misalnya berupa gambar, buku, LKS, alat peraga, papan tulis, papan panel, chart, foto, rekaman audio, rekaman audio visual, televisi dan sebagainya.

Sebagaimana yang tertera diatas bahwa media yang digunakan salah satunya berupa alat peraga. Alat peraga adalah sebuah alat atau perangkat yang digunakan tenaga pendidik (guru) untuk dapat menyampaikan informasi yang diberikannya kepada peserta didik agar tepat dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Media pendidikan matematika yang lebih cenderung disebut alat peraga yang penggunaannya dapat didefinisikan sebagai suatu alat peraga yang penggunaanya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran yang telah dituangkan dalam garis besar program pengajaran (GBPP) bidang studi matematika dan bertujuan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar. Post and Reys memberikan ada beberapa syarat yang harus dimiliki alat peraga adalah:

1. Pertimbangan secara peadagogik:

a. Member perwujudan kebenaran alat untuk konsep matematika b. Secara jelas menunjukkan konsep matematika

c. Member motivasi bagi siswa. d. Dapat berfaedah banyak

e. Mejadi dasar tumbuhnya konsep berfikir abstrak 2. Pertimbangan karakteristik alat peraga:

a. Tahan lama

b. Bentuk dan warna menarik c. Sederhana dan mudah dikelola d. Ukuran alat yang sesuai (seimbang) e. Tidak terlalu mahal.34

Suherman menyatakan bahwa fungsi alat peraga adalah:35 1. Proses belajar mengajar termotivasi

34

PPPPT Matematika,, Pembuatan Alat Peraga Sederhana Untuk Pembelajaran matemtaika SD, (Yogyakarta: Diknas, 2009), h. 5

35


(41)

2. Konsep abstrak matematika tersajikan secara konkret sehingga lebih dapat dipahami

3. Hubungan antara konsep abstrak matematika dengan benda-benda di alam sekitar bisa lebih dapat dipahami.

4. Konsep-konsep abstrak yang disajikan dalam bentuk konkret sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru.

Dalam proses belajar mengajar kehadiran alat peraga mempunyai arti penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketiadakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan alat peraga sebagai alat untuk memperagakan selain itu juga disebut sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengn bantuan alat peraga.

Alat peraga dapat mewakili apa yang kurang mampu untuk diucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu, bahkan keabstrakan bahan dapat dikongkritkan dengan kehadiran alat peraga. Dengan demikian, anak didik mudah mencerna bahan pelajaran dengan bantuan alat peraga.

Namun perlu diingat, bahwa peranan alat peraga tidak akan terlihat penggunaannya jika tidak sejalan dengan isi dan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan alat peraga. Manakala hal ini diabaikan, maka alat peraga bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi juga sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efesien.

Untuk lebih jelasnya kita lihat definisi media menurut para ahli: 1. For Education and Communication Technology (AECT),

mendefinisikan alat peraga yaitu segala bentuk yang digunakan untuk suatu proses penyaluran informasi.

2. Education Assosation (NEA) mendefinisikan sebagai benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta instrument yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar


(42)

mengajar dan dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional.36

Untuk membantu peserta didik ke tingkat yang lebih real (nyata) peranan alat peraga dalam pendidikan sangat membantu. Kemampuan guru memilih jenis alat peraga dalam pendidikan sangat menentukan kualitas proses belajar mengajar yang hidup dan aktif di kelas. Sebab peranan guru sangat menentukan keberhasilan belajar anak didiknya.

Media pendidikan yang disebut audiovisual aids (AVA) menurut Encyclopedia of Education Research memiliki nilai sebagai berkut: 1. Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berfikir.

2. Memperbesar perhatian siswa.

3. Membuat pelajaran lebih menetap dan tidak lupa dilupakan.

4. Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan para siswa.

5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontiniu.

6. Membantu tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan kemampuan berbahasa.37

Alat peraga sebagai cara untuk meletakkan cara berfikir kongkrit dalam kegiatan belajar, pengembangannya diserahkan kepada guru. Guru dapat mengembangkan alat peraga sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini, akan terkait dengan kecermatan seorang guru dalam memahami kondisi psikologi siswa, tujuan metode, kelengkapan alat bantu. Kesesuaian dan keterpaduan dari semua ini akan sangat mendukung pengmbangan alat peraga.

Kegagalan seorang guru dalam mengmbangkan alat peraga akan terjadi jika penguasaan terhadap karakteristik alat peraga itu sendiri sangat kurang. Pemamfaatan alat peraga dengan maksud mengulur-ngulur waktu tidak dibenarkan. Karena kegiatan belajar mengajar bukan untuk hal itu. Apabila pemamfaatan alat peraga dengan dalih untuk

36

M. Basyirun Usman, dan Asnawir, Media Pembelajaran, (Jakarta: Delia Citra Utama, 2002), h. 11

37


(43)

memperkenalkan kekayaan sekolah, semua itu tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Karena itu, pemanfaatan alat peraga hanya diharuskan dengan maksud untuk mencapai tujuan pengajaran.

Dari pernyataan di atas disimpulkan bahwa alat peraga berfungsi untuk memperjelas konsep, terutama konsep yang abstrak menjadi bentuk konkret. Selain itu, penggunaan alat peraga dapat dikaitkan dan dihubungkan dengan pemahaman konsep untuk mencapai tujuan dari pembelajaran.

a. Alat Peraga Dakon secara Umum

Dakon atau congklakadalah suatu permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh Indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan sebagai biji dakon dan jika tidak ada, kadangkala digunakan juga biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan.

Di Malaysia permainan ini lebih dikenal dengan nama

congkak dan istilah ini juga dikenal di beberapa daerah di Sumatera dengan kebudayaan Melayu. Di Jawa, permainan ini lebih dikenal dengan nama congkak, dakon, dhakon atau dhakonan. Selain itu di Lampung permainan ini lebih dikenal dengan nama dentuman lamban

sedangkan di Sulawesi permainan ini lebih dikenal dengan nama

Mokaotan, Maggaleceng, Aggalacang dan Nogarata. Dalam bahasa Inggris, permainan ini disebut Mancala.


(44)

Gambar 1 Papan Dakon secara umum

Permainan dakon dilakukan oleh dua orang.38 Dalam permainan mereka menggunakan papan yang dinamakan papan congkak dan 98 (14 x 7) buah biji yang dinamakan biji congkak atau

buah congkak. Umumnya papan dakon terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang, biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik.

Pada papan dakon terdapat 16 buah lobang yang terdiri atas 14 lobang kecil yang saling berhadapan dan 2 lobang besar di kedua sisinya. Setiap 7 lobang kecil di sisi pemain dan lobang besar di sisi kananya dianggap sebagai milik sang pemain.

Pada awal permainan setiap lobang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua orang pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lobang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lobang di sebelah kanannya dan seterusnya.

Bila biji habis di lobang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bisa habis di lobang besar miliknya maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lobang kecil di sisinya. bila habis di lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan. Tetapi

38


(45)

bila berhenti di lobang kosong di sisi lawan maka ia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa. Permainan dianggap selesai bila sudah tidak ada biji lagi yang dapat dimabil (seluruh biji ada di lobang besar kedua pemain). Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak.

b. Aplikasi Dakon dalam Pembelajaran Matematika

Alat peraga dakon ini pertama kali dibuat oleh Slamet, salah seorang pengajar di SD Negeri Tuyuhan, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Alat peraga dakon dalam penelitian ini umumnya agak sedikit berbeda dengan dakon pada umumnya, karna ada beberapa aturan dan cara permainan serta banyaknya kotak saja yang berbeda. Dakon dalam penelitian ini terbuat dari tripleks sepanjang sekitar 100 sentimeter dan lebar 25 sentimeter. Di badan tripleks itu terdapat 75 lubang kecil yang terbagi menjadi tiga baris menjadi 25 lubang pada setiap baris.

Di atas setiap lubang di barisan teratas dituliskan angka 1-25. Adapun di bawah baris terakhir terdapat tiga lubang besar untuk wadah biji dakon yang biasanya dari biji pohon asem, sawo, dan batu kerikil atau kapur. Lubang-lubang itu terbuat dari bekas wadah agar-agar atau jeli, penganan anak-anak.

Gambar 2


(46)

Cara memainkannya adalah dengan meletakkan biji-biji dakon satu per satu di lubang dakon sesuai dengan kelipatan atau perkalian faktor. Syaratnya, siswa harus hafal kelipatan dan perkalian.

Misalnya, untuk menentukan KPK 2 dan 3, siswa harus meletakkan biji dakon sejumlah kelipatan 2 di lubang-lubang baris pertama sesuai nomor lubang dakon dan kelipatan dua, yaitu 2, 4, 6, 8, dan seterusnya. Saat menjabarkan kelipatan 3, siswa menaruh biji dakon di lubang-lubang baris kedua sesuai nomor lubang dakon dan kelipatan 3, yaitu 3, 6, 9, 12, dan seterusnya. Dari baris lubang pertama dan kedua, siswa bisa menentukan KPK dengan melihat biji dakon yang letaknya satu kolom atau berada pada nomor lubang dakon yang sama.

Misalnya, untuk menentukan FPB 12 dan 18, siswa harus meletakkan biji dakon sesuai factor 12 di lubang-lubang baris pertama sesuai nomor lubang dakon dan factor dua belas, yaitu 1, 2, 3, 4, 6,12. Saat menjabarkan factor 18, siswa menaruh biji dakon di lubang-lubang baris kedua sesuai nomor lubang-lubang dakon dan factor 18, yaitu 1, 2, 3, 6, 9, 18. Dari baris lubang pertama dan kedua, siswa bisa menentukan FPB dengan melihat biji dakon yang letaknya satu kolom atau berada pada nomor lubang dakon yang sama dan yang terbesar.

Siswa dapat menggunakankan dakon dengan cara kompetisi antar kelompok maupun antar perorangan, dengan aturan menggunakan dakon serperti tertera di atas. Misalnya siswa dibagi kepada beberapa kelompok, hal ini dikarenakan terbatasnya alat peraga dakon, dalam satu kelompok terdiri dari 4 (empat) orang.

Kompetisi dibagi dalam dua sesi, sesi pertama siswa dua orang dalam tiap-tiap kelompok, lalu mereka diberikan soal yang berkaitan dengan KPK dan FPB, kelompok yang tercepat dan benar dalam menjawab soal adalah pemenangnya, lalu diambil beberapa kelompok yang tercepat yang akan dikompetisikan dengan sesi kedua. Begitu pula dengan sesi kedua yang tercepat dan benar menjawab soal adalah


(47)

pemenangnya. Kemudian pemenang sesi pertama dan sesi kedua dikompetisikan, yang tercepat dan benar dalam menjawab soal adalah pemenangnya.

3. Konsep Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dan Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)

Kelipatan suatu bilangan merupakan himpunan bilangan-bilangan asli yang habis oleh bilangan tersebut. Sedangkan Mulyana mengemukakan bahwa suatu bilangan cacah X merupakan kelipatan dari suatu bilangan cacah P, jika X diperoleh dari mengalikan dengan bilangan cacah lainnya.39 Retnowati mengatakan bahwa: suatu bilangan a dikatakan kelipatan b, jika a merupakan hasil perkalian b dengan bilangan asli.40 Sebagai contoh himpunan kelipatan 2 adalah {2, 4, 6, 8, 10} himpunan kelipatan dari 4 adalah {4, 8, 14, 16, . . . .}.

Kelipatan persekutuan adalah himpunan irisan dari himpunan-himpunan kelipatan. Mulyana mengemukakan himpunan-himpunan dari semua kelipatan persekutuan dari dua bilangan atau lebih. Heri Retnowati berpendapat bahwa: kelipatan persekutuan adalah kelipatan yang sama-sama dimiliki oleh dua bilangan. Misalnya dari himpunan kelipatan persekutuan 2 dan 4 adalah {4, 8, 12, . . .} dari himpunan itu anggota terkecilnya adalah 4.

Dari pernyataan-pernyataan diatas, maka kelipatan persekutuan terkecil (KPK) adalah anggota terkecil dari himpunan kelipatan persekutuan. Dengan kata lain bahwa KPK adalah bilangan terkecil dari anggota himpunan persekutuan.

Faktor suatu bilangan adalah himpunan bilangan-bilangan yang habis membagi bilangan tersebut. Mulyana mengatakan bahwa faktor suatu bilangan adalah semua bilangan asli yang merupakan pembagi atau hasil

39

Mulyana, Rahasia Matematika, (Surabaya: Edutama Mulya, 2000), h. 87

40


(48)

bagibilangan tersebut sehingga hasilnya nol.41 Retnowati berpendapat bahwa faktor dari suatu bilangan adalah bilangan-bilanga yang dapat membagi habis bilangan tersebut.42 Misalnya himpunan faktor 12 adalah {1, 2, 3, 4, 6, 12} himpunan faktor 18 adalah {1, 2, 3, 6, 9, 18}.

Faktor persekutuan menurut Mulyana adalah faktor yang didapatkan dari faktor-faktor dua bilangan yang diketahui.43 Maka faktor persekutuan dari 12 dan 18 adalah irisan dari himpunan faktor 12 dan 18 yaitu 1, 2, 3, 6 dimana 6 adalah faktor persekutuan terbesar (FPB).

Dalam menentukan FPB dan KPK bilangan-bilangan besar dapat dengan menguraikan faktor-faktor primanya. Misalnya faktor prima dari 12 adalah 2 dan 3 karena 12 = 2 x 2 x 3, sedangkan faktor prima dari 18 adalah 2 dan 3 karena 18 = 2 x 3 x 3 KPK dapat dihitung dari 2 x 2 x 3 x 3 = 36 dan FPB dari n dihitung dari 3 x 2 = 6.

4. Hasil penelitian yang relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan yang telah dilakukan oleh para peneliti tentang penggunaan metode permainan dalam pembelajaran matematika, diantaranya yaitu:

1. Siti Rachmawati dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh alat peraga papan buletin terhadap hasil belajar matematika. Dari hasil penelitiannya didapat bahwa ttabel = 1,68 dan thitung = 2,14 jadi thitung ≥ ttabel, maka terima Ha = µ1≥ µ2, sehingga dapat disimpulkan bahwa alat peraga berpengaruh untuk meningkatkan hasil belajar matematika. 2. Fathul Hakim dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh alat peraga

Papan Cuisinaire terhadap Hasil Belajar perkalian dan pembagian. Dari hasil penelitiannya didapat bahwa ttabel = 1,671 dan thitung = 1,98 jadi thitung ≥ ttabel, maka terima Ha = µ1 ≥ µ2, sehingga dapat disimpulkan bahwa papan Cuisenaire berpengaruh untuk meningkatkan hasil belajar matematika.

41

Mulyana, Rahasia Matematika…, h. 85

42

Heri Retnowati, Matematika Untuk SD…, h. 39

43


(49)

B. Kerangka Berpikir

Belajar merupakan usaha ynag dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sehingga dengan interaksi itu terjadi perubahan-perubahan yang tertanam dalam sikap perilakunya. Belajar dan pembelajaran adalah aktivitas di mana guru dan siswa saling berinteraksi. Dalam proses yang terjadi di kelas melibatkan siswa yang beragam dengan latar belakang dan sifat pembawaan individu yang berbeda-beda. Keanekaragaman tersebut yang mengakibatkan adanya perbedaan kecepatan dari setiap siswa dalam menerima dan memahami suatu materi pelajaran.

Oleh karena itu, perkembangan kognitif siswa SD pada umumnya berada pada tahap berpikir konkrit, di mana siswa pada usia 7-12 tahun yang menghadapi kesulitan untuk menerapkan proses intelek formal menjadi simbol-simbol verbal dan ide-ide abstrak. Siswa sudah mulai belajar menggunakan intelek mereka untuk memanipulasi objek-objek konkrit. Cara berpikir seperti ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan diantaranya struktur dan organisasi pada periode ini diorientasikan ke objek-objek atau peristiwa yang dialami langsung oleh siswa.

Alat peraga digunakan dalam rangka membantu siswa untuk memahami konsep matematika yang abstrak, dengan menggunakan alat peraga dalan pengajaran matematika dapat memberikan hasil yang lebih baik, karena siswa terlibat dalam keadaan fisik dan mental yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar. Alat peraga dakon diharapkan dapat menciptakan matematika lebih konkret dan memotivasi siswa dalam belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dakon atau congklak merupakan mainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak usia sekolah dasar. Dalam penelitian dakon dimodifikasi sedemikian rupa agar tampak lebih menarik, memiliki warna yang cerah, dan lubang congklak lebih banyak agar siswa lebih tertarik dalam belajar. Dakon dimodifikasi sedemikian rupa agar dapat disesuaikan dengan tujuan pembelajaran


(50)

matematika yaitu pada pokok bahasan KPK dan FPB pasa Siswa Sekolah Dasar.

Guru memegang peranan penting yang mempengaruhi keberhasilan siswa. Oleh karena itu, guru harus mampu menciptakan situasi dan kondisi yang akan membantu meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses belajar mengajar. Guru juga harus bisa memilih dan menggunakan alat peraga yang cocok untuk materi pelajaran yang akan diajarkan.

Gambar 3

Bagan Kerangka Berfikir

Pembelajaran Matematika

Kesulitan Belajar Matematika

Berbagai Metode dan Alat Peraga

Metode Ekpositori Dengan Alat peraga Dakon Metode Ekspositori Tidak

menggunakan alat peraga

abstrak

Tidak ada alat

peraga

Kurang menyenangkan

Lebih kongkrit

alat peraga

dakon

menyenangkan


(51)

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

“Hasil belajar matematika yang diajar dengan menggunakan alat peraga dakon lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang diajar dengan tanpa menggunakan alat peraga dakon


(52)

38

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang dipilih sebagai lapangan penelitian adalah Madrasah Ibtidaiyah Nurul Falah yang beralamat di Jalan Sukamandi No. 09 Kecamatan Neglasari Kota Tangerang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2011 pada semester genap tahun ajaran 2010/2011

B. Metode Penelitian

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian quasi eksperimen. Dalam pelaksanaan penelitian ini, sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Yang dipilih sebagai kelompok eksperimen adalah kelas IV A yang berjumlah 25 siswa dan kelas IV B yang berjumlah 25 siswa sebagai kelompok kontrol. Kelas eksperimen yaitu kelas yang diajar dengan menggunakan media alat peraga, sedangkan kelas kontrol yaitu kelas yang diajarkan dengan tidak menggunakan alat peraga dakon.

Penelitian ini menggunakan Two Group Randomized Subjek Post Tes Only. Rancangan penelitian tersebut digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Test

(R)E X1 Y

(R)K X2 Y

Keterangan:

E : Kelompok Eksperimen K : Kelompok Kontrol


(53)

X2 : Perlakuan dengan tidak menggunakan alat peraga Dakon Y : Tes Akhir

Setelah selesai mempelajari pokok bahasan, kedua kelompok diberi tes yang sama. Hasil tes kemudian diolah sehingga dapat diketahui apakah hasil belajar matematika kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada hasil kelompok kontrol.

C. Populasi dan Tekhnik Pengambilan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek peneliti dalam penelitian ini ppopulasinya adalah kelas IV MI Nurul Falah Tangerang, yang terdaftar pada semester genap tahun ajaran 2010/1011.

Sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah sebagian atau wakil yang diteliti. Sampel ini diambil dari populasi terjangkau dengan teknnik

Cluster Random Sampling, yaitu 2 kelas dari 4 kelas yang ada. Siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Nurul Falah yang diambil dua kelas berjumlah 50 siswa yang terbagi atas dua kelas yaitu kelas A dan kelas B. Penempatan siswa pada kelas IV tersebut dilakukan secara acak oleh pihak sekolah tanpa didasarkan atas ranking atau nilai. Maka diasumsikan bahwa setiap kelas pada kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Nurul Falah ini merupakan kelas yang relatif homogen, namun untuk lebih jelasnya, penulis tetap melakukan uji homogenitas.

D. Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.44

1. Variabel bebas (X)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi. Disebut juga variable penyebab atau independent variable. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah alat peraga dakon.

44

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2002), Edisi Revisi, h. 96.


(54)

2. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat adalah variable yang dipengaruhi. Disebut juga variable akibat atau dependent variable. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika.

E. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah tes objektif yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar. Tes yang akan dilakukan berupa post test. Kelompok eksperimen dan kelompok control akan mendapatkan tes yang sama.

Tes yang digunakan terdiri dari beberapa soal berbentuk pilihan ganda. Adapun kisi-kisi instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3

Kisi-kisi Instrumen Penelitian

No. Standar Kompetensi

Kompetensi

Dasar Indikator

Nomor

Soal Jumlah

1

Memahami dan menggunaka

n faktor dan kelipatan dalam pemecahan masalah Mendeskripsi kan konsep faktor dan kelipatan

Menentukan kelipatan suatu bilangan

1, 4, 3, 7 4 Menentukan kelipatan

persekutuan dua bilangan

2, 5 2

Menentukan bilangan yang habis dibagi 2, 3, 4, dan 5

8, 26 2

menentukan faktor suatu bilangan

6, 9 2

Menentukan faktor

persekutuan dua bilangan

11, 16, 25

3 Mengenal bilangan prima

menurut sifatnya


(55)

No. Pokok Bahasan

Sub Pokok Bahasan

Indikator Nomor

Soal Jumlah

2 Menentuk an kelipatan persekutua n terkecil (KPK) dan faktor persekutua n terbesar (FPB) Menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan satu angka

15, 27 2

Menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari bilangan satu angka dan dua angka

17, 18, 29

3

Menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan dua angka

12, 23 2

Menentukan faktor

persekutuan terbesar (FPB) dan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan

10, 21, 24, 28

4

Memecahkan masalah yang berkaitan dengan KPK dan FPB

19, 20, 22, 30

4

Jumlah 30

Sebelum digunakan soal tersebut diuji coba untuk mengetahui apakah soal tersebut memenuhi persyaratan validitas, reabilitas, analisis tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal.

1. Pengujian Validitas

Pengujian validitas digunakan untuk mengetahui apakah soal itu valid atau tidak. Sebuah tes dikatakan valid apabila tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur.45 Sebelum validitas secara empiris terlebih dahulu tes ini dinilai dari segi isi dengan menggunakan validitas isi yang berarti tes tersebut disusun sesuai materi pelajaran yang dievaluasi.

Teknik yang digunakan untuk mengetahui tes adalah teknik korelasi Point Biserial. Teknik korelasi ini merupakan teknik korelasi

45

Suharsimi arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005) Edisi revisi, h. 65.


(56)

yang digunakan untuk mencari korelasi antar dua variable, variable I berbentuk variable kontinum yaitu skor hasil tes dan variable II berbentuk variable diskrit murni yaitu betul dan salahnya peserta dalam menjawab tes. Dalam penelitian ini digunakan uji validitas per butir soal dengan menggunakan rumus korelasi point bisereal, dengan rumus:46

rpbi

q p SDt

Mt Mp 

Keterangan:

rpbi = koefisien korelasi point biserial yang dianggap koefisien validitas item

Mp = skor rata-rata hitung yang jawab benar oleh peserta tes

Mt = Skor rata-rata total yang dicapai oleh seluruh peserta tes

SDt = Standar deviasi

p = Proporsi siswa yang menjawab benar terhadap butir item

q = Proporsi siswa yang menjawab salah terhadap butir item (q = 1 – p)

Adapun langkah-langkah dalm melakukan analisis korelasi sebagai berikut:

a) Merumuskan hipotesis nihil (H0) dan hipotesis alternative (Ha) b) Memilih dan menentukan sampel penelitian

c) Memasukkan data yang telah diperoleh dari sampel penelitian kedalam table bantu untuk mencari rata-rata skor peserta tes yang menjawab betul, mean atau rata-rata skor total.

d) Membuat table bantu persiapan mencari standar deviasi

e) Memasukkan data yang telah diperoleh dari sampel penelitian kedalam table bantu untuk koefisien korelasi point biserial.

f) Melakukan uji signifiikansi korelasi dengan uji “t”

46

Anas sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), cet. Ke-6, h. 258


(57)

g) Melakukan interpretasi terhadap koefisien korelasi dengan membandingkan dengan table interpretasi.

Untuk mengetahui valid tidaknya butir soal, maka r hitung dibandingkan dengan r tabel produc moment dengan

= 0,05. jika r hitung  r tabel, maka soal tersebut dinyatakan tidak valid dan jika r hitung > r tabel, maka soal tersebut dinyatakan valid tetap dipertahankan dalam instrumen yang selanjutnya digunakan untuk proses pengolahan data dalam penelitian yang sebenarnya.

2. Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas tes dilakukan untuk mengetahui apakah soal itu reliable/ajeg. Reliabilitas tes berhubungan dengan konsistensi hasil tes. Pengukuran reliabilitas menggunakan rumus Kuder dan Richardson (K-R.20):47

r11 =

Keterangan:

r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan n = Jumlah butir soal valid

St = Standar deviasi dari tes

p = Proporsi subyek yang menjawab benar pada butir soal i q = Proporsi subyek yang menjawab salah pada butir soal i

pq= Jumlah hasil perkalian dari p dan q

47

Anas sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), cet. Ke-6, h. 208


(58)

Tabel 4

Interpretasi Tingkat Reabilitas Instrumen

Nilaii koefisien Korelasi Interpretasi

0,800 – 0,999 0,600 – 0,799 0,400 – 0,599 0,200 – 0,399

< 0,200

Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah

3. Analisis Tingkat Kesukaran

Analisis tingkat kesukaran bertujuan untuk mengidentifikasi soal-soal yang baik. Soal yang baik adalah soal-soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Untuk apakah soal tes yang diberikan tergolong mudah, sedang atau sukar, digunakan rumus berikut:48

P = JS

B

Keterangan :

P = Indeks kesulitan untuk setiap butir soal B = Banyaknya siswa yang menjawab benar JS = Jumlah seluruh peserta tes

Kriteria yang digunakan adalah semakin kecil indeks yang diperoleh, maka soal tersebut termasuk kategori sukar. Sebaliknya makin besar indeks yang diperoleh, maka soal tersebut termasuk kategori mudah. Kriteria indeks tingkat kesulitan soal tersebut adalah:49

48

Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1999) h. 182

49


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Block Dienes Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Perkalian Dan Pembagian (Penelitian Quasi Eksperimen Pada Kelas Ii Mi Al Hidayah Depok)

3 16 240

Pengaruh penggunaan alat peraga kartu kotif (Koin Positif Negatif) terhadap hasil belajar Matematika Siswa ( Sebuah studi eksperimen di MI Syamsul Huda Ciganjur Jakarta)

1 7 182

Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Dakon Matematika (Dakota) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa

23 132 295

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION BERBASIS ALAT PERAGA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation Berbasis Alat Peraga Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Penalaran Matematika Pada Siswa Ke

0 3 18

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION BERBASIS ALAT PERAGA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation Berbasis Alat Peraga Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Penalaran Matematika Pada Siswa Ke

0 4 20

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PERAGA DALAM PENYAMPAIAN MATERI STEREOMETRI TERHADAP HASIL BELAJAR DITINJAU Pengaruh Penggunaan Alat Peraga dalam Penyampaian Materi Stereometri terhadap Hasil Belajar Ditinjau dari Daya Serap Siswa (Eksperimen Pembelajaran Matem

0 1 16

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PERAGA TERHADAPPRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Terhadap Prestasi Belajar Matematika pada Siswa Kelas X SMA Widya Wiyata Semarang Tahun Ajaran 2010 – 2011.

0 2 14

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA MEQIP SISWA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA MEQIP SISWA KELAS IV SD NEGERI 02 DAGEN KECAMATAN JATEN TAHUN 2010/2011.

0 0 14

PENGGUNAAN ALAT PERAGA METERAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA BAGI SISWA BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA.

0 1 11

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA DAKON BILANGAN TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA ARTIKEL PENELITIAN

0 2 12