Keberadaan Ikan. Kajian dampak penggunaan alat tangkap ikan di terumbu karang Kelurahan Pulau Abang, Kecamatan Galang, Kota Batam:

64 diatas hamparan terumbu karang, otomatis kerusakan yang tidak sedikit dialami oleh terumbu karang. Hasil pengamatan di lapangan, pada tempat – tempat tiang pancang yang tepat diatas terumbu menyebabkan kerusakan terumbu yaitu terumbu yang berlubang dan akhirnya mati sehingga banyak ditumbuhi alga tutupan alga di lokasi 7 di sekitarnya. Di tempat peletakan trap perangkap sejumlah terumbu karang tertutupi alat tersebut sehingga menyebabkan kematian terumbu karang tepat di bawah perangkap. Menurut Burke L, Seliq E, Spalding M 2002 bahwa wilayah terumbu karang di Asia tenggara yang terancam oleh kegiatan penangkapan yang merusak sebesar 56. Data tersebut diperoleh dari beberapa bukti yang akurat dan pendapat beberapa ahli terumbu karang. Mereka juga menambahkan bahwa wilayah terumbu karang yang mengalami resiko dari penangkapan yang merusak diestimasikan sebesar 51.000 km² atau 51 dari totak terumbu karang di seluruh wilayah Indonesia.

5.2 Keberadaan Ikan.

Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap keberadaan ikan selama observasi di lapangan secara keseluruhan terdapat 16 family ikan yang terdiri dari 50 Spesies ditemukan di 6 stasiun pengamatan tabel 12. Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa family ikan terbanyak dari seluruh stasiun adalah di stasiun V dan Stasiun VI yang merupakan fishing ground pancing. Tingginya jumlah family maupun spesies ikan di stasiun pengamatan ini berkaitan dengan kondisi terumbu karang dilokasi tersebut dalam keadaan baik dan sangat baik. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu banyak menyimpulkan bahwa ada hubungan positif antara keberadaan karang hidup, penutupan karang hidup, serta bentuk pertumbuhan karang lifeform coral terhadap jenis dan kelimpahan ikan karang Wagiyo dan Prahoro. 1994; Gabrie 1998; Hodijah dan Bengen 1999. Menurut Asriningrum W, Wiryawan B, Simbolon D dan Gunawan I 2007 bahwa semakin baik kualitas terumbu dan semakin baik kondisi lingkungan daratan pulau kecil maka semakin baik pula kondisi ikan karangnya. Hasil penelitian LIPI 2008 di Kelurahan Pulau Abang pada koordinat yang berbeda dengan stasiun pengamatan peneliti, ditemukan 3168 ekor ikan dari family Pomacentridae, family ini paling banyak jumlahnya dibanding dengan dari family lainnya. 65 Berdasarkan hasil penelitian LIPI tahun 2008 lampiran 3 di lokasi penelitian menyatakan bahwa perairan Kelurahan Pulau Abang mempunyai potensi keanekaragaman ikan cukup tinggi 27 family dan 149 spesies. Hasil ini sesuai dengan wawancara dengan nelayan yang dipadukan dengan hasil pengamatan peneliti di lokasi dari hasil identifikasi ikan. Tingginya nilai keanekaragaman ikan di perairan Kelurahan Pulau Abang dikarenakan kondisi terumbu karang sebagai habitat ikan tersebut untuk tumbuh dan berkembang masih dalam keadaan baik 67.03. Masih sederhananya kegiatan penangkapan ikan armada dan alat tangkap oleh nelayan setempat diduga sebagai akibat dari masih mudah untuk mencari ikan di perairan tersebut sehingga tidak terpikirkan oleh mereka untuk menggunakan alat tangkap ikan yang lebih modern. Berdasarkan pola sebaran ikan di lokasi penelitian jika di kaitkan dengan persentasi tutupan karang hidup diketahui bahwa jumlah family dan spesies ikan tertinggi pada stasiun V dan VI fishing ground pancing memiliki 11 family dan 25 spesies dengan rata-rata persentasi karang hidup sebesar 74 . Hal tersebut dikarenakan di dekat Pulau Hantu dan Pulau Sepintu kondisi perairannya yang cukup jernih kecerahan sampai dasar sehingga terumbu karang dapat tumbuh dengan baik. Ikan– ikan ekonomis penting cukup banyak ditemukan di wilayah ini, diantaranya ikan famili Serranidae ikan kerapu, Lutjanidae ikan kakap, Caesionidae ikan ekor kuning, Siganidae ikan baronang. Gabrie 1998 mengemukakan bahwa terumbu karang sebagai tempat berpijah spawning area sangat mempengaruhi tingkat survival rate terhadap juvenil –juvenil ikan, dimana semakin bagus tingkat penutupan karang akan semakin tinggi survival rate terhadap juvenile–juvenil ikan di area tersebut. Berdasarkan kriteria pelaksanaan aktifitas penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan, juvenile ikan tersebut tetap tidak boleh ditangkap meskipun dalam kategori target utama tangkapan Matsuoka Arimoto 1997. Hal ini demi kelangsungan sumberdaya ikan di suatu perairan sehingga stok ikan dapat berlangsung secara lestari. Berdasarkan hasil analisa indek keanekaragam tabel 14 bahwa kondisi ikan di fishing ground kelong Kelurahan Pulau Abang mempunyai nilai terendah jika dibandingkan dengan lokasi lainnya yaitu sebesar 1.51. Indek keanekaragaman ikan di lokasi ini lebih rendah dari pada lokasi yang lain, 66 penyebaran jumlah individu tiap jenis lebih rendah, kestabilan komunitas lebih rendah, tekanan ekologi lebih tinggi jika dibandingkan lokasi penelitian yang lain. Menurut Odum 1992 bahwa jika indeks keanekaragaman antara 1 – 3 tergolong sedang, sehingga tingkat penyebaran individupun termasuk sedang. Hasil pengamatan di lokasi menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman ikan di lokasi kelong pantai tidak begitu banyak mengingat lokasi kelong sebagian besar sangat dekat kearah pantai yang cenderung kebanyakan bersustrat pasir bukan terumbu karang seutuhnya. Ikan yang terperangkap ke dalam penaju atau sayap kelong, jenis dan ukuran apapun akan masuk ke daerah bunuhan dan akhirnya tertangkap Subani dan Barus 1989. Pengoperasian alat tangkap ikan seperti diatas menyebabkan turunnya keanekaragaman ikan. Berdasarkan hasil analisa indek dominansi Tabel 14 bahwa kondisi ikan di fishing ground kelong Stasiun I Kelurahan Pulau Abang mempunyai nilai tertinggi jika dibandingkan dengan lokasi lainnya yaitu sebesar 0.45. Hal ini dapat dikatakan bahwa jika nilainya mendekati 0 0 – 0.50 berarti hampir tidak ada spesiesgenera yang mendominasi. Hal ini cukup baik untuk sebuah habitat apabila tidak ada jenis spesies tertentu yang mendominasi karena kestabilan ekologi di wilayah tersebut lebih kuat karena tidak terjadi perebutan ruang maupun makanan sesama jenis spesies. Nilai indeks dominansi di stasiun I tertinggi dibanding dengan stasiun – stasiun yang lain, artinya bahwa di stasiun I dominansi spesiesnya tertinggi sehingga kestabilan ekologi di stasiun I paling rendah dibanding lima stasiun yang lain. Pada saat penelitian banyak ditemukan ikan indikator dari jenis kepe –kepe Chaetodon octofasciatus. Hal tersebut dikarenakan secara umum jenis ikan ini berasosiasi erat dengan jenis karang branching ataupun acropora branching dimana pada lokasi penelitian banyak di jumpai. Hodijah dan Bengen 1999: Bawole dan Boli 1999: Reese 1981: Markert et al 2003; Aktani 2003 berpendapat bahwa tipe bentuk pertumbuhan life form karang menentukan jenis ikan yang berasosiasi di dalamnya. 67

5.3 Dampak Kegiatan Penangkapan Ikan di Terumbu Karang