Tekstur Tanah Nilai Manfaat Langsung Direct Use Value

rendah dibandingkan pada suhu DK3 Lampiran 6 karena kedua jenis tambak tersebut berada pada kawasan mangrove dimana pohon-pohon mangrove menghalangi intensitas cahaya matahari yang masuk ke permukaan air tambak. Kualitas Tanah Berdasarkan hasil pengamatan secara visual menunjukkan bahwa sifat tanah masih homogen baik pada areal tambak, areal mangrove maupun pada areal dekat pemukiman. Vegetasi yang tumbuh di pesisir Tongke-Tongke didominasi oleh tumbuhan mangrove. Warna tanah kelihatan agak hitam kecoklatan dan tidak berbau busuk, serta tanah agak kompok atau padat. Menurut Direktorat Jenderal Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan 1998, bahwa parameter yang sangat berpengaruh terhadap kualitas tanah adalah tekstur tanah, pH, dan kesuburan tanah.

a. Tekstur Tanah

Parameter mengenai tekstur tanah sangat berperan dalam menentukan apakah tanah tersebut memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai areal pertambakan. Hasil analisis tekstur tanah di areal pertambakan di desa Tongke- Tongke disajikan pada Gambar 5. Berdasarkan gambar 5 menunjukkan bahwa tanah di areal penelitian adalah liat berpasir dan lempung berpasir. Tanah jenis ini cukup baik untuk pembuatan kontruksi pematang dan saluran irigasi karena selain tidak mudah lonsor dan bocor juga mampu menahan air. Hal ini sesuai dengan modifikasi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan dan Poernomo 1992, bahwa berdasarkan parameter material dasar perairan maka tekstur liat berpasir atau liat lempung berpasir sangat sesuai untuk lahan tambak. Sedangkan hubungannya dengan kesuburan tanah pertumbuhan kelekap tergolong lebat, selain itu jika dikeringkan mudah retak-retak dan keras. Gambar 5. Hasil Analisis Tekstur Tanah di Daerah Tongke-Tongke

b. Derajat Keasaman Tanah

Dari hasil analisis diskriminan tanah diperoleh derajat keasaman tanah pH yang sangat berpengaruh nyata α = 0,01 terhadap kualitas tanah tambak di daerah Tongke-Tongke Lampiran 7. Nilai pH tersebut berada pada kisaran yang cocok untuk budidaya tambak udangikan Lampiran 8. Hal ini sesuai dengan pendapat Mujiman dan Suyanto 1989 yang menyatakan bahwa pH atau derajat keasaman tanah yang baik untuk tambak ialah 7,5 – 8,5. c. Kesuburan Tanah

1. Kandungan Bahan Organik C-Organik

Berdasarkan hasil analisis diskriminan menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap kesuburan tanah di ketiga 3 jenis tambak yang ada di Tongke-Tongke Lampiran 7. Kandungan bahan organiknya tergolong sangat rendah Lampiran 8 dan Lampiran 9, sehingga tanah tambak yang ada di lokasi penelitian tidak dapat menunjang kegiatan budidaya udangikan, sehingga perlu dilakukan penambahan bahanpupuk organik.

2. Kandungan Nitrogen

Dari hasil analisis diskriminan tanah diperoleh bahwa kandungan nitrogen berpengaruh nyata α = 0,05 terhadap kesuburan tanah pada ketiga 3 jenis tambak di Tongke-Tongke Lampiran 7, tetapi kandungan bahan nitrogen yang ada tergolong sangat rendah Lampiran 8 yang berarti tanah tersebut tidak subur dan tidak cocok untuk budidaya udangikan, sehingga untuk meningkatkan kandungan nitrogen dalam tanah perlu dilakukan pemupukan. Hubungan antara kandungan nitrogen dan kesuburan tanah tambak dapat dilihat pada Lampiran 10.

3. Kandungan Unsur Makro

Kandungan unsur makro dalam tanah yang sering menjadi indikator kesuburan tanah seperti Ca dan Mg. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan unsur makro tidak berpengaruh nyata terhadap kesuburan tanah pada ketiga 3 jenis tambak di Tongke-Tongke Lampiran 7. Kandungan unsur makro di dalam tanah ketiga jenis tambak tersebut tergolong rendah Lampiran 8. Ketersediaan unsur makro akan berpengaruh langsung terhadap udang maupun lingkungannya, misalnya pada unsur Ca berpengaruh langsung pada waktu udang ganti kulit moulting maupun kualitas udang.

4. Kapasitas Tukar Kation KTK

Unsur KTK sangat penting dalam budidaya tambak, karena dapat menentukan kemampuan tanah untuk mengabsorbsi elektrolit-elektrolit seperti NH 4 , Sulfida dan unsur-unsur yang sebagian besar bersifat racun bagi udang atau organisme air lainnya. Dari hasil analisis diperoleh nilai KTK tanah tidak berpengaruh nyata terhadap kesuburan tanah pada ketiga 3 jenis tambak di Tongke-Tongke Lampiran 7. Nilai KTK tanah tersebut tergolong rendah Lampiran 8, artinya perairan tambak mempunyai kemampuan yang rendah untuk mengabsorpsi dan menetralisir bahan beracun sehingga perairan mudah tercemar. Hal ini sesuai dengan Direktorat Jenderal Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan 1998, bahwa bila nilai KTK tanah 40 me100gr, berarti tanah tersebut berkemampuan rendah untuk mengabsorbsi elektrolit sehingga perairan tersebut mudah tercemar. Analisis Ekonomi Analisis Manfaat Hutan Mangrove Menurut Barton 1994, bahwa penilaian ekonomi ekosistem mangrove dapat menggunakan pendekatan Penilaian Ekonomi Total Total Economi Valuation, yaitu penjumlahan dari manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan, dan manfaat keberadaan hutan mangrove mengadopsi dari nilai ekonomi total.

a. Nilai Manfaat Langsung Direct Use Value

Saenger et al. 1983 dan Hamilton and Snedaker 1984, menyatakan bahwa ekosistem mangrove memiliki fungsi dan manfaat baik langsung maupun tidak langsung yang besar seperti yang disajikan pada Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 13. Manfaat Langsung Ekosistem Mangrove No Manfaat Langsung Produk 1 Energi Kayu bakar untuk pemanasan, pengasapan, dan pengeringan ikan 2 Bahan Bangunan Bahan bangunan kontruksi berat, bantalan rel kereta api, tiangbalok bangunan, lantai, kapal, bahan papan buatan cjipboard dsb 3 Perikanan Gagang pancing, pelampung, tanin untuk pengawetan jaring, tempat bertelur, dan pembesaran ikanudangkepiting 4 Pertanian Komposmulsa 5 Makanan dan Minuman Gula, alkohol, minyak makan, teh pengganti, buah dan dedaunan, pembungkus rokok, obat 6 Rumah Tangga Perabotan, perekat, mainan, dsb 7 Produksi Kulit dan Tekstil Serat buatan, bahan pencelup kain, tanin untuk pengawetan bahan kulit 8 Produksi Kertas Berbagai jenis kertas 9 Lain-lain Peti kemas Sumber : Saenger et al. 1983 dan Hamilton and Snedaker 1984 Tabel 14. Manfaat Tidak Langsung Ekosistem Mangrove Kegunaan Produk 1 Berbagai Jenis Ikan Kecil Makanan, pupuk 2 Crustacea Udang, Kepiting, dll Makanan 3 Mollusca Kerang dsb Makanan 4 Lebah Madu, lilin 5 Burung Makanan, rekreasi 6 Mamalia Kulit, makanan, rekreasi 7 Reptil Makanan, rekreasi Sumber: Saenger et al. 1983 dan Hamilton and Snedaker 1984 Berdasarkan hal di atas maka hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ekosistem mangrove di Tongke-Tongke memiliki potensi besar yang tersebar pada areal seluas 34,78 ha dengan beberapa manfaat seperti pada Tabel 15. Tabel 15. Jenis dan Manfaat Ekosistem Mangrove di Tongke-Tongke No Jenis Manfaat Manfaat 1 Manfaat Langsung Perikanan, Kepiting, Kelelawar, dan Kayu bakar 2 Manfaat Tidak Langsung Penahan abrasi, dan penjaga siklus makanan Sumber: Hasil Analisis Data Primer. Manfaat langsung yang dapat diukur nilainya berdasarkan hasil identifikasi dari lokasi adalah tambak udang, ikan dan rumput laut, penangkapan kepiting, penangkapan kelelawar, dan kayuranting untuk bahan bakar. Metode yang digunakan dalam penaksiran manfaat langsung adalah pendekatan langsung berdasarkan nilai pasar. Pendekatan ini menghitung jenis jumlah produk langsung yang dapat dinikmati oleh masyarakat dari hutan mangrove dikalikan dengan harga pasar yang berlaku dari setiap unit produksi. Nilai manfaat untuk usaha budidaya tambak udang dan bandeng diperlukan biaya tetap pipa, jaring, kantongporo, dan basket dan biaya variabel bibit, pupuk, racun, obat-obatan sebesar rata-rata Rp. 3.332.038,-hatahun dengan produksi rata-rata Rp. 8.410.060,-hath sehingga keuntungan yang diperoleh rata- rata Rp. 5.078.002,-hath. Sedangkan untuk budidaya rumput laut diperoleh keuntungan rata-rata Rp. 19.465.500,-hath dengan biaya tetap tempat pengeringan, basket, pipa dan biaya variabel bibit, pupuk, dan racun sebesar rata-rata Rp. 534.500,-hath dengan produksi rata-rata 20.000.000,-hath. Nilai manfaat kepiting yang diperoleh dari keberadaan hutan mangrove di Tongke-Tongke yaitu produksinya rata-rata Rp. 14.000.000,-hath dengan biaya tetap jaring, bubuh, kantongporo dan biaya variabel minyak tanah, lampu teplok rata-rata Rp. 251.417,-hath, sehingga diperoleh keuntungan sebesar rata- rata Rp. 13.748.583,-hath. Nilai manfaat kelelawar ini diperoleh keuntungan rata-rata Rp. 1.000.542,- hath dengan produksi rata-rata Rp. 4.090.666,-hath dan biaya tetap senter, kantongporo dan biaya variabel jaring, bambu, baterei, tali dan upah untuk tenaga kerja sebesar rata-rata Rp. 2.023.264,-hath. Penangkapan kelelawar di Tongke -Tongke diatur dengan kebijakan pemerintah Kabupaten Sinjai untuk menjaga kelestarian hutan mangrove dan kelangsungan hidup kelelawar yang ada dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat setempat. Peraturan pemerintah dalam hal ini diatur pertama kali dengan Surat Bupati No. 300LNGSET perihal Izin Penangkapan Kelelawar yang dikeluarkan pada tanggal 13 Januari 2003, dimana pada saat itu populasi kelelawar yang menjadikan hutan mangrove sebagai habitatnya telah berfungsi sebagai hama karena merusak mangrove yang ada. Dan pada tanggal 20 Oktober 2003 Surat Bupati No. 522848SET perihal Pemberhentian Penangkapan Kelelawar kembali dikeluarkan guna tetap menjaga kelestarian kelelawar. Potensi kayu bakar, ranting-rantingkayu mangrove masih merupakan salah satu sumber energi bagi sebagian masyarakat. Hasil wawancara dengan 84 responden menunjukkan 53,54 memanfaatkan mangrove untuk kayu bakar dengan 30,95 untuk keperluan sendiri dan 22,62 untuk keperluan sendiri dan dijual. Namun setelah adanya kesepakatan pencanangan hutan kesepakatan desa pada tahun 1987 dan kebijakan pemerintah melalui Perda No. 8 tahun 1999 tentang Pelestarian, Pengelolaan, dan Pemanfaatan hutan Bakau, dimana pada pasal 13 disebutkan bahwa di luar kawasan terkendali merupakan kawasan larangan penebangan mangrove. Maka berdasarkan hal tersebut sebagian masyarakat hanya memanfaatkan ranting-ranting kayu mangrove dari hasil pemangkasan dan kayu mangrove yang sudah mati untuk digunakan sebagai kayu bakar secara terbatas. Pemasaran kayu bakar juga terbatas pada lingkungan pemukiman penduduk, dan hanya dipasarkan apabila ada pesta perkawinan atau hajatan yang memerlukan kayu bakar lebih. Potongan-potongan kayu bakar berdiameter 3-4 cm dan panjang 0,5 m dengan 12 – 15 batangikat dengan harga Rp. 1000,-ikat. Pendapatan masyarakat dari hasil penjualan kayu bakar tidak menentu tergantung dari banyaknya ranting dan kayu mati yang ada pada mangrove miliknya. Dari hasil analisis diperkirakan volume produksi yang dimanfaatkan masyarakat untuk kayu bakar adalah berkisar 6443 ikathath yang bernilai rata-rata Rp. 143.178,-hath. Untuk lebih jelasnya, maka rekapitulasi manfaat dan biaya untuk masing- masing produk langsung hutan mangrove per hektar per tahun dari hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 11 - 16. b. Nilai Manfaat Tidak Langsung Inderect Use Value Ekosistem mangrove di kawaan pesisir Tongke-Tongke memiliki 2 jenis manfaat tidak langsung, yaitu a manfaat langsung fisikpenahan abrasi air laut, dan b manfaat langsung biologis sebagai tempat pemijahan dan asuhan serta penyedia bahan pakan organik bagi udang dan ikan. Metode yang digunakan dengan pendekatan tidak langsung adalah metode penggantian. Menurut PT. Diagram 1994 dalam Pusat Penelitian Lingkungan Hidup 1995, bahwa biaya pembangunan break water diperkirakan Rp. 100.000,-m 3 , dan ukuran break water yang dibangun dengan kedalaman 6 m dan lebar penampang 5 m dengan bentuk memanjang mengikuti garis pantai. Biaya pembangunan break water jika dihubungkan dengan tingkat inflasi nasional pada saat penelitian dilakukan diasumsikan rata-rata sebesar 4,25 dengan demikian maka biaya akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 425.000,-m 3 asumsi : penyebaran manfaat merata pada seluruh luasan mangrove, luas hutan mangrove di kawasan pesisir Tongke-Tongke adalah 34,78 ha atau 3478 m 2 . Sehingga berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan manfaat ekosistem mangrove sebagai penahan abrasi air laut, yaitu sebesar Rp. 44.344.500.000,-10 tahun atau Rp. 4.434.450.000,-tahun. Nilai manfaat tidak langsung biologis sebagai penyedia pakan organik bagi udang menggunakan pendekatan metode regresi luasan mangrove dan produksi udang Naamin, 1990 sebagai berikut : Y = 16,286 + 0,0003536 X Dimana: Y = Produksi udang kg X = Luasan hutan mangrove Ha Luas hutan mangrove di kawasan pesisir Tongke-Tongke adalah 34,78 ha, dari luas tersebut dapat diperoleh produksi udang yang dihasilkan yaitu sebesar 16,298 kgtahun. Apabila dikalikan dengan harga jual pakan udang dan kebutuhan pakan untuk 1 kg udang, maka diperoleh nilai manfaat tidak langsung hutan mangrove sebagai penyedia pakan. Apabila harga pakan udang di Sinjai rata-rata Rp. 1.500,- kg, dimana kebutuhan pakan udang untuk setiap1 kg adalah 1,5 kg, maka nilai manfaat tidak langsung hutan mangrove sebagai penyedia pakan adalah Rp. 366.711th. Sehingga dari kedua hasil analisis tersebut diperoleh nilai manfaat tidak langsung hutan mangrove pesisir Tongke-Tongke adalah sebesar Rp. 4.434.816.711th Lampiran 17.

c. Nilai Manfaat Pilihan