Pemukiman penduduk di daerah pesisir sering menggunakan kayu mangrove. Harga kaso Rp. 1.500,-batang berdiameter 4-5 cm dengan panjang 3-4 meter
Santoso dalam Hadi et al., 2001.
d. Chip
Pada umumnya hutan mangrove yang dialokasikan untuk produksi chip dikelola dalam bentuk konsesi Hak Pengusahaan Hutan HPH. Sistem silvikultur
yang dipergunakan dalam melakukan pengusahaan hutan mangrove untuk produksi chip adalah SK. Dirjen Kehutanan Nomor 60KptsDJI1978 dengan
sistem tebang pilih, rotasi 30 tahun, pohon yang ditebang berdiameter 10 cm, ditinggalkan jumlah pohon induk 40 batangha diameter 20 cm, melakukan
penanaman pada bekas tebangan, mempertahankan green belt atau sempadan pantaisungaianak sungai.
Pada tahun 1998, jumlah chip yang diproduksi lebih kurang 250.000 ton yang sebagian besar diekspor ke Korea dan Jepang. Harga chip di pasar
internasional lebih kurang US 40ton. Chip mangrove mampu bersaing dengan chip lainnya Acassia mangium, karena harganya lebih murah biaya transportasi
lewat air lebih murah. Untuk dapat memproduksi chip secara lestari perlu luas hutan mangrove yang cukup luas dengan potensi yang baik Santoso dalam Hadi
et al., 2001.
e. Tanin
Tanin adalah ekstrak dari kulit kayu tertentu, seperti Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum. Konsentrasi ekstrak cair biasa
disebut “Katch” diekspor dalam jumlah besar dan digunakan untuk menyamak produk kulit sepatu, tas dan lain-lain. Bahan itu sekarang tidak diekspor lagi,
karena diganti dengan bahan-bahan kimia. Masyarakat nelayan di Indonesia sering menggunakan kulit kayu mangrove
untuk bahan baku pewarna jaring, dengan cara mencelupkan pada cairan hasil rebusan kulit kayu mangrove.
Di Okinawa Jepang, tanin mangrove digunakan dalam industri kerajinan lokal sebagai bahan pencelup kain dikenal dengan “pencelup mangrove-zome”
dengan harga 2-10 ribu yen Rp. 140.000,- - Rp. 700.000,- Santoso dalam Hadi. et al., 2001.
f. Nipah
Tanaman nypah Nypa fructicans adalah jenis tanaman dalam gugusan ekosistem mangrove yang banyak dimanfaatkan masyarakat setempat, yaitu:
daunnya untuk atap rumah tahan sampai 5 tahun, daun yang muda pucukjanur merupakan bahan baku daun rokok, buah yang masih muda dapat dimakan
langsung es buah nipah, manisan buah nipah, atau dimakan langsung, buah yang tua dipergunakan sebagai bahan baku kue wajit, malainya dapat dimanfaatkan
sebagai penghasil nira atau gula nipah. Harga atap daun nipah di Samarinda-Kaltim Rp. 600,-keping, Cilacap-
Jawa Tengah Rp. 300,-keping, di Provinsi Riau Rp. 200,-keping. Harga gula nipah rasanya agak masin di Cilacap sekitar Rp. 2.000,-Kg November 1999
Santoso dalam Hadi et al., 2001.
g. Obat-Obatan
Beberapa jenis tumbuhan mangrove dapat digunakan sebagai obat tradisional. Air rebusan Rhizophora apiculata dapat digunakan sebagai
astringent, Kulit Rhizophora mucronata untuk menghentikan pendarahan, air rebusan Ceriops tagal dapat digunakan sebagai antiseptik untuk luka, air rebusan
Xylocarpus granatum dicampur dengan tepung beras sebagai bedak muka anti gatal, dsb. Santoso dalam Hadi et al., 2001.
Dampak Pemanfaatan Hutan mangrove
Pemanfaatan mangrove yang tidak memperhatikan kelestariannya akan memberikan dampak yang fatal terhadap lingkungan. Dampak kegiatan akibat
pengelolaan mangrove dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ikhtisar Dampak Kegiatan Manusia pada Ekosistem Mangrove Kegiatan Dampak
potensial Tebang habis.
Pengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan
irigasi.
Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan, pemukiman, dan lain-
lain.
Pembuangan sampah cair. Pembuangan sampah padat.
Pencemaran minyak tumpahan. Penambangan dan ekstraksi
mineral, baik di dalam hutan maupun di daratan sekitar hutan
mangrove. Berubahnya komposisi tumbuhan
mangrove. Tidak berfungsinya daerah
mencari makanan dan pengasuhan. Peningkatan salinitas hutan
mangrove. Menurunnya tingkat kesuburan
hutan. Mengancam regenerasi stok ikan
dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan
mangrove. Terjadi pencemaran laut oleh
bahan pencemar yang sebelumnya diikat oleh substrat hutan
mangrove. Pendangkalan perairan pantai.
Erosi garis pantai dan intrusi garam.
Penurunan kandungan oksigen terlarut, timbul gas H
2
S. Kemungkinan terlapisnya
pneumatofora yang mengakibatkan matinya pohon mangrove
Kematian pohon mangrove. Kerusakan total ekosistem
mangrove, sehingga memusnahkan fungsi ekologis hutan mangrove
daerah mencari makanan, asuhan.
Pengendapan sedimen ysng dapat mematikan pohon mangrove
Sumber : Bengen 2001a
Ekosistem Tambak
Ekosistem tambak merupakan salah satu ekosistem buatan di wilayah pesisir. Keberadaan areal pertambakan pada umumnya merupakan hasil konversi
dari hutan mangrove. Konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak dapat dilakukan melalui dua cara yaitu sistem tambak terbuka dan sistem hutan tambak
Nur, 1997. Sistem tambak terbuka adalah suatu sistem pertambakan dimana hutan
mangrove seluruhnya ditebang, sehingga areal pertambakan terbuka dari lingkungannya, baik lingkungan laut maupun lingkungan darat. Sistem ini secara
teknis praktis dilakukan, tetapi secara ekologi sangat merugikan lingkungannya karena akan mengakibatkan terganggunya mata rantai utama jaringan makanan
biota akuatik dan dapat menimbulkan pencemaran. Hutan tambak adalah suatu pola mempertahankan hutan mangrove dalam
daerah pertambakan. Bentuk dari hutan tambak dapat berupa sistem tumpang sariempang parit silvofishery atau tambak terbuka di belakang sabuk hijau
mangrove. Sistem tambak tumpang sari adalah suatu sistem pertambakan yang mengkombinasikan konservasi hutan mangrove dengan pembukaan lahan tambak
Nur, 1997. Rasyid
dalam Nur 1997, mendefinisikan tambak tumpang sari sebagai suatu penanaman yang dipakai dalam rangka merehabilitasi hutan mangrove.
Selanjutnya dikatakan tambak tumpang sari memberikan tiga keuntungan, yaitu 1 mengurangi biaya penanaman, 2 meningkatkan pendapatan masyarakat
sekitar hutan mangrove, 3 menjamin kelestarian hutan mangrove. Dari segi ekologis, tambak tumpang sari akan menjamin kesinambungan fungsi hutan
mangrove, sehingga terdapat keseimbangan antara ekosistem terestrial dan ekosistem laut. Menurut Sukardjo dalam Nur 1997, keuntungan tambak
tumpang sari secara sosial ekonomi adalah 1 menyediakan kesempatan kerja bagi masyarkat, 2 meningkatkan pendapatan masyarakat, 3 peningkatan gizi
masyarakat, 4 mempertahankan ekosistem mangrove, 5 bagi pihak pemerintah biaya pemeliharaan dan penanaman relatif kecil.
Aplikasi Sistem Informasi Geografis SIG untuk Kesesuaian Lahan Tambak
Sistem informasi geografis SIG adalah suatu sistem informasi yang khusus. Informasi tersebut dijabarkan dari interpretasi data yang mewakili secara
simbolis dari unsur-unsur di muka bumi. Representasi muka bumi secara simbolis adalah peta-peta maupun citra yang direkam melalui sensor. Oleh karena itu, SIG
dikatakan juga sebagai suatu sistem yamg menyangkut informasi yang mengacu pada lokasi di muka bumi Rais, 1996 dan menurut Aronoff 1989, SIG
merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yaitu: pemasukan data, pengelolaan
data penyimpanan dan pemanggilan, pemanipulasian dan analisis data, serta keluaran output. Berikut ini penggambaran komponen-komponen yang ada
dalam SIG. Sumber data yang diperlukan untuk proses dalam SIG dapat dibagi
menjadi tiga kategori yaitu: 1 data lapangan. Data ini diperoleh dari pengukuran di lapangan seperti pH, salinitas dan lain sebagainya; 2 data peta. Data ini
merupakan informasi yang telah terekam pada peta kertas atau film, dikonversikan ke dalam bentuk digital, dan bila terekam dalam bentuk peta maka tidak
diperlukan lagi data lapangan, kecuali untuk pengecekan kebenarannya; 3 data citra penginderaan jauh. Citra penginderaan jauh yang berupa foto udara atau
radar dapat diinterpretasikan terlebih dahulu sebelum dikonversi ke dalam bentuk digital, sedangkan citra yang diperoleh dari satelit yang sudah dalam bentuk
digital dapat langsung digunakan setelah dilakukan koreksi Paryono, 1994.
Gambar 1. Komponen Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografi SIG
Basis Data Spasial Penyimpanan
Storage • Manipulasi
• Analisis • Permodelan
Modelling Masukan
Input Penyajian
Output Sistem Pengelolaan Basis Data
Data Base Management System
Sistem Informasi Geografis SIG merupakan suatu teknik berbasis komputer yang dapat menampilkan dan mengelola data spasial, data yang
mengandung lokasi geografi dari kenampakan-kenampakan bumi, yang disertai dengan informasi tertentu yang menggambarkan keadaan permukaan bumi
tersebut, dari fenomena geografis untuk dianalisa guna keperluan pengambilan keputusan. Sajian informasi yang dihasilkan berupa kajian data spasial secara
digital, sehingga dapat membantu pengguna jasa melakukan analisis berbagai gejala keruangan secara tepat guna. Menurut Purwadi 1998, SIG dapat
diaplikasikan untuk pengaturan tata ruang pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, misalnya untuk menduga potensi wilayah pariwisata, potensi wilayah perikanan
tangkap, potensi wilayah budidaya tambak dan budidaya laut, dan potensi wilayah pembangunan pelabuhan. Selain itu juga bisa digunakan untuk melihat perubahan
penggunaan lahan di wilayah pesisir. Parameter Kesesuaian lahan
Kesesuaian lahan pesisir untuk pertambakan secara umum ditentukan oleh kualitas air, kualitas tanah dan daya dukung lahan pantai. Faktor-faktor tersebut
selain berpengaruh terhadap produktivitas tambak dan teknologi yang dapat diterapkan di tambak, juga sebagai faktor pembatas.
Untuk kualitas air, pemerintah telah menetapkan mutu air untuk kebutuhan budidaya biota laut melalui Keputusan Mentri Kependudukan dan Lingkungan
Hidup Nomor : 02MEN-KLH1988. Poernomo 1991, secara spesifik menentukan persyaratan kualitas air, kualitas tanah dan daya dukung lahan pantai:
Tabel 2. Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Pertambakan Berdasarkan Kandungan Unsur Hara dan Fisika Tanah
No. Parameter Nilai
1. 2.
3. 4.
5. Tekstur
PH Bahan organik
Karbon Nitrogen
Liat berpasir 6,0 – 7,0
1,67 –7,00 C organik 4 – 20 3 – 5
0,4 – 0,7 N total 20 mgl
6. 7.
8 9.
10. 11.
Kalsium Magnesium
Kalium Natrium
Fosfor Pirit
5,0 – 20,0 me100 g 1.200 mgl 1,5 – 8,0 me100g 500 mgl
0,5 – 1,0 me100g 500 mgl 0,7 – 1,0 me100g
30 – 60 mgl 2
Sumber : Poernomo, 1991 Tabel 3. Tolak Ukur dan Daya Dukung Lahan Pantai Untuk Pertambakan
Daya Dukung Tolak Ukur
Tinggi Sedang Rendah 1. Tipe pantai
Terjal, karang berpasir, terbuka
Terjal, karang berpasir atau
sedikit berlumpur, terbuka
Sangat landai, berlumpur
tebal, berupa teluk atau
laguna 2. Tipe grs pantai Konsistensi
tanah stabil Konsistensi tanah
stabil Konsistensi
tanah sangat stabil
3. Arus perairan Kuat
Sedang Lemah
4.Amplitudo pasang surut
tanah 11 – 12 dm
8 – 11 dm dan 21 – 29 dm
8 dm dan 29 dm
5. Elevasi Dapar
dicari cukup pada saat
rataan pasang tinggi, dan dapat
dikeringkan total pada saat rataan
surut rendah Dapat dicari
cukup pada saat pasang tinggi, dan
dapat dikeringkan total pada saat
surut rendah Dibawah rataan
surut terendah
6. Kualitas tanah Tekstur sandy
clay, sandy clay loam, tidak
bergambut, tidak berpirit
Tekstur sandy clay, sandy clay
loam, kandungan pirit rendah
Tekstur lumpur atau lumpur
pasir, bergambut,
kandungan pirit tinggi
7. Air tawar Dekat
sungai dengan mutu
dan jumlah air memadai
Dekat sungai dengan mutu dan
jumlah air memadai
Dekat sungai tetapi tingkat
siltasi tinggi atau air
bergambut 8. Sabuk hijau
Memadai Memadai
Tipis tanpa
sabuk hijau 9. Curah hujan
2.000 mm 2.000 – 2.500 mm
2.500 mm Sumber : Poernomo, 1991.
Evaluasi Ekonomi Sumberdaya Wilayah Pesisir
Analisis manfaat dan biaya Cost Benefit Analysis-CBA merupakan salah satu alat tool dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir. Menurut Barber
dalam Barton 1994, terdapat tiga kategori pendekatan penilaian ekonomi sumberdaya wilayah pesisir, yaitu : 1 Impact analysis, yaitu penilaian
kerusakan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan pada wilayah pesisir, khususnya berupa dampak lingkungan, 2 Partial valuation, yaitu suatu penilaian alternatif
suatu sumberdaya, yang bertujuan untuk mendapatkan pilihan terbaik dalam pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir, dan 3 Total valuation, yaitu penilaian
ekonomi secara total dari ekosistem pesisir. Menurut Munasinghe and Lutz dalam Barton 1994 dikatakan ada 4 empat kriteria yang digunakan dalam
evaluasi kebijakan, yaitu 1 Net Present Value NPV, 2 Internal Rate of Return
IRR, 3 Benefit Cost BC. CBA banyak digunakan dalam partial valuation bertujuan untuk memilih alternatif terbaik dalam pemanfaatan sumberdaya
wilayah pesisir. Menurut Hufschmidt dalam Fahrudin 1996, terdapat sejumlah pendekatan
terhadap analisis dampak pada sistem alami sebagai berikut : a Evaluasi kualitatif hubungan empiris, analisisnya hanya menggunakan arah
dari pengaruh yang diketahui atau hanya tergantung pada asumsi ekologis yang
kuat karena kurangnya ketersediaan data.
b Bentuk CBA yang mencakup identifikasi 2 dua atau 3 sumberdaya komersil dan interaksi pemanfaatannya, serta mendesain strategi pengelolaan optimal
untuk satu atau seluruh pemanfaatannya. c Bentuk CBA yang mencakup prosedur penilaian utama dari pemanfaatan
sumberdaya secara tradisional. Dalam penerapannya akan menjadi agak rumit bila terdapat banyak barang-barang yang tidak diperdagangkan, bila harga
lokal barang-barang tersebut tidak sesuai dengan nilainya atau bila terjadi penyesuaian sosial ekonomi yang rumit dalam substitusi antar barang.
d Bentuk CBA yang mencakup analisis yang lebih luas dari barang-barang dan jasa-jasa utama yang tidak dan dapat diperdagangkan dalam wilayah tertentu.
Penggunaan CBA dalam bentuk yang paling rumit adalah untuk mengembangkan strategi pembangunan optimal dari seluruh komponen
sumberdaya. e Cakupan yang paling luas adalah menangkap seluruh manfaat dan biaya tanpa
peduli dari mana asalnya. Paling sesuai bila kontribusi investasi atau kebijakan mencakup yang berasal dari luar negeri.
Dixon dan Hufscmidt dalam Barton 1994, pengukuran manfaat dan biaya dalam analisis ekonomi lingkungan secara sederhana dirumuskan sebagai berikut:
NPV = Bd + Be – Cd – Ce – Cp
Dimana : NPV = Nilai sekarang bersih Bd = Manfaat langsung
Be = Manfaat eksternalitas atau lingkungan
Cd = Biaya langsung Ce = Biaya eksternalitas atau lingkungan
Cp = Biaya perlindungan lingkungan Dalam pendekatan total valuation dilakukan penilaian ekonomi secara
menyeluruh dari sumberdaya pesisir adalah Nilai Ekonomi Total Total Economic Value – TEV, merupakan jumlah dari nilai pemanfaatan Use value dan nilai
non-pemanfaatan total Non Use value. Nilai pemanfaatan total adalah jumlah dari total penggunaan langsung dan tak langsung serta imbalan resikonya. Nilai
non-pemanfaatan terdiri dari nilai kuasi pilihan Quasi Option value, nilai waris Beque Value dan nilai keberadaan Existence Value.
Bell dan Cruz Trinidad dalam Fauzi 1999, menghitung aspek manfaat dan biaya benefit and cost baik secara ekonomi maupun secara ekologis terhadap
dua strategi yang dihadapi pemerintah Equador, yakni: 1 konservasi mangrove dan 2 eksploitasi yang lestari. Tujuan yang ingin dicapai dari studi mereka
adalah bagaimana memperoleh manfaat bersih net benefit yang maksimum Total Economic Value dengan kendala ketersediaan lahan, tenaga kerja,
ketersediaan benur, dan permintaan terhadap benur, dan permintaan terhadap produk demand. Selanjutnya dikatakan dalam menganalisis TEV, membagi
manfaat dan biaya dari potensi kegunaan mangrove kedalam tiga komponen yakni konservasi, kelestarian eksploitasi dan konversi.
Menurut Dahuri dalam Paryono 1999, dalam pelaksanaan penilaian ekonomi suatu wilayah pesisir dan laut untuk habitat pesisir dan laut pada dasarnya terdiri
dari 3 tiga langkah utama, yaitu 1 identifikasi terhadap fungsi-fungsi dan manfaat dari keragaman hayati, 2 menilai fungsi-fungsi dan manfaat dalam
bentuk uang secara moneter, dan 3 menilai total keuntungan bersih dari seluruh fungsi dan manfaat ekosistem
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Tongke-Tongke Kelurahan Samataring Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan
yang berlangsung dari bulan April sampai dengan bulan Agustus 2003. Tongke- Tongke ini merupakan kawasan pesisir yang memiliki sumberdaya hutan
mangrove cukup besar dengan berbagai aktivitas pengelolaan di dalamnya.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengumpulan jawaban yang
diberikan oleh responden melalui kuesioner, dan observasi langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi berbagai pustaka, baik dari
hasil-hasil penelitian terdahulu maupun tulisan-tulisan lainnya yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan melalui laporan instansi terkait. Hal ini
sesuai Kusmayadi dan Endar 2000, mendefinisikan data primer adalah data yang dikumpulkan dari sumber pertama melalui wawancara, tes, observasi, dan lain-
lain, sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari bahan pustaka atau hasil penelitian orang lain yang berhubungan dengan penelitian tersebut atau
membeli dari pihak pengumpul.
Biofisik
Data biofisik yang dikumpulkan meliputi ; 1 parameter kualitas air dan tanah yang dilakukan pengukuran di lapangan Tabel 4, 2 kondisi hutan
mangrove Tabel 5, 3 kondisi tambak Tabel 5, 4 pemanfaatan ekosistem mangrove Tabel 6.
Tabel 4. Parameter Kualitas Air dan Tanah No. Parameter
Jenis Data Satuan
Alat 1.
Air - Suhu
- Salinitas - Do
- pH - Amonia
- Nitrit - Primer
- Primer - Primer
- Primer - Primer
- Primer -
C - permil
- mgl -
- mgl - mgl
- Termometer - Refractometer
- Multites-kit - pH Meter
- Multites-kit - Multites-kit
2.
Tanah - Jenis tanah
- pH
- Sekunder - Primer
- -
- BRLKT Wil. 9 - Soil Tester
Tabel 5. Jenis Data Fisik No. Data
Jenis Satuan
Sumber Data
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. 10.
11 Luasan mangrove
Luas tambak Luas per jenis tambak
Jumlah penduduk Mata pencaharian
Vol. kayu bakar mangrove Vol. hasil perjenis tambak
Vol. hasil perikanan pantai. Peta tata ruang
Peta Desa Data penunjang lainnya
Sekunder Sekunder
Primer Sekunder
Sekunder Primer
Primer Primer
Sekunder Sekunder
Sekunder Hektar
Hektar Hektar
Jiwa Jenis
m
3
hatahun kgtahun
kgtahun -
- -
BRLKT Wil.9 Diskanlut
Responden Monografi desa
Monografi desa Responden
Responden Responden
BRLKT Wil.9 Kantor desa
Pustaka
Ekonomi
Pengumpulan data ekonomi menggunakan metode survei, yaitu metode yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah variabel biaya dan manfaat
melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Data-data tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data Ekonomi No. Data
Jenis Satuan Sumber
data 1.
2. 3
4. 5.
6. 7.
8. Nilai kayu bakar mangrove
Nilai keberadaan mangrove Nilai hsl. Per.Empang parit
Nilai Hasil Bud. Sistem kurungan
Nilai hasil perikanan pantai Nilai input empang parit
Nilai input hsl Bud. Sistem Kurungan
Data penunjang lainnya Primer
Primer Primer
Primer Primer
Primer Primer
Sekunder Rpm
3
Rphatahun Rphatahun
Rphatahun Rphatahun
Rphatahun Rphatahun
- Responden
Responden Responden
Responden Responden
Responden Responden
Pustaka
Penentuan Responden
Penentuan responden dilakukan dengan stratifikasi acak stratified random sampling pada alternatif lokasi yang terpilih Bengen, 2000b. Responden
disekatdilapis ke dalam beberapa kelompok berdasarkan jenis mata pencaharian petambak, petani, dan nelayan dan dari setiap lapisan diambil sampelresponden
dengan pengambilan contoh acak sederhana. Jumlah responden ditentukan dengan menggunakan Formula Slovin
Bengen, 2002, yaitu :
n =
2
1 Ne N
+
dimana : n = ukuran
contoh N = ukuran populasi
e = Nilai kritis batas ketelitian yang diinginkan kelonggaran
ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan contoh, ditentukan 10 bila jumlah populasi lebih dari 100 jiwa pada satu kelompok mata
pencaharian dan 20 bila jumlah populasi kurang dari 100 jiwa pada satu kelompok mata pencaharian.
Variabel dan Cara Pengukurannya
Penilaian ekonomi sumberdaya mangrove dilakukan dalam 3 tiga tahap, yaitu 1 identifikasi fungsi dan manfaat dari masing-masing ekosistem ekosistem
mangrove, dan tambak, 2 kuantifikasi seluruh fungsi dan manfaat kedalam nilai uang, dan 3 mendesain strategi atau alternatif pengelolaan ekosistem hutan
mangrove di wilayah pesisir yang optimal dan berkelanjutan.
Identifikasi Fungsi dan Manfaat a. Ekosistem Mangrove
Penilaian ekonomi ekosistem hutan mangrove menggunakan pendekatan penilaian parsial partial valuation, yaitu penjumlahan dari manfaat langsung,
manfaat tidak langsung dan manfaat keberadaan hutan mangrove mangadopsi dari nilai ekonomi total Ruitenbeek, 1991; Barton, 1994 sebagai berikut :
1 Manfaat Langsung Direct Use Value – DUV
Manfaat langsung adalah manfaat yang langsung dapat diperoleh dari ekosistem mangrove.
DUV = ML
1
+ ML
2
+ ML
3
+ ML
4
+ ML
5
+…+ML
n
dimana : DUV = Manfaat langsung ML
1
= Manfaat kayu bakar ML
2
= Manfaat budidaya udang dan ikan ML
3
= Manfaat kepiting ML
4
= Manfaat kelelawar ML
5
= Manfaat budidaya rumput laut
2 Manfaat Tidak Langsung Inderect Use value – IUV
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang tidak langsung diperoleh dari ekosistem mangrove, yakni manfaat fisik sebagai penahan intrusi dan manfaat
biologis sebagai penjaga kestabilan siklus makanan. IUV = MTL
1
+ MTL
2
+ …+MTL
n
dimana : IUV = Manfaat tidak langsung MTL
1
= Manfaat tidak langsung penahan abrasi MTL
2
= Manfaat tidak langsung penjaga siklus makanan 3 Manfaat eksistensi Existensi Value – EV
Manfaat eksistensi adalah manfaat yang dirasakan oleh masyrakat atas keberadaan dan terpeliharanya ekosistem mangrove yang terlepas dari manfaat
yang diambil daripadanya. Nilai ekonomi keberadaan fisik ekosistem mangrove yang dimaksud adalah nilai keinginan membayar wilingness to pay
atau WTP dari kelompok masyarakat. EV =
∑
= n
i
N ME
1 1
dimana : EV = Manfaat eksistensi
ME
1
= Manfaat eksistensi responden ke-1 N
= Jumlah responden
b. Ekosistem Tambak